• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Perangkat Pembelajaran

Keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran sangatlah diharapkan, untuk memenuhi tujuan tersebut diperlukan suatu persiapan yang matang. Suparno (2002) mengemukakan sebelum guru mengajar (tahap persiapan) seorang guru diharapkan mempersiapkan bahan yang mau diajarkan, mempersiapkan alat-alat peraga yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing peserta didik aktif belajar, mempelajari keadaan peserta didik, mengerti kelemahan dan kelebihan peserta didik, serta mempelajari pengetahuan awal peserta didik, kesemuanya ini akan terurai pelaksanaannya di dalam perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran (Suhadi, 2007: 24) adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran juga merupakan salah satu wujud persiapan yang dilakukan oleh guru sebelum mereka melakukan proses pembelajaran.

Berdasarkan pengertian diatas maka perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat atau media dan petunjuk yang digunakan dalam proses pembelajaran. Penelitian ini akan berfokus pada perangkat pembelajaran meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan materi ajar.

2.1.1.1.Silabus

Silabus (BSNP, 2009: 41)adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaiaan alokasi waktu dan sumber belajar.

Silabus paling sedikit memuat unsur-unsur yang ada di dalamnya, yaitu: (1) tujuan mata pelajaran yang akan diajarkan, (2) keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik, (3) aktivitas dan sumber-sumber belajar pendukung keberhasilan pengajaran, (4) berbagai teknik evaluasi yang digunakan.

2.1.1.2.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Trianto (2009: 214) mengungkapkan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu panduan langkah-langkah yang akan dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan pembelajaran. Skenario kegiatan pembelajaran dikembangkan dari rumusan tujuan pembelajaran yang mengacu dari indikator untuk mencapai hasil belajar yang sesuai kurikulum berbasis kompetensi. Komponen-komponen penting yang ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran meliputi: standar kompetensi (SK), kompetensi dasar

(KD), indikator pencapaian hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan evaluasi. Kegiatan pembelajaran yang ada dalam RPP meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.

Menurut Rusman (2010: 11-12) kegiatan inti dalam RPP menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Eksplorasi merupakan kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Elaborasi merupakan penggarapan secara tekun dan cermat. Sedangkan konfirmasi yang dimaksud adalah pembenaran dan pengesahan. Berdasarkan pengertian tersebut maka tencana pelaksanaan pembelajaran adalah langkah-langkah yang dialkukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

2.1.1.3. Materi Ajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) materi diartikan dengan benda, bahan, segala sesuatu yang tampak, sedangkan ajar diartikan dengan petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Berdasarkan arti kata tersebut, materi ajar diartikan dengan sesuatu yang tampak sebagai petunjuk yang diberikan kepada peserta didik berupa materi yang akan diterima oleh peserta didik. Menurut Wina Sanjaya (2008: 140) materi ajar adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan pendidikan tertentu. Materi ajar menurut Wina Sanjaya

(2008: 156) berisi tentang: (1) tujuan yang harus dicapai. Biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik sehingga keberhasilannya dapat diukur, (2) materi ajar harus memuat fakta, konsep, dan prosedur, (3) kegiatan belajar, berisi tentang materi yang harus dipelajari oleh peserta didik, (4) rangkuman materi yakni garis-garis besar materi pelajaran secara urut, (5) tugas dan latihan harus meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan materi ajar adalah petunjuk yang diberikan kepada peserta didik berupa materi yang harus diketahui sesuai dengan kurikulum.

2.1.2. Bimbingan dalam Konteks Pendidikan 2.1.2.1. Pengertian Bimbingan

Menurut Jones (Gunarsa, 1981: 26) bimbingan adalah pemberian bantuan oleh seseorang oleh seseorang kepada seorang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian dan pemecahan masalah. Menurut Prayitno, bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi–pribadi yang mandiri. Bimbingan juga dapat diartikan bantuan yang diberikan kepada individu dalam menentukan pilihan dan mengadakan penyesuaian secara logis dan nalar (Sukardi. 1988: 1).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang atau kelompok agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang mandiri sehingga dapat menentukan pilihan, penyesuaian dan memecahkan masalahnya. Membantu

berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya, yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya seamaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.

