• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Kajian Pustaka

Nias (bahasa Nias Tano Niha) adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia. Pulau ini dihuni oleh mayoritas suku Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik. Daerah ini merupakan objek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah tradisional, penyelaman, fahombo (lompat batu) (Wikipedia.Pulau_Nias.com/11/08/2016). Kabupaten Nias yang merupakan salah satu wilayah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang disebut Pulau Nias. Perjalanan menuju Pulau Nias ditempuh dengan menggunakan kapal laut dan pesawat. Perjalanan menggunakan kapal laut ditempuh dari pelabuhan Sibolga menggunakan Kapal Barau, Nias Indah dan Kapal Ferry. Sedangkan perjalanan udara ditempuh dari Bandara Kualanamu Medan menuju Bandara Binaka Nias kurang lebih 45 menit dengan menggunakan pesawat Wings Air dan Garuda. Luas Kabupaten Nias adalah 3.495,40 Km² atau 4,88% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Menurut letak geografis,

Kabupaten Nias terletak pada garis 0º12’-1º32’LU (Lintang Utara) dan 97º-98ºBT (Bujur Timur) dekat dengan garis khatulistiwa.

Nias saat ini telah menjadi 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Nias. Penelitian ini dilakukan di Nias Barat.

Kabupaten Nias Barat merupakan kabupaten yang baru mekar dari kabupaten Nias. Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia Bapak Mardiyanto, pada 26 Mei 2009, sebagai salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten Nias. Kabupaten Nias Barat terletak di sebelah barat Pulau Nias dengan jarak ± 60 km dari kota Gunungsitoli. Luas wilayah kabupaten Nias Barat adalah 544,09 km2 (niasbaratkab.go.id diakses 12 Februari 2016). Kabupaten Nias

Barat terdiri dari 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Lahomi, Kecamatan Sirombu, Kecamatan Mandrehe, Kecamatan Mandrehe Utara, Kecamatan Mandrehe Barat, Kecamatan Moro’o dan Kecamatan Ulu Moro’o, dan Kecamatan Lolofitu Moi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lologolu, Kecamatan Mandrehe yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Nias Barat.

Lologolu merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat. Di desa ini terletak sekolah yang digunakan peneliti sebagai tempat penelitian. Desa ini termasuk salah satu desa yang cukup

terkenal di seluruh Nias Barat, karena mereka sering menjadi juara pada pertandingan sepak bola dan memiliki pasar yang cukup ramai dan besar.

2.1.1.1 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Nias

Latar belakang pendidikan masyarakat Nias secara umum masih berada di tingkat yang rendah. Ini diakibatkan masih erat nilai adat dari pada pendidikan. Masyarakat Nias adalah melestarikan nilai-nila adat. Nilai adat inilah yang sering menghambat niat orangtua dari pada menyekolahkan anaknya, dari pada anaknya sekolah lebih baik menikah. Selain itu juga orang tua sering membeda-bedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki selayaknya raja (pewaris) yang dituruti semua keinginanya dan sering mendapatkan dorongan untuk kesekolah sedangkan anak perempuan dikhususkan sebagai pekerja yang membantu Bapak dan Ibunya mencari nafkah. Beberapa tahun terakhir pola pikir orangtua sudah jauh berbeda dari dulu bahwa anak laki-laki dan perempuan tidak berbeda harusnya sama-sama berhak mendapatkan pendidikan. Sekarang ini anak-anak kecil di pulau Nias ingin mendapatkan pendidikan yang baik.

Cita-cita setiap anak pastinya tidak selalu yang mereka inginkan tercapai karena kondisi ekonomi yang lemah membuat siswa kebanyakan hanya tamat SMA/SMK dan setelah itu menganggur ataupun merantau ke daerah lain dan kebanyakan menjadi pekerja kuli. Ini menandakan seolah-olah mereka belum berpendidikan dan tidak bisa berbuat apa-apa setelah tamat SMA/SMK, padahal pulau Nias merupakan pulau yang memiliki kekayaan alam. Peneliti melihat bahwa kejadian ini diakibatkan karena sekolah hanya menuntut siswa mendapatkan nilai (pintar) sedangkan untuk lebih kreatif, mandiri, dan cerdas

sangat kurang. Sebagai salah satu tindakan yang akan peneliti coba lakukan yaitu dengan membuat modul pembelajaran dan LKS sehingga siswa mandiri dan membangun rasa ingin tahu siswa untuk menemukan pengetahuan baru, materi dalam pembelajaran akan disesuaikan dengan lingkungan siswa.

