• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bagian ini penulis akan melakukan kajian kritis terhadap hasil penelitian berkaitan dengan pelibatan IDD dalam kegiatan gereja di GMIM Sion Tomohon seperti yang telah penulis paparkan dalam bagian 3 dengan kajian teologi disabilitas seperti yang telah penulis paparkan dalam bagian 2 tulisan ini.

4.1 Gereja sebagai Tubuh Kristus bagi IDD

Sebagai tubuh Kristus, gereja terdiri dari banyak anggota yang saling kait-mengait satu dengan yang lain. Sebagai tubuh Kristus gereja harus menjunjung tinggi kesatuan tanpa memandang setiap perbedaan. Menghilangkan pandangan bahwa IDD merupakan mereka yang lemah dan tak berdaya. Hal ini menjadikan setiap anggota dalam gereja memiliki hak yang sama sehingga tidak ada perlakuan khusus antara IDD dan non-IDD. GMIM Sion Tomohon tidak pernah merasa terbebani dengan kehadiran IDD. Pelayan-pelayanan yang dilakukan ditujukan kepada semua anggota jemaat tanpa terkecuali. Dalam gereja, setiap anggota memiliki fungsi yang berbeda-beda. Gereja menjadi tempat bagi setiap orang untuk mengembangkan talenta yang

23

dimiliki termasuk IDD. Gereja sebagai tubuh Kristus memberi harapan bagi IDD untuk memberikan kontribusi dalam berbagai kegiatan gereja.

Sikap yang ditunjukan GMIM Sion Tomohon merupakan wujud kesatuan gereja sebagai tubuh Kristus. Dalam keberagamannya, baik IDD dan non-IDD mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi dalam pelayanan gereja. GMIM Sion Tomohon begitu menyambut kehadiran IDD di tengah-tengah persekutuannya. Tidak ada pandangan negatif yang ditunjukan oleh warga jemaat lainnya terhadap IDD. Kesatuan sebagai tubuh Kristus tetap dijaga dan dipelihara karena gereja menyadari memiliki banyak angota yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan demikian IDD mengalami banyak pengalaman dalam pelibatan diri dalam pelayanan gereja.

4.2 Menjadi Gereja yang Inklusif

Gereja yang hadir di tengah-tengah dunia yang beranekaragam. Dalam keberagaman yang ada, gereja tertantang untuk melakukan upaya-upaya untuk menjadi gereja yang inklusif. Dalam mewujudkannya, GMIM Sion Tomohon sudah mulai menunjukan kepedulian dan penerimaan terhadap kehadiran IDD dalam persekutuannya. Gereja melihat bahwa sebagai makhluk ciptaan Tuhan, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Setiap orang yang ada di dalam gereja harus merangkul satu dengan yang lain dan tidak membuat batasa-batasan yang mengakibatkan IDD merasa terdiskriminasikan dari lingkungan gereja. Melalui hal seperti ini IDD merasa dihargai keberadaannya di tengah-tengah persekutuan gereja. Informan yang adalah IDD mengakui bahwa GMIM Sion Tomohon menerima mereka dengan baik dan tidak ada diskriminasi yang mereka alami selama ini. IDD dengan bebas mengembangkan talenta-talenta yang mereka miliki untuk melayani Tuhan.

Menjadi gereja yang inklusif berarti juga menjadi gereja yang menerapkan perlakuan yang penuh cinta kasih terhadap semua anggota gereja dengan menerima setiap keberagaman yang ada. Dengan kata lain, gereja yang tidak memberlakukan diskriminasi, segresi, marjinalisasi, dan eksklusi terhadap sebagian anggota jemaat termasuk IDD.62 Gereja harus menyediakan sarana dan prasarana yang ramah terhadap IDD sehingga dapat membantu IDD

24

untuk melakukan aktifitasnya dalam kehidupan bergereja. Dalam menjadi gereja yang inklusi, gereja harus memperhatikan IDD sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain dalam hal sarana dan prasara, perubahan pola pikir terhadap IDD sangat penting. Hal ini dikarenakan masih banyak orang yang belum bisa memangdang IDD layaknya orang “normal”. Gereja sangat memiliki peran yang penting karena IDD merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gereja. Gereja harus mampu memperjuangkan hak-hak dari IDD agar supaya pemberlakukan yang tidak baik terhadap IDD dapat diatasi baik dalam ranah gereja maupun sosial. Tidak dapat dipungkiri selama ini IDD belum mendapatkan perlakukan yang baik oleh lingkungan di mana IDD itu berada.

Dalam mewujudkan gereja yang inklusif, adapun upaya-upaya yang dilakukan GMIM Sion Tomohon dalam menjadi gereja yang inklusif. Pertama, melalui khotbah-khotbah dalam ibadah yang mengangkat tema tentang isu disabilitas; kedua, memberi ruang kepada IDD untuk mengembangkan setiap talenta-talenta yang mereka miliki; ketiga, ikut ambil bagian dalam kepanitiaan yang diselenggarakan; keempat, memberi kesempatan bagi IDD untuk mengambil bagian dalam pelayanan firman; kelima, program dari kolom-kolom dan Kelompok Fungsional Lansia yaitu pelawatan di rumah-rumah penderita; dan keenam, menerima orientator/pra-vikaris yang adalah IDD.

