PERSEPSI MASYARAKAT
TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA KELUARGA NIKAH BEDA AGAMA
DI DUSUN NGIPIK DESA CANDI KEC. BANDUNGAN
KAB. SEMARANG
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
BAHRIN
NIM 11111190
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Keluarga besarku terutama pada Bapakku, Bapak TASIRUN Ibuku
SARIMAH yang tidak lelah untuk selalu memberikan Do’anya, kasih
sayangnya untukku, kakakku ISNANIK dan Adikku ULFA ASMANAH
yang selalu memberi warna didalam keluargaku dan yang telah memberikan
nasihat, motivasi, dan dukungannya untukku.
2. Sahabat-sahabatku di IAIN Salatiga yang selalu menemani di saat suka
maupun duka, yang selalu memotivasi dan memberi banyak dukungan, yang
telah membantu memperlancar dalam pembuatan skripsiku..
3. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Kampus yaitu kelas PAI
E angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya
di IAIN Salatiga yang selalu memberikanku semangat berjuang dalam hal
apapun serta memberikan banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI).
3. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Taufiqul Mu’in, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
ABSTRAK
Bahrin. 2015. Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Agama Islam Pada Keluarga Nikah Beda Agama di Dusun Ngipik Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Dr. Mukti Ali, M.Hum.
Kata kunci: Persepsi Masyarakat, pendidikan agama Islam dan keluarga Nikah Beda Agama.
Penelitian ini dilatar-belakangi oleh dua keluarga yang menikah beda agama di Dusun Ngipik yang mana orang tua dari pasangan beda agama tersebut beragama Isam. Namun kenapa orang tua tersebut membolehkan anaknya menikah pada pasangan yang berbeda agama. Sedangkan pendidikan agama Islam ditengah- tengah keluarga adalah hal yang sangat mutlak adanya. Maka itu adalah masalah tersendiri bagi keluarga khusunya dan bagi masyarakat dalam peranan lingkunganya. Di dalam masyarakat sudah tentu tidak akan lepas adanya interaksi tehadap warga lingkungan, serta mengedepankan sikap kegotong-royongan khususnya di daerah pedesaan seperti Dusun Ngipik ini.
Fokus penelitian ini adalah: 1) bagaimanakah persepsi masyarakat pada keluarga beda agama? 2) Bagaimanakah pendidikan agama Islam pada keluarga beda agama? 3) Bagaimana perilaku pelaku nikah beda agama di dalam masyarakat? Tujuan dari penelitian ini adalah; Untuk Mengetahui persepsi masyarakat tentang keluarga beda agama. Mengetahui pendidikan agama Islam pada keluarga nikah beda agama. Mengetahui keluarga nikah beda agama dalam bermasyarakat. Kemudian metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati dari fakta-fakta yang ada saat ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Penelitian... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Penegasan Istilah ... 7
F. Metode Penelitian...……. 10
G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 19
B. Persepsi Masyarakat... 24
C. keluarga beda agama...……… 33
D. Pendidikan Agama Islam pada keluarga nikah beda
agama...……….…
38
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 43
B. Gambaran Umum Informan...…. 45
C. Persepsi Masyarakat dan Keluarga Nikah Beda Agama….… 49
D. Pendidikan Agama Islam Pada Keluarga nikah beda
agama……….. 56
BAB IV PEMBAHASAN
A. Persepi Masyarakat dan keluarga nikah Beda agama...…...
B. Persepsi masyarakat tentang Pendidikan Agama Islam Pada
Keluarga Nikah Beda Agama….………. 64
C. Perilaku Pelaku Nikah Beda Agama di dalam Masyarakat.... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 78
B. Saran... 81
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran Agama
Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik yang nantinya
setelah selsai dalam pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengenalkan ajaran-ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan dan
amalan hidupnya. Direktorat jndreal pembinaan kelembagaan agama islam,
1984: 80).
Keluarga sebenarnya bukan hanya terbatas pada ikatan pernikahan
untuk sekedar mendapatkan keturunan tetapi keluarga tetapi keluarga
merupakan sumber pendidikan yang utama. Keluaraga adalah salah satu
elemen terkecil dalam masyarakat yang merupakan institusi sosial terppenting
dan merupakan unit sosial yang utama melalui individu-individu disiapkan
nilai-nilai hidup dan kebudayaan yang utama (Chabib Thoha, 1996: 109).
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Hakikat pernikahan adalah
bersatunya hidup antara laki-laki dan perempuan (yang saling mencintai) untuk
membentuk hidup bersama dan memiliki tujuan yang sama yaitu menemukan
kebahagiaan dan melanjutkan keturunan (Wismanto dkk, 2012: 1).
Penikahan dalam masyarakat itu ada beberapa macam, baik itu
pernikahan sesama agama, sesama suku, maupun campuran. Pernikahan
perkawinan dan agama sangat erat hubunganya serta dilihat dari segi hukum
agama atau syari’at sangat berbeda, yang memungkinkan tidak syahnya suatu
pernikahan itu jika dilihat dari prespektif hukum agama. Namun, jika dilihat
dari realitanya justru perkawinan antar agama ini menjadi hot news dalam masyarakat. Karena suatu alasan-alasan tertentu seperti yang dikemukakan di
atas yang mendasari seseorang melakukan pernikahan antar agama, seperti
dalam masyarakat di Dusun Ngipik yang mulanya Dusun ini terkenal dengan
kentalnya ketaatan dalam beribadah, beragama, dan kini ada beberapa
pasangan suami istri yang berbeda agama dalam lingkup keluarga dan
masyarakat yang taat beragama, tentunya ini adalah pandangan yang tabu bagi
masyarakat sekitar khususnya dan masyakat di luar pada umumnya sehingga
secara otomatis akan mengundang argumen masyarakat .
Ada yang memandang bahwa pernikahan itu sakral yang
mengutamakan cinta antarmanusia dan meletakkan agama sebagai pembimbing
rasa kasih sayang meraka dalam menjalani kehidupan, sehingga pernikahan
atau ritual agama itu harus menghormati dan dihormati.
Ada masyarakat yang berpendapat bahwasanya pernikahan itu bukan
hanya suatu catatan atau pengakuan dari negara tetapi pernikahan adalah jalan
awal menuju kebahagian dunia dan akhirat sehingga memungkinkan adanya
bimbingan dan aturan-aturan seperti halnya suatu negara yang dipimpin
seorang presiden yang didalam pemerintahanya banyak aturan-aturan yang
wajib di taati terhadap masyarakatnya serta bagaimana bersosial antar sesama
presiden keluarga adalah seorang ayah yang bertanggung jawab membina
keluarganya dalam menjalani kehidupan, tentunya tak lepas dari suatu aturan
dalam ajaran agama yang di anutnya dan tidak terlepas dari tanggung jawab
sebagai orang tua yaitu mendidik anak, karena orang tua memiliki peran
penting dalam keluarganya sebelum masyarakat. dari kasus yang ada dalam
masyarakat Dusun Ngipik ini ada kasus pasangan yang berbeda agama yang
mana dari beberapa keluarga tesebut di terdapat latarbelakang yang berbeda,
ada yang menikah karena alasan cita, ekonomi, juga ada yang benar-benar mau
berpindah agama.
Berkenaan dengan hal ini, Agama Islam telah mengatur tentang
pernikahan beda agama di dalam (QS. Al-Baqarah: 221).
َلَ َو ۗ ْمُكْتَبَجْعَأ ْوَل َو ٍةَك ِرْشُم ْنِم ٌرْيَخ ٌةَنِمْؤُم ٌةَمَ َلَ َو ۚ َّنِمْؤُي ٰىَّتَح ِتاَك ِرْشُمْلا اوُحِكْنَت َلَ َو
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Kholil, 2012: 217)
Untuk itu kembali pada masalah yang ada di Dusun Ngipik ini ada
suami istri pelaku nikah beda agama yang mana ada perbedaan dari interaksi
perbandingan keluarga satu dan yang lainya. Yang hakekatnya sama-sama
menikah dengan kepercayaan yang berbeda, ada pasangan beda agama satu
yang terlihat adanya srawung atau mengikuti kegiatan yang menjadi tradisi masyarakat dusun ini seperti: yasian, kenduri, dan lain sebagainya. Dan juga
kegiatan kemasyarakatan pada umumnya seperti: kerja bakti (membangun
masjid, sarana dusun, dan lain-lain). Namun pasangan beda agama yang kedua
justru kebalikanya dari pasangan yang pertama yang selama ini tidak terlihat
adanya srawung atau berkumpul dan berinteraksi dengan masyarakatat setempat. Berdasarkan observasi penulis selaku tetangga dari keluarga pelaku
nikah beda agama tersebut dalam aktivitasnya sehari-hari terlihat adanya
rutinitas yang selalu sama yaitu setiap pagi berangkat kerja dan pulang pada
sore hari. Tentu dalam penglihatan seseorang dia tidak ada aktivitas lain selain
itu.
Hidup di masyarakat tentunya banyak kegiatan dari mulai kegiatan
yang diagendakan maupun kegiatan yang memungkinkan waktu yang tidak
bisa diprediksikan atau bisa dibilang mendadak. Tidak lepas dari aturan-aturan
tersebut maka waktu dan tenagapun secara otomatis akan dibutuhkan didalam
pelaksanaan kegiatan yang ada misalnya: kegiatan religi yang menjadi
keutamaan masyarakat Dusun Ngipik setiap seminggu sekali mengadakan
tahlilan atau yasinan, kemudian dalam hal lain misalkan: Pembangunan jalan,
masjid, membuat makam jika ada saudara yang meninggal dan sebagainya.
Tentunya itu semua tak luput dari kekompakan atau gotong-royong warga
kemasyarakatan tidak terlihat adanya aktivitas pelaku nikah beda agama
didalamnya, maksudnya dia tidak pernah bermasyarakat. Dari situlah
masyarakat dengan melihat adanya gap antara pelaku nikah beda agama dengan masyarakat setempat. Namun ada beberapa keluarga yang nikah beda
agama pelaku A dengan B dalam menerapkan pendidikan agama dan
kebermasyarakatanya sangat berbeda, bisa di katakan bertolak atau berlawanan
dikarenakan beberapa hal yang menjadi alasan pada keluarga tersebut.
Di dalam masyarakat terdapat berbagai karakter yang dimiliki setiap
indivu berbeda satu sama lain, yang memungkinkan adanya pro-kontra dalam
sebuah pandangan, keinginan dan sebagainya. Dalam kehidupan bermasyarakat
banyak sekali permasalahan baik individu, keluarga dan lingkuganya. Orang
yang baik dan buruk biasanya di lihat dari kacamata perilaku dari keseharianya
entah itu dari pribadinya, keluarganya, dan kemasyarakatanya.
Keluarga mempunyai tanggung jawab dan peran penting di dalam
keluraganya sendiri maupun di dalam masyarakat. Pendidikan dalam keluarga
merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Disebut sebagai lingkungan
atau lembaga pendidikan pertama karena sebelum manusia mengenal lembaga
pendidikan yang lainya, pendidikan inilah yang pertama ada. Selain itu
manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam
kandungan pertamakali adalah dalam keluarga.
Dari uraian mengenai pendidikan dan keluarga diatas saling berkaitan,
orangtua bertanggungjawab terhadap pendidikan keluarganya dengan
pendidikan itu terjadi dalam keluarga beda agama? Maka dari itu peneliti akan
mengadakan penelitian dengan mengangkat Judul:
“Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Agama Islam Keluarga Nikah Beda Agama Di Dusun Ngipik Kec. Bandungan Kab. Semarang Tahun 2015”.
B.Fokus Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penulis memfokuskan
beberapa pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah persespsi masyarakat pada keluarga beda agama?
2. Bagaimanakah pendidikan agama Islam pada keluarga beda agama?
3. Bagaimanakah perilaku keluarga beda agama di dalam Masyarakat?
C.Tujuan Penelitian
Dari fokus masalah tersebut, maka dapat diperoleh tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Mengetahui persepsi masyarakat tentang keluarga beda agama.
2. Mengetahui pendidikan agama Islam pada keluarga nikah beda agama.
3. Mengetahui keluarga nikah beda agama dalam bermasyarakat.
D.Kegunaan Penelitian 1. Secara Teorotis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pokok permasalahan keluarga
nikah beda agama dalam mengaplikasikan pendidikan agama islam dalam
keluarga.
a. Pandangan masyarakat
Dengan diadakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi
terhadap pelaku pernikahan beda agama. Serta memberikan saran-saran
bagi generasi agar kedepanya bisa terarah.
b. Generasi yang belum menikah
Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
gambaran umum tentang pernikahan serta pendidikan agama pada
keluarga beda agama, agar terhindar dari hal-hal yang sifatnya dilarang
baik oleh Negara maupun Agama.
c. Menambah hasanah informasi yang akan bermanfaat bagi peneliti dan
pihak yang berkepentingan.
E.Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul
penelitian di atas, perlu ditegaskan beberapa istilah dalam judul di atas yaitu:
1. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsikan rangsangan dari lingkungan kita, dan
proses tersebut mempenaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti
identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2013: 179-180).
Persepsi seseorang merupakan suatu proses yang aktif dimana yang
memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi ia juga
sebagai keseluruhan dengan pengalaman-pengalamanya, motivasinya dan
sikap-sikap yang relevan terhadap stimulus tersebut. (Sadli, 1977: 72).
