• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka .1 Perilaku konsumen .1 Perilaku konsumen

1) Pengertian perilaku konsumen

Menurut Kotler (2008:182) tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan pelanggan sasaran. Bidang ilmu perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. Menurut Assauri (2011:123) perilaku konsumen merupakan tindakan seseorang atau individu yang langsung menyangkut pencapaian dan penggunaan produk termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut.

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk atau jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah ( low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang (http://id.wikipedia.org/wiki/ perilaku_konsumen).

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Suprapti (2010:2) perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa yang diharapkan akan memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan perilaku konsumen merupakan kegiatan-kegiatan konsumen yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang atau jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan untuk membeli dan memakai suatu produk.

2) Model perilaku pembeli

Menurut Kotler dan Armstrong (2010:158) pada tahap permulaan, para pemasar dapat memperoleh suatu pengertian yang jelas mengenai konsumen, melalui pengalaman sehari-hari pada waktu menjual sesuatu kepada konsumen. Setelah perusahaan dan pasar semakin besar, hilanglah peluang para pembuat keputusan pemasaran untuk dapat berhubungan langsung dengan para pelanggan. Dalam tahap selanjutnya, para manajer berpaling pada penelitian konsumen, untuk mempelajari konsumen.

Pertanyaan inti untuk pemasar adalah Inti: “Bagaimana konsumen merespons berbagai usaha pemasaran yang mungkin digunakan perusahaan? Titik awalnya adalah model perilaku pembelian berupa rangsangan-tanggapan yang diperlihatkan pada gambar model perilaku pembeli seperti Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Model Perilaku Pembeli Bauran

Pemasaran

Rangsangan Lain Kotak Hitam Pembeli Respon Pembeli

Pemasaran Produk Harga Tempat Promosi Rangsangan Lain Ekonomi Teknologi Politik Budaya Karakteristik pembeli Proses keputusan pembeli Pilihan produk Pilihan merek Pilihan penyalur Waktu pembelian Jumlah pembelian

Sumber: Kotler dan Armstrong (2010:158).

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa pemasaran dan rangsangan lain memasuki kotak hitam konsumen dan menghasilkan respons tertentu. Pemasar harus menemukan apa yang ada di dalam kotak hitam pembeli. Rangsangan pemasaran terdiri dari empat P, product (produk), price (harga),

place (tempat), dan promotion (promosi). Rangsangan lain meliputi kekuatan dan faktor utama dalam lingkungan pembeli: ekonomi, teknologi, politik, dan budaya. Semua masukan ini memasuki kotak hitam pembeli, di mana masukan ini diubah menjadi sekumpulan respons pembeli yang dapat diobservasi: pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, dan jumlah pembelian.

Pemasar ingin memahami bagaimana rangsangan itu diubah menjadi respons di dalam kotak hitam konsumen, yang mempunyai dua bagian. Pertama, karakteristik pembeli mempengaruhi bagaimana pembeli menerima dan bereaksi terhadap rangsangan itu. Kedua, proses keputusan pembeli itu sendiri mempengaruhi perilaku pembeli. Pertama dapat dilihat karakteristik pembeli ketika karakteristik itu mempengaruhi perilaku pembeli dan kemudian mendiskusikan proses keputusan pembeli.

2.1.2 Model reasoned action

Dalam penelitian ini, pendekatan yang akan dipergunakan adalah model yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (Pradipta dan Suprapti, 2013) yang dikenal dengan Theory of Reasoned Action yaitu suatu model yang membahas kaitan antara sikap, minat/niat, dan perilaku, disamping faktor lain seperti norma subyektif.

Teori Reasoned Action menyatakan bahwa perilaku (behavior) seseorang sangat tergantung pada minat/niatnya (intention), sedangkan niat untuk berperilaku sangat bergantung pada sikap (attitude) dan norma subyektif atas perilaku. Disisi lain, keyakinan terhadap akibat dan evaluasi akibat akan menentukan sikap seseorang. Keyakinan normatif dan motivasi untuk menuruti pendapat orang lain akan menentukan norma subyektifnya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa minat/niat berperilaku dan perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor internal individual dan faktor eksternal (lingkungan sosial). Faktor internal individual tercermin dari sikap seseorang, sedangkan faktor eksternal (lingkungan sosial) tercermin dari pengaruh orang lain (norma subyektif) terhadap perilaku atau keputusan yang diambilnya. Ajzen dan Fishbein (Suprapti, 2010:147) menunjukkan secara skematis model Reasoned Action dalam bagan sebagai berikut.

x

x + x

Gambar 2.2 Model Reasoned Action (Modifikasi dari Fishbein dan Ajzen)

Sumber: Suprapti (2010:147).

