• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan

dengan penelitian: Tentang persepsi masyarakat, kehidupan

sosial kemasyarakatan, pelaku nikah beda agama.

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

Laporan hasil penelitian berisi tentang gambaran umum

lokasi Dusun Ngipik dan gambaran umum informan

masyarakat Dusun Ngipik yaitu: Perangkat Dusun, Tokoh

masyarakat tentang pendidikan agama Islam pada keluarga

nikah beda agama di Dusun Ngipik.

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan analisis tentang persepsi

masyarakat tentang pendidikan agama Islam pada keluarga

nikah beda agama di Dusun Ngipik Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang.

BAB V PENUTUP

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari

penelitian yang ada. Karena penelitian yang penulis teliti adalah

membandingkan model skripsi terdahulu dengan skripsi yang penulis buat.

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan penelitian

ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas

tentang pernikahan beda agama diantaranya:

Peneilitain dari yaquta mustofiyah tahun 2012 dengan judul pendidikan

agama Islam pada anak dalam keluarga beda agama di Kelurahan Sidorejo Lor

kota Salatiga. Hasil penelitian pendidikan agama Islam yang diberikan orang

tua terhadap anak dalam keluarga beda agama antara lain: penanaman akidah,

penanaman ibadah, pembentukan akhlak. Masalah yang muncul dalam

pendidikan anak dalam keluarga beda agama: adanya perbedaan keinginan

terhadap anak, kurangnya pengetahuan agama Islam pada orang tua, orang tua

yang selalu sibuk dengan pekerjaan, rendahnya motivasi beribadah anak.

Solusi yang ditempuh untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah

penenaman sikap toleransi terhadap keluarga, menanamkan kesadaran hidup

rukun, memberi kesempatan untuk beribadah pada masing-masing anggota

keluarga, rajin membaca buku keagamaan, bersosialisasi dengan lingkungan

luar, mengikuti kajian-kajian keagamaan, memberikan buku-buku kajian

Kemudian skripsi dari Mahtuhul Fuadi tahun 2008 dengan Judul Nikah

Beda Agama Perspektif Ulil Absor Abdalla. Hasil penelitian dari sekripsi ini:

Pertama Perkawinan menurut Islam adalah suatu perjanjian suci yang

kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal. Sedangkan tujuan

penelitian menurut Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah mawwadah

dan warrahmah. Pandangan hukum Islam (mayoritas ulama) mengenai nikah

beda agama antara pemeluk agama diharamkan, baik dari musyrikin maupun

ahli kitab. Hal ini sudah sejalan dengan ketentuan hukum Islam yang terurai

dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221 dan almumtahannah ayat 10. Hal ini

juga dikuatkan oleh MUI yang mengharamkan pernikahan beda agama di

Indonesia dengan alasan akan menimbulkan gelagat yang kurang baik dalam

tubuh Islam seperti pemurtadan, kebingungan dalam membagi warisan, dan

mengasuh anak.

Kedua Bahwa pandangan Ulil Abshar Abdalla mengenai nikah beda

agama tidak dapat dibenarkan karena:

1. Bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah serta undang-undang

perkawinan.

2. Alasan Ulil Abshar Abdalla dalam memperbolehkan nikah beda agama

didasarkan dari pengembangan berfikir dia, dan hal itu dapat merubah

syariat yang telah ditetapkan.

Dari skripsi Galuh Maharani yang berjudul Pernikahan Beda Agama

Membentuk Keluarga Sakinah) Melalui analisis pendapat Ahmad Nurcholish

tentang pernikahan beda agama dalam membentuk keluarga sakinah,

disimpulkan bahwa pernikahan semacam ini sangat rentan terhadap

permasalahan terlebih lagi menyangkut perbadaaan agama dibandingkan pada

pernikahan seagama meski keduanya juga tidak terhindarkan dari

permasalahan. Untuk itu, agar didalam pernikahan perlu suatu antisipasi agar

terhindar dari permasalahan yang akan muncul yakni dengan menanamkan rasa

kasih sayang, menghargai dan menghormati satu sama lain, rasa menerima,

ikhlas ditambah lagi dengan menerapkan prinsip toleransi. Karena jika semua

diterapkan, maka keluarga sakinah pun akan terbentuk.

