• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)

REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA MANDAILING

TESIS

Oleh

SYAIFUDDIN ZUHRI HARAHAP

107009028/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA MANDAILING

TESIS

Dijaukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAIFUDDIN ZUHRI HARAHAP

107009028/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA

MANDAILING

Nama Mahasiswa : Syaifuddin Zuhri Harahap Nomor Pokok : 107009028

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dwi Widayati, M.Hum.) Ketua

(Dr. Gustianingsih, M.Hum.) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.)

Direktur

(4)

Tanggal Lulus : 2 April 2013

Telah diuji pada Tanggal : 2 April 2013 Mei 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dwi Widayati, M.Hum. Anggota : 1. Dr. Gustianingsih, M.Hum.

(5)

PERNYATAAN

REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA MANDAILING

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis

sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya

orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas

sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesisi ini

bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, April 2013

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi linguistik deskriptif struktural yang bertalian dengan reduplikasi seperti yang dikemukakan Simatupang (1983) dan didukung oleh Ramlan (2001), dan Chaer (2008). Data penelitian adalah sejumlah morfem dalam bahasa Angkola Mandailing yang mengandung unsur reduplikasi. Data lisan diperoleh dari berbagai percakapan yang terjadi di lingkungan masyarakat Angkola Mandailing dan beberapa orang informan, sedangkan data tertulis diperoleh dari kamus bahasa Angkola Mandailing, buku-buku dan karya-karya ilmiah yang membahas tentang bahasa Angkola Mandailing.

Berdasarkan kajian dan teori tersebut dirumuskan masalah bentuk reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; (1) Secara morfologis bagaimana tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing? (2) Berdasarkan konteksnya bagaimanakah makna tipe reduplikasi tersebut difungsikan dalam bahasa Angkola Mandailing?

Dari hasil analisis dapat dikemukakan simpulan tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing sebagai berikut. Pertama, ditemukan dua puluh tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; tipe R-1 yaitu bentuk (D + R), tipe R-2 yaitu bentuk (D + Rpf), tipe R-3 yaitu bentuk ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + di-) dan ((D+R) + par-tar-), tipe R-4 yaitu bentuk ((D + R) + marsi-/-antar-), tipe R-5 yaitu bentuk (D + (R + mar-)), tipe R-6 yaitu bentuk ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-), tipe R-7 yaitu bentuk (D + (R + maN-)), tipe R-8 yaitu bentuk (D + (R + maN-/-i)), tipe R-9 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-hon), ((D + R) + paN-/-hon), tipe R-10 yaitu bentuk ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i), tipe R-11 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i), tipe R-12 yaitu bentuk ((D + R) + sa -/{-na}), tipe R-13 yaitu bentuk ((D + R) + ha-/{--/{-na}), tipe R-14 yaitu bentuk ((D + R) + ha/an), tipe R15 yaitu bentuk ((D + R) + an), tipe R16 yaitu bentuk ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-), tipe R-17 yaitu bentuk (D + Rp) Reduplikasi Parsial (Rp), tipe R-18 yaitu bentuk (D + Rs) Reduplikasi Semantis (Rs), tipe R-19 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Fonologis (Rf); tipe R-20 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Sintaksis (Rsin). Kedua, secara kontekstual ditemukan makna tipe reduplikasi bebas konteks dan terikat konteks dalam bahasa Angkola Mandailing.

(7)

ABSTRACT

The purpose of this study was to examine reduplication in Angkola Mandailing language using the Theory of Generative Morphology related to reduplication suggested by Simatupang (1983) and supported by Ramlan (2001) and Chaer (2008). The data for this study were a number of morphemes in Angkola Mandailing language containing the element of reduplication. The oral data were obtained from various conversations occured in the Angkola Mandailing community and several informants, while the written data were obtained from the literatures written in Angkola Mandailng language, dictitonary and scientific writtings discussing about Angkola Mandailing language.

Based on the study and theory mentioned above, the research questions of the reduplication of Angkola Mandailing language was formulated as follows: (1) What are the morphological types of reduplication in Angkola Mandailing language? (2) Contextually, how the meaning of these types of reduplication are functioned in the Angkola Mandailing community?

The findings of this study showed that the types of reduplication in Angkola Mandailing language are as follows: first, twowenteen types of reduplication are found in Angkola Mandailing language, namely, R-1 type (D + R); R-2 type (D + Rpf); R-3 type ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + par-) ((D+R) + di-), and ((D+R)+um-); R-4 type ((D + R) + marsi-/-an); R-5 type (D + (R + mar-)); R-6 type ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-); R-7 type (D + (R + maN-)); R-8 type (D + (R + maN-/-i)); R-9 type ((D + R) + maN-/-hon), and ((D + R) + paN-/-hon); R-10 type ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i); R-11 type ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i); R-12 type ((D + R) + sa -/{-na}); R-13 type ((D + R) + ha-/{-na}); R-14 type ((D + R) + ha-/-an); R-15 type ((D + R) + -an); R-16 type ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-); R-17 type (D + Rp) reduplication pharcial (Rp); R-18 type (D + Rs); reduplikasi semantics (Rs); R-19 type (D + Rf) reduplication phonologis (Rf); R-20 type (D + Rsin) reduplication syntacsis (Rsin), Second, The contexstually it is found the meaning of these types of reduplication Independent Context and Dependent Context in the Angkola Mandailing language.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,

penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola

Mandailing” ini dapat diselesaikan. Adapun tesis ini disusun untuk memenuhi salah

satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis telah berusaha secara maksimal mengerjakan dan menganalisis tipe,

proses dan pembentukan makna tipe reduplikasi secara kontekstual dalam bahasa

Angkola Mandailing. Namun, penulis tetap menerima kritik dan saran demi

penyempurnaan tesis ini.

Akhir kalam, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya

pemerhati dan peneliti yang tertarik pada kajian kebahasaan.

Medan, April 2013

Penulis,

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menempuh perkuliahan dan penyusunan tesis ini, oleh penulis

ditemukan banyak hambatan, baik yang bersifat teknis maupun nonteknis. Berkat

bantuan dari berbagai pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik

dan untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih, rasa

hormat, serta doa kepada:

1. Orangtua penulis, Ayahanda (Alm). H. Ali Sahminan Harahap dan Ibunda (Alm)

Hj. Nur Holijah Siregar, yang tidak henti-hentinya mengalirkan doa dan kasih

sayangnya selama ini;

2. Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. (mantan Kepala Balai Bahasa Medan)

dan Ibu Dr. Tengku Syarfina, M.Hum (Kepala Balai Bahasa Medan) atas

kepercayaan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti kuliah S-2 di

Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU;

3. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,

M.Sc. (CTM), Sp.A(K);

4. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir. A.

Rahim Mantondang, MSi.E.;

5. Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, Ibu

Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Ibu Dr. Nurlela, M.Hum.;

6. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. selaku pembimbing utama dan Ibu. Dr.

(10)

7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana USU;

8. Teman-teman Mahasiswa Linguistik Angkatan 2010, terima kasih atas kerja sama

dan kekompakan yang terjalin selama ini;

9. Istri tercinta Dra. Mariani Siregar terima kasih atas pengertian dan motivasi yang

diberikan. Engkau bagaikan pelita di tengah kegelapan dan engkaulah pemberi

inspirasi dalam tulisan ini;

10.Sahabat akrab Anharuddin Hutasuhut, M.Hum., dalam forum diskusi dan tim

evaluasi kajian kebahasaan dan tradisi lokal di Angkola dan Mandailing.

11.Para informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi

yang begitu berharga; dan

12.Rekan-rekan yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syaifuddin Zuhri Harahap

Tempat, Tanggal Lahir : Tapanuli Selatan, 26 September 1968

Alamat : Jalan Puskesmas Kompleks Selasih Emas No.1

Bandar Khalifah, Percut Sei Tuan, Deliserdang

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan Formal : a) SD Negeri 142752 Gunungtua, tahun 1975 –

1981

b) SMP Negeri 2 Gunungtua, tahun 1981 –

1984

c) SMA Negeri 10 Medan, tahun 1984 –1987

d) Diploma III, Akademi Manajemen dan

Informatika Komputer Bandung, tahun 1992

e) Universitas Lampung (UNILA), Fakultas

Kejuruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan

Ekonomi Akuntansi, tahun 1999

f) Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pasca

Sarjana, Program Studi Linguistik, tahun

2013.