Berdasarkan skema model di atas dapat dijelaskan bahwa dalam teori

reasoned action dikatakan bahwa perilaku pembelian seseorang dapat terprediksi dari apa yang mereka katakan tentang minat/niatnya untuk membeli pada saat ini. Minat/niat perilaku merupakan determinan antara dari perilaku atau pembelian aktual. Minat/niat (intention) dapat dipergunakan sebagai wakil dari perilaku aktual. Pengukuran perilaku di dalam pasar memerlukan biaya yang mahal, oleh karena itu kepercayaan terhadap minat/niat membeli merupakan alternatif biaya yang lebih murah. Dimensi-dimensi pasar seperti kesukaan konsumen terhadap merek, kemauan membeli ulang, sering diestimasi dengan teknik-teknik yang didasarkan pada asumsi tersebut. Lebih lanjut dikatakan oleh Mowen dan Minor

Keyakinan bahwa perilaku mengakibatkan konsekuensi tertentu (b i) Evaluasi tentang konsekuensi (e i) n  bi . ei i = 1 Sikap terhadap perilaku (Ab) Keyakinan bahwa orang lain berpendapat sebaiknya saya melakukan ini (NBj) Motivasi untuk menuruti orang lain tersebut (MCj) m  NBj . MCj j = 1 Norma Subyektif (SN) Niat berperilaku (BI) Perilaku B Kepentingan relatif tentang

sikap dan norma subyektif (W1, W2)

bahwa peramalan tentang perilaku dan pilihan konsumen di masa mendatang dapat dilakukan berdasarkan apa yang telah mereka katakan tentang minat/niat mereka untuk mengambil pilihan atau membeli. Semua ini berasal dari tinjauan bahwa ukuran affect (berperasaan) dan cognition (berpikir) itu dapat dikombinasikan ke dalam suatu indeks minat/niat membeli yang kemudian dapat memprediksi secara akurat pilihan-pilihan konsumen (pada umumnya untuk satu merek tertentu saja).

Berdasarkan teori reasoned action dapat dilihat bahwa perilaku pembelian konsumen dapat diprediksi dari minat/niat mereka untuk membeli. Persamaan matematis yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (Pradipta dan Suprapti, 2013) yaitu: B  BI = W1 (Ab) + W2 (SN) n Ab =

bi . ei i=1 m SN =

NBj . MCj j=1

Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada persamaan (1) terdapat tanda () yang menunjukkan bahwa kedua variabel yaitu variabel minat/niat perilaku dan perilaku dapat berhubungan. Persamaan ini juga menyatakan bahwa minat perilaku merupakan fungsi dari evaluasi keseluruhan tentang sikap terhadap perilaku (Ab), ditambah dengan keyakinan tentang pengharapan-pengharapan dari orang lain (referen) terhadap perilaku itu, yang kemudian ditimbang dengan motivasi untuk mengikuti pengharapan-pengharapan

tersebut (norma subyektif), dan minat/niat perilaku itu sendiri akan menentukan perilakunya.

Persamaan (2) menggambarkan kombinasi antara keyakinan terhadap akibat (bi) dan evaluasi yang diberikan terhadap tiap-tiap akibat/konsekuensi tersebut (ei) akan membentuk sikap terhadap perilaku seseorang (Ab). Persamaan (3) menunjukkan, bahwa norma subyektif konsumen (SN) adalah produk dari keyakinan konsumen bahwa orang lain (referen) berpendapat bahwa ia sebaiknya atau tidak sebaiknya melaksanakan perilaku tertentu (NBj) dengan motivasi konsumen untuk mengikuti pengharapan-pengharapan sosial itu (MCj).

Analisis agregat bertujuan untuk mencari W1 dan W2 yang mewakili semua populasi. Analisis agregat bisa dilakukan dengan menggunakan regresi berganda.