Berdasarkan uraian di atas, pendapat Ahmad Nurcholish tersebut dapat

diaplikasikan dalam asas-asas bimbingan konseling keluarga dan dakwah

dalam membentuk keluarga sakinah yang meliputi asas kebahagiaan hidup di

dunia dan di akherat, asas sakinah, maddah, wa rahmah, asas komunikasi dan

musyawarah, asas sabar dan tawakal, serta asas manfaat (maslahat), dengan

jalan memperhatikan faktor-faktor di atas.

Selanjutnya skripsi dari Oktafiani tahun 2011 dengan judul:

Problematika Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Beda Agama (Studi

Kasus pada Masyarakat Ngentak RT 10 RW V Kelurahan Kutowinangun

Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2011). Hasil penelitian dari skripsi ini

Setelah dianalisis disimpulkan bahwa cara pengamalan ibadah anak yang

tinggal di lingkungan keluarga beda agama di Dukuh Ngentak adalah dengan

ibadah-ibadah umum lainnya sedangkan anak yang beragama non Islam mereka

menjalankan ibadah ke gereja setiap hari Minggu. Problem pengamalan ibadah

anak yang tinggal di lingkungan beda agama di Dukuh Ngentak antara lain

yaitu: Anak kurang mampu mendalami ajaran agama yang mereka yakini, anak

kurang menjiwai ketika beribadah di rumah, rendahnya semangat atau motivasi

beribadah anak. solusi yang di tempuh untuk mengatasi problem-problem

tersebut adalah: bersosialisasi dengan masyarakat luar, aktif mengikuti

kajian-kajian keagamaan, banyak membaca buku-buku keagamaan.

B.Persepsi Masyarakat

Memandang sesuatu yang tidak biasa membuat seseorang dalam

mendiskripsikan hal itu dengan variasi cerita yang berbeda pula. Misalkan: ada

seorang anak laki-laki SMA membawa buku di rumahnya temenya seorang

wanita, dengan niat mau mengerjakan PR bersama. Namun, yang semula

rencananya 4 orang yang dua tidak bisa datang, akhirnya yang mengerjakan

hanya 2 orang laki-laki dan perempuan. Dari contoh tersebut orang yang

melihat akan berpendapat satu dengan yang lain dalam mendiskripsikan apa

yang dilihat akan berbeda. Bisa jadi orang menganggap anak itu melakukan hal

yang tidak baik di dalam rumah (negatif), ada juga yang memandang anak

tersebut menegerjakan tugas karena saat itu membawa buku (positif) dan

lain-lain. Berkaitan dengan persepsi atau cara pandang seseorang, ada teori yang

berkaitan seperti:

Prasangka adalah masalah umum untuk seluruh umat manusia. Ketidak

dapat meningkatkan kebenciian ekstrim, bahkan dapat diikuti dengan tindakan

menyiksa dan membunuh.

Menurut Johnson (1986) dalam bukunya lilweri mengatakan, prasangka

adalah sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip kita tentang

anggota dari kelompok tertentu. Seperti halnya sikap, prasangka meliputi

keyakinan utnuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai

dengan peringkat nilai yang kita berikan.

Menurut Jones (1986) dalam bukunya lilweri prasangka adalah sikap

antipati yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak

fleksibel. Kesalahan itu mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada

orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap

negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan

kelompok sendiri. Prasangka merupakan sikap. Sikap terdiri dari tiga

komponen:

1. Komponen efektif atau emosional, mewakili dua jenis emosi yang berkaitan

dengan sikap. (misalnya, kegelisahan ringan, permusuhan langsunng).

2. Komponen kognitif, yang melibatkan keyakinan atau pikiran-pikiran yang

membentuk sikap.

3. Komponen perilaku, berkaitan dengan tindakan seseorang. Sikap biasanya

diikuti dengan perilaku (meskipun tidak selalu).

Menurut Jhonson (1986) dalam bukunya lilweri mengemukakan,

prasangka itu disebabkan oleh: Gambaran perbedaan antar kelompok,

minoritas, stereotip (salah satu bentuk utama prasangka yang menunjukkan

kategori) antaretnik, dan kelompok etnik atau ras yang merasa superior

sehingga menjadikan etnik atau ras lain inferior (Liliweri, 2005: 199-203).

Dalam masyarakat juga sering adanya perbedaan dalam memandang

situasi, baik lingkunganya, manusianya, tatanan rumahnya, masalah dalam

lingkunganya dan sebagainya.

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,

mengorganisasikan, dan menafsikan rangsangan dari lingkungan kita, dan

proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti komunikasi,

sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan

penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2013: 179-180).