2.1.2.2.Tujuan Bimbingan

Bimbingan memiliki dua tujuan (Mappiare, 1984: 135), yaitu tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek merupakan seperangkat kemampuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik selama dan setelah proses bimbingan. Tujuan ini meliputi: kemampuan lebih memahami diri, menerima diri dan mengarahkan diri, kecakapan memecahkan persoalan-persoalan, membuat pilihan-pilihan dan mengadakan penyesuaian terhadap diri dan lingkungannya sesuai dengan tingkat perkembangan yang akan dicapainya. Tujuan jangka panjang dari bimbingan adalah suatu patokan ideal yang diharapkan dicapai individu yang telah memperoleh layanan bimbingan. Tujuan ini meliputi pencapaian kesejahteraan mental yang optimal bagi individu dan pencapaian kebahagiaan pribadi yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya, terutama lingkungan masyarakat sekitar.

Depdikbud (dalam Furqon, 2005: 20) menyatakan tujuan layanan bimbingan di sekolah dasar adalah untuk membantu peserta didik agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, pendidikan, dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan. Sedangkan Barus (2011: 9) menerangkan tujuan layanan bimbingan di SD untuk membantu seluruh peserta didik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan intelektual, emosional, sosial-personal agar dapat mengaktualisasikan tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, akademik/ pendidikan, dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Berdasarkan dari penjabaran di atas dapat disimpulkan tujuan bimbingan adalah mengarahkan dan membantu peserta didik untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya yang disesuaikan dengan tuntutan lingkungan sekitarnya. Bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik agar memiliki kompetensi mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya sebaik mungkin. Pengembangan potensi meliputi tiga tahapan, yaitu: pemahaman dan kesadaran (awareness), sikap dan penerimaan (accommodation), dan keterampilan atau tindakan (action) melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

2.1.2.3.Landasan Bimbingan di Tingkat Sekolah Dasar

Berdasarkan pedoman bimbingan dan penyuluhan peserta didik di sekolah dasar tahun 1995/1996, layanan bimbingan dan konseling bertujuan agar peserta

didik dapat mewujudkan diri sebagai pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, pelajar kreatif, dan pekerja produktif (Furqon, 2005: 2).

Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 merumuskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Hal ini didukung pula oleh Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Barus, 2011: 1) yang merumuskan bahwa pelayanan bimbingan sebagai bagian dalam sistem pendidikan di sekolah perlu orientasi diri ke arah pelayanan yang profesional yang nyata, konkret, terstruktur dan lebih profesional.

Berdasarkan landasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan sangatlah penting dalam pendidikan. Bimbingan dapat membantu peserta didik mengembangkan aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.

2.1.2.4.Ragam Bimbingan

1. Macam Ragam Bimbingan

Bimbingan pada peserta didik dilakukan untuk suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai. Sesuai dengan masalah yang akan dihadapi oleh seorang peserta didik, maka ragam bimbingan dapat dibagi dalam :

a. Bimbingan Pribadi

Bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu peserta didik mengatasi masalah pribadi, sebagai akibat kurangnya kemampuan peserta

didik untuk menyesuaikan diri dengan aspek-aspek perkembangan, keluarga, persahabatan, belajar, cita-cita, dan lain-lain. Pemberian bantuan dalam belajar ini berupa penyadaran kepada peserta didik bahwa belajar sangat penting untuk kehidupan selanjutnya. Terkadang anak sering tidak teliti, malas belajar, kurang konsentrasi, tidak tepat waktu dan lain-lain. Jika peserta didik mengalami hal tersebut maka guru hendaknya memberikan bantuan. Dalam proses pemberi bantuan ini biasanya sering dipakai pendekatan individual (Furqon, 2005).