Pekerjaan : Staf Teknis Balai Bahasa Medan Provinsi

Sumatera Utara, Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa, Departemen Pendidikan dan

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAN SINGAKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 12

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu) ... 12

2.2 Konsep Reduplikasi ... 18

2.2.1 Defenisi Reduplikasi ... 18

2.2.2 Reduplikasi Fonologis ... 20

2.2.3 Reduplikasi Morfologis ... 21

2.2.4 Reduplikasi Sintaksis ... 22

2.2.5 Reduplikasi Semantis ... 23

2.2.6 Hakikat Reduplikasi ... 23

2.2.7 Jenis Reduplikasi ... 24

2.2.7.1 Pengulangan Seluruh ... 25

2.2.7.2 Pengulangan Sebagian ... 25

2.2.7.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks 25 2.2.7.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem ... 26

2.2.8 Bentuk Dasar Reduplikasi ... 26

2.2.9 Makna Reduplikasi ... 27

2.2.10 Bahasa Angkola Mandailing ... 30

2.3 Landasan Teori ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1.Desain Penelitian ... 34

3.2.Lokasi Penelitian ... 34

3.3.Data dan Sumber Data ... 35

3.4.Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5.Metode dan Teknik Analisis Data ... 36

(13)

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1.Temuan Penelitian ... 40

4.1.1.Pengulangan Seluruhnya ... 40

4.1.2.Pengulangan Sebagian ... 43

4.1.3.Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ... 50

4.1.4.Pengulangan dengan perubahan fonem ... 51

4.2.Pembahasan ... 52

4.2.1. Tipe Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing ... 52

4.2.1.1. Tipe R-1: (D + R) ... 52

4.2.1.18.Tipe R-18 (D + Rs) Reduplikasi Semantis (Rs) ... 213

4.2.1.19.Tipe R-19 (D + Rf) Reduplikasi Fonologis (Rf) ... 215

4.2.1.20.Tipe R-20 (D + Rsin) Reduplikasi Sintaksis (Rsin) ... 218

4.2.2.Makna Kontektual dalam Bahasa Angkola Mandailing ... 220

4.2.2.1. Makna bebas Kontek dalam bahasa Angkola Mandailing ... 220

4.2.2.1.1. Makna Banyak dan Tak Tunggal ... 220

(14)

4.2.2.1.3. Makna Banyak dengan Ukuran Tertentu ... 222

4.2.2.1.4. Makna Serupa atau Seperti (Imitatif) ... 222

4.2.2.1.5. Makna Dilakukan Tanpa Tujuan (Dasar) ... 223

4.2.2.1.6. Makna Berulang-ulang atau kontinu (Iteratif) ... 223

4.2.2.1.7. Makna Berbalasan atau Saling (Resiprokatif) ... 224

4.2.2.1.8. Makna Hal atau Kegiatan yang Bertalian dengan Dasar ... 225

4.2.2.1.9. Makna Tingkat Paling Tinggi atau Se (Dasar) Mungkin ... 225

4.2.2.1.10. Makna Agak atau Sedikit Bersifat (Dasar) ... 226

4.2.2.1.11. Makna Intensitas atau Keadaan Tingkatan ... 226

4.2.2.1.12. Makna Sedang atau Keadaan (Dasar) ... 227

4.2.2.1.13. Makna Merasa atau mampu (Dasar) ... 227

4.2.2.2. Makna terikat Kontek dalam bahasa Angkola Mandailing ... 228

4.2.2.2.1. Makna Banyak yang (Dasar) ... 228

4.2.2.2.2. Makna Hanya yang (Dasar) ... 229

4.2.2.2.3. Makna Meskipun (Dasar) atau Konsesif ... 230

4.2.2.2.4. Makna Penghalusan ... 232

4.2.2.2.5. Makna Serupa (Dasar) ... 232

4.2.2.2.6. Makna Agak (Dasar) ... 233

4.2.2.2.7. Makna Meremehkan (Dasar) ... 234

4.2.2.2.8. Makna Intensif (Dasar) ... 235

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 236

5.1.Simpulan ... 236

5.2.Saran ... 237

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Gambar-1. Proses Reduplikasi ... 24

2. Gambar-2. Peta Wilayah Kabupaten Padanglawas Utara ... 36

3. Gambar-3. Kerangka Konseptual ... 40

4. Gambar-4. Tipe R-6 yaitu Bentuk ((D+R) + maN) ... 78

5. Gambar-5. Tipe R-6 yaitu Bentuk ((D+R) + paN) ... 95

6. Gambar-6. Tipe R-7 yaitu Bentuk ((D+ (R + maN) ... 111

7. Gambar-7. Tipe R-8 yaitu Bentuk ((D+ (R + maN-/-i) ... 122

8. Gambar-8. Tipe R-9 yaitu Bentuk ((D+R) + maN-/-hon) ... 129

9. Gambar-9. Tipe R-9 yaitu Bentuk ((D+R) + paN-/-hon) ... 145

10. Gambar-10. Tipe R-11 yaitu Bentuk ((D+R) + maN-/-i) ... 167

(16)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

1. ( ) : Tidak harus atau tidak mutlak.

2. : Mengahsilkan atau menurunkan.

3. ! : Menyatakan ‘seruan’.

4. ? : Diragukan ‘tanya’.

5. ‘...‘ : Menyatakan gloss. 6. / ... / : Menyatakan fonemis.

7. * : Tidak berterima.

8. Kb : Kata benda.

9. Kk : Kata kerja.

10. Ks : Kata sifat.

11. Kg : Kata ganti.

12. Kket : Kata keterangan.

13. Kt : Kata tanya.

14. Kbil : Kata bilangan.

15. DM : Diterangkan dan menerangkan.

16. D : Dasar.

17. R : Reduplikasi.

18. Rpf : Reduplikasi Perubahan Fonem.

19. Rp : Reduplikasi Parsial.

20. Rs : Reduplikasi Semantis.

21. Rf : Reduplikasi Fonologis.

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi linguistik deskriptif struktural yang bertalian dengan reduplikasi seperti yang dikemukakan Simatupang (1983) dan didukung oleh Ramlan (2001), dan Chaer (2008). Data penelitian adalah sejumlah morfem dalam bahasa Angkola Mandailing yang mengandung unsur reduplikasi. Data lisan diperoleh dari berbagai percakapan yang terjadi di lingkungan masyarakat Angkola Mandailing dan beberapa orang informan, sedangkan data tertulis diperoleh dari kamus bahasa Angkola Mandailing, buku-buku dan karya-karya ilmiah yang membahas tentang bahasa Angkola Mandailing.

Berdasarkan kajian dan teori tersebut dirumuskan masalah bentuk reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; (1) Secara morfologis bagaimana tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing? (2) Berdasarkan konteksnya bagaimanakah makna tipe reduplikasi tersebut difungsikan dalam bahasa Angkola Mandailing?

Dari hasil analisis dapat dikemukakan simpulan tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing sebagai berikut. Pertama, ditemukan dua puluh tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; tipe R-1 yaitu bentuk (D + R), tipe R-2 yaitu bentuk (D + Rpf), tipe R-3 yaitu bentuk ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + di-) dan ((D+R) + par-tar-), tipe R-4 yaitu bentuk ((D + R) + marsi-/-antar-), tipe R-5 yaitu bentuk (D + (R + mar-)), tipe R-6 yaitu bentuk ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-), tipe R-7 yaitu bentuk (D + (R + maN-)), tipe R-8 yaitu bentuk (D + (R + maN-/-i)), tipe R-9 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-hon), ((D + R) + paN-/-hon), tipe R-10 yaitu bentuk ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i), tipe R-11 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i), tipe R-12 yaitu bentuk ((D + R) + sa -/{-na}), tipe R-13 yaitu bentuk ((D + R) + ha-/{--/{-na}), tipe R-14 yaitu bentuk ((D + R) + ha/an), tipe R15 yaitu bentuk ((D + R) + an), tipe R16 yaitu bentuk ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-), tipe R-17 yaitu bentuk (D + Rp) Reduplikasi Parsial (Rp), tipe R-18 yaitu bentuk (D + Rs) Reduplikasi Semantis (Rs), tipe R-19 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Fonologis (Rf); tipe R-20 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Sintaksis (Rsin). Kedua, secara kontekstual ditemukan makna tipe reduplikasi bebas konteks dan terikat konteks dalam bahasa Angkola Mandailing.