Secara bahasa persepsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,

diartikan sebagai proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca

indranya (Poerwardarminta, 2006: 880). Kata persepsi disini merupakan cara

pandang atau cara memandang masyarakat tentang kehidupan kemasyarakatan

pelaku nikah beda agama di Dusun Ngipik Desa Candi.

Secara istilah persepsi merupakan sebuah tanggapan atau proses

seseorang mengetahui beberapa hal panca indranya. Persepsi adalah sebuah

pemahaman yang langsung akan tetapi pemahaman itu hampir tidak dapat di

pengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan keadaan yang telah dilihat.

Secara terminologi, para cendekiawan menyampaikan dalam bahasa

1. Slameto (1991: 104) memberikan definisi tentang persepsi yaitu merupakan

proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak

manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan

dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu

indera penglihatan, pendengar, peraba, perasa dan pencium.

2. Walgito (1997: 53) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses

yang didahului oleh pengindaraan. Pengindraan adalah merupakan suatu

proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Namun

proses tersebut tidak berhenti di situ saja. Pada umumnya stimulus tersebut

diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses

selanjutnya adalah proes persepsi.

Persepsi seseorang merupakan suatu proses yang aktif dimana yang

memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi ia juga

sebagai keseluruhan- dengan pengalaman-pengalamanya, motivasinya dan

sikap-sikap yang relevan terhadap stimulus tersebut (Sadli, 1977: 72).

Dari beberapa pandangan para cendekiawan tersebut dapat disimpulkan

bahwa persepsi merupakan hasil serapan dari pengembangan manusia terhadap

fenomena alam dan dirinya kemudian direfleksikan sebagai wujud dari

internalisasi dan artikulasi kejiwaan.

Dalam pergaulan sehari-hari, persepsi merupakan masalah penting,

sebab persepsi akan memberikan warna atau corak dalam sikap maupun

tindakan seseorang. Ada orang yang bersikap menerima atau menolak dalam

1. Syarat-syarat persepsi

Menurut Walgito (1997:54) menyatakan agar individu dapat

menyadari, dapat mengadakan persepsi, adanya beberapa syarat yang perlu

dipenuhi yaitu:

a. Adanya obyek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulusn (faktor luar) yang melalui alat

indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar atau langsung

mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari dalam, yang langsung

mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera atau reseptor

Alat indera merupakan alat untuk menerima stimulus.

c. Adanya perhatian

Tanpa adanya perhatian tidak akan terjadi persepsi.

2. Faktor-faktor persepsi

Faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Rahmat (1994) bahwa

faktor yang mempengaruhi persepsi ada 3 (tiga) yaitu:

a. Perhatian adalah proses mental ketika stimulasi atau rangkaian stimuylasi

menjadi menonjol dalam kesadaran pada saatstimulasi lainya melemah.

b. Faktor-faktor fungsional meliputi kebutuhan, pengalaman masalah dan

hal-hal lain termasuk apa yang kita sebut faktor-faktor personal.

c. Faktor-faktor stuktural berasal semata-mata dari sifat stimulasi fisik dan

3. Proses persepsi

Menurut Hude (2006: 120) menyatakan bahwa persepsi merupakan

tindak lanjut dari sensasi. Tahap awal dalam penerimaan informasi adalah

sensasi. Jika alat-alat indera mengubah menjadi impuls-impuls syaraf

dengan bahasa yang dipahami oleh komputer otak maka terjadilah proses

sensasi.

Persepsi membantu manusia bertindak dan membantu dunia

sekelilingnya, karena persepsi adalah mata rantai terakhir dalam suatu

rangkaian peristiwa yang saling terkait. Mata rantai itu dimulai dari objek

eksternalyang ditangkap oleh organ-organ indera, selanjutnya dikirim dan

diproses didalam otak untuk mendapatkan kopian arsip yang telah

tersimpan. Hasilnya adalah persepsi terhadap objek eksternal tadi. Namun,

hasil persepsi mengandung dua kemungkinan: bisa benar dan salah.

Persepsi dianggap benar jika ada kesesuaian antara yang dipahami

(dipersepsikan) dengan stimulus atau objek sebenarnya, dan persepsi salah

apabila tidak ada sinkronitas antara keduanya.

Beberapa definisi dari persepsi: Brian fellow: Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis

informasi. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Badaken: persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling

dan lingkungan kita. Phillip Goodracre dan jennifer follers: Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.

Joseph A. Devito: Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita (Mulyana,

2013: 180).

