KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Maslow dalam Munandar, 2009). Pada dasrnya, setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat. Walaupun ada pengakuan ilmiah terhadap pentingnya kreativitas namun hingga kini hanya sedikit sekali penemuan yang telah dilakukan. Hal ini disebabkan adanya kesulitan metodoli dan karena adanya keyakinan bahwa kerativitas adalah suatu faktor baeaan individu sehingga hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya.
a. Pengertian kreativitas
Menurut NACCCE (National Advisory Committee on Creative and
Cultural Education) dalam (Craft, 2005), kreativitas adalah aktivitas
imaginatif yang menghasilakan hasil yang baru dan bernilai. Menurut Munandar (1985), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Selain itu Csikszentmihalyi dalam (Clegg, 2008) menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide, atau produ yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru.
Menurut Utami Munandar (1995:25) menyatakan kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang suah ada sebelumnya. Sedangkan Sterberg (1988), menyatkan bawhwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi. Selanjutnya Clark Moustakis (1967) ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam,dan denganorang lain.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas adalah kemampuan seseorang menciptakan sesuatu produk yang baru atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya yang didasari oleh intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi melalui proses konsruksi ide yang berguna, serta dapat dimengerti.
Adapun definisi kreativitas ditinjau dari segi penekanannya dapat dikategorikan kedalam empat jenis dimensi (Four P’s Creativity) yaitu dimensi person, dimensi proses, dimensi press dan dimensi product
a. Kreativitas dalam dimensi person
Definisi kreativitas dalam dimensi person adalah upaya mendefinikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang
disebut kreatif. Menurut Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang adam diri seseorang, hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat. Sedangakn Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan. Definisi kreativitas dari dua pakar tersebut diatas lebih berfokus pada segi pribadi.
b. Kreativitas dalam dimensi proses.
Definisi kreativitas dalam dimensi proses adalah upaya mengdefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif. Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, ( fleksibilitas ), dan orisinalitas dalam berpikir, sera kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan.
c. Kreativitas dalam dimensi press
Definisi kreativitas dalam dimensi press adalah pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial psikologis. d. Kreativitas dalam dimensi product
Definisi kreativitas dalam dimensi product merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah
elaborasi/ penggabungan yang inovatif. Definisi ini berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Dari berbagai definisi kreativitas yang dikemukakan diatas sehingga peneliti menyimpukan bahwa : Kreativitas adalah proses konstruksi ide yan orisinil (asli), bermanfaat, variatif ( bernilai seni ) dan inovatif (berbeda/lebih baik)
b. Ciri-Ciri Kreativitas
Guilford dalam (Munandar,2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas antara lain:
1. Kelancaran berpikir ( fluency of thinking) , yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kualitas, dan bukan kualitas.
2. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untu memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat sesuatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari altenatif atau arah yang berbeda-beda, serta manpu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat mreninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.
3. Elaborasi (elaboration) , yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detai-detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
4. Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas
Menurut Rogers dalam (Munandar, 2009) , faktor-faktor yang dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya :
1. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)
Menurut Rogers dalam (Munandar, 2009) setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubngan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya. Hal ini didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian , dorongan dan pelathan dari lingkungan. Adapun kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untukberkreasi diantaranya :
2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)
3) Kemampuan untuk bereksperimen atau ”bermain” dengan konsep-konsep.
2. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik )
Munandar (2009)mmengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Adapun kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya :
1) Kemampuan psikologis
Kemampuan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu :
a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya
b) Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evauluasi eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam).
c) Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan, pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut pandang mereka dan menerimanya.
2) Kebebasan psikologis
Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Menurut Munandar dalam (Zulkarnain, 2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan ketrampian. Sedangkan faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor lain yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, menurut Hurlock (1993) yaitu : jenis kelamin, status sosial ekonomi,
urutan kelahiran, ukuran keluarga, lingkungan kota vs lingkungan pedesaan serta inteligensi.
d. Tahap-Tahap Perkembangan Kreativitas
Menurut Cropley (1999) terdapat 3 tahapan perkembangan kreativitas diantaranya :
a. Tahap prekonvensional (Preconventional phase)
Tahap ini terjadi padausia 6 – 8 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan spontanitas dan emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian mengarah kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan batasan dari luar.
b. Tahap konvensional (Comventional phase)
Tahap ini berlangsung pada usia 9 – 12 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang dihasilkan menjadi kaku. Selai itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif juga berkembang.
c. Tahap poskonvensional (Posconventional phase)
Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun sampai dewasa. Pada tahap ini individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai komvensional yang ada di lingkungan.