(19)

ABSTRACT

The purpose of this study was to examine reduplication in Angkola Mandailing language using the Theory of Generative Morphology related to reduplication suggested by Simatupang (1983) and supported by Ramlan (2001) and Chaer (2008). The data for this study were a number of morphemes in Angkola Mandailing language containing the element of reduplication. The oral data were obtained from various conversations occured in the Angkola Mandailing community and several informants, while the written data were obtained from the literatures written in Angkola Mandailng language, dictitonary and scientific writtings discussing about Angkola Mandailing language.

Based on the study and theory mentioned above, the research questions of the reduplication of Angkola Mandailing language was formulated as follows: (1) What are the morphological types of reduplication in Angkola Mandailing language? (2) Contextually, how the meaning of these types of reduplication are functioned in the Angkola Mandailing community?

The findings of this study showed that the types of reduplication in Angkola Mandailing language are as follows: first, twowenteen types of reduplication are found in Angkola Mandailing language, namely, R-1 type (D + R); R-2 type (D + Rpf); R-3 type ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + par-) ((D+R) + di-), and ((D+R)+um-); R-4 type ((D + R) + marsi-/-an); R-5 type (D + (R + mar-)); R-6 type ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-); R-7 type (D + (R + maN-)); R-8 type (D + (R + maN-/-i)); R-9 type ((D + R) + maN-/-hon), and ((D + R) + paN-/-hon); R-10 type ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i); R-11 type ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i); R-12 type ((D + R) + sa -/{-na}); R-13 type ((D + R) + ha-/{-na}); R-14 type ((D + R) + ha-/-an); R-15 type ((D + R) + -an); R-16 type ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-); R-17 type (D + Rp) reduplication pharcial (Rp); R-18 type (D + Rs); reduplikasi semantics (Rs); R-19 type (D + Rf) reduplication phonologis (Rf); R-20 type (D + Rsin) reduplication syntacsis (Rsin), Second, The contexstually it is found the meaning of these types of reduplication Independent Context and Dependent Context in the Angkola Mandailing language.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa Angkola Mandailing adalah salah satu bahasa daerah yang ada di

Sumatera Utara, yang pemakaiannya tersebar di beberapa wilayah kabupaten dan kota,

yakni Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten

Padanglawas, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kota Padangsidimpuan. Masyarakat

penutur bahasa Angkola Mandailing ini dikenal dengan sebutan suku Angkola

Mandailing. Jumlah penutur bahasa Angkola Mandailing adalah 1.240.034 jiwa

(Sumut dalam Angka, 2008), tidak termasuk penutur bahasa Angkola Mandailing yang

berada di daerah lain.

Selain sebagai alat komunikasi sehari-hari, bahasa Angkola Mandailing

berfungsi sebagai identitas atau jati diri bagi masyarakat penuturnya. Di samping itu,

bahasa Angkola Mandailing merupakan bahasa pendukung budaya bagi masyarakat

Angkola Mandailing yang dipergunakan pada upacara-upacara adat dan berbagai

peristiwa penting lainnya.

Penelitian tentang bahasa Angkola Mandailing memang sudah banyak

dilakukan. Namun, masih ada berbagai aspek bahasa Angkola Mandailing yang belum

pernah diteliti. Beberapa penelitian mengenai bahasa Angkola Mandailing yang

pernah dilakukan, yaitu: ”Semantik dalam Bahasa Angkola Mandailing” oleh Asni

Lubis (1987), ”Semantik Bahasa Mandailing” oleh Bahren Umar Siregar (1988),

”Analisis Semantik Bahasa Mandailing” oleh Syarifah Masniari Nasution (2001),

(21)

(2002), ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola” oleh Mascahaya (2004),

”Proses Afiksasi Bahasa Angkola Mandailing” oleh Irwan (2007), ”Medan Makna

Aktivitas Tangan dalam Bahasa Mandailing” oleh Anharuddin Hutasuhut (2008),

”Kata Majemuk Bahasa Batak Angkola Mandailing” oleh Irwan (2009), ”Pola Kalimat

Perintah dalam Bahasa Angkola Mandailing” oleh Irwan (2009), dan ”Pemajemukan

dalam Bahasa Mandailing” oleh Khairina Nasution (2010).

Dari studi pustaka yang peneliti lakukan ternyata penelitian mengenai

reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing belum pernah dilaksanakan, baik oleh

kelompok peneliti maupun peneliti perorangan. Oleh karena itu, penelitian khusus

yang menyangkut reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing perlu dilaksanakan

untuk lebih melengkapi informasi dan data tentang bahasa tersebut.

Ada fenomena kebahasaan yang menarik dalam bahasa Angkola Mandailing

sehubungan dengan penelitian ini. Salah satunya ialah pembentukan kata ulang

melalui bentuk dasar yang diulang melekat makna baru, baik bebas konteks maupun

terikat konteks. Bahasa Angkola Mandailing memiliki sistem reduplikasi yang

membentuk makna baru atau kemungkinan juga membentuk makna yang lain di

samping sistem afiksasi dan pemajemukan. Contoh: kata danak membentuk

reduplikasi penuh, danak ‘anak kecil’ danak-danak ‘anak-anak’, (-dewasa,+

banyak/tidak tunggal) artinya anak yang belum dewasa dan menunjukkan jumlahnya

banyak.

Untuk lebih jelas, perhatikan penggunaan bentuk ulang danak-danak

‘anak-anak’ pada kalimat berikut.

(1) danak-danak ku marmayam-mayam di alaman bagas. anak-anak saya bermain-main di halaman rumah

‘anak-anak saya bermain-main di halaman rumah.’ (2) danak-danak ku madung kawin sudena.

(22)

‘anak-anak saya sudah menikah semuanya.’

Pada kalimat (1) kata danak-danak ‘anak-anak’ dalam kalimat pertama

menunjukkan makna yang jelas bahwa anak-anak yang dimaksud belum dewasa,

jumlahnya banyak dan tidak tunggal disimbolkan ( - dewasa, + banyak/ tidak tunggal),

sehingga makna danak-danak ‘anak-anak’ tidak terikat pada konteks kalimat tersebut

yaitu membentuk proses reduplikasi bebas konteks.

Sedangkan pada kalimat (2) kata danak-danak ‘anak-anak’ artinya menunjukkan

makna yang belum jelas anak yang mana ? bisa lelaki juga bisa wanita, sehingga

makna ddanak ‘anak’ terikat pada konteks ‘menikah’ dengan maksud

anak-anak yang sudah dewasa, jumlahnya banyak, tidak tunggal dan sudah menikah

disimbolkan (+ dewasa, + banyak/tidak tunggal). Kalimat tersebut membentuk proses

reduplikasi terikat konteks.

Kemudian contoh kedua yang lebih menarik pada kalimat ini adalah kata dasar

bujing ‘cantik’ membentuk reduplikasi dua makna yaitu bujing-bujing ‘cantik-cantik’

dan bujing-bujing ‘gadis-gadis’ dimana dasar reduplikasi ini mengandung unsur

makna semantis yaitu suatu kelazim disebutkan yang ‘cantik’ di idiomkan ke

seseorang yaitu ‘gadis.’ Sementara lain, kata dasar bujing bermakna ‘tante’

membentuk reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing menjadi bujing-bujing

‘tante-tante’ sebagaimana dalam bahasa Indonesia melainkan makna bujing-bujing

adalah ‘gadis-gadis’ maka dapat disimbolkan sebagai berikut:

a) bujing ‘cantik’ bujing-bujing ‘cantik-cantik.’ b) *bujing ‘gadis’ bujing-bujing ‘gadis-gadis.’ c) bujing ‘tante’ bujing-bujing ‘tante-tante.’

Perhatikan kalimat dibawah ini :

(23)

(3) bujing-bujing i hatiha mamutihi bunga i. gadis-gadis itu sedang memetiki bunga itu.’ ‘gadis-gadis sedang memetiki bunga itu.’