2.1.3 Sikap konsumen

1) Pengertian sikap konsumen

Semakin disadari bahwa pemahaman sikap konsumen terhadap produk yang akan ditawarkan di pasar merupakan aspek penting untuk menciptakan kepuasan konsumen untuk dapat bertahan dalam bisnis dan memenangkan persaingan. Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan (Kotler, 2008:200). Sikap (attitude) adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respon secara konsisten terhadap suatu obyek yang diberikan (Lamb, 2008:233).

Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dalam Peslak (2011:6) menegemukakan bahwa sikap menunjukan apa yang konsumen sukai dan yang tidak disukai. Defenisi tersebut menggambarkan pandangan kognitif dari psikolog sosial, di mana sikap dianggap memiliki 3 unsur (1) kognitif (pengetahuan), (2) afektif (perasaan), (3) konatif (tindakan).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa sikap konsumen adalah tanggapan konsumen berupa perasaan emosional dan reaksinya secara positif atau negatif untuk bertindak terhadap penawaran produk yang dilakukan oleh perusahaan.

2) Model sikap

(1) Model 3 (tiga) komponen (tricomponent model)

Menurut tricomponent attitude model (Schiffman dan Kanuk, 1994; dan Engel, Blackwell, dan Miniard, 1993), sikap terdiri atas 3 (tiga) komponen: kognitif, afektif, dan konatif. Sumarwan (2011:56) mengutip secara lebih rinci tiga komponen tersebut adalah:

a) Komponen kognitif

Komponen kognitif dari sikap menggambarkan pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut diperoleh melalui pengalaman langsung dari sikap objek, sikap tersebut, dan informasi dari berbagai sumber lainnya. Pengetahuan dan persepsi tersebut biasanya berbentuk kepercayaan (belief), artinya konsumen mempercayai bahwa suatu objek sikap

memiliki berbagai atribut dan perilaku yang spesifik akan mengarahkan kepada hasil yang spesifik.

b) Komponen afektif

Afektif menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau merek. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap objek sikap (produk atau merek). Afek mengungkapkan penilaian konsumen kepada suatu produk apakah baik atau buruk, “disukai” atau “tidak disukai”. Perasaan dan emosi seseorang tersebut terutama ditujukan kepada produk secara keseluruhan, bukan perasaan, dan emosi kepada atribut-atribut yang dimiliki produk. Perasaan dan emosi digambarkan dengan ungkapan dua kata sifat yang berbeda untuk mengevaluasi suatu produk. c) Komponen konatif

Konatif adalah komponen ketiga dari sikap yang menggambarkan kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Konatif juga bisa meliputi perilaku yang sesungguhnya terjadi. Komponen konatif dalam riset konsumen biasanya mengungkapkan keinginan membeli dari seseorang konsumen (intention to buy). (2) Model sikap multiatribut Fishbein

Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seorang konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Model ini biasanya digunakan

untuk mengukur sikap konsumen terhadap berbagai merek dari suatu produk. Komponen ini mengukur evaluasi kepentingan (ei) atribut-atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Konsumen belum memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi tingkat kepentingan atribut tersebut. Sedangkan mengukur kepercayaan konsumen (bi) terhadap atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek. Konsumen harus memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek tersebut. Fishbein dalam Sumarwan (2011:60) mengemukakan 3 (tiga) konsep utama, terdiri atas: a) Atribut/salient belief (A0)

Atribut adalah karakteristik dari objek sikap (Ao). Salient Belief

adalah kepercayaan konsumen bahwa produk memiliki berbagai atribut, sering disebut sebagai attribute-object beliefs. Para peneliti sikap harus mengidentifikasi berbagai atribut yang akan dipertimbangkan konsumen ketika mengevaluasi suatu objek sikap (Ao, suatu produk).

b) Kepercayaan/belief (bi)

Kepercayaan adalah kekuatan kepercayaan bahwa suatu produk memiliki atribut tertentu. Konsumen akan mengungkapkan kepercayaan terhadap berbagai atribut yang dimiliki suatu merek dan produk yang dievaluasi. Kepercayaan tersebut sering disebut sebagai

kemungkinan adanya hubungan antara sebuah objek dengan atributnya yang relevan.

c) Evaluasi atribut (ei)

Evaluasi adalah evaluasi baik atau buruknya suatu atribut (evaluation of the goodness or badness of attribute I atau importance weigh, yaitu menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi konsumen secara konsisten. Konsumen akan mengidentifikasi atribut-atribut atau karakteristik yang dimiliki oleh objek yang akan dievaluasi. Konsumen akan menganggap atribut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Kemudian konsumen akan mengevaluasi kepentingan atribut tersebut. Komponen mengukur evaluasi kepentingan atribut-atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Konsumen belum memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi tingkat kepentingan atribut tersebut.