2.1.1.2 Latar Belakang SD Negeri No. 071094 Lologolu

Pada tahun 1956, SDN No. 071094 Lologolu didirikan oleh Togoli Gulo sebagai kepala desa Lologolu, yang bertempat di Desa Lologolu, Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat, Provinsi Sumatera Utara.

Didirikannya sekolah ini sebagai rasa kasihan kepada masyarakat dimana pada saat ini sekolah tidak terlalu banyak dan sekolah dasar pada saat itu hanya ada di Kecamatan jauhnya 8 km dan tidak ada transportasi. Melihat ini beberapa tokoh Lologolu juga beberapa dari Desa Tuhemberua bekerjasama untuk membantu berdirinya sekolah dasar ini supaya semua anak bisa mendapatkan pendidikan minimal pendidikan dasar di sekolah. Karena sekolah ini dibangunan dari kerjasama dua desa lokasi sekolah pun dikasih di antara desa Lologolu dan Tuhemberua tetapi alamatnya tetap di Lologolu walaupun lokasinya tanahnya sebenarnya milik Tuhemberua, karena Bapak Togoli Gulo yang berperan banyak dan sangat dihargai maka alamat sekolah tetap Lologolu.

Terbentuknya sekolah ini sangat membantu dan senang bisa mendapatkan dan merasakan pendidikan formal walaupun sekolahnya masih jauh dari sekolah yang semestinya. Landasan pertama didirikan sekolah ini karena banyaknya masyarakat dari kecil sampai yang sudah tua tidak tau menulis dan membaca,

sehingga dengan hal ini beberapa tokoh merasa sangat bertanggung jawab kepada anggota masyarakat.

2.1.2 Pendidikan Emansipatoris

Pedagogi Ignasian merupakan salah satu bentuk pendidikan emansipatoris.

Winarti (2015:53) dalam buku yang berjudul “Manusia Pembelajar di Dunia Tarik

Ulur” Giroux (2001) bahwa pendidikan emansipatoris dipandang sebagai

pendidikan yang pergerakannya menekankan perwujudan masyarakat yang adil dan demokratis. Masalah dalam pendidikan di Nias saat ini khususnya Nias Barat yakni relasi antara sesama manusia, sosio-ekonomis, politik, dan kebudayaan semakin lama dilupakan. Pendidikan emansipatoris dalam hal ini membantu siswa menyadari dan menanggapi realitas hidupnya.

Dalam pendidikan emansipatoris menempatkan guru dan siswa keduanya adalah pembelajar, yang artinya adanya hubungan timbal balik antara guru dan siswa karena proses belajar mengajar akan efektif jika terjadi dialog diantara keduanya, maka pemahaman dan pengalaman akan realitas dari kedua pihak akan berkembang, apabila masing-masing pihak menghargai pihak lainnya. Menurut Priyani dan Pristinela (2015:36) Dalam proses belajar mengajar, bukan hanya pengajar yang dipengaruhi oleh perilaku pembelajar, tetapi pembelajar juga dipengaruhi oleh pribadi pengajar. Dalam hal ini adanya kesetaraan dalam tugas dan tanggung jawab. Dalam pendidikan emansipatoris, baik guru maupun siswa keduanya adalah pembelajar (Winarti dan Anggadewi: 2015: 54). Jadi dalam proses pembelajaran siswa dan guru akan menjadi seperti teman dalam belajar, walaupun memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing yang berbeda.

Sebagai manusia pembelajar guru dan murid bersama-sama membangun dan mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya sendiri dan dunianya. Dalam pendidikan emansipatoris memiliki kata kunci yang selalu berkaitan dalam mewujudkan pendidikan ini.

Ada tiga kata kunci pada model pendidikan emansipatoris, yaitu humanisasi, kesadaran kritis, dan mempertanyakan sistem.