(4) Hum ia doma na bujing-bujing anggi ni umak ku. cuma dia saja yang gadis-gadis adik part/ni ibu saya ‘Cuma dia gadis-gadis adik ibu saya.’

(5) Bujing-bujing ku madung ro sian Jakarta tante-tante saya telah datang dari Jakarta ‘Tante-tante saya telah datang dari Jakarta.’

(6) Anggi ni umak ku bujing-bujing sude. adik part/ni ibu saya cantik-cantik semua. ‘Adik ibu saya cantik-cantik semua.

Pada kalimat (3) kata bujing-bujing ‘gadis-gadis’ dalam kalimat ketiga

menunjukkan makna yang jelas bahwa bujing-bujing ‘gadis-gadis’ yang dimaksud

sudah dewasa, jumlahnya banyak/tidak tunggal, belum menikah disimbolkan (+

dewasa, + banyak/tidaktunggal, - menikah), sehingga makna bujing-bujing

‘gadis-gadis’ tidak terikat pada konteks kalimat dan membentuk proses reduplikasi bebas

konteks.

Selanjutnya, pada kalimat (4) kata bujing-bujing ‘gadis-gadis’ artinya

menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna bujing-bujing ‘gadis-gadis’

terikat pada konteks dengan maksud bujing-bujing ‘gadis-gadis’ adalah sudah dewasa,

jumlahnya tunggal, belum menikah (+ dewasa, - banyak/tunggal, - menikah) kalimat

tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

Kemudian, pada kalimat (5) kata bujing-bujing ‘tante-tante’ artinya

menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna bujing-bujing ‘tante-tante’

terikat pada konteks dengan maksud bujing-bujing ‘tante-tante’ adalah sudah dewasa,

jumlahnya tunggal, belum tentu menikah (+ dewasa, + banyak/tunggal, ± menikah) kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

Pada kalimat (6) kata bujing-bujing ‘cantik-cantik’ artinya menunjukkan

(24)

konteks dengan maksud bujing-bujing ‘cantik-cantik’ adalah sudah atau belum

dewasa, jumlahnya banyak/tidak tunggal, sudah atau belum menikah (± dewasa, +

banyak/tunggal, ± menikah). Kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

b) poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda.’

(7) poso-poso i kehe marbal tu huta siborang. pemuda-pemuda itu pergi main bola ke kampung seberang ‘Pemuda-pemuda itu pergi main bola ke kampung seberang’

(8) Dagakku na patoluhon madung poso-poso. anakku yang ketiga sudah pemuda-pemuda ‘Anakku yang ketiga sudah pemuda-pemuda.’

Pada kalimat (7) kata poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ menunjukkan

makna yang jelas bahwa poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ yang dimaksud

sudah dewasa, banyak/tidak tunggal, dan belum menikah ( + dewasa, + banyak/tidak

tunggal, - menikah), sehingga makna poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ tidak

terikat pada konteks kalimat dan membentuk proses reduplikasi bebas konteks.

Sedangkan pada kalimat (8) kata poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’

artinya menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna poso-poso

‘pemuda-pemuda/anak muda’ terikat pada konteks dengan maksud poso-poso

‘pemuda-pemuda/anak muda’ adalah sudah dewasa, tidak banyak/tunggal, belum menikah

(+dewasa, - banyak/tunggal, - menikah). Kalimat tersebut membentuk proses

reduplikasi terikat konteks.

Proses reduplikasi morfemis pada contoh di atas memperlihatkan fenomena

yang berbeda pada kalimat (1) dan (2), (3), (4), (5) dan (6), (7) dan (8). Berdasarkan

(25)

reduplikasi nomina yang dapat diterima. Persoalannya adalah apakah bentuk lain,

seperti verba, adjektiva, dan numeralia dapat kita gunakan dengan konsep yang sama?

Mengamati fakta di atas, sampai pada asumsi bahwa reduplikasi morfemis

sebagai salah satu proses morfologis melahirkan makna yang baru atau mungkin

membentuk makna yang lain. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses

reduplikasi berimplikasi, baik secara morfologis, sintaksis, maupun semantis.

Berkenaan dengan hal di atas, perlu segera dilakukan penelitian tentang

reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing. Reduplikasi merupakan gejala

morfologi yang sangat penting dalam setiap bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Penelitian terhadap bahasa daerah yang mana pun akan terasa belum lengkap apabila

tidak mencakup penelitian mengenai reduplikasi secara tuntas.

Oleh karena itu penelitian ini dipusatkan pada penutur asli bahasa Angkola

Mandailing yang berada di daerah Kabupaten Padanglawas Utara. Pembentukan

Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan

diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007. Dari

perjalanan waktu sejarah berdirinya Kabupaten Tapanuli Selatan mulai zaman

penjajahan Belanda sampai dengan sekarang banyak hal yang terjadi, seperti

pergantian nama, pemekaran kecamatan, maupun pemekaran kabupaten. Pada tahun

2007 wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 kabupaten, yaitu

Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibukota Sipirok, Kabupaten Padang Lawas Utara

dengan ibukota Gunungtua, dan Kabupaten Padanglawas dengan ibukota Sibuhuan.

Letak geografis Kabupaten Padang Lawas Utara berada pada bagian tenggara

wilayah Provinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah pusat pertanian, perkebunan,

(26)

atas 96.666 jiwa laki-laki dan 97.272 jiwa perempuan. Secara kultural penduduk di

Kabupaten Padang Lawas Utara mayoritas bersuku Angkola.

Pada zaman penjajahan Belanda wilayah Tapanuli Selatan disebut afdeeling

Padangsidimpuan yang dikepalai seorang residen yang berkedudukan di

Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeling,

masing-masing dikepalai oleh seorang contreleur dibantu oleh seorang demang. (1) Onder

afdeeling Angkola dan Sipirok berkedudukan di Padangsidimpuan. Onder afdeeling

ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang,

yaitu (a) distrik Angkola berkedudukan di Padangsidimpuan, (b) distrik Batangtoru

berkedudukan di Batangtoru, dan (c) distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok. (2)

Onder afdeeling Padanglawas berkedudukan di Sibuhuan. Onder afdeeling ini dibagi

atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang, yaitu (a)

distrik Padangbolak berkedudukan di Gunungtua, (b) distrik Barumun dan Sosa

berkedudukan di Sibuhuan, dan (c) distrik Dolok berkedudukan di Sipiongot. (3)

Onder afdeeling Mandailing Natal berkedudukan di Kotanopan. Onder afdeeling ini

dibagi atas 5 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang,

yaitu (a) distrik Panyabungan berkedudukan di Panyabungan, (b) distrik Kotanopan

berkedudukan di Kotanopan, (c) distrik Muarasipongi berkedudukan di Muarasipongi,

(d) distrik Natal berkedudukan di Natal, dan (e) distrik Batangnatal berkedudukan di

Batangnatal.

Setiap onder distrik dibagi kepada pemerintahan yang lebih kecil disebut luhat.

Masing-masing luhat dikepalai oleh seorang raja luhat (kepala kuria). Kemudian,

luhat dibagi lagi kepada beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang hoofd dengan

dibantu oleh seorang kepala ripo, bagi kampung yang memiliki penduduk dengan

(27)

Bahasa daerah dibagi atas dua kelompok bahasa berdasarkan wilayah: Angkola

dan Mandailing. Masyarakat penutur bahasa Angkola berada pada onder afdeeling

Angkola Sipirok dan Padanglawas, sedangkan penutur bahasa Mandailing berada pada

onder afdeeling Mandailing Natal. (Besluit Gubernur Jenderal 1842, Recidency

Tappanoeli).

Umumnya hubungan kekeluargaan berdasarkan garis bapak (patrilineal).

Upacara adat yang masih terpelihara di lingkungan suku-suku Padang Lawas Utara

seperti: siriaon (kebahagiaan), siluluton (kemalangan). Seni budaya yang masih

berkembang pada suku-suku yang ada adalah seni suara (rude), seni tari (tortor), seni

musik (gondang), seni ukir (lukis), seni pahat (gorga), seni sastra bahasa

(hapantunon), seni olahraga (uti-utian), dan seni bela diri (moncak).