Permasalahan pribadi peserta didik usia sekolah dasar terutama berkenaan dengan kemampuan intelektual, kondisi fisik, kesehatan dan kebiasaan-kebiasaannya. Terkadang orang tua atau guru terlambat dalam mengidentifikasi kemampuan mereka sejak dini. Peserta didik yang tergolong memiliki kelemahan intelektual ringan, baru diketahui setelah mereka memasuki kelas-kelas yang lebih tinggi. Muncul perilaku gejala malas belajar, malas ke sekolah dan lain sebagainya (Furqon, 2005).

b. Bimbingan Belajar

Masalah belajar dapat ditemui oleh hampir setiap peserta didik dalam setiap kelas dan dalam setiap mata pelajaran. Permasalahan belajar dapat berupa tidak dikuasainya kemampuan atau materi yang ditargetkan sbagai tujuan pembelajaran. Ketidak berhasilan mereka dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi bukan hanya disebabkan oleh kecerdasan saja, tetapi juga akibat kesalahan dalam cara belajar, kurang motivasi belajar dan lain sebagainya. Maka dari itu, hendaknya guru ataupun orang tua mulai

memperhatikan cara belajar mereka, memberikan motivasi juga memberikan dukungan sehingga peserta didik dapat mencapai prestasi belajar dengan baik.

Bimbingan belajar memiliki tujuan memecahkan persoalan yang berhubungan dengan masalah belajar peserta didik baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah dalam hal: (1) Mencari cara belajar yang efisien. (2) Menunjukkan cara-cara mempelajari sesuatu dan cara menggunakan buku pelajaran. (3) Memberi saran dan petunjuk menggunakan perpustakaan. (4) Membuat tugas rumah dan mempersiapkan berbagai jenis ulangan. (5) Memilih suatu pelajaran yang sesuai minat dan karakteristik peserta didik. (6) menentukan jadwal belajar. (7) Memilih pelajaran tambahan yang meliputi kegiatan akademik maupun non akademik. (8) Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan pada mata pelajaran tertantu. Dengan bimbingan belajar diharapkan peserta didik dapat menyesuaikan diri dalam situasi belajar secara optimal sesuai dengan kemampuannya (Gunarsa, 1981: 48-49).

c. Bimbingan Sosial

Bimbingan sosial (Tohirin, 2007: 127) merupakan suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan sebagainya. Bimbingan sosial merupakan bimbingan yang bertujuan untuk membantu individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan dalam masalah sosial, sehingga individu mampu menyesuaikan diri secara baik dan wajar dalam lingkungan sosialnya.

d. Bimbingan Karier

Bimbingan karier adalah bantuan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan tertentu serta membekali diri agar siap memangku jabatn dan dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lapangan pekerjaan (Tohirin, 2007: 133).

2. Layanan Bimbingan Klasikal

Winkel (2002) mengungkapkan bahwa bimbingan klasikal merupakan bimbingan yang diberikan pada kelompuk dengan jumlah anggota yang banyak, dapat meliputi seluruh peserta didik dalam satu kelas supaya memperoleh peningkatan perkembangan pribadi, belajar dan sosial masing-masing peserta didik. Tujuan bimbingan klasikal adalah supaya pesrta didik yang dilayani mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki pandangan sendiri dan mengambil sikap sendiri.

Manfaat bimbingan klasikal menurut Winkel (2002) adalah membuat peserta didik menjadi lebih sadarakan tantangan yang dihadapi, rela menerima diri sendiri setelah menyadari bahwa teman-temannya kerap menghadapi masalah dan tantangan yang sama, lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok, lebih bersedia menerima suatu suatu pandangan yang disampaikan oleh teman, tertolong untuk mengatasi masalah yang dianggap sulit.

3. Ciri Khas, Tugas Perkembangan, dan Permasalahan Peserta Didik Usia 9-12 Tahun

a. Ciri khas Peserta Didik Usia 9-12 tahun

Hurlock mengemukakan empat kategori yang dimiliki peserta didik –

peserta didik pada usia sekolah (Furqon, 2005: 37-38), yaitu: 1) Keterampilan menolong diri sendiri

Pada kategori ini, peserta didik sudah memiliki kemampuan makan, mandi, berpakaian, dan berdandan sendiri hampir seperti orang dewasa.

2) Keterampilan menolong orang lain

Pada kategori ini, peserta didik memiliki kemampuan menolong orang lain. Misalnya, menolong orang tua dirumah untuk menyapu lantai, merapikan tempat tidur dan lain sebagainya.Saat berada di sekolah peserta didik dapat membantu guru untuk membersihkan papan tulis dan dengan teman sebaya peserta didik dapat membantu temannya yang sedang membutuhkan.