2.1.2.1 Humanisasi

Humanisasi adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yang artinya semakin mengasah akal budi manusia dan mendidik hati nurani. Dalam proses pembelajaran pendidikan humanisasi bertujuan untuk perubahan dan pertumbuhan dalam diri peserta didik. Maka pendidikan mempunyai tujuan yang lebih luas dari pada sekedar perkembangan kognitif. Selaras dengan pendapat Tatang (2012:48) bahwa pendidikan humanisasi bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif, melainkan juga sebuah prsoses yang terjadi pada diri individu dan melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada. Teori belajar humanisasi berasumsi bahwa belajar adalah fungsi seluruh kepribadian suatu individu dikarenakan suatu individu merupakan pribadi yang utuh yang mempunyai kebebasan memilih untuk menentukan kehidupannya, memiliki keinginan untuk mengetahui sesuatu, keinginan untuk bereksplorasi dan mengaimilasi pengalaman-pengalamannya. Menurut Sastrapratedja (2010:25) Pendidikan yang manusiawi dalam proses belajar-mengajar merupakan suatu traksasi. Pengajar dan pelajar terlibat dalam suatu proses yang kompleks: memahami kebutuhan akan belajar atau resistensi untuk belajar dan untuk berubah. Memahami apa yang terjadi dalam diri

peserta didik merupakan bagian dari hubungan manusiawi. Proses belajar mengajar sebagai hubungan manusiawi mempunyai implikasi yang luas bagi hubungan pendidik dan peserta didik, peran masing-masing, metode mengajar dan belajar, perencanaan kurikulum, pembinaan kelompok, cara berkomunikasi dan lain-lain.

2.1.2.2 Kesadaran Kritis

Dalam buku Rahmat Hidayat yang berjudul Pedagogi Kritis: Sejarah, perkembangan dan pemikiran (2013:7), Vavrus (2007) mengatakan bahwa pedagogi kritis menawarkan untuk melihat pengajaran dan pembelajaran yang dapat membawa konsep kunci seperti ideologi, hegemoni, resistensi, kekuasaan, kontruksi pengetahuan, kelas, politik budaya, dan emansipatoris tindakan. Dalam buku yang sama Keesing (2003) Pedagogi kritis merupakan respon pendidikan untuk relasi kekuasan yang menindas dan terjadinya ketidak setaraan dalam lembaga pendidikan. Pedagogi kritis berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan kesempatan, suara dan wacana dominan pendidikan dan mencari pengalaman pendidikan yang lebih adil dan membebaskan. Pedagogi kritis mengajak guru dan siswa memiliki hubungan sehingga keduanya sama-sama berkembang dalam dunia nyata. Salah satu caranya yaitu setelah siswa belajar IPA tentang perubahan lingkungan fisik di sekolah siswa bersama kelompok melakukan sebuah eksperimen bagaimana proses terjadinya perubahan lingkungan fisik dan bagaimana cara mencegahnya. Sehingga selesai eksperimen siswa membuat sebuah kesimpulan tentang proses terjadinya perubahan lingkungan fisik dan cara pencegahan, setelah itu siswa mencoba mengidentifikasi perubahan lingkungan

fisik secara nyata dan mendiskusikannya dalam kelompok. Kegiatan ini menjadi bagian refleksi dalam siklus Pedagogi Ignasian. Hasil dari kelompok kemudian didialogkan di kelas. Ketika pembelajaran menyadari keberadaan dirinya dan pengalaman dirinya, disinilah pemaknaan hidup terjadi. Dalam proses kesadaran ini pembelajar akan menemukan berbagai macam pilihan hidup, sehingga benar bahwa banyak ketidakadilan dalam hidupnya juga benar bahwa ada berbagai macam pilihan yang jauh lebih ideal dalam hidupnya. Untuk mampu menjadi pemikir yang kritis, perlu ada dialog alam bentuk mempertanyakan sistem untuk menemukan realitas (Winarti dan Anggadewi, 2015:54). Berdasarkan defenisi diatas kesadaran kritis dapat dilakukan lewat pembelajaran secara lansung dan nyata oleh siswa sehingga menemukan suatu pengetahuan baru.