Dari beberapa pendapat tentang persepsi diatas dapat disimpulkan

bahwa persepsi adalah usaha seseorang dalam menafsirkan,

menggolongkan dari stimulus yang ada di sekeliling atau lingkungan kita

karena faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam merespon

stimulus atau penglihatan yang sangat dominan. Persepsi dalam penelitian

ini adalah masyarakat yang ada di Dusun Ngipik yang dipilih peneliti

dalam membantu mengumpulkan informasi dan data yang peneliti

butuhkan.

Dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan bahwa masyarakat

adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu

kebudayaan yang mereka anggap sama (Depdiknas, 2007: 721).

Dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat adalah orang yang

tinggal menetap di Dusun Ngipik yang menjadi objek penelitian dalam

memberikan informasi serta menjadi responden dalam wawancara

mengenai judul penelitian yaitu persepsi masyarakat tentang kehidupan

sosial kemasyarakatan pelaku nikah beda agama.

Menurut Sugihen, (1997:139) mengatakan bahwa, Bila kita amati

orang-orang di dalam masyarakat dengan cermat sering sekali kita melihat

bahwa orang-orang tersebut berbeda antara seorang dengan yang lain

perbedaan tersebut. Dari gaya hidup, cara berpakaian dan lain-lain. Tapi

kita lihat di pedesaan, pasar di pedesaan rata-rata mempunyai karakteristik

yang hampir sama.

Bicara tentang masyarakat seperti di atas banyak terdapat

perbedaan, perbedaan tersebut merupakan suatu dasar untuk membuat

kerangka strtifikasi sosial (pelapisan atau strata sosial) pelapisan itu bisa

disebut dengan status, status biasanya cenderung merujuk pada kondisi

ekonomi dan sosial seseorang dalam kaitanya dengan jabatan dan peranan

yang dimemiliki orang bersangkutan di dalam masyarakat di mana ia

menjadi anggota atau partisipan, seperti yang penulis golongkan sesuai

setatus sosial di Dusun Ngipik yang terbagi dalam tiga lapisan dilihat dari

strata sosial yaitu sebagai berikut:

a. Lapisan Atas

Tergolong dalam lapisan pertama di Dusun Ngipik ini yang

menjadi informan yaitu:

Kepala Dusun, Ketua RT 03 dan Ketua RT 04, Tokoh

Masyarakat, Tokoh Agama.

b. Lapisan Tengah

Yaitu: Seorang pendidik yaitu seorang guru dalam lembaga

formal maupun guru dalam madrasah.

c. Lapisan Bawah

Tergolong dalam lapisan bawah adalah masyarakat umum Dusun

terdapat individu-individu yang saling pengaruh-mempengaruhi, dalam

saling pengaruh ini masyarakat meliputi sejumlah manusia yang hidup

berkelompok-kelompok atau begolongan-golongan yang dengan

sendirinya satu sama lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

Ini terjadi baik antara perorangan, antara golongan dengan golongan lain

atau antara golongan lain dengan perorangan. Dengan demikian jelas

kiranya bahwa sejumlah besar manusia yang hidup terlepas-lepas, tidak

berhubungan dan tidak pengaruh-mempengaruhi satu sama lain tidak

dapat dipandang sebagai suatu masyarakat. Sebaliknya meskipun

jumlahnya tidak seberapa banyak, tetapi satu sama lainya saling

berhubungan dan saling mempengaruhi, maka kelompok itu memenuhi

syarat untuk disebut suatu masyarakat.

Orang inggris menyebut masyarakat dengan society. Masyarakat atau sosiety adalah a relatively independent or self sufficient population characterized by internal organization, territoriality, culture disStinctiveness, and sexual recruitment (David 1 Shill, international encyclopaedia of the social sciencies, populasi yang cukup relatif independen atau mandiri ditandai dengan internal organisasi, teritorial,

budaya kekhasan, dan perekrutan seksual (David 1 Shill, ensiklopedi

internasional sciencies sosial. Masyarakat atau socity berarti civilized community, komunitas yang beradab, atau masyarakat madani, atau dalam bahasa the encyclopaedia of religion disebut dengan istilah median

Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat yaitu suatu

keinginan/dorongan individu atau kelompok didalam suatu perkumpulan,

golongan, komunitas atau masyarakat yang menimbulkan suatu argumen dalam

dirinya, karena pengaruh stimulus-stimulus yang ditangkap oleh panca indera,

pendengaran, dan gerak.

