• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)

Dalam dokumen Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing (Halaman 31-37)

BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)

Untuk mendukung analisis data dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal maka perlu ditinjau beberapa penelitian terdahulu sebagai kajian pustaka penulis. Adapun penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa Angkola Mandailing adalah sebagai berikut.

Nasution (2001) melakukan penelitian tentang ”Analisis Semantik Bahasa Mandailing”. Penelitian ini membicarakan gambaran deskriptif analitik semantik bahasa Mandailing, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori dan konsep semantik. Hasil penelitian ini menggunakan pendekatan semantik struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna, yang mencakup (1) leksem, (2) paduan leksem, (3) idiom, (4) ciri-ciri makna leksikal, (5) hubungan makna leksikal, (6) ciri-ciri makna kalimat, (7) hubungan makna kalimat, (8) konteks linguistik yang mempengaruhi ciri dan hubungan makna, khususnya pada tingkat frasa, klausa, dan kalimat.

Lubis (2002) melalukan penelitian tentang ”Kalimat Tanya dalam Bahasa Mandiling: Analisis Sintaksis”. Penelitian ini mengkaji ciri dan struktur sintaksis kalimat tanya bahasa Mandailing. Tujuan kajian ini adalah mendeskripsikan jenis kalimat tanya yang digunakan masyarakat Mandailing ketika berkomunikasi dan menemukan struktur kalimat tanya yang digunakan dengan melihat fungsi sintaksis dari unsur-unsur yang membentuk kalimat tanya, kalimat tanya berdasarkan fokus kalimat dan kata tanya, kalimat tanya tanpa kata tanya, kalimat tanya alternatif,

kalimat tanya negatif, dan kalimat tanya embelan. Struktur kalimat tanya ditentukan oleh unsur pembentukan kalimat tanya itu sendiri.

Mascahaya (2004) melakukan penelitian tantang ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola”. Penelitian ini mengenai pendeskripsian tindak bahasa permohonan bahasa Angkola, dengan cara melakukan tindak bahasa permohonan dan kesantunan yang direfleksikan dalam tindak bahasa permohonan, dengan teori pragmatik dan teori kesantunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara melakukan tindak bahasa permohonan bahasa Angkola terdiri atas (1) tindak bahasa permohonan langsung, (2) tindak bahasa permohonan tidak langsung, (3) tindak bahasa permohonan literal, (4) tindak bahasa permohonan tidak literal, (5) tindak bahasa permohonan langsung literal, (6) tindak bahasa permohonan tidak langsung literal, (7) tindak bahasa permohonan langsung tidak literal, dan (8) tindak bahasa permohonan tidak langsung tidak literal.

Irwan (2007) menulis karya ilmiah ”Proses Afiksasi Bahasa Angkola Mandailing”. Karya ilmiah ini menganalisis afiksasi yang ada dalam bahasa Angkola Mandailing, dengan pendeskripsian bentuk, distribusi, dan nosi. Pada hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahasa Angkola Mandailing ditemukan proses afiksasi. Adapun proses afiksasi yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing adalah:prefiks (awalan) terdiri dari sebelas buah, yaitu: /mar-/, /ma-/, /maN-/, /tar-/, /pa-/, /di-/, /paN-/, /par-/, /sa-/, /saN-/, /um-/; infiks (sisipan) terdiri dari dua buah, yaitu: /-in-/, dan /-um-/; sufiks (akhiran) terdiri dari empat buah, yaitu: /-i/, /-an/, /-on/, /-hon/; konfiks terdiri dari empat buah, yaitu: /mar-hon/, /ha-an/, /paN-an/, /mar-an/.

Selanjutnya, Irwan (2009) juga menulis karya ilmiah tentang ”Kata Majemuk Bahasa Batak Angkola Mandailing”. Tulisan tersebut mengulas bagaimana dua buah