2. Contextual Teaching And Learning (CTL)
Istilah intruction pembelajaran) seperti yang dikemukakan oleh Romiszoowski (1981:4) merujuk pada proses pengajaran berpusat pada tujuan atau goal directed teaching process yang dalam banyak hal dapat di rencanakan sebelumnya (pre planed) karena sifat dari proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku dalam konteks yang memang sebagian besar telah dirancang. Sedangkan dari sudut pandang Gagne (19:…) berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh dua hal yakni variable dari diri individu dan diluar individu yang saling berinteraksi. Dan John Dewey pada awal abad 20 menyatakan bahwa kurukulum dan metode mengajar terkait dengan pengalaman dan minat siswa yang dikenal dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa belajar merupakan sesuatu yang kompleks dan multi dimensi yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan Stimulus – Respon. Berdasarkan teori pembelajaran kontekstual belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sehingga dirasakan masuk akal sesuai kerangka berfikir yang dimilikinya (ingatan, pengalaman, dan tanggapan). Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang lebih terkenal dengan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses Belajar.
1. Belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
2. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola – pola bermagna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
3. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencermingkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter)
4. Pengetahuan tidak dapat dipisah –pisahkan menjadi fakta – fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
5. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
6. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah,menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide – ide.
2. Transfer Belajar
1. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain 2. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang
terbatas (sempit) ,sedikit demi sedikit.
3. Penting bagi siswa tahu “ untuk apa “ ia belajar, dan “ bagaimana “ ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
3. Siswa Sebagai Pembelajar.
1. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal – hal baru.
2. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi untuk hal – hal yang sulit,strategi belajar sangat penting.
3. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
4. Tugas guru menfasilitasi : agar informasi baru bermakna,memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar.
a. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa. Dari “ guru akting di depan kelas, siswa menonton “ ke “
siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.”
b. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
c. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
d. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Menurut Zahorik dalam Departemen Pendidikan Nasional (2003 : 8) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual :
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) 2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu,kemudian memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis),melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu konsep tersebut direvisi dan dikembangkan .
4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge)
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Ada tujuh komponen utama dalam penerapan pendekatan CTL dalam kelas yaitu :
a) Konstruktivisme (Constructivism)
1. Membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman – pengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal.
2. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman – pengalaman belajar bermakna.
b) Inquiry (Menemukan)
1. Pembelajaran diawali dengan pengamatan dalam rangka untuk memahami suatu konsep
2. Siklus yang tediri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori baik secara individu maupun bersama – sama dengan teman lainnya.
3. Mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berpikir kritis.
c) Questioning (Bertanya)
1. Digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
d) Learning Community (Masyarakat Belajar)
1. Berbicara dan membagi pengalaman dengan orang lain.
2. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri.
e) Modeling (Pemodelan)
1. Berpikir sambil mengucapkan proses berpikir anda sendiri.
2. Mendemonstrasikan bagaimanas anda menginginkan para siswa untuk belajar.
3. Melakukan apa yang anda inginkan agar siswa melakukannya.
f) Reflection (Refleksi)
1. Cara – cara berpikir tentang apa-apa yang telah kita pelajari.
2. Merevisi dan merespon kejadian,aktivitas dan pengalaman.
3. Mencatat apa yang telah kita pelajari,bagaimana kita merasakan ide
– ide baru.
