• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Aktivitas Belajar

a. Pengertian Belajar

Dalam dunia pendidikan, belajar menjadi hal yang penting karena

belajar merupakan pokok dari pendidikan itu sendiri. Belajar tidak

memiliki batas karena proses belajar itu sendiri terus berlangsung selama

kita masih hidup.

Hintzman (dalam Muhibin Syah (1999: 65), belajar adalah suatu

perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan,

disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku

organisme tersebut.

Masidjo (2006: 11), belajar adalah proses perubahan aktivitas mental

yang sadar tujuan yang terjadi dalam interaksi aktif dengan lingkungan

(keluarga, sekolah, masyarakat) dalam jangka waktu tertentu yang hasilnya

adalah tingkah laku baru ataupun penyempurnaan tingkah laku lama.

Winkel (1989: 34), belajar merupakan proses perubahan dari belum

mampu ke arah sudah mampu, dan proses perubahan itu terjadi selama

jangka waktu tertentu. Yamin (2006: 17), mengemukakan bahwa belajar

Slameto (2003: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. Bruner (dalam Hudoyo 1990:101), belajar

melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yang

relevansi: memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji

relevansi dan ketepatan pengetahuan, sehingga belajar dapat diartikan

sebagai proses kognitif.

Herbart (dalam Hamalik 2001: 37), belajar adalah memperoleh

pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk

perangsang-perangsang dari luar. Cronbach (Djamarah 2008: 13), belajar

sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalaman. Suprijono (2009: 2), berpendapat belajar

adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari

pengalaman. Gagne (Hudoyo 1990: 11), belajar merupakan suatu proses

dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat pengalaman.

Wina (2005: 89), belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri

seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku.

Hilgard (dalam Wina Sanjaya 2006: 110), mengemukakan belajar adalah

proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di

dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

Wens (2006: 19), Belajar merupakan salah satu kegiatan penting yang

Piaget (dalam Semiawan 2008: 10), belajar merupakan perkembangan

aktivitas yang melibatkan kognitif seseorang merupakan proses interaksi

yang terus-menerus antara lingkungan, dan kondisi manusia yang disebut

adaptasi.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah Proses interaksi individu dengan

keadaan sekitarnya dalam jangka waktu tertentu yang dapat memberikan

perubahan terhadap individu. Perubahan tersebut diharapkan memberikan

dampak positif yang dapat merubah tingkah laku individu ke arah yang

lebih baik.

b. Aktivitas Belajar

Aktivitas sangat diperlukan dalam belajar, karena pada prinsipnya

belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Setiap orang yang

belajar harus aktif sendiri, tanpa aktivitas proses belajar tidak mungkin

terjadi. Siswa akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu

disadari pada apa yang telah dipelajari sebelumnya. Rouseau (dalam

Sardiman 1990: 94), aktivitas belajar yaitu segala pengetahuan itu harus

diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri dengan fasilitas

yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun teknis.

Rohani (2004: 6), Aktivitas peserta didik dalam menjalani proses

belajar mengajar adalah salah satu kunci keberhasilan pencapaian

Berdasarkan pengertian tersebut peneliti menyimpulkan aktivitas

belajar adalah kegiatan pengamatan, penyelidikan, pengalaman yang

dimiliki dan dilakukan sendiri oleh siswa baik secara indvidu atau teknis

untuk keberhasilan pencapaian pendidikan

2. Prestasi Belajar

a. Jenis-Jenis Belajar

Jenis belajar Gagne (dalam Winkel 1989: 72), yaitu:

1) Informasi verbal, yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang yang dapat

diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis. Pengetahuan itu

diperoleh dari sumber yang menggunakan bahasa juga, lisan ataupun

tertulis. Informasi verbal memiliki peran penting bagi siswa karena

dengan memiliki kemampuan menangkap informasi verbal dengan

baik, maka siswa akan mendapatkan pengetahuan secara maksimal.

2) Kemahiran Intelektual, yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan

lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi,

khususnya konsep dan berbagai lambang atau simbol (huruf, angka,

kata, gambar).