kata atau lebih digabungkan sehingga membentuk suatu arti tersendiri. Dalam tulisan tersebut dianalisis ciri-ciri, tipe, bentuk, dan makna kata majemuk dalam bahasa Batak Angkola Mandailing. Hasil penelitian tersebut adalah: (1) Ciri kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing pada umumnya kedua unsurnya adalah morfem bebas. Unsur kata majemuk mempunyai hubungan dan susunan yang mantap dan kedua unsurnya tidak dapat dibalik, misalnya bagas godang menjadi godang bagas. (2) Pada umumnya unsur-unsur kata majemuk jenis kata nominal merupakan kata dasar, misalnya solop kulit, ‘sandal kulit’, jambu horsik ‘jambu kelutuk.’ (3) Sebagian kata majemuk berbentuk kata berimbuhan, misalnya manuk martahuak ‘ayam berkokok.’ (4) Sebagian besar kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing terdiri atas dua unsur (kata), sebagian terdiri dari tiga unsur (kata). Kata majemuk yang terdiri dari tiga unsur kata dalam bahasa ini diserap dari bahasa Indonesia, misalnya dua puluh tolu ‘dua puluh tiga’, naek kareta angin ‘naik sepeda dayung.’ (5) Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing juga bisa dijadikan kata ulang, melalui perulangan unsur pertamanya, misalnya guru sikola menjadi guru-guru sikola, mangan modom

‘makan tidur’ menjadi mangan-mangan modom ‘makan-makan tidur.’ Kemudian tipe

kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ditentukan menurut jenis kata atau kelas kata. Menurut kelas katanya, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ini tergolong ke dalam nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Juga ditentukan tipe konstruksinya; konstruksi endosentris dan eksosentris. Kata majemuk konstruksi endosentris, misalnya amak pandan ‘tikar pandan’, tarup rumbia ‘atap rumbia’, kata amak ‘tikar’, tarup ‘atap’ merupakan unsur inti.

Kemudian, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing dibedakan atas tiga macam. Pertama, kata majemuk dwanda, yaitu penggabungan dengan derajat yang sama. Dengan kata lain, kedua-duanya merupakan sama derajatnya. Contoh:

naposo bulung ‘muda mudi’, menek godang ‘kecil besar.’ Kedua, kata majemuk tatpurasa, yaitu kata majemuk yang bagian yang kedua memberi penjelasan pada bagian yang pertama. Contoh: amak pandan ‘tikar pandan’, kaco mata ‘kaca mata.’ Ketiga, kata majemuk kharmadaraya, yaitu bagian yang kedua menjelaskan bagian yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata sifat. Contoh: bosi barani ‘magnet’ dan aek milas ‘air panas.’

Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing mempunyai makna sebagai berikut. Pertama, makna struktural ditunjukkan oleh hubungan semantik di antara unsur-unsurnya diterangkan dan menerangkan (DM). Misalnya, tukang topa ‘tukang tempa’ yang artinya orang yang ahli dalam menempa besi, hudon bosi ‘periuk besi’ yang mempunyai arti periuk yang terbuat dari besi. Kedua, makna yang didukung oleh kata majemuk yang berjenis nomina dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Menyatakan sesuatu yang ada hubungannya dengan kekeluargaan/persahabatan,

2. Menyatakan benda yang berhubungan dengan makanan dan tumbuh-tumbuhan,

3. Menyatakan benda yang berhubungan dengan keperluan rumah tangga,

4. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan manusia,

5. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan nama binatang,

6. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan alam sekitar/lingkungan.

Ketiga, makna idiomatik (kiasan) kata majemuk dengan makna yang tidak sebenarnya. Misalnya, bagas godang, pengertian yang sebenarnya adalah rumah besar, makna idiomatiknya adalah rumah adat, dan ginjang roha pengertian yang sebenarnya adalah panjang hati, makna idiomatiknya yaitu orang yang sombong.

Kemudian, Irwan (2009) menulis karya ilmiah ”Pola Kalimat Perintah dalam Bahasa Angkola Mandailing”. Dalam tulisan ini ditemukan bahwa (1) Pada umumnya

pola kalimat perintah bahasa Mandailing memiliki kesamaan bentuk, yaitu predikat mendahulukan subjek. Ada beberapa jenis kalimat perintah yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing, yaitu (a) kalimat perintah suruhan, (b) kalimat perintah permintaan, (c) kalimat perintah larangan, (d) kalimat perintah nasihat, (e) kalimat perintah ajakan, (f) kalimat perintah pertimbangan, (g) kalimat perintah paksaan, (h) kalimat perintah harapan, (i) kalimat perintah bujukan, dan (j) kalimat perintah desakan. (2) Ciri-ciri dalam bahasa Mandailing (a) pemakaian bentuk yang tidak memakai awalan, yaitu bentuk yang memakai awalan /mar-/, (b) lebih banyak

menggunakan partikel /-ma/. Berdasarkan ciri formalnya kalimat ini dalam

penulisannya ditandai dengan tanda (!). Kalimat perintah adalah kalimat suruh atau kalimat yang memerintahkan sesuatu dengan menggunakan intonasi walaupun hanya terdapat salah satu unsur kalimat dan mengharapkan tanggapan berupa tindakan. (3) Fungsi kalimat perintah yang dipakai pada bahasa Mandailing, yaitu sebagai penyampaian maksud suruhan untuk memperoleh tanggapan dari orang yang disapa.