Keadaan topografis Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari dataran rendah,

bergelombang, berbukit, dan bergunung. Daerah ini sebagian diiringi/ dibatasi oleh

Bukit Barisan, mulai dari Kecamatan Doloksigompulon, Dolok, Padangbolak,

Halongonan, Hulusihapas, dan Batangonang. Berdasarkan kemiringan lahan,

Kabupaten Padang Lawas Utara secara umum dibagi dalam empat kawasan. (1)

Kawasan gunung dan perbukitan sebagian besar adalah jalur pergunungan Bukit

Barisan yang merupakan kawasan hutan lindung, kemiringan di atas 400

yang harus

dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang

melintas di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara. Kawasan gunung dan perbukitan

terdapat di sebagian besar Kecamatan Dolok dan Doloksigompulon. (2) Kawasan

bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan 150

–400

, merupakan kawasan

potensial untuk pariwisata, pertanian, dan perkebunan rakyat, meliputi Kecamatan

(28)

sampai bergelombang dengan kemiringan 20–150, adalah kawasan perkantoran,

pariwisata, pertanian, dan perkebunan besar, meliputi Kecamatan Padangbolak. (4)

Kawasan dataran dengan kemiringan 00

–20

, sebagain besar merupakan lahan

perkebunan sawit, pertanian, padang rumput yang potensial sebagai kawasan

penggembalaan ternak yang meliputi Kecamatan Portibi dan Simangambat.

Selain memiliki gunung-gunung, Padang Lawas Utara juga memiliki panorama

yang indah, seperti Aekgodang di Kecamatan Ulusihapas, Candi Bahal di Kecamatan

Portibi, sumber air panas di Kecamatan Halongonan, panorama danau di Batangonang

dan di Simangambat, juga bendungan Batang Ilung di Kecamatan Padangbolak.

Di samping itu, di Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat enam satuan

wilayah sungai dan anak sungai yang tergolong besar yang cukup prospektif untuk

dijadikan sebagai sumber lahan pertanian, perikanan air tawar, ataupun objek

pariwisata. Sungai-sungai yang ada, antara lain, sungai Batang Pane, Sungai Barumun,

Sungai Aekgodang, dan sungai Sihapas. Mata pencaharian masyarakat Kabupaten

Padang Lawas Utara sebagian besar adalah pertanian, kemudian perkebunan dan

(29)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing ini menjawab

masalah yang dirumuskan sebagai berikut.

(1) Secara morfologis bagaimanakah tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola

Mandailing?

(2) Berdasarkan konteksnya bagaimanakah makna tipe reduplikasi difungsikan dalam

bahasa Angkola Mandailing?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan masalah di atas, penelitian reduplikasi dalam bahasa

Angkola Mandailing ini bertujuan untuk.

(1) Mendeskripsikan tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing dan,

(2) Mendeskripsikan secara kontekstual makna reduplikasi difungsikan dalam bahasa

Angkola Mandailing.

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk.

(1) Memperkaya khazanah ilmu kebahasaan, khususnya di bidang morfologi,

(2) Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai aspek reduplikasi,

(3) Menjadi bahan rujukan bagi peneliti-peneliti kebahasaan yang lain yang berminat

pada bidang morfologi,

(4) Menjadi bahan pelajaran muatan lokal di sekolah dasar di daerah yang didiami

(30)

(5) Merupakan upaya pelestarian, pembinaan, dan pengembangan bahasa Angkola

Mandailing, dan

(6) Menjadikan dasar dan pelindungan sosial pemerintah di Kabupaten Tapanuli

Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota Padangsidempuan, Kabupaten Padang

Lawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas untuk menindaklanjuti Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)

Untuk mendukung analisis data dan memperoleh hasil penelitian yang

maksimal maka perlu ditinjau beberapa penelitian terdahulu sebagai kajian pustaka

penulis. Adapun penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa Angkola

Mandailing adalah sebagai berikut.

Nasution (2001) melakukan penelitian tentang ”Analisis Semantik Bahasa

Mandailing”. Penelitian ini membicarakan gambaran deskriptif analitik semantik

bahasa Mandailing, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori

dan konsep semantik. Hasil penelitian ini menggunakan pendekatan semantik

struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna, yang

mencakup (1) leksem, (2) paduan leksem, (3) idiom, (4) ciri-ciri makna leksikal, (5)

hubungan makna leksikal, (6) ciri-ciri makna kalimat, (7) hubungan makna kalimat,

(8) konteks linguistik yang mempengaruhi ciri dan hubungan makna, khususnya pada

tingkat frasa, klausa, dan kalimat.

Lubis (2002) melalukan penelitian tentang ”Kalimat Tanya dalam Bahasa

Mandiling: Analisis Sintaksis”. Penelitian ini mengkaji ciri dan struktur sintaksis

kalimat tanya bahasa Mandailing. Tujuan kajian ini adalah mendeskripsikan jenis

kalimat tanya yang digunakan masyarakat Mandailing ketika berkomunikasi dan

menemukan struktur kalimat tanya yang digunakan dengan melihat fungsi sintaksis

dari unsur-unsur yang membentuk kalimat tanya, kalimat tanya berdasarkan fokus

(32)

kalimat tanya negatif, dan kalimat tanya embelan. Struktur kalimat tanya ditentukan

oleh unsur pembentukan kalimat tanya itu sendiri.

Mascahaya (2004) melakukan penelitian tantang ”Tindak Bahasa Permohonan

dalam Bahasa Angkola”. Penelitian ini mengenai pendeskripsian tindak bahasa

permohonan bahasa Angkola, dengan cara melakukan tindak bahasa permohonan dan

kesantunan yang direfleksikan dalam tindak bahasa permohonan, dengan teori

pragmatik dan teori kesantunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara melakukan

tindak bahasa permohonan bahasa Angkola terdiri atas (1) tindak bahasa permohonan

langsung, (2) tindak bahasa permohonan tidak langsung, (3) tindak bahasa

permohonan literal, (4) tindak bahasa permohonan tidak literal, (5) tindak bahasa

permohonan langsung literal, (6) tindak bahasa permohonan tidak langsung literal, (7)

tindak bahasa permohonan langsung tidak literal, dan (8) tindak bahasa permohonan

tidak langsung tidak literal.

Irwan (2007) menulis karya ilmiah ”Proses Afiksasi Bahasa Angkola

Mandailing”. Karya ilmiah ini menganalisis afiksasi yang ada dalam bahasa Angkola

Mandailing, dengan pendeskripsian bentuk, distribusi, dan nosi. Pada hasil penelitian

tersebut disimpulkan bahwa bahasa Angkola Mandailing ditemukan proses afiksasi.

Adapun proses afiksasi yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing

adalah:prefiks (awalan) terdiri dari sebelas buah, yaitu: /mar-/, /ma-/, /maN-/, /tar-/,

/pa-/, /di-/, /paN-/, /par-/, /sa-/, /saN-/, /um-/; infiks (sisipan) terdiri dari dua buah,

yaitu: /-in-/, dan /-um-/; sufiks (akhiran) terdiri dari empat buah, yaitu: /-i/, /-an/, /-on/,

/-hon/; konfiks terdiri dari empat buah, yaitu: /mar-hon/, /ha-an/, /paN-an/, /mar-an/.

Selanjutnya, Irwan (2009) juga menulis karya ilmiah tentang ”Kata Majemuk

(33)

kata atau lebih digabungkan sehingga membentuk suatu arti tersendiri. Dalam tulisan

tersebut dianalisis ciri-ciri, tipe, bentuk, dan makna kata majemuk dalam bahasa Batak

Angkola Mandailing. Hasil penelitian tersebut adalah: (1) Ciri kata majemuk bahasa

Batak Angkola Mandailing pada umumnya kedua unsurnya adalah morfem bebas.

Unsur kata majemuk mempunyai hubungan dan susunan yang mantap dan kedua

unsurnya tidak dapat dibalik, misalnya bagas godang menjadi godang bagas. (2) Pada

umumnya unsur-unsur kata majemuk jenis kata nominal merupakan kata dasar,

misalnya solop kulit, ‘sandal kulit’, jambu horsik ‘jambu kelutuk.’ (3) Sebagian kata

majemuk berbentuk kata berimbuhan, misalnya manuk martahuak ‘ayam berkokok.’

