• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kelambatan Kerja

Definisi kelambatan berasal dari kata lambat yaitu perlahan-lahan (geraknya, jalannya, dsb), tidak tepat pada waktunya, tidak optimal dalam melakukan sesuatu. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Sedangkan definisi kerja adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan.

Pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM ). http://definisi.net/story.php?title=kerja

2.1.2. Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial, terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film, dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat.

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman hitam putih (Kasali, 1992:99).

2.1.3. Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur, seperti halnya

kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik, dan kartun animasi

adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.

Karikatur (latin: carricare) sebenarnya memiliki arti sebagai gambar

wajah yang didistorsikan, diplesetkan, atau dipelototkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memletotkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa, Inggris dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu.

Di Indonesia, konon karikatur mulai berkembang sejak negeri ini dibawah penjajahan Belanda. Yaitu pengaruh dari gambar karikatur yang secara berkala dimuat di surat kabar berbahasa Belanda, misalnya “de locomotif” yang beredar di Indonesia pada saat itu.

Karikaktur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, cara melukis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual dari sudut ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum. (Sobur, 2006:140).

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik. (Sobur, 2006:140)

2.1.4. Karikatur dalam Surat kabar

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada komunikan, pada dasarnya pikiran bisa serupa gagasan atau ide, opini, informasi dan lain sebagainya, dimana gagasan, opini dan informasi tersebut muncul dari pemikiran seseorang itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan,

kepastian, kekhawatiran, kemarahan, kepuasan, keberanian dimana hal-hal tersebut bisa muncul dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang memberi penjelasan tentang komunikasi massa secara umum, komunikasi massa diartikan penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media massa adalah komunikasi yang pesannya

ditujukan oleh sejumlah besar orang anonym, heterogen dan tersebar luas

melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak serta tidak mengenal batas geografis kultural. Dengan kata lain komunikasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada sejumlah orang melalui melaui media massa. Media dalam disipilin bahasa komunikasi adalah sebuah alat untuk menyampaikan pesan untuk berkomunikasi. Dalam konteks masyarakat modern, ia merupakan dengan apa berbagai bentuk komunikasi dilangsungkan (Budiman, 2002: 57).

Dalam masyarakat dari yang primitif hingga terkomplek komunikasi massa memiliki beberapa fungsi. Menurut Laswell fungsi komunikasi ada tiga, yaitu:

1. The surveillance of the environment

Fungsi ini biasa disebut pengamatan lingkungan, yaitu pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kejadian-kejadian apa yang sedang terjadi.

Fungsi ini adalah fungsi korelasi, fungsi yang menghubungkan bagian-bagian yang ada dalam masyarakat yang menanggapi lingkungan, yakni dengan menghasilkan atau memiliki alternatif-alternatif solusi dalam menangani permasalahan sosial.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the

next

Fungsi ini biasa disebut sosialisasi dan pendidikan yaitu fungsi transmisi nilai dan norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnyan (Winarso, 2005: 21)

Media berfungsi sebagai jembatan pengetahuan, pengalaman dan pandangan bagi masyarakat yang dapat membuat kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita tanpa adanya sikap memihak maupun turut campurnya pihak lain. Tugas komunikator dalam media massa ada dua yaitu, mengetahui apa yang ingin disampaikan dan mengetahui bagaimana komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan. Salah satu komponen media massa adalah media cetak dalam bentuk surat kabar, dan dengan sendirinya media cetak memiliki fungsi-fungsi komunikasi massa. Media cetak berupa surat kabar mempunyai pengaruh besar terhadap pola pemikiran masyarakat dalam menyikapi berita tentang hal-hal yang terjadi di sekitar. Wilbur Schram (Rivers, 2003:34) menggunakan istilah yang lebih sederhana, yaitu sistem komunikasi sebagai penjaga, forum dan guru. Ia dan sejumlah pakar menambahkan fungsi keempat: sumber hiburan.

Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat hiburan karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan mengandung unsur humor dengan membawa pesan sosial. Berasal dari

bahasa Italia, caricature tempat kartun pertama muncul didunia pada abad

XVII. Perintisnya bernama Amnibale Carrici, seorang karikaturis yang mampu mengubah wajah seseorang menjadi bentuk binatang atau sayuran namun tetap mirip dengan subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan protes ataupun kritik sosial. Akan tetapi kariaktur pertama muncul di Inggris oleh Thomas Rowlandson (1756-1872) dan James Gillary ( 1757-1815). Dalam perkembangan selanjutnya karikatur dihubungkan dengan jurnalisme (Panuju, 2005:86)

Di Indonesia saat ini sendiri karikatur memiliki kedudukan yang cukup berperan khususnya dalam surat kabar, karena karikatur kebanyakan digunakan untuk melengkapi artikel-artikel dalam surat kabar, salah satu bentuk karikatur yang didefinisikan oleh Junaedhie “karikatur adalah gambar kartun yang menggambarkan atau memiripkan subyeknya dengan gaya satiris atau mengolok-olok” (Panuju, 2005:85). Memuat karikatur berarti kita dihadapkan pada tanda-tanda visual dan kata-kata. Untuk menguak makna karikatur pada kenyataannya bukan hal yang mudah, para pembaca di ajak untuk berpikir tentang arti dan makna karikatur dan memahami pesan-pesan yang tersirat dalam gambar tersebut.

Karya seni karikatur adalah bagian yang kini tidak dapat dipisahkan dari suatu media terutama media cetak atau surat kabar, karikatur diartikan

sebagai opini redaksi media dalam memasukkan unsur lelucon, anekdot dan humor agar siapapun yang melihatnya dapat tersenyum termasuk obyek atau yang dikarikaturkan itu sendiri (Sumandiria, 2004:3). Karikatur penuh dengan perlambangan yang kaya makna, oleh karena itu karikatur diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan bagi informasi pembacanya karena suatu informasi yang disajikan melalui karikatur dapat berfungsi sebagai hiburan yang memiliki nilai bagi pembacanya. Selain dikaji sebagai teks dan gambar juga harus dilakukan menghubungkan karya seni tersebut dengan kejadian yang terjadi disekitar masyarakat yang sedang menonjol atau saat berita tersebut sedang hangat diperbincangkan dan diperdebatkan oleh masyarakat.

Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah karikatur tidak akan menyebabkan revolusi. Karikatur tidak akan menjadi pendobrak, melainkan hanya menyampaikan misi perbaikan untuk suatu keadaan.

Dengan karikatur kita dapat mengangkat suatu permasalahan yang sedang hangat ke permukaan dengan kemasan yang sangat menarik dan memiliki unsur humor, seorang karikaturis diharapkan berperan sebagai nurani yang bisa diajak berwawancara dengan diri sendiri dan menjadi semacam medium untuk mengungkap suatu permasalahan.

Karikatur merupakan salah satu media yang dapat mengetengahkan suatu masalah yang sedang bergejolak ke permukaan, dapat mengangkat suatu permasalahan yang sedang terjadi, baik masalah tersebut melibatkan seseorang maupun melibatkan beberapa pihak atau sebuah badan, karikatur

diharapkan bisa dijadikan sarana penyampaian kritik sosial yang sehat dan tetap tidak melepaskan budaya pers yang bebas namun bertanggung jawab,

begitu banyak berita atau “news” yang dapat diketahui dari berbagai literatur,

satu sama lain berbeda disebabkan pandangannya dari sudut yang berbeda.

Beberapa tahun lalu, para ahli mendefinisikan berita dengan pandangan dari sudut surat kabar saja. Dan kenyataan menunjukkan bahwa penyiaran radio oleh stasiun radio dan televisi sangat berpengaruh terhadap jurnalistik surat kabar, antara lain dengan kecepatan sampainya berita kepada khalayak. Kalau suatu peristiwa baru dapat diberitakan surat kabar keesokan harinya, lain dengan radio dan televisi hanya dalam hitungan jam saja, bahkan suatu peristiwa nasional dapat disiarkan pada saat kejadian itu sendiri berlangsung, akan tetapi karena ketiga media massa yakni, surat kabar, radio dan televisi masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, maka pada akhirnya masing-masing memiliki upaya saling mengisi.

Dari puluhan bahkan ratusan definisi berita yang dapat dibaca dalam berbagai buku berkala, ada satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Mitchel V. Charnley dalam bukunya “Reporting”, yang berbunyi: “News is the timely report of facts or opinion of either interest or importance, or both, to a considerable number of people” (Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk) (1965:34).

Kritik berasal dari Yunani (kritike = pemisahan, krinoo = memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia, kritik sosisal adalah suatu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat.

Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Masoed, 1999:47). Kritik sosisal juga dapat berarti inovasi sosial, dalam arti bahwa kritik sosial dapat juga membangun gagasan baru yang didapat dari kritik sosial tersebut, perspektif kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999:49).

Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata

dalam masyarakat. Kritik merupakan bagian essensial dari masyarakat, meskipun teori sosiologi cenderung mengabaikannya. Yang membedakan antara masyarakat satu dengan yang lain hanya cara pernyataannya. Karena dominasi budaya jawa yang sangat kuat, masyarakat Indonesia cenderung menggunakan cara kritik yang tersirat, yang disampaikan secara tidak langsung, misalnya melalui simbol dan sebagainya. Akan tetapi, penyerapan cara kritik jawa itu tidak dapat dilakukan begitu saja, tanpa mempertimbangkan tatanan masyarakat secara keseluruhan.

Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahnya. Tidak tertutup mata atas kenyataan bahwa kritik adalah modus sebuah proses input, sehingga otomatis tidak mungkin dihindari. Kritik akan mengingatkan agar masyarakat selalu bertindak sedemikian rupa, sehingga pemikiran, program dan tindakan yang dirancangkan untuk dapat mencapai pemecahan terhadap masalah kehidupan dalam masyarakat atau lingkunganya, dilaksanakan dengan akibat yang semanusiawi mungkin.

Kontrol sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktifitas pengendalian, di dalam percakapan sehari-hari sistem pengendalian sosial sering kali diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintah (Soekanto, 2002:205). Kritik sosial dapat disampaikan mulai dengan ungkapan-ungkapan sindiran melalui komunikasi antar personal dan

komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni sastra dan melalui media massa seperti karikatur.

Wahana kritik sosial sering kali ditemui di dalam media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Di dalam media ini karikatur biasanya disajikan selingan setelah pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel-artikel yang lebih serius. Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel tetapi lebih mudah dicerna atau dipahami sehubungan dengan sifatnya yang menghibur. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004: 04).

2.1.6. Etika Komunikasi

Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos adalah Ilmu yang membahas

perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Tujuan mempelajari etika, untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Pengertian baik Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang, atau bahagia (Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif), sedangkan pengertian buruk segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.

Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Bila hak itu tidak dijamin akan mengebiri pikiran atau kebebasan

berpikir sehingga tidak ada lagi otonomi manusia. Hak untuk berkomunikasi di ruang publik ini tidak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi yang didasarkan pada kebebasan nurani dan kebebasan untuk berekspresi (B. Libois, 2002:19). Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya mungkin apabila hak untuk berkomunikasi di publik dihormati. Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi demokrasi tersebut.

Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi (politik). Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik untuk bertangung jawab. Kehendak baik ini diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam deontologi jurnalisme. Tiga prinsip utama deontologi jurnalisme (B. Libois, 1994:6-7) :

1. Hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan informasi dan

sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya. Masuk dalam kategori ini adalah perlindungan atas sumber berita; pemberitaan informasi yang benar dan tepat, jujur dan lengkap; pembedaan antara fakta dan komentar, informasi dan opini; sedangkan metode untuk mendapatkan informasi harus jujur dan pantas (harus ditolak jika ternyata hasil curian, menyembunyikan, menyalahgunakan kepercayaan, dengan menyamar, pelanggaran terhadap rahasia profesi atau instruksi yang harus dirahasiakan)

2. Hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara. Termasuk dalam hak ini ialah hak akan martabat dan kehormatan; hak atas kesehatan fisik dan mental; hak konsumen dan hak untuk berekspresi dalam media; serta hak jawab. Selain itu harus mendapat jaminan juga

ialah hak akan privacy, praduga tak bersalah, hak akan reputasi, hak akan

citra yang baik, hak bersuara dan hak akan rahasia berkomunikasi. Jadi, hak akan informasitidak bisa memberi pembenaran pada upaya yang akan merugikan pribadi seseorang. Setiap orang mempunyai hak untuk menerima atau menolak penyebaran identitasnya melalui media

3. Ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Unsur ketiga deontologi

jurnalisme ini melarang semua bentuk provokasi atau dorongan yang akan membangkitkan kebencian atau ajakan pada pembangkangan sipil.

Deontologi jurnalisme ini membantu dalam mempertajam makna tanggung jawab. Ia bisa menjadi faktor stabilisasi tindakan yang berasal dari dalam diri aktor komunikasi. (Haryatmoko, 2007 : 45-46)

2.1.7. Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti

“tanda “ atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika atau dalam istilah

Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify)

dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to

berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53) dalam Sobur (2001:15).

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut sebagai “tanda”. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. (Sobur, 2006:87)

Tokoh semiotika Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf

Amerika. Sedangkan Ferdinand De Saussure adalah pendiri linguistic

modern, sarjana dan tokoh besar asal Swiss yang terkenal dengan teorinya tentang tanda. (Sobur, 2006:43)

Membuat kajian komik-kartun-karikaur berarti berhadapan dengan tanda-tanda visual dan kata-kata. Maka itu, pembahasan ini menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkapan makna tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada.