2.1.2.3 Mempertanyakan Sistem

Guru dan siswa sama-sama pembelajara. Ketika terjadi dialog antara keduanya, maka pemahaman dan pengalaman akan realitas dari kedua belah pihak pun berkembang (Winarti dan Anggadewi, 2015:54). Dengan adanya dialog secara langsung terjadi pula transformasi pengetahuan yang sebenarnya bersifat politis. Dialog dalam hal ini adalah suatu percakapan yang yang dilakukan oleh pihak guru dan siswa yang menghasilkan suatu kesimpulan yang baru, lebih baik dan sesuai dengan kehidupan nyata. Dari pemahaman baru tersebut, maka kedua pembelajar akan menjadi teman yang secara berrsama-sama memberdayakan satu sama lain. Dialog dalam pendidikan emansipatoris mengambil tema nyata dalam kehidupan sehari-hari pembelajar.

Peneliti membahas dua hal dalam IPA yaitu kakikat IPA, pendidikan IPA SD, dan materi.

2.1.3.1 Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memegang peranan yang sangat penting dan alam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena kehidupan kia yang tergantung dari alam, zat-zat yang tergantung di alam, dan segala jenis gejala yang terjadi di alam.

Menurut Wisudawati (2013:22) IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (facual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab akibatnya. Dalam pembelajarannya, IPA akan membahas tentang hubungan yang terjadi pada fenomena yang terjadi dan sebab akibatnya pada manusia.

Samatowa (2011:3) ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersakut paut dengan alam, scienci artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebuat sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Selaras dengan pendapat Kemala (2006) IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasi pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh

manusia atau para ahli. IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena-fenomena alam dan dikembangkan berdasrkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). IPA didefenisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan peristiwa alam yang diperoleh dari hasil pemikiran da penelitian para ilmuan yang dilakukan dengan kecakapan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan gejala-gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suau rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah sekumpulan pengetahuan tentang objek, peristiwa alam, konsep, prinsip yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. 2.1.3.2 Pendidikan IPA SD

Menurut Samatowa (2011:5-6) IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting, sebab IPA memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA dan yang perlu dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.

Proses pembelajaran IPA menitik beratkan pada suatu proses penelitian. Hal ini terjadi ketika belajar IPA mampu meningkatkan proses berpikir peserta didik untuk memahami fenomena-fenomena alam. Dengan demikian, proses pembelajaran IPA mengutamakan penelitian dan pemecahan masalah. Proses

pembelajaran IPA seperti ini akan melatih anak untuk berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar berarti pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmuan, yaitu rasional dan objektif. Objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan faktanya atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera.

Menurut Wisudawati (2014:10) Konsep IPA merupakan suatu konsep memerlukan penalaran dan proses mental yang kuatpada seorang peserta didik. Proses mental peserta didik dalam pembelajaran IPA merupakan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan/skema kognitif peserta didik yang tersusun dari atribut-atribut dalam bentuk keterampilan dan nilai untuk mempelajari fenomena-fenomena alam.

Sebagai guru harus mengetahui bahwa profesionalisme seorang guru bukan hanya ditentukan pada kemampuannya memahami dan menyampaikan ilmu pengetahuan tetapi juga kemampuannya melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna pada siswa terlebih pada konsep IPA. Dalam mengajarkan konsep IPA, seorang guru harus menata materi yang akan diberikan kepada siswa agar terintegrasi dengan aplikasi yang ada dijumpai peserta didik.

Menurut Putra (2013:40) pendidikan IPA di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA sangatlah penting, pendidikan IPA dapat melatih anak berpikir kritis dan objektif dan setiap guru harus menata materi yang akan diberikan kepada peserta didik agar terintegrasi dengan aplikasi yang dijumpai peserta didik, dan guru harus paham akan pentingnya IPA diajarkan di sekolah dasar.

2.1.4 Kurikulum KTSP

Kurikulum mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa dan sebagai bagian dalam tercapainya tujuan pendidikan. Mulyasa (2006) mengatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan aturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, hasil belajar, dan cara yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompeensi dasar dan tujuan dari pendidikan tersebut. Kurikulum merupakan elemen penting yang memberi kontribusi demi mewujudkan perkembangan kualitas dan potensi siswa (Permendikbud: 2014). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang kita andalkan untuk mencapai tujuan pendidikan sampai saat ini.

KTSP mulai berlaku mulai 2006. KTSP adalah hasil perbaikan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang dijadikan sasaran proyek. Menurut Susilo (2006) KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijaksanaan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisiensi pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat setempat serta menjalani kerjasama yang erat antar sekolah, masyarakat, industri,

dan pemerintahan dalam membentuk peserta didik. Kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan kaakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik), (Sanjaya:2008). Tujuan KTSP adalah menanamkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan pendidikan lanjut (Trianto: 2009).