(4) Sebagian besar kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing terdiri atas dua

unsur (kata), sebagian terdiri dari tiga unsur (kata). Kata majemuk yang terdiri dari

tiga unsur kata dalam bahasa ini diserap dari bahasa Indonesia, misalnya dua puluh

tolu ‘dua puluh tiga’, naek kareta angin ‘naik sepeda dayung.’ (5) Kata majemuk

bahasa Batak Angkola Mandailing juga bisa dijadikan kata ulang, melalui perulangan

unsur pertamanya, misalnya guru sikola menjadi guru-guru sikola, mangan modom

‘makan tidur’ menjadi mangan-mangan modom ‘makan-makan tidur.’ Kemudian tipe

kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ditentukan menurut jenis kata atau

kelas kata. Menurut kelas katanya, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing

ini tergolong ke dalam nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Juga ditentukan tipe

konstruksinya; konstruksi endosentris dan eksosentris. Kata majemuk konstruksi

endosentris, misalnya amak pandan ‘tikar pandan’, tarup rumbia ‘atap rumbia’, kata

amak ‘tikar’, tarup ‘atap’ merupakan unsur inti.

Kemudian, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing dibedakan atas

tiga macam. Pertama, kata majemuk dwanda, yaitu penggabungan dengan derajat

(34)

naposo bulung ‘muda mudi’, menek godang ‘kecil besar.’ Kedua, kata majemuk

tatpurasa, yaitu kata majemuk yang bagian yang kedua memberi penjelasan pada

bagian yang pertama. Contoh: amak pandan ‘tikar pandan’, kaco mata ‘kaca mata.’

Ketiga, kata majemuk kharmadaraya, yaitu bagian yang kedua menjelaskan bagian

yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata sifat. Contoh: bosi

barani ‘magnet’ dan aek milas ‘air panas.’

Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing mempunyai makna sebagai

berikut. Pertama, makna struktural ditunjukkan oleh hubungan semantik di antara

unsur-unsurnya diterangkan dan menerangkan (DM). Misalnya, tukang topa ‘tukang

tempa’ yang artinya orang yang ahli dalam menempa besi, hudon bosi ‘periuk besi’

yang mempunyai arti periuk yang terbuat dari besi. Kedua, makna yang didukung oleh

kata majemuk yang berjenis nomina dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Menyatakan sesuatu yang ada hubungannya dengan kekeluargaan/persahabatan,

2. Menyatakan benda yang berhubungan dengan makanan dan tumbuh-tumbuhan,

3. Menyatakan benda yang berhubungan dengan keperluan rumah tangga,

4. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan manusia,

5. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan nama binatang,

6. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan alam sekitar/lingkungan.

Ketiga, makna idiomatik (kiasan) kata majemuk dengan makna yang tidak

sebenarnya. Misalnya, bagas godang, pengertian yang sebenarnya adalah rumah

besar, makna idiomatiknya adalah rumah adat, dan ginjang roha pengertian yang

sebenarnya adalah panjang hati, makna idiomatiknya yaitu orang yang sombong.

Kemudian, Irwan (2009) menulis karya ilmiah ”Pola Kalimat Perintah dalam

(35)

pola kalimat perintah bahasa Mandailing memiliki kesamaan bentuk, yaitu predikat

mendahulukan subjek. Ada beberapa jenis kalimat perintah yang terdapat dalam

bahasa Angkola Mandailing, yaitu (a) kalimat perintah suruhan, (b) kalimat perintah

permintaan, (c) kalimat perintah larangan, (d) kalimat perintah nasihat, (e) kalimat

perintah ajakan, (f) kalimat perintah pertimbangan, (g) kalimat perintah paksaan, (h)

kalimat perintah harapan, (i) kalimat perintah bujukan, dan (j) kalimat perintah

desakan. (2) Ciri-ciri dalam bahasa Mandailing (a) pemakaian bentuk yang tidak

memakai awalan, yaitu bentuk yang memakai awalan /mar-/, (b) lebih banyak

menggunakan partikel /-ma/. Berdasarkan ciri formalnya kalimat ini dalam

penulisannya ditandai dengan tanda (!). Kalimat perintah adalah kalimat suruh atau

kalimat yang memerintahkan sesuatu dengan menggunakan intonasi walaupun hanya

terdapat salah satu unsur kalimat dan mengharapkan tanggapan berupa tindakan. (3)

Fungsi kalimat perintah yang dipakai pada bahasa Mandailing, yaitu sebagai

penyampaian maksud suruhan untuk memperoleh tanggapan dari orang yang disapa.

Hutasuhut (2008) melakukan penelitian tentang ”Medan Makna Aktivitas

Tangan dalam Bahasa Mandailing”. Penelitian ini mengkaji medan makna aktivitas

tangan dalam bahasa Mandailing. Data penelitian berupa leksem verbal yang

menyatakan konsep aktivitas tangan yang lazim digunakan oleh masyarakat penutur

bahasa Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik

yang bertalian dengan analisis komponen makna yang dikemukakan oleh Nida (1975)

dan Lehrer (1974). Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa aktivitas tangan

dalam bahasa Mandailing mempunyai dua puluh submedan, yaitu: (1) maniop

‘memegang’, (2) manjama ‘menyentuh’, (3) mambuat ‘mengambil’, (4) mangoban

(36)

mangalehen ‘memberi’, (8) manarimo ‘menerima’, (9) mambuka ‘membuka’, (10)

manutup ‘menutup’, (11) manarik ‘menarik’, (12) mamisat ‘menekan’, (13)

manghanciti ‘menyakiti’, (14) mangalala ‘menghancurkan’, (15) manggulung

‘menggulung’, (16) mamio ‘memanggil’, (17) mangayak ‘mengusir’, (18) mangambat

‘menghambat’, (19) manjalang ‘menyalam’, dan (20) manudu ‘menunjuk.’

Nasution (2010) menulis karya ilmiah ”Pemajemukan dalam Bahasa

Mandailing”. Dari hasil karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa pemajemukan

Bahasa Mandailing terdiri atas (1) kata majemuk dasar yang berupa gabungan: KB +

KB, KB + KK, KB + KS, KB + Kbil, KK + KK, KS + KS, KS + KB, dan Kbil + KB;

(2) kata majemuk berimbuhan yang terdiri dari imbuhan /mar-/, /marsi-/, /paN-/, /-an/,

/pa-/, dan /par-/; (3) kata majemuk berulang dengan pengulangan sebagian dan

pengulangan seluruhnya.

Ketiga jenis kata majemuk ini dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, dan

objek. Adapun makna yang ditimbulkan akibat proses morfologis adalah ‘jamak’,

‘berulang kali’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘berusaha’, ‘memelihara’, ‘intensitas’, dan

‘kausatif.’ Gabungan bentuk dasar dengan bentuk-bentuk yang lain di dalam

pemajemukan Bahasa Mandailing dapat membentuk kata benda majemuk, kata kerja

majemuk, kata sifat majemuk, dan kata bilangan majemuk.

Bangun (2011) mengadakan penelitian tentang ”Reduplikasi Morfemis Bebas

Konteks dan Terikat Konteks Bahasa Karo”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

menggambarkan tipe reduplikasi morfemis bahasa Karo berdasarkan bentuk,

menggambarkan makna reduplikasi morfemis bebas konteks, dan menggambarkan

makna reduplikasi morfemis terikat konteks. Penelitian ini dilakukan untuk

menemukan norma umum reduplikasi morfemis dalam bahasa Karo. Reduplikasi

(37)

Berdasarkan hasil yang diperoleh reduplikasi tidak terjadi dalam bentuk tetapi

dalam arti, yaitu dengan menggabungkan dua kata (atau bentuk) sinonim. Dalam

bahasa Karo, untuk menentukan makna reduplikasi diskriminasi diperlukan

reduplikasi bebas konteks dari makna reduplikasi terikat konteks. Ada membentuk

reduplikasi tertentu yang tidak selalu sama meskipun dasar mengenainya dengan kata

anggota kelas yang sama. Bentuk reduplikasi morfemis bahasa Karo adalah

pengulangan penuh, pengulangan berimbuhan, pengulangan berubah bunyi,

pengulangan sebagian, dan pengulangan semu. Arti reduplikasi terikat konteks bahasa

Karo ditentukan oleh konteksnya. Arti reduplikasi bebas konteks bahasa Karo sangat

banyak tanpa dipengaruhi oleh konteksnya.