Dalam penelitian ini yang dimaksud persepsi masyarakat adalah orang

yang memandang pelaku nikah beda agama tentang pendidikan agama Islam di

Dusun Ngipik, Desa Candi, kecataman Bandungan, Kabupaten Semarang.

C. keluarga Beda Agama

Keluarga adalah suatu institusi yang terbentuk karena ikatan pernikahan

antara sepasang suami istri untukl hidup beesama, seia sekata, seiring dan

setujuan, dalam membina maghligai rumah tangga untuk mencapai keluarga

sakina dalam lindungan dari ridha Allah (Djamarah, 2004: 28).

Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yanhg dinyatakan dengan

mengadakan hubungan dengan dia melalui upacara, penyembahan dan

permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan

ajaran agama itu (Ali, 1997: 36). Dari uraian tesebut dapat disimpulkan bahwa

keluarga beda agama adalah keluaraga yang terbentuk dari ikatan pernikahan

antara sepasang suami istri yang berbeda agama atau keyakinan.

Pada umumnya, para penganut Islam, ulama, dan yang lainya dalam

memperbincangkan persoalan halal dan haramnya pernikahan antar agama

berpegang pada ayat al-Quran seperti yang di kutip di bawah ini:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.

Secara etimologi, Nikah mempunyai arti mengumpulkan, mengabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam memaknai hakikat nikah, ada ulama’ yang menyatakan bahwa pengertian hakiki dari nikah adalah bersenggama (wath’i), sedang pengertia nikah sebagai akad merupakan pengertian yang bersifat majazy. Sementara imam syafi’i berpendapat bahwa pengertian hakiki dari nikah adalah akad, sedang pengertian nikah dalam arti bersenggama (wath’i) merupakan pengertian yang bersifat majazy.

Secara terminologi, nikah didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara

seorang laki-laki dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.

Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh

karena itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan

pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang diakibatkan

oleh perbuatan terlarang dapat terhindari. Allah Swt. Berfirman:

ِكْناَف ٰىَماَتَيْلا يِف اوُطِسْقُت َّلََأ ْمُتْف ِخ ْنِإ َو

ْنِإَف ۖ َعاَبُر َو َث َلَُث َو ٰىَنْثَم ِءاَسِِّنلا َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُح

اوُلوُعَت َّلََأ ٰىَنْدَأ َكِلَٰذ ۚ ْمُكُناَمْيَأ ْتَكَلَم اَم ْوَأ ًةَد ِحا َوَف اوُلِدْعَت َّلََأ ْمُتْف ِخ

Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga

atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

Berlaku adil merupakan sebuah keharusan yang telah dianjurkan oleh

Islam, berlaku adil dalam hal apapun misalkan: memberi, mengasihi itu tidak

hanya dalam kehidupan didalam keluarga namun juga kepada siapa saja yang

ada di dimuka bumi ini. Dalam pernikahan cenderung berlaku adil dalam

keluarga atau Anak, Istri dan lainya.

Pernikahan antar agama adalah Perkawinan antara dua orang yang

berbeda agama dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang

dianutnya. Namun demikian, oleh karena UU perkawinan tidak mengatur

tentang perkawinan antar agama, maka kenyataan yang sering terjadi dalam

masyarakat apabila ada dua orang yang berbeda agama akan melakukan sering

mengalami hambatan. Hal ini disebabkan antara lain: karena para pejabat

pelaksana perkawinan dan pemimpin agama/ulama manganggap bahwa

perkawinan yang demikian dilarang oleh Agama dan karenanya bertentangan

dengan UU perkawinan yaitu pasal 1 UU perkawinan ditetapkan bahwa

perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

Menurut Al-jahrani (1996: 5) menyatakan bahwa Perkawnian adalah

ikatan antara seorang laki-laki dan wali seorang wanita atau yang mewakili

mereka. Dan dibolehkan bagi laki-laki dan wanita bersenang-senang sesuai dengan jalan yang telah disyari’atkan. Tujuan perkawinan adalah mewujudkan kesatuan kemasyarakatan (rumah tangga) yang didasari cinta, kasih sayang,

kerjasama dan kemuliaan akhlak.

Hukum suatu pernikahan adalah mubah, namun bisa berubah menjadi

sunnah, wajib, makruh dan haram. Perincianya sebagaimana di bawah ini.

1. Wajib hukumnya menurut Jumhur Ulama bagi orang yang mampu untuk

menikah dan kuatir akan perbuatan zina, alasanya, dia wajib menjaga

Dokumen terkait