2.1.4 Norma subyektif

Menurut Rivis dan Sheeran (2003) dalam Numraktrakul (2012) norma subyektif merupakan fungsi dari keyakinan normatif. Ini adalah keyakinan individu yang dipengaruhi oleh orang lain seperti anggota keluarga yang berpikir bahwa seseorang harus atau tidak harus melakukan perilaku tertentu.

Menurut Schofield (1975) dalam Bumm Kim (2009) menyatakan bahwa norma subyektif adalah tekanan yang dirasakan pada seseorang untuk melakukan perilaku tertentu dan motivasi seseorang untuk mematuhi tekanan-tekanan

tersebut. Norma subyektif mencerminkan bagaimana pelanggan dipengaruhi oleh persepsi beberapa referen signifikan (misalnya, keluarga, teman, dan rekannya).

Suprapti (2010:147) menyebutkan norma subyektif sebagai komponen yang berisikan keputusan yang dibuat oleh si individu setelah mempertimbangkan pandangan orang-orang yang mempengaruhi perilaku tertentu. Norma subyektif seseorang merupakan produk dari keyakinan bahwa orang lain (referen) berpendapat sebaiknya ia melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dan motivasi dia untuk menuruti pendapat tersebut. Seseorang dapat terpengaruh oleh pandangan orang lain dan dapat pula tidak terpengaruh. Sejauh mana seseorang akan terpengaruh atau tidak terpengaruh, sangatlah bergantung pada kepribadian seseorang yang bersangkutan di dalam menghadapi kehendak orang lain (referen). Secara sistematis, pradipta dan Suprapti (2013) menuliskan sebagai berikut:

m

SN =

NBj . MCj

j=1

Keterangan:

SN = norma subyektif konsumen

NBj = keyakinan normatif terhadap orang lain (referen) MCj = motivasi untuk menuruti pendapat orang lain (referen) m = banyaknya orang lain (referen) yang relevan.

Norma subyektif seseorang akan positif bilamana keyakinan normatif adalah positif, demikian pula norma subyektif akan positif bilamana ada motivasi untuk menuruti pendapat orang lain (referen). Dapat pula dikatakan, bahwa norma subyektif seseorang akan positif bilamana ia yakin bahwa orang lain berpendapat sebaiknya ia melakukan hal itu dan ada motivasi untuk mengikuti pendapat orang

lain (referen). Norma subyektif berkaitan dengan sejauh mana orang lain (referen) menghendaki konsumen untuk melakukan perilaku tertentu.

2.1.5 Minat/niat berperilaku

Ancok (2009:110) menterjemahkannya niat berperilaku sebagai minat/niat untuk melakukan perilaku tertentu. Misalkan dihubungkan dengan berbelanja, maka pada bagian ini telah terbentuk minat/niat konsumen untuk berbelanja. Secara teoritis terbentuknya minat/niat tersebut ditentukan oleh interaksi antara kedua komponen yang mendahuluinya yaitu sikap terhadap perilaku dan norma subyektif tentang perilaku tersebut. Ancok (2009:111) berpendapat bahwa ketidak serasian antara komponen sikap dan komponen norma subyektif dapat saja terjadi. Misalnya, si individu memiliki sikap positif terhadap pasar swalayan, tetapi orang lain yang berpengaruh (referen) seperti orang tua, saudara/keluarga, teman, dan lainnya kurang menyetujui untuk berbelanja pada pasar swalayan. Dalam keadaan seperti ini, si individu berminat/berniat untuk berbelanja pada pasar swalayan, sangat tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan, dikutip oleh Pradipta dan Suprapti (2013) menuliskan sebagai berikut:

B  BI = W1 (Ab) + W2 (SN) Keterangan:

B = perilaku

BI = minat/niat perilaku tertentu Ab = sikap terhadap perilaku tertentu

SN = norma subyektif terhadap perilaku tertentu W1 dan W2 = bobot sikap dan bobot norma subyektif.

Dokumen terkait