2.2 Konsep Reduplikasi

2.2.1 Defenisi Reduplikasi

Reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik

secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Proses

reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat

derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal tetapi

hanya memberi makna gramatikal. Reduplikasi yang bersifat derivasional membentuk

kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.

Reduplikasi sebagai suatu peristiwa yang lazim terdapat dalam bahasa telah

banyak dibicarakan meski menggunakan berbagai istilah, misalnya;

The distinction between processes and morphemes is not always clear, and it is sometimes hard to know when a changeis to be considered as independently meaningful and hence as constituting a morpheme, (Nida, 1964),

(38)

mengubah bentuk kata yang dikenainya “bila bentuknya berbeda, maknanya berbeda”

Matthews (1978:127) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan repetisi yang dapat

parsial tetapi dapat pula keseluruhan. Sejalan dengan Matthews, (Ramlan, 1979:38).

menyatakan proses pengulangan atau reduplikasi merupakan pengulangan bentuk, baik

seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Samsuri

(1988:14) menyatakan reduplikasi merupakan pengulangan bentuk kata, yang dapat

utuh atau sebagian disebut “perulangan bentuk kata”

Selanjutnya, Keraf (1991:149) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan

sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk

dasar sebuah kata disebut “bentuk ulang”. Dan (Chaer, 2008) juga menyatakan

reduplikasi adalah “pengulangan bentuk kata”

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa reduplikasi

ialah proses pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan

variasi fonem maupun tidak, yang mengakibatkan terbentuknya kata ulang.

Reduplikasi dapat dikelompokkan menjadi reduplikasi morfemis, reduplikasi

fonologis, reduplikasi sintaktis, dan reduplikasi semantis. Reduplikasi morfemis

merupakan reduplikasi yang paling banyak dibicarakan oleh para ahli bahasa.

Reduplikasi merupakan suatu proses dan hasil pengulangan satuan bahasa

sebagai alat fonologis atau gramatikal, sehingga pada hakikatnya dapat ditemui

reduplikasi fonologis dan reduplikasi gramatikal. Reduplikasi gramatikal mencakup

reduplikasi morfemis (reduplikasi morfologis) dan reduplikasi sintaktis.

Kadang-kadang ada yang mengelompokkan begitu saja reduplikasi menjadi reduplikasi

fonologis, reduplikasi morfologis, dan reduplikasi sintaktis (lihat Kridalaksana,

(39)

Bentuk ulang berbeda dengan bentuk yang diulang. Bentuk ulang dapat

mengubah makna tunggal menjadi tak tunggal/jamak sedangkan bentuk yang diulang

tidak menghasilkan perubahan makna. Contoh: sate! sate! sate! dan maling! maling!

maling!.

2.2.2 Reduplikasi Fonologis

Reduplikasi fonologis merupakan peristiwa reduplikasi yang dapat berupa

perulangan suku atau suku-suku kata sebagai bagian kata. Bentuk dasar dan

reduplikasi fonologis ini secara deskriptif sinkronik tidak dapat ditemukan dalam

bahasa yang bersangkutan. Contoh reduplikasi fonologis dalam bahasa Indonesia,

antara lain, susu, pipi, kuku, sisi, kupu-kupu, kura-kura, biri-biri, betutu, dan

cecunguk. Reduplikasi seperti ini oleh para ahli bahasa Indonesia sering disebut

perulangan semu, kata ulang semu, atau reduplikasi semu (Alisyahbana, 1953:55−−56;

Samsuri, 1988:91; Keraf, 1991:153;). Kelompok lain menyatakan bahwa reduplikasi

seperti itu tidak dapat dimasukkan sebagai kata ulang atau bentuk ulang karena secara

deskriptif, baik secara struktural maupun semantis, tidak dapat dikembalikan bentuk

dasarnya (Ramlan, 1979:38; Keraf, 1984:123; Parera, 1988:58). Tata Bahasa Baku

Bahasa Indonesia (1988:168) tidak memberikan sikap, hanya menampilkannya

sebagai catatan bahwa dalam bahasa Indonesia dijumpai bentuk yang seperti itu.

2.2.3 Reduplikasi Morfologis

Reduplikasi morfologis (reduplikasi morfemis) merupakan reduplikasi yang

paling banyak dibicarakan oleh pakar tata bahasa Indonesia. Reduplikasi morfemis

(40)

morfologis mengacu pada cakupan bidangnya, yaitu pada tataran morfologi. Hasil

(output) reduplikasi ini berupa kata, yaitu kata kompleks. Reduplikasi morfologis ini

merupakan salah satu proses morfologis yang lazim dijumpai pada sebagian besar

bahasa di dunia terutama bahasa yang bertipe aglutinatif.

Reduplikasi morfologis dalam bahasa-bahasa tertentu dimungkinkan memiliki

bentuk dasar yang serupa dengan bentuk turunan atau bentuk kompleks. Artinya,

bentuk dasar reduplikasi itu sebelumnya telah memiliki status sebagai kata kompleks,

kemudian menjadi unsur proses morfologis lagi untuk membentuk kata ‘baru’ yang

lain sehingga terjadi rekursi. Kembalinya kata menjadi unsur leksikal itu disebut

leksikalisasi (Kridalaksana, 1989:14), dan sebaliknya, berubahnya leksem menjadi

kata disebut gramatikalisasi.

Sebagai contoh, bentuk berjalan-jalan (diasumsikan bentuk dasarnya berjalan)

dapat ditunjukkan prosesnya:

(1) Proses 1 : prefiksasi /ber-/ terhadap bentuk jalan menjadi berjalan.

(2) Proses 2 : leksikalisasi berjalan menjadi unsur leksikal yang biasanya disebut leksem.

(3) Proses 3 : reduplikasi bentuk berjalan menjadi berjalan-jalan.

Bentuk orang-orang dapat ditunjukkan prosesnya:

(1) Proses 1 : gramatikalisasi leksem orang menjadi kata orang. (2) Proses 2 : leksikalisasi orang menjadi leksem orang.

(3) Proses 3 : reduplikasi orang menjadi orang-orang.

Kadang-kadang bentuk orang-orang dan sejenisnya diasumsikan dibentuk dari

leksem (ada pula yang menyebut morfem bebas) yang langsung mengalami proses

reduplikasi, tanpa melalui pemunculan menjadi kata lebih dahulu. Dengan demikian,

bila asumsinya demikian pada bentuk orang-orang tidak dijumpai proses leksikalisasi.

(41)

analisis seperti di atas dapat diterima.

2.2.4 Reduplikasi Sintaksis

Reduplikasi sintaksis merupakan reduplikasi gramatikal yang bahannya berupa

leksem (ada yang menyebut morfem), dan hasilnya berupa klausa. Jadi, reduplikasi ini

menghasilkan klausa, bukan lagi kata. Persoalannya, klausa di sini bukan dalam arti

bentuk, melainkan dalam semantik. Perhatikan kalimat contoh berikut ini.

(1) Tua-tua masih mampu naik sepeda orang itu.

Bentuk tua-tua dalam konteks itu dapat diparafrasekan menjadi meskipun tua,

walaupun tua, dan sebagainya sehingga bentuk lengkapnya adalah orang itu (sudah)

tua, yang merupakan klausa dengan tua sebagai predikat inti. Untuk jelasnya, bahwa

tua-tua merupakan reduplikasi sintaksis, dapat dilihat parafrase dibawah ini.

(2) Meskipun orang itu sudah tua, ia masih mampu naik sepeda.

Dari penjelasan ini dapat dibuktikan bahwa reduplikasi tua-tua adalah

reduplikasi sintaksis.

2.2.5 Reduplikasi Semantis

Reduplikasi semantis adalah perulangan makna yang sama dari dua buah kata

yang bersinonim. Misalnya, ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik pandai, segar

bugar, muda belia, tua renta, dan gelap gulita. Kata ilmu dan pengetahuan memiliki

makna yang sama; kata alim dan ulama juga memiliki makna yang sama; dan

seterusnya. Namun, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku tata bahasa

dimasukkan dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara).

(42)

muda belia tidak tampak sama sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua

atau sebaliknya.

