• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

4. Alih Kode

Pengertian alih kode adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain (Suwito, 1985:68). Alih kode tersebut dapat berupa alih varian, alih ragam, alih gaya, atau alih register. Menurut Hymes (1975:103) alih kode merupakan istilah umum untuk mpBukaenyebut pergantian pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau beberapa gaya dari satu ragam. Appel (dalam Chaer, 2004:107) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.

Berdasarkan jenisnya, alih kode dibagi menjadi dua macam, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern Suwito (1985:69). Alih kode intern adalah alih kode yang terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek. Sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa asli dengan bahasa asing. Meskipun demikian, dalam prakteknya dimungkinkan terjadinya alih kode intern dan ekstern secara beruntun.

a. Penutur

Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya.

Contoh: “Seorang pedagang yang kedatangan pembeli di pasar, seharusnya

pedagang berbahasa indonesia, tapi kenyataannya tidak. Apabila penjual sudah pertama kali menyapanya dengan bahasa jawa, maka pembeli pun mengikutinya dan mengalihkannya ke bahasa jawa. Karena memang secara kebetulan keduanya berasal dari jawa, jadi mereka menggunakan bahasa jawa. Dengan tujuan dan maksud mengubah situasi resmi menjadi santai”.

b. Mitra Tutur

Setiap penutur biasanya ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tuturnya dalam masyarakat. Penutur mungkin harus beralih kode untuk mengimbangi. Suwito (dalam Chaer dan Agustina, 2004:73) lawan tutur dibedakan menjadi dua golongan, yaitu 1) Penutur yang berlatar belakang kebahasaan yang sama dengan lawan tutur, 2) Lawan tutur yang berlatar belakang berlainan alih gaya.

c. Hadirnya Penutur Ketiga

Untuk menetralisir situasi dan menghormati mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda.

d. Pokok Pembicaraan (Topik)

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius. Sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

e. Untuk Membangkitkan Rasa Humor

Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara. Penutur mengalihkan kode humor untuk menghilangkan ketegangan dalam peristiwa tutur.

f. Untuk Sekedar Bergengsi

Hal itu terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk beralih kode. Dengan kata lain, baik fungsi kontekstual maupun situasi relevansinya tidak mendukung peralihan kodenya. Oleh karena alih kode semacam ini tidak didukung oleh faktor-faktor yang seharusnya mendukung, maka memberi kesan dipaksakan, tidak wajar dan tidak jarang menjadikan tidak komunikatif.

Selain itu, penyebab terjadinya alih kode berdasarkan komponen tutur Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004:48) yaitu SPEAKING sebagai berikut.

S = Setting and Scene (Situas) (act situation), mencakup latar dan suasana P = Partisipant, mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima. E = End (tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi pesan.

A = Act Sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesan K = Key ( kunci)

I = Instrumentalities (peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk tutur.

N = Norms (norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi G = Genre (bentuk dan ragam bahasa)

Macam-macam alih kode yang berwujud alih bahasa tidak hanya satu atau dua bahasa, namun ada banyak bahasa yang digunakan dalam bertutur, diantaranya; 1) Alih kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. 2) Alih kode bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. 3) Alih kode bahasa Jawa ke bahasa Asing. 4) Alih kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Asing. 5) Alih kode bahasa Asing ke dalam bahasa Indonesia. 6) Alih kode bahasa Asing ke dalam bahasa Jawa.

Alih kode dilakukan seseorang dikarenakan ada beberapa macam tujuan yang ingin disampaikan dalam suatu tuturan. Penutur tidak asal bertutur dalam melakukan pengalihan bahasa yang digunakan. Tujuan yang ingin disampaikan oleh penutur, sebagai berikut:

a. Ingin membina keakraban.

b. Ingin memperjelas maksud pembicaraan. c. Ingin menyesuaikan pembicaraan.

d. Ingin menyembunyikan atau merahasiakan pembicaraan. e. Ingin menimbulkan rasa humor.

Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004:107) menyatakan bahwa alih kode bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) mengatakan bahwa apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatikal satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatikal bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.

Berikut ini contoh peristiwa alih kode yang terjadi dalam film Ketika Cinta Bertasbih (via Samsi, 2014:60-61).

Pak Alam : Makan begini enaknya pake tangan langsung. Pak Junaedi : Oh Iya.

Pak Alam : Mangga-mangga.

Dikit aja, ikannya yang banyak. (KCB 1/ 007/ CD I/ 00:10:03)

Peristiwa alih kode tersebut terjadi di pinggir Pantai Alexandria, dengan suasana tuturan yang tidak formal antara Pak Junaedi dan Pak Alam. Percakapan terjadi dengan tuturan yang santai karena antara Pak Junaedi dan Pak Alam terjalin ikatan pertemanan, dengan tujuan untuk bernostalgia mengenang masa-masa sewaktu bersekolah bersama. Topik pembicaraan yang melatarbelakangi peristiwa alih kode tersebut adalah mengenai cara menikmati ikan bakar yang enak.

Pada awalnya Pak Alam menggunakan bahasa Indonesia yang kemudian beralih kode menggunakan bahasa Jawa, karena ingin mengakrabkan diri dengan mitra tuturnya, Pak Junaedi. Peralihan kode ini hanya sebentar terjadi karena Pak Alam kembali menggunakan bahasa

Indonesia, sesuai kode awal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peralihan kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yaitu dengan adanya kata mangga-mangga yang berarti Mari atau Ayo.

Alih kode sementara adalah alih kode yang terjadi apabila pergantian kode bahasa secara sementara atau sebentar (Poedjosoedarmo, 1978:17). Alih kode permanen adalah alih kode yang terjadi apabila pergantian kode bahasa secara permanen atau lama (Poedjosoedarmo, 1987:20).

Dokumen terkait