Setiawan mengakui bahwa untuk menguak makna kartun pada kenyataannya bukan pekerjaan mudah, mengingat berbagai persoalannya menyangkut permasalahannya yang berkembang dalam masyarakat, khususnya mengenai masalah sosial dan politik. Selain itu, elemen pembentuk kartun-komik pun cukup kompleks, yakni terdiri atas unsur-unsur berbagai disiplin. (Sobur, 2006:132)

Bagaimana persisnya bisa menganalisis kartun, dalam hal ini ada contoh menarik yang dikemukakan Tomy dengan catatan bahwa kartun yang

dibuat pada tahun 2001 ini ini harus diletakkan dalam konteks ketika Abdurrahman Wahid masih menjabat presiden RI, dan Megawati sebagai wakil presiden RI, Amien Rais ketua MPR dan Akbar Tanjung ketua DPR. (Sobur, 2006:133)

Langkah pertama, menurut Tomy, kita mesti dapat mendeskripsikan jalinan tanda di kartun tersebut. Upamanya, kita bisa menandai berdasarkan

pola : gesture, komposisi ruang dan hubungan diantara objek. Berdasarkan

pengamatan sekilas kita menemukan suatu ruangan dibagi secara diagonal dan disetiap ujung diletakkan empat gambar tokoh politik, keempat tokoh tersebut secara diametral menatap ke arah yang berbeda dengan mata mereka tidak saling memandang. (Sobur, 2006:134)

Lanjut Tomy, mungkin bisa mengatakan bahwa gambar kartun tersebut tampil sebagai “tanda” karena ada kedekatan antara gambar dengan objeknya. Ada hubungan ikonis antara gambar itu. Dengan demikian

menurutnya, kartun itu memiliki pola: proposition indexical type

(legysign). Suatu pernyataan (proposisi) yang mengacu pada objeknya secara indeksikal dan menjadi “tanda” karena hukum / tradisi / kesepakatan. (Sobur, 2006:134)

Berikutnya, kita bisa mengamati aspek bahasa yang tercantum di bawah ilustrasi tersebut, kemudian mendeskripsikannya dengan

Apabila dicermati wacana yang terdapat dalam kartun terkait melalui frase “tokoh”. Acuan dari proposisi tersebut dapat ditemukan di dalam kartun. Dengan demikian proposisi sudah mendapatkan acuan dari teks kartun sendiri.

Sudut interpretan, kalimat tersebut, dalam penilaian Tomy, adalah sebuah proposisi. Artinya, suatu teks yang terbuka dan siap untuk dikonfrontasikan dengan realitas atau tanda lainnya. Teks bahasa diperhadapkan dengan ilustrasi kartun.

Demikian, kata Tomy, secara formal kita bisa mengatakan bahwa proses semiosis yang dominan dalam kartun tersebut gabungan atau proposisi

(visual dan verbal) yang dibentuk oleh kombinasi tanda argumen indexical

legisign.

Dalam menganalisa kartun atau komik-kartun, kita seyogyanya menempatkan diri sebagai kritikus, agar bisa secara leluasa melakukan penilaian dan memberi tafsiran terhadap komik-kartun tersebut. Melihat

entitas tanda-tanda visual dalam komik, dapat dianggap sebagai “teks”

tersebut. Akan tetapi guna mempertajam interpretasi makna serta menjaga validitas kajian, diperlukan data yang berfungsi sebagai penguat tafsiran.

Hal lain yang cukup berperan adalah adanya narasi penyerta gambar. Narasi-narasi tersebut kadang berupa rangkaian kata-kata, kadang juga berupa

sebagainya. Berkaitan dengan teks narasi tentu akan menyentuh bidang kesusastraan. (Sobur, 2006:136)

Pada dasarnya, kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas namun tajam dan humoritis sehingga tidak jarang mebuat pembaca tersenyum sendirian. Karena itu, pada umumnya satu “kisah” kartun hanya terbit satu kali di dalam surat kabar atau majalah meskipun beberapa kartun yang telah dimuat media massa dapat juga kemudian dihimpun dan diterbitkan kembali. (Sobur, 2006:140)

2.1.8. Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce

Menurut Pierce, semiotik adalah suatu tindakan, pengaruh atau kerja

sama antara tiga subjek yang terdiri dari tanda (sign), objek (object) dan

interpretant (Sobur, 2001:109)

Tanda merupakan pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan. Sedangkan objek adalah produk yang merupakan fokus peran. Interpretant merupakan pengertian yang diturunkan. Model semiotk menurut Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga

Dokumen terkait