3) Keterampilan sekolah

Berada di sekolah peserta didik dapat mengembangkan keterampilan seperti menulis, menggambar, membaca, membentuk, mewarnai, menjahit dan pekerjaan tangan lainnya yang menggunakan alat.

4) Keterampilan bermain

Pada kategori ini, dapat diamati bahwa peserta didik yang lebih besar sudah mulai belajar melempar dan menangkap bola, naik sepeda bahkan berenang.

b. Tugas Perkembangan Peserta Didik Usia 9-12 tahun

Havighurst dalam Furqon (2005: 35-36), mengemukakan sejumlah tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh peserta didik usia 9-12 tahun, yaitu:

1) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.

2) Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya

3) Mulai mengembangkan peran sosial sebagai wanita atau pria

4) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung

5) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

6) Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai

7) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial

8) Mencapai kebebasan pribadi

Barus (2011) juga mengungkapkan bahwa tugas perkembangan kanak-kanak meliputi: (1) mengembangkan konsep diri; (2) membangun hubungan dengan teman sebaya, keterampilan komunikasi, keterampilan

bekerjasama; (3) mengembangkan sikap toleransi; (4) berperilaku sesuai peran jenis; (5) mengembangkan keterampilan dasar seperti mengikuti petunjuk; (6) mengembangkan kata hati dan (7) belajar menjadi pribadi mandiri. Berdasarkan uraiaan diatas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan anak usia 9-12 tahun adalah (1) mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung; (2) membangun hubungan dengan teman sebaya, keterampilan komunikasi, keterampilan bekerjasama; (3) Mulai mengembangkan peran sosial sebagai wanita atau pria

c. Permasalahan Peserta Didik usia 9-12 tahun

Permasalahan yang dihadapi peserta didik sekolah dasar dikemukakan Kowitz (dalam Furqon 2005) sebagai berikut:

1) Masalah pribadi

Permasalahan pribadi peserta didik usia sekolah dasar terutama berkenaan dengan kemampuan intelektual, kondisi fisik, kesehatan dan kebiasaan-kebiasaanya. Beberapa penyimpangan perilaku yang diderita peserta didik, seperti kurang percaya diri, kurang memiliki inisiatif, kurang tanggung jawab, kurang teliti, mudah putus asa, menunjukkan perilaku agresif, merupakan akibat perlakuan orangtua yang membentuk kebiasaan-kebiasaan yang tidak didasari pemikiran mengenai dampak perlakuannya.

2) Masalah belajar

Peserta didik yang seperti ini sering dikenal sebagai peserta didik yang berprestasi rendah, baik karena lambat belajar maupun

prestasinya dibawah kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, ketidakberhasilan mereka dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi bukan hanya disebabkan oleh kecerdasan saja, tetapi mungkin juga sebagai akibat dari kesalahan cara belajar, kurang motivasi belajar, tidak ada kemauan untuk mengulang pelajaran di rumah, kurangnya fasilitas dan dukungan orang tua, atau karena kesalahan-kesalahan guru dalam cara mengajarnya sebagai akibat dari kurang memahami materi ajarannya, pendekatan yang harus digunakan atau kurangnya pemahaman terhadap karakteristik peserta didik.

3) Masalah sosial

Peserta didik banyak mengalami permasalahan dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial, baik dengan teman-teman maupun dengan guru, misalnya perasaan rendah diri, ketergantungan pada kawan, iri hati, curiga, persaingan, perkelahian, permusuhan. Permasalahan penyesuaian sosial dengan guru misalnya, peserta didik tidak menyenangi guru, selalu tergantung pada guru, tidak ada gairah belajar atau masalah lain yang berhubungan dengan kedisiplinan.

Dari penjabaran permasalahan diatas peneliti hanya akan berfokus pada ragam bimbingan pribadi dan belajar. Ragam bimbingan pribadi tersebut akan digunakan untuk mengatasi peserta didik yang mengalami ketidaktelitian saat

mengerjakan tugas sedangkan ragam bimbingan belajar digunakan untuk mengatasi peserta didik yang tidak tekun dalam belajar.

Dokumen terkait