4. Dapat berupa berbagai bentuk : jurnal ,diskusi, maupun hasil karya /
seni.
g) Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
1. Mengukur pengetahuan atau keterampilan siswa.
2. Mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau keterampilan. 3. Penilaian produk atau kinerja.
4. Tugas – tugas kontekstual dan relevan
Sedangkan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan CTL adalah CBSA, Pendekatan Proses, Pendidikan kecakapan hidup (Life Skills
Education), Pembelajaran yang sebenarnya (Authentic Insruction),
Pembelajaran berdasarkan Penemuan (Inquiry- Based Learning) , Pembelajaran yang berdasarkan masalah (Solving – Problem), Belajar Kelompok (Cooperative Learning) dan Pelayanan Pembelajaran (Service
Learning) dan strategi – strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses –
proses berpikir yang digunakan oleh siswa yang mempegaruhi apa yang dipelajari termasuk proses memori dan metakognitif.
Menurut Blancard dalam Margaretha dkk (2003 : 1) strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan Contextual Teaching and Learnig sebagai berikut :
1. Menekankan pada pemecahan masalah.
2. Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat dan pekerjaan.
3. Mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, sehingga mereka menjadi pebelajar yang mandiri.
4. Mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
5. Mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama.
3. Seni Rupa
Seni dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai pengertian (1) halus, kecil dan halus, tipis dan halus, lembut dan dan enak didengar, mungil dan elok; (2) keahlian membuat karya yang bermutu; (3) kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi; orang yang bekesanggupan luar biasa. Menurut Plato seni adalah peniruan terhadap alam, sehingga karya seni merupakan tiruan dari bentuk lam seperti manusia, binatang dan tumbuhan. Dan ditambahkan olek Aristoteles bahwa seni adalah peniruan terhadap alam itu harus ideal, serba baik, misalnya menggambar bentuk harus sempurna, membuat patung manusia harus yang baik. Menurut Akhdiat K. Miharja mengatakan bahwa seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realitas dalam suatu karya yang berkat bentuk dan isinya mempunayai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam rohani penerimanya. Sedangkan Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa seni itu merupakan perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia. Dari pendapat para ahli tentang seni maka dapat disimpulkan bahwa seni merupakan kegiatan ekspresi rohani/ jiwa/ gagasan/ perasaan, kemahiran/ keterampilan/kelakuan manusia yang luar biasa yang menghasilkan karya yang memiliki estetis serta memilik makna simbolis.
Adapun cabang seni yaitu seni rupa ,seni musik, seni tari, dan seni drama. Seni musik, seni tari, dan seni drama termasuk dalam satu jenis seni pertunjukkan. Seni rupa adalah ungkapan gagasan atau perasaan yang
estetis dan bermakna yang mewujudkan melalui media titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, dan gelap terang yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu. Seni rupa yang sering kita lihat di kehidupan sehari-hari itu di bagi dua menurut kegunaannya. Yakni seni rupa murni dan seni rupa terapan. Sedangkan ragam seni rupa nusantara dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu seni rupa berdimensi dua seperti gambar,lukisan,grafis dan seni rupa berdimensi tiga seperti patung, kriya dan desain.
1. Seni lukis ( gambar )
Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari obyek tiga dimensi untuk mendapatkan kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film didalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imajinasi tertentu kepada media yang digunakan. Secara historis, eni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahn yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan
tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwarna-warni di dinding-dinding gua yan masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar ( dan selanjutnya lukisan ) untuk berkembang lebih cepat dari pada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Adapun obyek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang dan obyek-obyek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai dan laut. Bentuk dari obyek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap obyeknya. Misalnya gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesangkan dari seekor banteng. Karena itanggap tanduk adalah bagian paling mengesangkan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam obyek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerah.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukann hal itu sehingga mereka menjadi semakin
ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni. Pada zaman klasik seni lukis bertujuan untuk mestisme sebagai akibat belum berkembangnya agama dan sebagai propaganda sebagi contoh grfiti di reruntuhan kota Pompeii. Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.
Pada zaman pertengahan seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan akibat terlalu kuatnya pengaruh agama pada zaman itu. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan, sehingga seni lukis tidak bisa lagi sejalan dengan realitas. Kebanyakan lukisan pada zaman ini berupa simbolisme, bukan realisme, sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan ” bagus ”. Lukisan pada masa ini digunakan sebagi alat propaganda dan religi. Beberapa agam yang melarang menggambar hewan dan manusia yang mendorong perkembangan abstrakisme ( pemisahan unsur bentuk yang ” benar ” dari benda). Berawal dari kota Firenze setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuan dan budayawan ( termasuk pelukis ) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga De Medici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi