• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Pendahuluan

Ledakan pertumbuhan dari penggunaan internet di seluruh dunia diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan manfaat positif yang ditawarkan oleh internet dalam pendidikan, pekerjaan, bahkan dalam kehidupan sehari-hari (Mythily dkk., 2008), namun di sisi lain akan diikuti meningkatnya kewaspadaan terhadap efek negatif internet bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak (Ybarra dkk., 2006).

Penelitian tahun 1999 mengungkapkan bahwa anak-anak usia dua sampai dengan 17 tahun biasa menghabiskan rata-rata 1 jam 37 menit tiap harinya di depan komputer dan/atau bermain video game (Suler, 1999), lebih lama 24 menit dibandingkan pada tahun 1998 (Stanger, 1998).

2.2 Pengertian Kecanduan Internet

Widyanto dan Griffiths (2006) menyajikan definisi paling umum yaitu suatu kecanduan teknologi, yang didefinisikan sebagai kecanduan non-kimia atau perilaku yang melibatkan suatu interaksi antara manusia dan mesin. Kecanduan ini dapat menjadi suatu hubungan yang pasif, seperti menonton televisi, atau hubungan aktif, seperti bermain permainan dalam komputer (Kim dan Kim, 2002; Ko dkk., 2008).

Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan perilaku kecanduan internet adalah pola penggunaan internet yang maladaptif, yang menghasilkan perusakan secara klinis yang terwujudkan dalam tiga bulan atau lebih kriteria Internet addiction disorder, yang terjadi kapan pun selama 12 bulan yang sama (Goldberg, 1996). Orzack mendefinisikan gangguan perilaku kecanduan internet sebagai kelainan yang muncul pada orang-orang yang merasa bahwa dunia maya (virtual reality) pada layar komputernya lebih menarik daripada dunia kenyataan hidupnya sehari-hari (Orzack dan Orzack, 1999).

David Greenfield menjelaskan mengapa internet memiliki daya menghipnotis. Internet sangatlah menarik karena memuat warna, gerakan, suara, ketidakterbatasan informasi, dan kesegaraan respon. Sifat interaktif internet juga menambah daya tarik internet (Greenfield, 1999).

Dibanding televisi yang juga memiliki efek mencandu, internet memiliki kelebihan karena sifat tidak terbatasnya waktu akses, interaktif, menantang, dan sangat variatif (Connor dkk., 2000). Lebih jauh, Michael Connor juga menyebutkan dua hal yang membuat internet menarik dan sekaligus bermasalah, yakni membuat orang merasa nyaman dan tidak menyadari adanya masalah. Orang dapat bepergian ke mana saja, melihat apa saja, menemukan apa saja, berbuat apa saja, dan menjadi siapa pun yang ia kehendaki (Connor dkk., 2000). Dalam masyarakat virtual, orang kehilangan akuntabilitas, pengawasan, dan konsekuensi sosial (Koc, 2011).

2.3 Patofisiologi Kecanduan Internet

Ketertarikan seseorang terhadap internet banyak bergantung kepada kepentingan, minat, dan kepribadian setiap individu (Chakrabourty dkk., 2010). Orang dapat memperoleh informasi mengenai apa saja sesuai dengan bidang minat dan perhatiannya (Ko dkk., 2009). Meskipun demikian, ada tiga hal utama yang menjadi pintu masuk keterlibatan seseorang dalam kecanduan internet, yakni pornografi, permainan daring, dan jejaring sosial (Christakis, 2010).

a.) Pornografi

Data memperlihatkan bahwa lebih dari 60% penderita yang mencari terapi untuk masalah kecanduan internet menyatakan dirinya terlibat pada pornografi atau membicaraan seksual di media daring yang eksplisit (Brenner, 1997). Laurie Hall menyebutkan bahwa dalam pandangan pecandu, pornografi tidak berdampak pada tubuh, kepribadian, maupun hidup pernikahan seseorang (Widyanto dkk., 2010; Akin dan Iskender, 2011). Pecandu pornografi internet yakin bahwa pornografi tidak merugikan diri maupun orang lain, keyakinan yang salah ini membuat pecandu tidak rela melepaskan diri dari objek kesenangan mereka.

b.) Permainan daring (Game online)

Permainan daring telah menjerat banyak orang, khususnya anak-anak muda (Bushman dan Huesmann, 2006). Daya tarik permainan daring adalah bahwa ada permainan jenis tertentu yang bila dimainkan, masih akan terus berlangsung, bahkan ketika seorang pemain sedang luring (offline) (Ng dan Wiemer-Hastings, 2005).

