• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Metodologi Penelitian berisi tentang deskripsi pelaksanaan meliputi rencana, pelaksanaan, pengamatan/pengumpulan data dan refleksi. Deskripsi pelaksanaan siklus I, deskripsi pelaksanaan siklus II.

Bab IV Hasil Penelitian dan pembahasan meliputi deskripsi per siklus yang membahas mengenai data dari hasil pengamatan atau wawancara, refleksi keberhasilan dan kegagalan dan berisi pembahasan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar

. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Gagne dalam Dahar ( ), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan dengan maksud memperolah perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, keterampilan atau sikap (Arikunto, : ).

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir (Trianto, ). Menurut Crow and Crow dalam Sriyanti ( : ), belajar adalah perbuatan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu pengetahuan dan berbagai sikap, termasuk penemuan baru dalam mengerjakan sesuatu, usaha memecahkan rintangan dan menyesuaikan dengan situasi baru. Morgan mendefisikan belajar sebagai

berikut “Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience”, belajar adalah perubahan perilaku yang

bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman (Suprijono, ). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

proses perubahan perilaku untuk memperoleh sebuah pengetahuan, kemampuan, dan sesuatu hal yang baru serta diarahkan pada suatu tujuan.

Gagne dalam Suprijono ( - ), membagi kegiatan belajar menjadi delapan yaitu:

a. Signal learning atau kegiatan belajar mengenal tanda. Tipe kegiatan belajar ini menekankan belajar sebagai usaha merespons tanda-tanda yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

b. Stimulus-response learning atau kegiatan belajar tindak balas. Tipe ini berhubungan dengan perilaku peserta didik yang secara sadar melakukan respons tepat terhadap stimulus yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

c. Chaining learning atau kegiatan belajar melalui rangkaian. Tipe ini berkaitan dengan kegiatan peserta didik menyusun hubungan antara dua stimulus atau lebih dengan berbagai respons yang berkaitan dengan stimulus tersebut.

d. Verbal association atau kegaitan belajar melalui asosiasi lisan. Tipe ini berkaitan dengan upaya peserta didik menghubungkan respons dan stimulus yang disampaikan secara lisan.

e. Multiple discrimination learning atau kegiatan belajar dengan perbedaan berganda. Tipe ini berhubungan dengan kegiatan peserta didik membuat berbagai perbedaan respons yang digunakan terhadap

stimulus yang beragam, namun berbagai respons dan stimulus itu saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya

f. Consept learning atau kegiatan belajar konsep. Tipe ini berkaitan dengan berbagai respons dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah stimulus berupa konsep-konsep yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

g. Principle learning atau kegiatan belajar prinsip-prinsip. Tipe ini digunakan peserta didik menghubungkan beberapa prinsip yang digunakan merespons stimulus.

h. Problem solving learning atau kegiatan belajar pemecahan masalah. Tipe ini berhubungan dengan kagiatan peserta didik menghadapi persoalan dan memecahkannya sehingga pada akhirnya peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan baru dalam pemecahan masalah.

Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku yang diperoleh. Dalam hal ini, Gagne dan Briggs mendifinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar (Sam’s, ). Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne dalam Suprijono ( ), hasil belajar berupa:

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. c. Model kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu melakukan dan mengarahkan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisi dan eksternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya standar perilaku.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar

siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, )

Menurut Bloom dalam Suprijono ( ), hasil belajar dapat mencakup beberapa kemampuan. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik. Di bawah ini beberapa domain dari ketiga kemampuan tersebut.

a. Domain Kognitif

) Knowledge (Pengetahuan), mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode.

) Comprehension (Pemahaman), kemampuan mencakup menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

) Application (Penerapan), mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

) Analysis (Menguraikan), mencakup kemampuan merinci sesuatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseuruhan dapat dipahami dengan baik.

) Synthesis (Mengorganisasikan), mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

) Evaluation (Menilai), mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

b. Domain Afektif

) Receiving (Sikap Menerima), yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.

) Responding (Memberikan Respon), yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

) Valuing (Nilai), yang menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.

) Organization (Organisasi), yang mencakup kemampuaan membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.

) Characterization (Karakterisasi), yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola kehidupan pribadi.

c. Domain Psikomotorik

) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. ) Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam

keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.

) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan.

) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

) Gerakan komplek, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien, dan tepat.

) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.

) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri.

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang akan diukur yaitu fokus pada kemampuan kognitif siswa. Untuk melihat hasil belajar siswa pada aspek kognitif dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu setiap guru perlu mengadakan tes formatif setelah selesai penyajian suatu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini digunakan untuk mengetahui sejauh-mana siswa telah menguasai tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena itulah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional khusus dari bahan tersebut.