Pembelajaran yang cocok untuk anak Indonesia yang memiliki kondisi, karakteristik dan sikap budaya yang berbeda-beda adalah belajar melalui pengalaman langsung (Learning by doing). Pembelajaran ini akan memperkuat daya ingat siswa dan biayannya yang sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada dilingkungan siswa sendiri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa KTSP merupakan sebagai bagian yang dalam meningkatkan mutu sekolah, dan efisiensi pendidikan dengan memperhatikan karakteristik, perbedaan daerah dan membuat pembelajaran yang memperkuat daya ingat siswa dengan pengalaman langsung dengan tujuan untuk menanamkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri.

2.1.5 Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak ditengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat (Anita 2010:4). Definisi ini sejalan dengan definisi yang diantaranya disampaikan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika, yakni sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk

menyalurkan pesan/informasi. Menurut Munadi (2010:7-8) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tecipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Fungsi media pembelajaran yaitu sebagai pembawa informasi dan pencegah terjadinya hambatan proses pembelajaran, sehingga informasi atau pesan dari komunikator dapat sampai kepada komunikan secara efektif dan efisien (Mudlofir dan Rusydiyah, 2016:133). Tujuan media pembelajara (Sanaky, 2013:6) antara lain: Pertama, mempermudah proses pembelajaran dikelas. Kedua, meningkatkan efisiensi proses pembelajara. Ketiga, menjaga relevansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar. Keempat, membantu konstentrasi pembelajaran dalam proses pembelajaran.

Manfaat media pembelajaran bagi siswa dalam Sanaky (2013:7) adalah: Pertama, meningkatkan motivasi belajar siswa. Kedua, memberikan dan mengikatkan variasi belajar bagi siswa. Ketiga, memudahkan siswa untuk belajar. Keempat, merangsang siswa untuk berfikir dan beranalisis. Kelima, pembelajaran dalam kondisi dan situasi belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan. Keenam, siswa dapat memahami materi pelajaran secara sistematis yang disajikan.

2.1.6 Modul

Istilah modul dipinjam dari dunia teknologi. Modul adalah alat ukur yang lengkap). Menurut Sakiman (2012:132) modul adalah paket program yang disusun secara terencana dalam bentuk satuan tertentu guna membantu peserta didik secara individual dalam mencapai tujuan belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia modul adalah unik kecil dari suatu pemebelajaran yang beroperasi sendiri (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 662). Modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidikan (Prastowo, 2013:106. Dari beberapa presepsi diatas peneliti menyimpulkan bahwa modul adalah salah satu bahan pembelajaran terencana yang memudahkan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar.

Menurut Prastowo (2014:210-211) modul mempunyai empat fungsi sebagai berikut: Pertama, bahan ajar mandiri maksudnya meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada kehadiran pendidik (guru). Kedua, pengganti fungsi pendidik, maksudnya bahan ajar yang mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan mudah dan baik dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usianya. Ketiga, sebagai alat evaluasi maksudnya dengan modul siswa dituntut dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaanya terhadap materi yang telah dipelajari. Keempat, sebagai bahan rujukan bagi siswa maksudnya karena modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa, maka modul juga memiliki fungsi sebagai ruukan bagi

siswa.

Penyusunan atau pembuatan modul dalam kegiatan pembelajaran mempunyai lina tujuan, sebagai berikut: Pertama, agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa, atau, dengan bimbingan pendidik (yang minimal). Kedua, agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajara. Ketiga, melatih kejujuran siswa. Keempat, mengakomodasi berbagai tngkat dan kecepatan belajar siswa. Kelima, agar siswa mampu mengukur swndiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajarinya.

Modul memiliki empat macam kegunaan dalam proses pembelajaran, seperti diungkapkan Andriani dan Andi Prastowo, yaitu: Pertama, modul sebagai penyedia informasi dasar. Kedua, modul sebagai bahan instruksi atau petunjuk bagi siswa. Ketiga, modul sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang komunikatif. Keempat, modul bisa menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik dan menjadi bahan utuh berlatih siswa dalam melakukan penilaian

Dokumen terkait