Hutasuhut (2008) melakukan penelitian tentang ”Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Mandailing”. Penelitian ini mengkaji medan makna aktivitas tangan dalam bahasa Mandailing. Data penelitian berupa leksem verbal yang menyatakan konsep aktivitas tangan yang lazim digunakan oleh masyarakat penutur bahasa Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik yang bertalian dengan analisis komponen makna yang dikemukakan oleh Nida (1975) dan Lehrer (1974). Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa aktivitas tangan

dalam bahasa Mandailing mempunyai dua puluh submedan, yaitu: (1) maniop

‘memegang’, (2) manjama ‘menyentuh’, (3) mambuat ‘mengambil’, (4) mangoban

mangalehen ‘memberi’, (8) manarimo ‘menerima’, (9) mambuka ‘membuka’, (10) manutup ‘menutup’, (11) manarik ‘menarik’, (12) mamisat ‘menekan’, (13) manghanciti ‘menyakiti’, (14) mangalala ‘menghancurkan’, (15) manggulung ‘menggulung’, (16) mamio ‘memanggil’, (17) mangayak ‘mengusir’, (18) mangambat ‘menghambat’, (19) manjalang ‘menyalam’, dan (20) manudu ‘menunjuk.’

Nasution (2010) menulis karya ilmiah ”Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing”. Dari hasil karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa pemajemukan Bahasa Mandailing terdiri atas (1) kata majemuk dasar yang berupa gabungan: KB + KB, KB + KK, KB + KS, KB + Kbil, KK + KK, KS + KS, KS + KB, dan Kbil + KB; (2) kata majemuk berimbuhan yang terdiri dari imbuhan /mar-/, /marsi-/, /paN-/, /-an/, /pa-/, dan /par-/; (3) kata majemuk berulang dengan pengulangan sebagian dan pengulangan seluruhnya.

Ketiga jenis kata majemuk ini dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, dan objek. Adapun makna yang ditimbulkan akibat proses morfologis adalah ‘jamak’, ‘berulang kali’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘berusaha’, ‘memelihara’, ‘intensitas’, dan ‘kausatif.’ Gabungan bentuk dasar dengan bentuk-bentuk yang lain di dalam pemajemukan Bahasa Mandailing dapat membentuk kata benda majemuk, kata kerja majemuk, kata sifat majemuk, dan kata bilangan majemuk.

Bangun (2011) mengadakan penelitian tentang ”Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dan Terikat Konteks Bahasa Karo”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menggambarkan tipe reduplikasi morfemis bahasa Karo berdasarkan bentuk, menggambarkan makna reduplikasi morfemis bebas konteks, dan menggambarkan makna reduplikasi morfemis terikat konteks. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan norma umum reduplikasi morfemis dalam bahasa Karo. Reduplikasi tersebut didefenisikan dan dibandingkan dengan melihat pola atau tipe.

Berdasarkan hasil yang diperoleh reduplikasi tidak terjadi dalam bentuk tetapi dalam arti, yaitu dengan menggabungkan dua kata (atau bentuk) sinonim. Dalam bahasa Karo, untuk menentukan makna reduplikasi diskriminasi diperlukan reduplikasi bebas konteks dari makna reduplikasi terikat konteks. Ada membentuk reduplikasi tertentu yang tidak selalu sama meskipun dasar mengenainya dengan kata anggota kelas yang sama. Bentuk reduplikasi morfemis bahasa Karo adalah pengulangan penuh, pengulangan berimbuhan, pengulangan berubah bunyi, pengulangan sebagian, dan pengulangan semu. Arti reduplikasi terikat konteks bahasa Karo ditentukan oleh konteksnya. Arti reduplikasi bebas konteks bahasa Karo sangat banyak tanpa dipengaruhi oleh konteksnya.

2.2 Konsep Reduplikasi

Dalam dokumen Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing (Halaman 31-37)

Dokumen terkait