2.2.6 Hakikat Reduplikasi

Batasan-batasan yang disebutkan di atas secara tegas memperkuat hakikat

reduplikasi yang tidak lain merupakan gejala repetisi atau perulangan bentuk. Bentuk

yang diulang itu ternyata disebut dengan bermacam-macam sebutan dan cara

pengulangannya dapat secara utuh dapat pula hanya sebagian. Bentuk yang diulang

ada yang menggunakan istilah kata, bentuk kata, bentuk dasar, bahkan ada yang

menyebut leksem (lihat Parera, 1988:48; Kridalaksana, 1989:12).

Bila persoalan bentuk yang menjadi dasar perulangan timbul permasalahan

istilah, persoalan hasil reduplikasi semuanya menunjukkan kesamaan persepsi, yaitu

harus berupa kata, dan kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi termasuk kata

turunan atau kata kompleks. Dengan demikian, bila digambarkan akan tampak sebagai

berikut.

Gambar-1. Proses Reduplikasi

Dari gambar di atas jelaslah bahwa reduplikasi harus dibedakan dari kata yang

berulang. Kata yang berulang tidak akan menghasilkan kata, tetapi menghasilkan

kata-kata. Kata yang berulang muncul sebagai repetisi itu biasa dijumpai pada peristiwa

berbahasa yang dilakukan oleh penjual atau penjaja makanan dan sebagainya, orang

(43)

sebagainya. Bentuk tuturan seperti itu tidak termasuk ke dalam reduplikasi meski

terjadi peristiwa perulangan atau repetisi bentuk lingual. Misalnya, sate, sate, sate!

tolong, tolong! kebakaran, kebakaran! dan sebagainya (konteksnya sengaja tidak

ditampilkan secara formal).

2.2.7 Jenis-jenis Reduplikasi

Reduplikasi atau pengulangan kata dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu

pengulangan secara keseluruhan, pengulangan sebagian, pengulangan yang

berkombinasi dengan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem (Ramlan,

2001:69).

2.2.7.1 Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa

perubahan fonem, dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Contoh:

(1) buku buku-buku (2) sekali sekali-sekali

(3) pengertian pengertian-pengertian

2.2.7.2 Pengulangan Sebagian

Pengulangan sebagaian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di

sini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan

golongan ini berupa bentuk kompleks. Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk

kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut.

(1) Bentuk dasar dengan prefiks /meN-/, misalnya: membaca membaca-baca

melambaikan melambai-lambaikan

(44)

berlarian berlari-larian berjauhan berjauh-jauhan

(3) Bentuk dasar dengan sufiks /-an/, misalnya: tumbuhan tumbuh-tumbuhan nyanyian nyanyi-nyanyian

2.2.7.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks

Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ialah pengulangan

bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara sama dan

bersama-sama pula mendukung satu arti. Contoh: kereta-keretaan, kuda-kudaan,

mobil-mobilan. Berdasarkan petunjuk penentuan bentuk dasar selalu berupa satuan yang

terdapat dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa bentuk

dasar bagi kata ulang kereta-keretaan adalah kereta dan bukan keretaan, bentuk dasar

kuda-kudaan adalah kuda dan bukan kudaan, dan mobil-mobilan adalah mobil dan

bukan mobilan. Jadi, bentuk dasar kereta, kuda, dan mobil diulang menjadi

kereta-kereta, kuda-kuda, mobil-mobil lalu mendapat bubuhan afiks /-an/. Prosesnya adalah

sebagai berikut:

(1) kereta kereta-kereta + -an kereta-keretaan, (2) kuda kuda-kuda + -an kuda-kudaan, (3) mobil mobil-mobil + -an mobil-mobilan.

2.2.7.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem (variasi)

Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan bentuk dasar dengan

disertai perubahan fonem (vokal atau konsonan), misalnya bolak-balik, gerak-gerik,

ramah-tamah, warna-warni, lauk-pauk, beras-petas, dan carut-marut. Oleh Parera

(45)

2.2.8 Bentuk Dasar Reduplikasi

Setiap kata ulang memiliki satuan yang diulang. Sebagian kata ulang dengan

mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya. Namun, sebagian kata ulang tidak mudah

untuk menentukan bentuk dasarnya. Ramlan (2001:65), mengemukakan bahwa ada

dua petunjuk dalam menentukan bentuk dasar kata ulang.

1. Pengulangan pada umumnya tidak dapat mengubah golongan kata. Dengan

petunjuk ini dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk

golongan kata nominal berupa kata nominal, bentuk kata ulang yang termasuk

golongan verbal berupa kata verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang yang

termasuk golongan kata numeralia juga berupa kata numeralia. Contoh:

a. makan-makanan (kata nominal) : bentuk dasarnya makanan (kata nominal) b. berkata-kata (kata kerja) : bentuk dasarnya berkata (kata kerja) c. cepat-cepat (kata sifat) : bentuk dasarnya cepat (kata sifat) d. sepuluh-sepuluh (kata bilangan) : bentuk dasarnya sepuluh (kata bilangan)

2. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.

Contoh:

a. mempertahan-tahankan : bentuk dasarnya mempertahankan, bukan mempertahan.

b. mengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan, bukan mengata.

c. minum-minuman : jika bentuk dasarnya minum maka

pengulangan terbentuk dengan proses

pembubuhan afiks.

d. minum-minuman : jika bentuk dasarnya minuman maka pengulangan terbentuk dengan pengulangan sebagian.

2.2.9 Makna Reduplikasi

Proses perulangan menyatakan beberapa makna. Untuk memudahkan peneliti

(46)

mengacu pada pendapat Ramlan (2001:176) mengemukakan bahwa makna reduplikasi

atau pengulangan kata sebagai berikut.

1. Reduplikasi menyatakan makna ‘banyak’ yang berhubungan dengan bentuk dasar

(D) .’ Contoh: mahasiswa-mahasiswa, miskin-miskin, mahal-mahal, dan

rumah-rumah

2. Reduplikasi menyatakan makna ‘banyak’ yang tidak berhubungan bentuk dasar

(D)’, melainkan berhubungan dengan kata yang diterangkan. Kata yang

diterangkan itu pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat. Contoh:

a. Mahasiswa yang pandai-pandai mendapatkan beasiswa (mahasiswa itu

pandai).

b. Pohon di tepi jalan itu rindang-rindang.

3. Reduplikasi menyatakan makna ‘tak bersyarat’ atau ‘konsesif ‘ dalam kalimat.

Contoh: jambu-jambu mentah dimakannya.

Pengulangan pada kata jambu dapat digantikan dengan kata meskipun, menjadi

meskipun jambu mentah, dimakannya.

4. Reduplikasi menyatakan makna ‘yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk

dasar (D).’ Contoh:

a. Serupa ( D + R)

(1) kuda-kuda ‘yang meyerupai kuda.’ (2) langit-langit ‘yang meyerupai langit.’ (3) mata-mata ‘yang meyerupai mata.’

b. Dalam hal ini proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan

afiks /-an/. Contoh:

Gambar

Gambar-1. Proses Reduplikasi
Gambar-2: Peta Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2008
Gambar-3: Kerangka Konseptual
Gambar-5 Tipe R-6 yaitu Bentuk  ((D + R) + paN-)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tes dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis dalam lembar kerja siswa yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan siswa dalam menulis dialog sederhana

Widi : yes of course!, actually i know what happened in the past, someone who always disturb you is a student here ten years ago and she died in this school in your class!.

STOCK CLOSE TARGET PRICE STOP LOSS SUPPORT RESISTANCE. MEDC 895 930 850

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa banyak pemanfaatan e-procurement dapat mencegah atau mengurangi hal-hal yang memicu terjadinya fraud, mengingat tingginya

4.1Menyajikan simpulan secara lisan dan tulis dari teks laporan hasil pengamatan atau wawancara yang diperkuat oleh bukti.  Membuat kesimpulan dari teks yang dibaca

Objek garap pada tugas akhir ini adalah satu set box speaker home theater dan satu set box speaker untuk perangkat komputer, yang menggunakan motif Jepara sebagai elemen

Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham, Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula

Pada karya seni rupa eksperimental tugas akhir ini, terdapat kemiripan dengan karya Bagus Pandega yang berjudul “Rotation Inside The Valley” , yang secara visual