3) Pengaturan kegiatan kognitif; kemampuan yang mencakup penggunaan

konsep dan kaidah yang dimiliki, terutama saat menghadapi suatu

4) Ketrampilan motorik; kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian

gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu, dengan mengadakan

koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.

Ciri khas dari ketrampilan motorik ini adalah otomatisme, yaitu gerakan

yang berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar.

5) Sikap; hal ini berkaitan dengan perasaan, tentang bagaimana kita

mengolah rasa, apakah sikap positif atau sikap negatif terhadap suatu

objek. Kemampuan sikap ini tergantung pada kondisi individu pada saat

itu. Saat suatu objek dinilai baik, maka individu akan memberikan sikap

positif yang menimbulkan rasa suka, sebaliknya apabila objek dirasa

kurang berkenan maka akan menimbulkan kesan negatif dan

memunculkan perasaan tidak suka, sehingga individu harus melakukan

penilaian terhadap pilihan-pilihan yang ada sebelum memberikan

keputusan.

b. Prestasi Belajar

KBBI (2005: 895), prestasi belajar merupakan penguasaan

pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui materi

pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan

Arifin (1990), prestasi belajar merupakan suatu masalah yang

bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang

rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang

dan kemampuan masing-masing.

Winkel (1989), dikatakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti

keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

Berdasarkan pengertian tersebut prestasi belajar merupakan bukti

keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang berupa penguasaan

pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan salama kehidupannya

manusia menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

3. Pendididikan Matematika Realistik a. Pendekatan PMRI

Pada pendekatan PMRI, guru berperan tidak lebih dari seorang

fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator. Hadi (2005),

menyebutkan bahwa diantara peran guru dalam PMRI adalah sebagai

berikut :

1) Guru hanya sebagai fasilitator belajar;

2) Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu

4) Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,

melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik

maupun sosial.

Penerapan PMRI di Indonesia diharapkan prestasi akademik siswa

meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran

lainnya. Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang

dikemukakan Zamroni (dalam Sutarto Hadi 2005), pada aspek perilaku

diharapkan siswa mempunyai ciri-ciri :

1) Di kelas mereka aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan dan

gagasan, serta aktif dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang

mendukung apa yang tengah dipelajari.

2) Mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar.

3) Bersifat demokratis yakni berani menyampaikan gagasan,

mempertahan gagasan dan sekaligus berani pula menererima gagasan

orang lain;

4) Memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Sehingga PMRI adalah Pendekatan pembelajaran yang bertitik

tolak dari hal-hal yang riil atau pernah dialami siswa, menekankan pada

keterampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan

teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada

akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik

b. Prinsip dan Karakteristik PMRI

Zulkardi (2002) Prinsip-prinsip PMRI adalah sebagai berikut :

1) Guided reinvention and didactical phenomenology (penemuan

terbimbing danfenomologi didaktis)

PMRI adalah sebagai aktivitas manusia maka guided reinvention

dapat diartikan bahwa siswa hendaknya dalam belajar matematika harus

diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama saat

matematika ditemukan. Prinsip ini dapat diinspirasikan dengan

menggunakan prosedur secara informal. Upaya ini akan tercapai jika

pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupa

fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap

kehidupan siswa.

2) Progressive mathematization(matematisasi progresif)

Situasi yang berisikan fenomena yang dijadikan bahan dan area

aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan

yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkat matematika secara

formal.

3) Self-developed models(pengembangan model sendiri)

Peran self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari

situasi real ke situasi konkrit atau dari informal matematika ke formal

matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan

masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan alam

berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser

menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi

model dalam formal matematika.

Zulkardi (2002) karakteristik pembelajaran PMRI menjadi 5 yaitu

sebagai berikut:

1) menggunakan masalah kontekstual (the use of context).

Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual (

dunia nyata) dan tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual

yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah

sederhana yang diketahui oleh siswa.

2) Menggunakan model (use models, bridging by vertical instrument).

Istilah model berkaitan dengan masalah situasi dan model

matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, mengaktualisasikan

masalah kebentuk visual sebagai sarana untuk memudahkan pengajaran.