Indikator keberhasilan suatu proses belajar mengajar adalah hal-hal sebagai berikut (Djamarah & Zain, : - ):

a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu dan kelompok (indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan).

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran intruksional khusus telah dicapai oleh siswa, baik secara individu atau kelompok.

Menurut Depdikbud dalam Trianto ( ), berdasarkan ketentuan KTSP penentuan keberhasilan belajar di tentukan oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan minimal (KKM), dengan berpedoman pada tiga pertimbangan yaitu: kemampuan setiap siswa berbeda-beda, fasilitas (sarana) setiap sekolah berbeda, dan daya dukung setiap sekolah juga berbeda. Siswa dikatakan berhasil dalam pembelajaran apabila (ketuntasan individu) jika perolehan nilai tes

siswa ≥ , dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan

klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ siswa yang tuntas belajarnya.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar adalah pencapaian hasil dari suatu proses yang terjadi karena adanya usaha yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan guna mencapai tujuan pengajaran intruksional khusus baik secara individu maupun kelompok.

. Ciri-ciri Belajar

Hakikat dari belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri individu, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar (Djamarah, - ):

a. Perubahan yang terjadi secara sadar

Individu yanag belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi, perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk kategori perubahan dalam pengertian belajar. Karena individu yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.

b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung secara terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, mmakin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

. Prinsip-prinsip Pembelajaran

Karakteristik anak usia sekolah dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan

adanya usaha untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Untuk itu, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang diperlukan agar terciptanya belajar yang kondusif dan menyenangkan. Beberapa prinsip pembelajaran tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut (Susanto, ):

a. Prinsip Motivasi, adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam diri anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

b. Prinsip latar belakang, adalah upaya guru dalam proses belajar mengajar memperhatikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang membosankan.

c. Prinsip pemusatan perhatian, adalah usaha untuk memusatkan perhatian anak dengan jalan mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.

d. Prinsip keterpaduan, merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan subpokok bahasan lain agar anak mendapat gambaran keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.

e. Prinsip pemecahan masalah, adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah. Hal ini dimaksudkan agar anak peka dan juga

mendorong mereka untuk mencari, memilih, dan menentukan pemecahan masalah sesuai dengan kemampuannya.

f. Prinsip menemukan, adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari, mengembangkan hasil perolehannya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu, proses belajar mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak menyebabkan kebosanan.

g. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman baru. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui bekerja tidak mudah dilupakan oleh anak. Dengan demikian, proses belajar mengajar yang memberi kesempatan kepada anak untuk bekerja, berbuat sesuatu akan memupuk kepercayaan diri, gembira, dan puas karena kemampuannya tersalurkan denngan melihat hasil kerjanya.

h. Prinsip belajar sambil bermain, merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak aktif dalam belajar Prinsip perbedaan individu, yakni upaya guru dalam proses belajar mengajar yang memperhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat, dan kebiasaan atau latar belakang keluarga. Hendaknya guru tidak memperlakukan anak seolah-olah semua sama.

i. Prinsip hubungan sosial, adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan belajar hendaknya dilakukan secara berkelompok untuk melatih anak menciptakan suasana kerja sama dan saling menghargai satu sama lainnya.

. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni (Syah, - ): a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi Model dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving

terhadap ilmu pegetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung mengambail pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena

pengaruh faktor-faktor tersebut muncul siswa-siswa yang high-achievers

(berprestasi tinggi) dan under-achievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.

a. Faktor Internal Siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: ) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah), ) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).

) Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam megikuti peelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang

) Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: a) Intelegensi siswa

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggikemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendahnya kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.

Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelegensi siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negatif seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan merasa tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya,

ia menjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan keingintahuannya (curiosity) merasa dibendung tidak adil. Di sisi lain, siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah mengukuti sajian pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar biasa positif.

b) Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau memproses (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya sikap negatif terhadap guru dan mata pelajaran, apalagi jika diiringi dengan kebencian dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. c) Bakat siswa

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebenarnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk

kapasitas masing-masing. Jadi, secara global itu bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.

d) Minat siswa

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Terlepas dari populer atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya, siswa yang menaruh minat besar terhadap Matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, dan dapat mencapai hasil yang diinginkan.

e) Motivasi siswa

Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme (baik manusia maupun hewan) yang mendorongnya

untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Dalam perkembangannya, motivasi dibagi menjadi dua macam, yaitu: ) motivasi intrinsik, ) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.

Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/ tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Selanjutnya, dorongan mencapai prestasi

masa depan juga memberi pengaruh kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru.

b. Faktor Eksternal Siswa

Seperti halnya faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri dari dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.

Selanjutnya, yang termasuk dalam lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberikan dampak baik maupun buruk pada kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

Dokumen terkait