Dari kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah
suatu proses yang aktif dan kreatif dalam menafsirkan stimulus dari
lingkunganya.
2. Masyarakat
Menurut Abdulsyani (1987) bahwa masyarakat sebagai community
dapat dilihat dari dua sudut pandang; pertama, memandang community sebagai unsur statis, artinya community terbentuk dalam suatu
wadah/tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan bagian
dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula disebut
masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun, atau kota-kota kecil.
Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari
kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial.
Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses (nya) yang terbentuk melalui faktor psikologis
dan hubungan antar manusia, maka didalamnya terkandung unsur-unsur
kepentingan, keinginan atau tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional. Dalam
masyarakat ekonomi, masyarakat mahasiswa dan sebagainya (Abdulsyani,
2007: 30-31). Sosial dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, dalam
penelitian ini pelaku nikah beda agama sebagai objek dalam bersosial
didalam lingkungan yang mayoritas beragama islam serta kegiatan yang
tak luput dari karakter islami yang membuat suatu perasaan dan
kecanggungan pelaku nikah beda agama dalam beraktivitas dan bersosial
dengan lingkuangan tersebut.
3. pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama islam adalah pendidikan melalui ajaran agama islam,
yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik yang nantinya
setelah selsai dalam pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengenalkan ajaran-ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan dan
amalan hidupnya. Direktorat jndreal pembinaan kelembagaan agama islam,
1984: 80).
4. Keluaraga beda agama
Keluarga adalah suatu institusi yang terbentuk karena ikatan pernikahan
antara sepasang suami istri untukl hidup beesama, seia sekata, seiring dan
setujuan, dalam membina maghligai rumah tangga untuk mencapai
keluarga sakina dalam lindungan dari ridha Allah (Djamarah, 2004: 28).
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yanhg dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan dia melalui upacara, penyembahan dan
permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau
sesuatu yang sakral. Hakikat pernikahan adalah bersatunya hidup antara
laki-laki dan perempuan ( yang saling mencintai ) untuk membentuk hidup
bersama dan memiliki tujuan yang sama yaitu menemukan kebahagiaan
dan melanjutkan keturunan (Wismanto dkk, 2012: 1)
Dari uraian tesebut dapat disimpulkan bahwa keluarga beda agama adalah
keluaraga yang terbentuk dari ikatan pernikahan antara sepasang suami
istri yang berbeda agama atau keyakinan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Lexy J. Moloeng menjelaskan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 1988: 6).
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian,
artinya peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan proses
penelitian dan pengumpulan data. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik wawancara/interview. Dalam hal ini peneliti memiliki
pengetahuan dasar sehingga memungkinkan untuk mengembangkan
Peneliti mengadakan komunikasi dengan objek penelitian atau
responden dengan menggunakan bahasa sesuai objek yang di wawancara,
peneliti tidak menggunakan satu bahasa namun peneliti meamakai bahasa
sesuai tingkat pemahaman objek penelitian agara memungkinkan
komunikasi lebih akrab dan mudah dipahami sehinga akan terjalin baik
antara peneliti dan responden.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Dusun Ngipik Desa candi Kec.
Bandungan Kab. Semarang. Yang menjadi obyek penelitian dan informasi.
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh, diantaranya
melalui: Yang pertama sumber data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006:253).
Sumber data primer dapat diperoleh langsung dari lapangan yang dapat
memberikan gambaran keadaan, mengidentifikasi permasalahan, dan
menjawab semua pertanyaan dalam penelitian. Data primer dalam
penelitian ini adalah para tokoh masyarakat, individu yang dianggap
mempunyai latar belakang agama yang kuat dan masyarakat pada
umumnya.
Yang kedua sumber data sekunder adalah sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melaui orang
lain atau melalui dokumentasi (Sugiyono, 2006:253). Sumber data
koran, serta hasil penelitian lainnya. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini yaitu berupa foto, catatan, dan arsip. Catatan dan arsip yang
dimaksud adalah semua yang berkaitan dengan pelaku nikah beda agama.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung dari
lapangan yang dapat memberikan gambaran keadaan, mengidentifikasi
permasalahan, dan menjawab semua pertanyaan dalam penelitian.
Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari buku, jurnal, internet,
artikel, majalah atau koran, serta hasil penelitian lainnya. Data primer
dapat diperoleh melalui:
a. Wawancara
Esterberg (2002) menyatakan bahwa “wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu”. Wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah
wawancara tak berstruktur atau terbuka, yaitu wawancara yang bebas di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Wawancara ini digunakan dalam mencari data melalui informan
tentang perasaan responden mengenai pelaku nikah beda agama dusun
ngipik, serta peneliti juga dapat mengetahui lebih mendalam tentang
menginterpretasikan situasi dan fenomena sesuai dengan yang terjadi.
Pengumpulan data pada wawancara dapat dilengkapi pula melalui
observasi.
b. Observasi
Marshall (1995) menyatakan bahwa “melalui observasi peneliti
belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut”. Observasi
merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan
langsung sesuai dengan keadaan riil di lapangan. Observasi ini
digunakan dalam mencari data tentang kegiatan-kegiatan, perilaku
indivudu, dengan keluarga dan dengan masyarakat di dalam lingkunagan
yang ada di Dusun Ngipik, untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan gambaran riil.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu
(Sugiyono, 2006: 270). Dokumentasi merupakan materi tertulis yang
didasarkan pada catatan dan dokumen-dokumen yang digunakan untuk
melengkapi sebuah data yang diperlukan dalam penelitian.
Dokumen-dokumen tersebut bisa berupa foto dan hasil wawancara yang didapat
dari informan. Dokumentasi digunakan dalam bukti bahwa peneliti
terjun langsung dalam masyarakat untuk melangsungkan penelitian
mengenai pandangan masyarakat terhadap kemasyarakatan pelaku nikah
penggunaan metode wawancara dan observasi, sehingga akan lebih
kredibel/dapat dipercaya jika didukung oleh data-data dokumentasi.
6. Analisis Data
Data dalam penelitian kualitatif sangat beragam bentuknya,
diantaranya ada catatan wawancara, rekaman suara, gambar, foto, peta,
dokumen, bahkan rekaman pada shoting lapangan.
Bogdan menyatakan bahwa, “analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain” (Sugiyono, 2006:
274). Analisis ini sendiri akan dilakukan melaluai beberapa tahap, yaitu:
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, oleh
karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya
serta mencarinya bila diperlukan. Yang peneliti lakukan dalam
mereduksi data diantaranya:
1) Hasil wawancara maupun catatan lapangan yang masih umum dan
peneliti merangkum, mengambil data yang pokok dan penting,
sedangkan yang tidak penting dibuang.