Pemain tidak hanya berusaha untuk naik ke jenjang permainan yang lebih tinggi, ia pun harus mengatasi lawan yang bisa berasal dari berbagai belahan dunia. Pemain permainan daring umumnya sulit meninggalkan komputer karena harus selalu bertahan dan menang, misalnya pada permainan Mafia Wars, Vampire Wars, Dragon Wars yang terdapat di Facebook. Permainan daring yang populer di Indonesia antara lain Ragnarok, GetampedR, Seal Online, RF Online, dan DotA yang bertambah populer dengan adanya perlombaan-perlombaan (Brian dkk., 2005).

c.) Jejaring Sosial Internet

Program internet yang bersifat netral namun sering menjerat adalah jejaring sosial di internet (Fu dkk., 2010), sekitar 62,5 % pengguna aktif internet di seluruh dunia yang berusia 16 hingga 54 tahun memiliki profil diri mereka di jejaring sosial internet (Griffiths, 1996).

Facebook menduduki peringkat kedua situs yang paling banyak diakses di seluruh dunia setelah Google, namun di Indonesia, Facebook menduduki peringkat pertama mengalahkan Google.co.id. Facebook yang diperkenalkan oleh Mark Zuckerberg pada tahun 2004 terus bertambah penggunanya hingga sekitar lima juta orang per minggu (Cau dan Su, 2006; Chou dkk., 2005).

2.4 Neurofisiologi Kecanduan Internet

Kontrol kognitif menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengontrol kehendak dirinya, kebiasaan, perilaku bahkan pola pikirnya (Cools dan D’Esposito, 2011). Penurunan kontrol kognitif seringkali dianggap sebagai komponen utama

terjadinya impulsivitas, namun dalam penelitian neurofisiologi dilaporkan bahwa mekanisme kontrol menyebabkan terjadinya fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif adalah suatu sistem kontrol yang memungkinkan kita untuk mengatur perilaku yang direncanakan, bertujuan, fleksibel dan efektif (Shallice dan Burges, 1996; Jurado dan Roselli, 2007; Anderson dkk., 2008). Fungsi-fungsi ini sangat berhubungan dengan bagian korteks prefrontal otak, khususnya di bagian dorsolateral korteks prefrontal (Alvarez dan Emory, 2006; Bari dan Robbins, 2013; Yuan dan Raz, 2014).

Korteks prefrontal berhubungan dengan ganglia basalis (Hoshi, 2013) melalui lengkung fronto-striatal. Lengkung fronto-striatal mencakup lengkung yang lebih bersifat kognitif, terutama menghubungkan nukleus kaudatus dan putamen dengan bagian dorsolateral dari korteks prefrontal (melalui thalamus) dan lengkung limbik yang menghubungkan struktur limbik seperti amigdala dan struktur yang terkait dengan aspek motivasi perilaku seperti nukleus accumbens dengan orbitofrontal dan bagian ventromedial daerah otak prefrontal (Alexander dan Crutcher, 1990). Bagian-bagian otak tersebut selain secara krusial terlibat dalam fungsi eksekutif dan kognitif, juga berkorelasi dengan perilaku adiktif.

Penelitian tentang permainan dadu pada perilaku judi patologis berhubungan dengan integritas prefrontal (Labudda dkk., 2008) dan fungsi eksekutif (Brand dkk., 2006), serupa dengan hasil penelitian tersebut, maka pasien-pasien yang mengalami kecanduan internet akan mengalami penurunan kontrol prefrontal dan fungsi eksekutif lainnya.

2.5 Tipe Kecanduan Internet

Sebuah jurnal berjudul “Exploring Internet Addiction: demographic characteristics and stereotypes of heavy internet users”, Soule menyebutkan lima tipe dari kecanduan internet (Soule dkk., 2003):

1. Cybersexual addiction yaitu kecanduan terhadap chat room atau ruang mengobrol khusus untuk dewasa atau cyberporn (situs porno). Individu yang mengalami kecanduan cybersex atau pornografi melalui internet ditandai dengan ketergantungan melihat, mengunduh dan`berlangganan pornografi secara daring atau individu dewasa yang terlibat dalam chat-rooms dengan fantasi seks dewasa. 2. Cyberrelationship addiction yaitu kecanduan terhadap suatu hubungan pertemanan yang ditawarkan di chat-rooms ataupun di jaringan pertemanan (Young, 1996). Individu yang mengalami kecanduan terhadap chat rooms, atau situs hubungan pertemanan yang menimbulkan ketergantungan yang berlebihan terhadap hubungan secara daring. Teman daring menjadi lebih penting bagi individu dalam kehidupannya nyatanya termasuk keluarga dan teman-teman lain (Li dan Chung, 2006), hal ini akan menimbulkan ketidakharmonisan rumah tangga dan gangguan dalam perkawinan (Yellowless dan Marks, 2007).