Melalui sikap yang ditunjukan oleh GMIM Sion Tomohon dalam upaya menjadi gereja yang inklusif, penulis melihat bahwa hal ini dapat berdampak baik dalam kehidupan bergereja masa kini. GMIM Sion Tomohon dapat menjadi contoh bagi gereja-gereja lain yang mungkin belum bisa menerima keberadaan IDD ditengah persekutuannya. Gereja saat ini dituntut untuk menjadi gereja yang ramah dan menerima semua anggota jemaat tanpa memandang perbedaan yang ada. Gereja harus melayani semua anggota jemaat dengan kasih sebagai wujud kesatuan sebagai Tubuh Kristus. Penulis juga menyadari bahwa setiap kita manusia yang mengaggap dirinya “normal”, pada kondisi atau keadaan tertentu akan membawa seseorang ke arah disabiltas yang disebabkan oleh beberapa faktor. Disabilitas merupakan suatu open minority.

Dengan demikian, sangat penting bagi kita yang hidup di zaman ini untuk memberikan pemahan yang baru bagi orang lain, yang masih terperangkap dalam budaya-budaya yang menjunjung tinggi kenormalan. Merubah stigma negatif terhadap IDD, mampu melihhat IDD sebagai sesama, dan tidak memandang disabilitas sebagai dosa, aib, ataupun kutukan. Ketika

25

gereja dan masyarakat mampu untuk menerima dan memperlakukan IDD seperti orang “normal” lainnya, maka dapat dipastikan marjinalisasi, ignorisasi, dan diskriminasi perlahan-lahan dapat teratasi. Maka dari itu sesuatu yang dibuat atau diputuskan tidak hanya untuk kepentingan orang “normal” melainkan semua orang tanpa terkecuali. Selain itu juga hak-hak IDD dapat terpenuhi.

4.3 Teologi Disabilitas sebagai Jalan Menuju Kehidupan yang Inklusif

Teologi disabilitas hadir untuk merekonstruksi kembali pemahaman yang selama ini keliru terhadap IDD berdasarkan pengalaman manusia berkaitan dengan disabilitas. Selain itu juga untuk menciptakan terbentuknya suatu masyarakat yang inklusif yang ramah terhadap IDD. Selama ini sebagai kaum minoritas IDD sering mangalami diskriminasi, marjinalisasi, dan ignorisasi. Dalam kehidupan sehari-hari, gereja harus menjadi wadah bagi IDD untuk mengembangkan setiap talenta yang mereka miliki. Stigma negatif pun harus diubah agar IDD dapat diterima dengan baik dalam lingkungan gereja. IDD bukanlah mereka yang lemah dan tak berdaya.

GMIM Sion Tomohon tidak melihat disabilitas sebagai penghalang bagi seseorang untuk mengembangkan talenta-talentanya dengan ikut berkontribusi dalam pelayanan gereja. Tidak ada pandangan negatif dari gereja terhadap IDD. Hal ini juga dapat kita lihat dalam diri Yesus ketika Ia menolak IDD yang selalu dihubungkan dengan hal negatif. Seperti dalam Yohanes 3:9, Yesus secara jelas menolak ketika disabilitas dihubungkan dengan dosa karena IDD merupakan bagian dari rencana Allah. Dalam rencana itu ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan dalam diri IDD. Maka dari itu dapat memberi pemahaman yang baru bagi orang-orang yang selama ini keliru terhadap IDD. Contohnya kelahiran seorang anak dengan disabilitas yang selalu dihubungankan dengan dosa, aib, ataupun kutukan.

Penulis sangat mengapresiasi IDD yang berada di GMIM Sion Tomohon, karena mampu membuka diri dan melibatkan dirinya dalam kegiatan gereja. IDD tidak merasa minder dengan keadaan yang mereka alami, melainkan ada semangat dalam diri IDD untuk memotivasi warga jemaat yang lain untuk ikut terlibat dalam berbagi kegiatan gereja. Disabilitas bukanlah suatu penghalang bagi IDD untuk mengembangkan talentanya. Sebagai gambar dan rupa Allah manusia diciptakan dengan ciri-ciri yang sama namun dari semuanya itu ada perbedaan yang dimiliki. Kecenderungan orang pada saat ini ialah menyalah-gunakan gambar Allah untuk

26

menindas mereka yang lemah termasuk di dalamnya IDD. Alkitab menginformasikan bahwa Allah yang sempurna dan tanpa cacat mengambil keputusan menjadi manusia. Dan dalam kemanusiaanya adalah menjadi daging, menderita dan bahkan semua kecacatan manusia menjadi milik-Nya. Melalui Peristiwa ini, memberi harapan yang baru bagi IDD, bahwa Allah juga memiliki sisi yang lemah sehingga Ia mengalami penderitaan dan terluka.

4.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian terhadap pelibatan IDD di GMIM Sion Tomohon maka dapat dilihat bahwa gereja sudah menerima keberadaan IDD ditenga-tengah persekutuannya. Gereja tidak melihat disabilitas sebagai penghalang bagi seseorang untuk memberikan kontribusi dalam kegiatan gereja. IDD tidak dipandang lagi sebagai objek pengasihan. Dalam keberagaman yang ada setiap warga jemaat dapat saling menghargai satu dengan yang lain sebagai wujud kesatuan dalam tubuh Kristus. Berbagi hal pun telah dilakukan gereja dalam upayanya menjadi gereja yang inklusif dan ramah terhadap IDD. Walaupun sesuai dengan apa yang penulis amati, masih ada hal-hal yang perlu dibenahi. Namun, sikap yang ditunjukan GMIM Sion Tomohon ini dapat menjadi contoh bagi gereja-gereja lain yang belum menaruh perhatian terhadap IDD. Langkah yang diambil gereja pun dapat berdampak besar dalam lingkungan sosial agar stigma negatif yang selama ini melekat dalam diri IDD dapat diubah. Karena ketika kita berbicara tentang disabilitas pada saat yang bersamaan kita juga berbicara soal konstruksi masyarakat. Konstruksi masyarkatlah yang terlebih dahulu harus diubah.

5. Kesimpulan dan Saran

Dokumen terkait