2) Peneliti dalam mereduksi data akan memfokuskan pada persepsi
masyarakat tentang kehidupan, masalah dalam bersosial, karakter
keluarga pelaku nikah beda agama.
3) Jika peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala
sesuatu yang dipandang asing, maka itulah yang harus dijadikan
perhatian dalam mereduksi data.
b. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, dan sejenisnya, tapi yang paling sering digunakan adalah teks
yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang dipahami (Sugiyono, 2006: 280). Pada langkah
ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi
informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.
Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat
hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi
dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi tujuan penelitian.
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Data yang sudah dipolakan, difokuskan, dan disusun secara
sistematis melalui reduksi dan penyajian data yang kemudian
kesimpulan yang lebih mendalam, maka diperlukannya data baru
sebagai penguji terhadap kesimpulan awal. Tahap penarikan
kesimpulan dan verifikasi data diambil dari hasil reduksi dan panyajian
data merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara ini
masih dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat lain pada saat
proses verifikasi data di lapangan. Jadi proses verifikasi data dilakukan
dengan cara peneliti terjun kembali di lapangan untuk mengumpulkan
data kembali yang dimungkinkan akan memperoleh bukti-bukti kuat
lain yang dapat merubah hasil kesimpulan sementara yang diambil. Jika
data yang diperoleh memiliki keajegan (sama dengan data yang telah
diperoleh) maka dapat diambil kesimpulan yang baku dan selanjutnya
dimuat dalam laporan hasil penelitian.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian ini terdapat beberapa kriteria
yang nantinya akan dirumuskan secara tepat, teknik pemeriksaannya yaitu
adanya kredibilitas yang dibuktikan dengan perpanjang pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman
sejawat, analisis kasus negatif, dan dimintakan kesepakatan
(membercheck) (Sugiyono, 2006: 302).
Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam
penelitian memiliki tingkat kebenran atau tidak, maka dilakukan
pengecekkan data yang disebut validitas data. Untuk menjamin validitas
yang memanfaatkan sesuatu yang lain seperti pengecekkan data dari
berbagai sumber, berbagai teknik, dan berbagai waktu. Dalam penelitian
ini, untuk menguji keabsahan data dilakukan dalam beberapa bentuk
meliputi:
a. Triangulasi Sumber
Menurut Patton (1987), “triangulasi sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda”
(Moleong, 2009: 330). Dalam penelitian ini yang peneliti lakukan,
diantaranya:
1) Membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil
pengamatan,
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum
dengan yang dikatakan secara pribadi,
3) Membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu
dokumentasi,
4) Data yang diperoleh dilakukan pada tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan sebagian masyarakat yang berpengalaman
dalam bidang agama, data dari sumber tersebut tidak bisa
dirata-ratakan tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan mana pandangan
yang sama, mana yang berbeda, dan mana yang spesifik dari
sumber-sumber tersebut sehingga dapat dianalisis oleh peneliti
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik merupakan pengecekan data kepada sumber
yang sama namun dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2006: 307).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengecekkan terhadap data
yang telah diperoleh melalui wawancara lalu dicek melalui observasi
ataupun dokumentasi. Bila dengan teknik-teknik tersebut
menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan
diskusi lebih lanjut kepada sumber data atau yang lainnya untuk
memastikan data yang sebenarnya.
8. Tahap-tahap Penelitian
a.Kegiatan administratif, yang meliputi pengajuan izin operasional untuk
penelitian dari ketua IAIN Salatiga selaku penanggung jawab, kemudian
menyusun pertanyaan untuk wawancara, serta melakukan administratif
lainnya.
b.Kegiatan lapangan yang meliputi:
1) Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, yaitu di
Dusun Ngipik Desa Candi Kecamatan Bandungan.
2) Menemui kepala dusun/kadus, para tokoh agama, dan sebagian
masyarakat umum yang dipandang mempunyai pengalaman agama
yang cukup baik yang akan dijadikan objek penelitian.
3) Melakukan wawancara kepada para informan sebagai langkah untuk
pengumpulan data, kemudian observasi langsung ke lapangan secara
4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan
untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan.
5) Mereduksi data dengan cara membuang data-data yang lemah atau
menyimpang.
6) Melakukan ferivikasi data untuk membuat kesimpulan-kesimpulan
sebagai deskriptif temuan penelitian.
7) Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan.
G.Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui data urutan
penulisnya, adapun urutanya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat: latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan
dengan penelitian: Tentang persepsi masyarakat, kehidupan
sosial kemasyarakatan, pelaku nikah beda agama.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
Laporan hasil penelitian berisi tentang gambaran umum
lokasi Dusun Ngipik dan gambaran umum informan
masyarakat Dusun Ngipik yaitu: Perangkat Dusun, Tokoh
masyarakat tentang pendidikan agama Islam pada keluarga
nikah beda agama di Dusun Ngipik.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini menguraikan analisis tentang persepsi
masyarakat tentang pendidikan agama Islam pada keluarga
nikah beda agama di Dusun Ngipik Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang.
BAB V PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Penelitian Terdahulu
Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari
penelitian yang ada. Karena penelitian yang penulis teliti adalah
membandingkan model skripsi terdahulu dengan skripsi yang penulis buat.
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan penelitian
ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas
tentang pernikahan beda agama diantaranya:
Peneilitain dari yaquta mustofiyah tahun 2012 dengan judul pendidikan
agama Islam pada anak dalam keluarga beda agama di Kelurahan Sidorejo Lor
kota Salatiga. Hasil penelitian pendidikan agama Islam yang diberikan orang
tua terhadap anak dalam keluarga beda agama antara lain: penanaman akidah,
penanaman ibadah, pembentukan akhlak. Masalah yang muncul dalam
pendidikan anak dalam keluarga beda agama: adanya perbedaan keinginan
terhadap anak, kurangnya pengetahuan agama Islam pada orang tua, orang tua
yang selalu sibuk dengan pekerjaan, rendahnya motivasi beribadah anak.
Solusi yang ditempuh untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah
penenaman sikap toleransi terhadap keluarga, menanamkan kesadaran hidup
rukun, memberi kesempatan untuk beribadah pada masing-masing anggota
keluarga, rajin membaca buku keagamaan, bersosialisasi dengan lingkungan
luar, mengikuti kajian-kajian keagamaan, memberikan buku-buku kajian
Kemudian skripsi dari Mahtuhul Fuadi tahun 2008 dengan Judul Nikah
Beda Agama Perspektif Ulil Absor Abdalla. Hasil penelitian dari sekripsi ini:
Pertama Perkawinan menurut Islam adalah suatu perjanjian suci yang
kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal. Sedangkan tujuan
penelitian menurut Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah mawwadah
dan warrahmah. Pandangan hukum Islam (mayoritas ulama) mengenai nikah
beda agama antara pemeluk agama diharamkan, baik dari musyrikin maupun
ahli kitab. Hal ini sudah sejalan dengan ketentuan hukum Islam yang terurai
dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221 dan almumtahannah ayat 10. Hal ini
juga dikuatkan oleh MUI yang mengharamkan pernikahan beda agama di
Indonesia dengan alasan akan menimbulkan gelagat yang kurang baik dalam
tubuh Islam seperti pemurtadan, kebingungan dalam membagi warisan, dan
mengasuh anak.
Kedua Bahwa pandangan Ulil Abshar Abdalla mengenai nikah beda
agama tidak dapat dibenarkan karena:
1. Bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah serta undang-undang
perkawinan.
2. Alasan Ulil Abshar Abdalla dalam memperbolehkan nikah beda agama
didasarkan dari pengembangan berfikir dia, dan hal itu dapat merubah
syariat yang telah ditetapkan.
Dari skripsi Galuh Maharani yang berjudul Pernikahan Beda Agama
Membentuk Keluarga Sakinah) Melalui analisis pendapat Ahmad Nurcholish
tentang pernikahan beda agama dalam membentuk keluarga sakinah,
disimpulkan bahwa pernikahan semacam ini sangat rentan terhadap
permasalahan terlebih lagi menyangkut perbadaaan agama dibandingkan pada
pernikahan seagama meski keduanya juga tidak terhindarkan dari
permasalahan. Untuk itu, agar didalam pernikahan perlu suatu antisipasi agar
terhindar dari permasalahan yang akan muncul yakni dengan menanamkan rasa
kasih sayang, menghargai dan menghormati satu sama lain, rasa menerima,
ikhlas ditambah lagi dengan menerapkan prinsip toleransi. Karena jika semua
diterapkan, maka keluarga sakinah pun akan terbentuk.
Berdasarkan uraian di atas, pendapat Ahmad Nurcholish tersebut dapat
diaplikasikan dalam asas-asas bimbingan konseling keluarga dan dakwah
dalam membentuk keluarga sakinah yang meliputi asas kebahagiaan hidup di
dunia dan di akherat, asas sakinah, maddah, wa rahmah, asas komunikasi dan
musyawarah, asas sabar dan tawakal, serta asas manfaat (maslahat), dengan
jalan memperhatikan faktor-faktor di atas.
Selanjutnya skripsi dari Oktafiani tahun 2011 dengan judul:
Problematika Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Beda Agama (Studi
Kasus pada Masyarakat Ngentak RT 10 RW V Kelurahan Kutowinangun
Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2011). Hasil penelitian dari skripsi ini
Setelah dianalisis disimpulkan bahwa cara pengamalan ibadah anak yang
tinggal di lingkungan keluarga beda agama di Dukuh Ngentak adalah dengan
ibadah-ibadah umum lainnya sedangkan anak yang beragama non Islam mereka
menjalankan ibadah ke gereja setiap hari Minggu. Problem pengamalan ibadah
anak yang tinggal di lingkungan beda agama di Dukuh Ngentak antara lain
yaitu: Anak kurang mampu mendalami ajaran agama yang mereka yakini, anak
kurang menjiwai ketika beribadah di rumah, rendahnya semangat atau motivasi
beribadah anak. solusi yang di tempuh untuk mengatasi problem-problem
tersebut adalah: bersosialisasi dengan masyarakat luar, aktif mengikuti
kajian-kajian keagamaan, banyak membaca buku-buku keagamaan.
B.Persepsi Masyarakat
Memandang sesuatu yang tidak biasa membuat seseorang dalam
mendiskripsikan hal itu dengan variasi cerita yang berbeda pula. Misalkan: ada
seorang anak laki-laki SMA membawa buku di rumahnya temenya seorang
wanita, dengan niat mau mengerjakan PR bersama. Namun, yang semula
rencananya 4 orang yang dua tidak bisa datang, akhirnya yang mengerjakan
hanya 2 orang laki-laki dan perempuan. Dari contoh tersebut orang yang
melihat akan berpendapat satu dengan yang lain dalam mendiskripsikan apa
yang dilihat akan berbeda. Bisa jadi orang menganggap anak itu melakukan hal
yang tidak baik di dalam rumah (negatif), ada juga yang memandang anak
tersebut menegerjakan tugas karena saat itu membawa buku (positif) dan
lain-lain. Berkaitan dengan persepsi atau cara pandang seseorang, ada teori yang
berkaitan seperti:
Prasangka adalah masalah umum untuk seluruh umat manusia. Ketidak
dapat meningkatkan kebenciian ekstrim, bahkan dapat diikuti dengan tindakan
menyiksa dan membunuh.
Menurut Johnson (1986) dalam bukunya lilweri mengatakan, prasangka
adalah sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip kita tentang
anggota dari kelompok tertentu. Seperti halnya sikap, prasangka meliputi
keyakinan utnuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai
dengan peringkat nilai yang kita berikan.
Menurut Jones (1986) dalam bukunya lilweri prasangka adalah sikap
antipati yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak
fleksibel. Kesalahan itu mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada
orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap
negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan
kelompok sendiri. Prasangka merupakan sikap. Sikap terdiri dari tiga
komponen:
1. Komponen efektif atau emosional, mewakili dua jenis emosi yang berkaitan
dengan sikap. (misalnya, kegelisahan ringan, permusuhan langsunng).
2. Komponen kognitif, yang melibatkan keyakinan atau pikiran-pikiran yang
membentuk sikap.
3. Komponen perilaku, berkaitan dengan tindakan seseorang. Sikap biasanya
diikuti dengan perilaku (meskipun tidak selalu).
Menurut Jhonson (1986) dalam bukunya lilweri mengemukakan,
prasangka itu disebabkan oleh: Gambaran perbedaan antar kelompok,
minoritas, stereotip (salah satu bentuk utama prasangka yang menunjukkan
kategori) antaretnik, dan kelompok etnik atau ras yang merasa superior
sehingga menjadikan etnik atau ras lain inferior (Liliweri, 2005: 199-203).
Dalam masyarakat juga sering adanya perbedaan dalam memandang
situasi, baik lingkunganya, manusianya, tatanan rumahnya, masalah dalam
lingkunganya dan sebagainya.
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsikan rangsangan dari lingkungan kita, dan
proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti komunikasi,
sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan
penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2013: 179-180).
Secara bahasa persepsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
diartikan sebagai proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
indranya (Poerwardarminta, 2006: 880). Kata persepsi disini merupakan cara
pandang atau cara memandang masyarakat tentang kehidupan kemasyarakatan
pelaku nikah beda agama di Dusun Ngipik Desa Candi.
Secara istilah persepsi merupakan sebuah tanggapan atau proses
seseorang mengetahui beberapa hal panca indranya. Persepsi adalah sebuah
pemahaman yang langsung akan tetapi pemahaman itu hampir tidak dapat di
pengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan keadaan yang telah dilihat.
Secara terminologi, para cendekiawan menyampaikan dalam bahasa
1. Slameto (1991: 104) memberikan definisi tentang persepsi yaitu merupakan
proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak
manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan
dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu
indera penglihatan, pendengar, peraba, perasa dan pencium.
2. Walgito (1997: 53) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh pengindaraan. Pengindraan adalah merupakan suatu
proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Namun
proses tersebut tidak berhenti di situ saja. Pada umumnya stimulus tersebut
diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses
selanjutnya adalah proes persepsi.
Persepsi seseorang merupakan suatu proses yang aktif dimana yang
memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi ia juga
sebagai keseluruhan- dengan pengalaman-pengalamanya, motivasinya dan
sikap-sikap yang relevan terhadap stimulus tersebut (Sadli, 1977: 72).
Dari beberapa pandangan para cendekiawan tersebut dapat disimpulkan
bahwa persepsi merupakan hasil serapan dari pengembangan manusia terhadap
fenomena alam dan dirinya kemudian direfleksikan sebagai wujud dari
internalisasi dan artikulasi kejiwaan.
Dalam pergaulan sehari-hari, persepsi merupakan masalah penting,
sebab persepsi akan memberikan warna atau corak dalam sikap maupun
tindakan seseorang. Ada orang yang bersikap menerima atau menolak dalam
1. Syarat-syarat persepsi
Menurut Walgito (1997:54) menyatakan agar individu dapat
menyadari, dapat mengadakan persepsi, adanya beberapa syarat yang perlu
dipenuhi yaitu:
a. Adanya obyek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulusn (faktor luar) yang melalui alat
indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar atau langsung
mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari dalam, yang langsung
mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor.
b. Alat indera atau reseptor
Alat indera merupakan alat untuk menerima stimulus.
c. Adanya perhatian
Tanpa adanya perhatian tidak akan terjadi persepsi.
2. Faktor-faktor persepsi
Faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Rahmat (1994) bahwa
faktor yang mempengaruhi persepsi ada 3 (tiga) yaitu:
a. Perhatian adalah proses mental ketika stimulasi atau rangkaian stimuylasi
menjadi menonjol dalam kesadaran pada saatstimulasi lainya melemah.
b. Faktor-faktor fungsional meliputi kebutuhan, pengalaman masalah dan
hal-hal lain termasuk apa yang kita sebut faktor-faktor personal.
c. Faktor-faktor stuktural berasal semata-mata dari sifat stimulasi fisik dan
3. Proses persepsi
Menurut Hude (2006: 120) menyatakan bahwa persepsi merupakan
tindak lanjut dari sensasi. Tahap awal dalam penerimaan informasi adalah
sensasi. Jika alat-alat indera mengubah menjadi impuls-impuls syaraf
dengan bahasa yang dipahami oleh komputer otak maka terjadilah proses
sensasi.
Persepsi membantu manusia bertindak dan membantu dunia
sekelilingnya, karena persepsi adalah mata rantai terakhir dalam suatu
rangkaian peristiwa yang saling terkait. Mata rantai itu dimulai dari objek
eksternalyang ditangkap oleh organ-organ indera, selanjutnya dikirim dan
diproses didalam otak untuk mendapatkan kopian arsip yang telah
tersimpan. Hasilnya adalah persepsi terhadap objek eksternal tadi. Namun,
hasil persepsi mengandung dua kemungkinan: bisa benar dan salah.
Persepsi dianggap benar jika ada kesesuaian antara yang dipahami
(dipersepsikan) dengan stimulus atau objek sebenarnya, dan persepsi salah
apabila tidak ada sinkronitas antara keduanya.
Beberapa definisi dari persepsi: Brian fellow: Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis
informasi. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Badaken: persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling
Joseph A. Devito: Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita (Mulyana,
2013: 180).
Dari beberapa pendapat tentang persepsi diatas dapat disimpulkan
bahwa persepsi adalah usaha seseorang dalam menafsirkan,
menggolongkan dari stimulus yang ada di sekeliling atau lingkungan kita
karena faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam merespon
stimulus atau penglihatan yang sangat dominan. Persepsi dalam penelitian
ini adalah masyarakat yang ada di Dusun Ngipik yang dipilih peneliti
dalam membantu mengumpulkan informasi dan data yang peneliti
butuhkan.
Dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan bahwa masyarakat
adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama (Depdiknas, 2007: 721).
Dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat adalah orang yang
tinggal menetap di Dusun Ngipik yang menjadi objek penelitian dalam
memberikan informasi serta menjadi responden dalam wawancara
mengenai judul penelitian yaitu persepsi masyarakat tentang kehidupan
sosial kemasyarakatan pelaku nikah beda agama.
Menurut Sugihen, (1997:139) mengatakan bahwa, Bila kita amati
orang-orang di dalam masyarakat dengan cermat sering sekali kita melihat
bahwa orang-orang tersebut berbeda antara seorang dengan yang lain
perbedaan tersebut. Dari gaya hidup, cara berpakaian dan lain-lain. Tapi
kita lihat di pedesaan, pasar di pedesaan rata-rata mempunyai karakteristik
yang hampir sama.
Bicara tentang masyarakat seperti di atas banyak terdapat
perbedaan, perbedaan tersebut merupakan suatu dasar untuk membuat
kerangka strtifikasi sosial (pelapisan atau strata sosial) pelapisan itu bisa
disebut dengan status, status biasanya cenderung merujuk pada kondisi
ekonomi dan sosial seseorang dalam kaitanya dengan jabatan dan peranan
yang dimemiliki orang bersangkutan di dalam masyarakat di mana ia
menjadi anggota atau partisipan, seperti yang penulis golongkan sesuai
setatus sosial di Dusun Ngipik yang terbagi dalam tiga lapisan dilihat dari
strata sosial yaitu sebagai berikut:
a. Lapisan Atas
Tergolong dalam lapisan pertama di Dusun Ngipik ini yang
menjadi informan yaitu:
Kepala Dusun, Ketua RT 03 dan Ketua RT 04, Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama.
b. Lapisan Tengah
Yaitu: Seorang pendidik yaitu seorang guru dalam lembaga
formal maupun guru dalam madrasah.
c. Lapisan Bawah
Tergolong dalam lapisan bawah adalah masyarakat umum Dusun
terdapat individu-individu yang saling pengaruh-mempengaruhi, dalam
saling pengaruh ini masyarakat meliputi sejumlah manusia yang hidup
berkelompok-kelompok atau begolongan-golongan yang dengan
sendirinya satu sama lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Ini terjadi baik antara perorangan, antara golongan dengan golongan lain
atau antara golongan lain dengan perorangan. Dengan demikian jelas
kiranya bahwa sejumlah besar manusia yang hidup terlepas-lepas, tidak
berhubungan dan tidak pengaruh-mempengaruhi satu sama lain tidak
dapat dipandang sebagai suatu masyarakat. Sebaliknya meskipun
jumlahnya tidak seberapa banyak, tetapi satu sama lainya saling
berhubungan dan saling mempengaruhi, maka kelompok itu memenuhi
syarat untuk disebut suatu masyarakat.
Orang inggris menyebut masyarakat dengan society. Masyarakat atau sosiety adalah a relatively independent or self sufficient population characterized by internal organization, territoriality, culture disStinctiveness, and sexual recruitment (David 1 Shill, international encyclopaedia of the social sciencies, populasi yang cukup relatif independen atau mandiri ditandai dengan internal organisasi, teritorial,
budaya kekhasan, dan perekrutan seksual (David 1 Shill, ensiklopedi
internasional sciencies sosial. Masyarakat atau socity berarti civilized community, komunitas yang beradab, atau masyarakat madani, atau dalam bahasa the encyclopaedia of religion disebut dengan istilah median
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat yaitu suatu
keinginan/dorongan individu atau kelompok didalam suatu perkumpulan,
golongan, komunitas atau masyarakat yang menimbulkan suatu argumen dalam
dirinya, karena pengaruh stimulus-stimulus yang ditangkap oleh panca indera,
pendengaran, dan gerak.
Dalam penelitian ini yang dimaksud persepsi masyarakat adalah orang
yang memandang pelaku nikah beda agama tentang pendidikan agama Islam di
Dusun Ngipik, Desa Candi, kecataman Bandungan, Kabupaten Semarang.
C. keluarga Beda Agama
Keluarga adalah suatu institusi yang terbentuk karena ikatan pernikahan
antara sepasang suami istri untukl hidup beesama, seia sekata, seiring dan
setujuan, dalam membina maghligai rumah tangga untuk mencapai keluarga
sakina dalam lindungan dari ridha Allah (Djamarah, 2004: 28).
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yanhg dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan dia melalui upacara, penyembahan dan
permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan
ajaran agama itu (Ali, 1997: 36). Dari uraian tesebut dapat disimpulkan bahwa
keluarga beda agama adalah keluaraga yang terbentuk dari ikatan pernikahan
antara sepasang suami istri yang berbeda agama atau keyakinan.
Pada umumnya, para penganut Islam, ulama, dan yang lainya dalam
memperbincangkan persoalan halal dan haramnya pernikahan antar agama
berpegang pada ayat al-Quran seperti yang di kutip di bawah ini:
dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. Secara etimologi, Nikah mempunyai arti mengumpulkan,
mengabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam memaknai
hakikat nikah, ada ulama’ yang menyatakan bahwa pengertian hakiki dari
nikah adalah bersenggama (wath’i), sedang pengertia nikah sebagai akad
merupakan pengertian yang bersifat majazy. Sementara imam syafi’i berpendapat bahwa pengertian hakiki dari nikah adalah akad, sedang
pengertian nikah dalam arti bersenggama (wath’i) merupakan pengertian yang
bersifat majazy.
Secara terminologi, nikah didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.
Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh
karena itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan
pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang diakibatkan
oleh perbuatan terlarang dapat terhindari. Allah Swt. Berfirman:
ِكْناَف ٰىَماَتَيْلا يِف اوُطِسْقُت َّلََأ ْمُتْف ِخ ْنِإ َو
ْنِإَف ۖ َعاَبُر َو َث َلَُث َو ٰىَنْثَم ِءاَسِِّنلا َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُح
اوُلوُعَت َّلََأ ٰىَنْدَأ َكِلَٰذ ۚ ْمُكُناَمْيَأ ْتَكَلَم اَم ْوَأ ًةَد ِحا َوَف اوُلِدْعَت َّلََأ ْمُتْف ِخ
atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
Berlaku adil merupakan sebuah keharusan yang telah dianjurkan oleh
Islam, berlaku adil dalam hal apapun misalkan: memberi, mengasihi itu tidak
hanya dalam kehidupan didalam keluarga namun juga kepada siapa saja yang
ada di dimuka bumi ini. Dalam pernikahan cenderung berlaku adil dalam
keluarga atau Anak, Istri dan lainya.
Pernikahan antar agama adalah Perkawinan antara dua orang yang
berbeda agama dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang
dianutnya. Namun demikian, oleh karena UU perkawinan tidak mengatur
tentang perkawinan antar agama, maka kenyataan yang sering terjadi dalam
masyarakat apabila ada dua orang yang berbeda agama akan melakukan sering
mengalami hambatan. Hal ini disebabkan antara lain: karena para pejabat
pelaksana perkawinan dan pemimpin agama/ulama manganggap bahwa
perkawinan yang demikian dilarang oleh Agama dan karenanya bertentangan
dengan UU perkawinan yaitu pasal 1 UU perkawinan ditetapkan bahwa
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
Menurut Al-jahrani (1996: 5) menyatakan bahwa Perkawnian adalah
ikatan antara seorang laki-laki dan wali seorang wanita atau yang mewakili
mereka. Dan dibolehkan bagi laki-laki dan wanita bersenang-senang sesuai
dengan jalan yang telah disyari’atkan. Tujuan perkawinan adalah mewujudkan
kesatuan kemasyarakatan (rumah tangga) yang didasari cinta, kasih sayang,
kerjasama dan kemuliaan akhlak.
Hukum suatu pernikahan adalah mubah, namun bisa berubah menjadi
sunnah, wajib, makruh dan haram. Perincianya sebagaimana di bawah ini.
1. Wajib hukumnya menurut Jumhur Ulama bagi orang yang mampu untuk
menikah dan kuatir akan perbuatan zina, alasanya, dia wajib menjaga
dirinya agar terhindar dari perbuatan haram.
2. Haram hukumnya bagi orang yang yakin akan menzalimi dan membawa
mudarat kepada istrinya karena ketidakmampuan dalam memberikan nafkah
lahir dan batin.
3. Sunnah hukumnya menurut Jumhur Ulama bagi yang apabila tidak
menikah, sanggup menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan haram
dan, apabila ia menikah, ia yakin tidak akan menzalimi dan membawa
mudarat kepada istrinya (Ni’am, 2005: 3-5).