3. Net compulsion yaitu kecanduan terhadap perjudian, transaksi perdagangan atau jualbeli yang ditawarkan. Kecanduan pada permainan daring, perjudian daring, dan berbelanja secara daring yang berlangsung dengan cepat dapat menimbulkan masalah mental baru pada jaman internet (Young, 1996). Melalui akses cepat ke

casino virtual, permainan interaktif, dan eBay (situs jual beli daring) para pecandu kehilangan sejumlah uang dan terkadang menyebabkan gangguan pada pekerjaannya atau hubungan dengan orang terdekat (Young, 1999).

4. Information overload yaitu jenis kecanduan terhadap suatu situs untuk memperoleh informasi. Data yang tersedia pada World Wide Web dapat menimbulkan perilaku kompulsif yang menuju pada ketergantungan melakukan

web surfing dan pencarian sejumlah data (Young, 1999). Individu menghabiskan sejumlah waktu untuk mencari dan mengumpulkan data dari situs dan mengatur informasi tersebut. Kecenderungan obsessive compulsive dan penurunan produktivitas kerja umumnya dihubungkan dengan perilaku ini (Ray dan Jat, 2010).

5. Computer addiction yaitu jenis kecanduan terhadap berbagai permainan di internet juga kecanduan untuk memrogram computer (Young, 2004). Pada tahun 1980-an, permainan di komputer seperti Solitaire dan Minesweeper diprogram untuk setiap komputer dan penelitian menunjukkan bahwa bermain permainan komputer yang terus menerus menimbulkan masalah dalam lingkungan organisasi karena pekerja menghabiskan sebagian hari kerjanya untuk bermain dibandingkan bekerja. Permainan ini tidak melibatkan interaksi dan permainan tidak dilakukan secara daring(Subrahmanyam dkk., 2000).

2.6 Gejala Kecanduan Internet

Penelitian terdahulu (Beard dan Wolf, 2001; Goldberg, 1995; Neumann, 1998; Soule dkk., 2003; Stanton, 2002; Young, 1998) telah mengidentifikasi gejala-gejala kecanduan internet dan mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu tingkah laku, fisik dan mental, serta efek sosial. Gejala-gejala dari kecanduan internet ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Gejala Kecanduan Internet

Kelompok Gejala

Perilaku - Toleran: kebutuhan untuk makin meningkatkan jumlah waktu untuk

daring.

- Waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet menjadi lebih lama daripada waktu yang sesungguhnya diperlukan.

- Merasakan bahwa hal yang paling mengasikkan adalah menghabiskan waktu dengan mengakses internet atau segala hal yang berhubungan dengan internet.

- Berbohong tentang level dan lamanya menggunakan internet. - Memakai internet sebagai pelarian dari masalah.

Fisik dan mental - Withdrawal syndrome: pengurangan aktivitas dengan internet akan menyebabkan kecemasan, bermimpi tentang internet bahkan selalu berpikir tentang menggunakan internet.

- Adanya suatu keinginan dan hasrat yang besar untuk menghentikan dan mengontrol penggunaan internet.

- Peningkatan tekanan darah, stress kardiovaskuler, gangguan daya ingat, kurang konsentrasi, sakit kepala, gangguan saluran cerna, nyeri pada otot, dan gangguan penglihatan.

- Letargi, kurang tidur, panik, mudah marah, tidak mampu mengontrol emosi.

Sosial - Hubungan sosial, waktu rekreasi sangat berkurang bahkan nyaris tidak ada

disebabkan banyak waktu dihabiskan di depan komputer intik mengakses internet.

- Meningkatnya tekanan dan persaingan di tempat kerja, namun produktivitas menurun.

- Meningkatnya waktu kerja dan berkurangnya waktu menikmati hidup. sumber: dimodifikasi dari Li dan Chung, 2006

Golberg (1996) menyatakan bahwa kriteria diagnostik untuk individu yang mengalami gangguan perilaku kecanduan internet adalah sebagai berikut: 1). Toleransi, didefinisikan oleh salah satu dari hal-hal berikut: a). Demi mencapai kepuasan, jumlah waktu penggunaan internet meningkat secara mencolok. b).

Kepuasan yang diperoleh dari penggunaan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti yang sebelumnya, maka pemakai secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi. 2). Penarikan diri (withdrawal) yang khas. 3). Internet sering digunakan lebih lama atau lebih sering dari yang direncanakan. 4). Terdapat keinginan yang tidak mau hilang atau usaha yang gagal dalam mengendalikan penggunaan internet. 5). Menggunakan banyak waktu dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan internet. 6). Kegiatan-kegiatan yang penting dari bidang sosial, pekerjaan atau rekresional dihentikan karena pengunaan internet. 7). Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet.

2.7 Menegakkan Diagnosis Kecanduan Internet

Terdapat banyak alat ukur yang berbeda-beda untuk mendiagnosis masalah kecanduan internet, namun hanya beberapa alat ukur yang sesuai standard (Beard, 2005; Patriarca dkk., 2009).