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Hakikat pernikahan adalah
bersatunya hidup antara laki-laki dan perempuan (yang saling mencintai) untuk
membentuk hidup bersama dan memiliki tujuan yang sama yaitu menemukan
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI
VII, pada 19-22 Jumadhil akhir 1426 H./ 26-29 Juli 2005 M., setelah
Menimbang:
1. Bahwa belakangan ini disinyalir banyak terjadi perkawinan beda agama;
2. Bahwa perkawinan beda agama ini bukan saja mengundang perdebatan di
antara sesama umat islam, akan tetapi juga mengundang keresahan di
tengah-tengah masyarakat;
3. Bahwa di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang
membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi manusia dan
kemaslahatan;
4. Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman kehidupan
berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang
perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman.
Pernikahan beda agama merupakan pasangan antara pria dan wanita
dengan latar belakang agama yang berbeda antara suami dengan istri. Sebagai
contoh kasus yang ada di Dusun Ngipik seorang laki-laki yang beragama
(katolik) menikahi perempuan yang beragama (Islam). Tentunya
memungkinkan aturan yang berbeda pula, khusunya dalam berkeluarga dan
memungkinkan dampak negatif pada lingkungan yang mayoritas
masyarakanya beragama Islam seperti obyek penelitian ini. Dari situlah MUI
melarang pernikahan beda agama yang memungkinkan adanya perselisihan
D.Pendidikan Agama pada Keluarga Nikah Beda Agama
Dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) disebutkan: pendidikan agama
merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sesuai agama yang dianutnya oleh peserta didik yang
bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional (Saridjo, 1996: 62).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama adalah usaha untuk
memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
agama yang dianutnya. Adapun tujuan pendidikan agama dalam segala tingkat
pengajaran umum adalah sebagai berikut:
1. Menanamkan rasa cinta dan taat kepada Allah dalam hati kanak-kanak yaitu
meningatkan hikmah Allah yang tidak terhitung banyaknya.
2. Menanamkan itikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam dada
kanak-kanak.
3. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya mengikuti suruhan Allah dan
meningglakan larangan-Nya, baik terhadap Allah maupun masyarakat, yaitu
degan mengisi hati mereka , supaya takut kepada Allah dan ingin pahalanya,
4. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya membiasakan akhlak yang
mulia dan kebiasaan yang baik.mengajar pelajar-pelajar, supaya mengetahui
macam-macam ibadat yang wajib dikerjakan dan cara melakukanya serta
dunia maupun di akhirat.begitu juga mengajarkan hukum-hukum yang
diketahui oleh tiap-tiap orang Islam, serta taat mengikutnya.
5. Memberi petunjuk mereka untuk hidup di dunia dan menuju akhirat.
6. Memberikan contoh dan meniru teladan yang baik, serta pengajaran dan
nasihat-nasihat yang baik.
7. Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik, yang
berbudi luhur dan berakhlak mulia serta berpegang teguh pada ajaran
agama.
Pendeknya tujuan pendidikan agama yaitu mendidik seseorang supaya
menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal sholih, dan berakhlak mulia,
sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di
atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa bahkan
semua umat manusia (Yunus, 1965: 7).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama adalah untuk membentuk
manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, melaksanakan
ajaran-Nya dan menjauhi segala laranga-ajaran-Nya.
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran agama Islam,
yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik yang nantinya setelah
selesai dalam pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengenalkan
ajaran-ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan dan amalan hidupnya.
Adapun materi pendidikan Islam mencakup lima hal yaitu:
1. Ketauhidan, artinya anak-anak harus didampingi agar bertuhan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Materi ini mencangkup semua nikmat, menyakini
hari pembalasan, dan melarang keras syirik. Materi ini sebenarnya
merupakan harapan utama dalam pendidikan yang mendasari pendidikan
lainya.
2. Pendidikan akhlak, maksudnya anak-anak itu dilatih agar memiliki akhlak
terpuji. Materi ini mencakup: akhlak kepada Tuhan, orangtua,dan
masyarakat. hal ini nanti akan mendasari akhlak anak kepada gurunya.
3. Pendididkan sholat, artinya anak-anak harus dilatih dan dibiasakan
mengeerjakan sholat sebagai salah satu tanda kepatuhan kepada Allah.
Pendidikan sholat itu kelak akan menjadi dasar bagi anak-anak shalih, dan
apabila shalatnya baik, maka amal-amal yang lainya akan baik dan
sebagainya.
4. Pendidikan amar ma’ruf nahi mungkar, artinya harus dibimbing utnuk
memiliki sifat konstruktif bagi perbaikan kehidupan masyarakat. hal ini
tidak akan dapat dilakukan bila materi pertama dan ketiga belum dimiliki.
5. Pendidikan ketabahan dan kesabaran, artinya harus ulet dan sabar, dua sifat
yang memang tidak bisa dipisahkan. Sifat kontruktif pada butir ke empat
tidak selalu mudah untuk memerlukan keuletan dan kesabaran. Dalam
mencapai cita-cita tidak selalu mudah, dan seringkali adanya keruwetan
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan
utama. Disebut sebagai lingkungan atau lembaga pendidikan pertama karena
sebelum manusia mengenal lembaga pendidikan yang lainya, pendidikan inilah
yang pertama ada. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir
bahkan sejak dalam kandungan pertamakali adalah dalam keluarga.
Antara keluarga dan pendidikan yaitu dua istilah yang tidak bisa
dipisahkan, karena dimana ada keluarga disitu ada pendidikan. Dimana ada
orang tua disitu ada anak merupakan suatu kemestian didalam keluarga. Ketika
ada yang mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama ada anak yang
menghajatkan pendidikan dari orang tua. Dari sini muncullah istilah
“pendidikan keluarga”, artinya pendidikan yang berlangsung dalam keluarga
yang dilaksanakan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawab dalam
mendidik anak dalam keluarga (Djamarah, 2004: 2).
Di dalam masyarakat terdapat berbagai karakter yang dimiliki setiap
indivu berbeda satu sama lain, yang memungkinkan adanya pro-kontra dalam
sebuah pandangan, keinginan dan sebagainya. Dalam kehidupan bermasyarakat
banyak sekali permasalahan baik individu, keluarga dan lingkuganya. Orang
yang baik dan buruk biasanya di lihat dari kacamata perilaku dari keseharianya
entah itu dari pribadinya, keluarganya, dan kemasyarakatanya.
Keluarga merupakan lingkungan pendidik tertua yang bersifat informal
dan kodrati. Lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak manusia
itu ada.tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak,
hakekatnya tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Kecuali itu kalaupun
anaknya dimasukkan ke lembaga sekolah misalnya, tugas dan tanggung jawab
mendidik yang berada ditangan orangtuanya tetap melekat padanya.
Pendidikan diluar keluarga adalah sebagai bantuan saja (Nur Ahid, 2010: vi)
Dari urain di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan keluarga
adalah satu-satunya lembaga yang ada sejak manusia ada. Keluarga berperan
penting sebagai lembaga pendidikan yang menjadi tanggung jawab terhadap