Goldberg adalah peneliti pertama yang fokus pada tingkat kecanduan dan potensi ketergantungan terhadap penggunaan internet (Goldberg, 1995). Goldberg menciptakan suatu rating scale, IAD (Internet Addictive Disorder) dengan 7 kriteria diagnostik, yang sebagian besar diadaptasi dari DSM IV tahun 1994. Brenner

membuat suatu skala ketergantungan internet IRABI (Internet Related Addictive Behavior Inventory) dengan menggunakan 32 pertanyaan “benar-salah” tentang penggunaan internet dengan tujuan untuk melakukan survey terhadap pengguna internet diberbagai belahan dunia (Brenner, 1997). Morahan-Martin dan Schumacher memperkenalkan skala PIU (Pathological Internet Use) berisi 13 pertanyaan yang secara garis besar serupa dengan kriteria DSM IV (Morahan-Martin dan Schumacher, 2000). Kimberly Young memperkenalkan suatu alat ukur (Young Diagnostic Questionnaire) untuk pengguna internet berisi 8 item (Young, 1998) kemudian disempurnakan menjadi Internet Addiction Test (IAT) yang berisi 20 item. (Young, 1998).

2.8 Instrumen Internet Addiction Test (IAT)

Instrumen Internet addiction test (IAT) merupakan tes yang terdiri dari 20 item yang bertujuan untuk mengukur tingkatan berat ringannya penggunaan internet yang kompulsif (Ngai, 2007). Kuesioner tersebut akan mengukur ciri-ciri dan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian internet yang kompulsif yang mencakup derajat kompulsifnya, perilaku pelarian diri, dan ketergantungan (Young, 2009).

Dari 20 pertanyaan tersebut, terdapat beberapa aspek yang dinilai, yaitu 1. Pertanyaan nomer 10, 12, 13, 15 dan 19.

Skor yang tinggi pada pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa responden cenderung menikmati waktu yang digunakan untuk internet, menyembunyikan perilakunya tersebut dari orang lain, dan dapat menunjukkan adanya kehilangan

minat terhadap hal-hal lain dan/atau kehilangan minat untuk berhubungan sosial dan lebih memilih menyendiri. Skor yang tinggi juga menunjukkan bahwa responden menggunakan internet sebagai bentuk pelarian mental untuk menyampaikan pikirannya dan dapat merasa bahwa hidup tanpa internet akan terasa bosan, kosong dan tidak menyenangkan.

2. Pertanyaan nomer 1,2,14, 18 dan 20.

Skor yang tinggi mengindikasikan adanya perilaku berinternet yang berlebihan dan kompulsif, dan secara intermiten tidak dapat mengendalikan waktu berinternet yang ia sembunyikan dari orang lain. Selain itu juga mengindikasikan bahwa responden sangat cenderung mengalami depresi, panik atau marah apabila dipaksa untuk tidak berinternet selama periode waktu yang agak lama.

3. Pertanyaan nomer 6, 8 ,dan 9

Berhubungan dengan pengabaian pekerjaan sehari-hari, mengindikasikan bahwa responden melihat internet sebagai alat yang penting yang mirip seperti televisi,

microwave, atau telepon. Kinerja dan produktifitas di kantor atau sekolah cenderung mengalami penurunan akibat dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk berinternet dan responden mungin menjadi bersifat defensif atau sembunyi-sembunyi mengenai waktu yang ia habiskan untuk berinternet.

4. Pertanyaan nomer 7 dan 11

Skor yang tinggi pada pertanyaan ini mengindikasikan bahwa responden cenderung berpikir untuk berinternet apabila ia sedang tidak di depan computer

dan merasa terdorong/berkeinginan untuk menggunakan internet apabila ia sedang luring (offline).

5. Pertanyaan nomer 5, 16 dan 17.

Skor yang tinggi berhubungan dengan kurangnya pengendalian diri mengindikasikan bahwa responden mempunyai kesulitan dalam mengatur waktunya dalam berinternet, seringkali berinternet lebih lama dari yang ia rencanakan sebelumnya, dan orang lain mungkin mengeluhkan mengenai perilakunya yang menghabiskan banyak waktu untuk internet.

6. Pertanyaan nomer 3 dan 4.

Mengindikasikan bahwa responden menggunakan hubungan saat berinternet (online relationships) untuk mengatasi masalah-masalah situasional dan/atau untuk menurunkan tekanan mental dan stress. Skor yang tinggi juga mengindikasikan bahwa responden seringkali membangun hubungan baru dengan sesama pengguna internet, dan menggunakan untuk menghasilkan sebuah hubungan sosial yang mungkin tidak ia alami dalam kehidupannya.

Dokumen terkait