3) Menggunakan kontribusi siswa(student contribution).

Konstribusi yang besar diharapkan pada proses belajar mengajar

datang dari siswa artinya semua pikiran ( konstruksi dan produksi)

dihasilkan oleh siswa itu sendiri.

4) Interaksi( interactivity).

Mengoktimalkan proses pembelajaran melalui interaksi siswa

dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal

5) Terintegrasi dengan topic lainnya (intertwining).

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan maka dari itu,

keterkaitan antar topik (unit pelajaran) tersebut harus dieksplorasi agar

proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.

4. Hakekat Matematika

Depdiknas (2001), Matematika berasal dari bahasa latin manthanien

atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan

dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti.

Matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan

atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Berdasarkan

penelitian Piaget, ada empat tahap dalam perkembangan kognitif dari

setiap individu yang berkembang secara kronologis yaitu: (1) tahap sensori

motor, (2) tahap pra operasi, (3) tahap operasi konkrit, (4) tahap operasi

formal.

Tahap sensori motor dimulai sejak lahir sampai umur sekitar 2 tahun

dimana pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota

tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). Tahap praoperasi dimulai

sekitar umur 2 tahun sampai sekitar umur 7 tahun yang merupakan tahap

persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit seperti mengurutkan

membilang dan mengklasifikasikan. Pada tahap operasi konkrit, tahap ini

dimulai sekitar umur 7 tahun sampai sekitar umur 11 tahun dimana anak

sudah memiliki sudut pandang yang berbeda secara objektif dalam

mengamati suatu objek. Tahap operasi formal dimulai sekitar umur 11

tahun dan seterusnya dimana anak akan dibiasakan untuk melakukan

penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak.

Siswa kelas IV sekolah dasar umumnya berusia sekitar 9 sampai 10

tahun. Dengan demikian siswa kelas IV berada pada tahap operasi konkrit,

dimana anak mempunyai struktur kognitif yang memungkinkan anak bisa

berpikir untuk berbuat. Namun apa yang dipikirkan anak masih terbatas

pada hal-hal yang bersifat konkrit atau nyata. Benda-benda atau

kejadian-kejadian yang tidak dapat dibayangkan siswa masih sulit untuk dipikirkan.

5. Materi bilangan bulat

Materi bilangan bulat terdapat pada kelas IV semester 2 Standar

Kompetensi 5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat.

Bilangan bulat adalah yang utuh, bilangan bulat terdiri dari tiga jenis

yaitu: bilangan bulat positif misalnya 4 (dibaca empat), bilangan bulat nol

bilangan tersebut 0 (dibaca nol), dan bilangan bulat negatif misalnya (-4)

(dibaca negatif empat). Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat

dapat menggunakan garis bilangan. Ketentuannya adalah:

1. Penjumlahan dengan bilangan positif gunakan panah ke kanan,

2. Penjumlahan dengan bilangan negatif gunakan panah ke kiri,

3. Bilangan pertama mulai dari 0,

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Rizal Al Muhari (2008)

tentang kreativitas belajar matematika dengan menggunakan pendekatan

Pendidikan Matematika di pada siswa kelas IV-A SD Negeri Percobaan 2 Depok

Sleman Yogyakarta, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran

matematika dengan pendekatan PMRI pada siswa kelas IV-A SD Negeri

Percobaan 2 Depok Sleman Yogyakarta telah dapat meningkatkan kreativitas

belajar matematika.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Herawati (2009) tentang

meningkatkan hasil belajar matematika dengan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia kelas II SD 3 Bantul. Hasil penelitian tesebut meningkatkan hasil

belajar siswa kelas II SD 3 Bantul dengan nilai tes rata-rata hasil belajar siswa

pada siklus I adalah 71,96, pada siklus II adalah 81,83

C. Kerangka berpikir

Pembelajaran di sekolah dasar banyak mengalami kendala terutama Kelas IV

mengenai penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Penyebabnya diduga

adalah kurangnya keikutsertaan siswa dalam pembelajaran kerena kurang terkait

dengan keseharian siswa.

Salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar

diperlukan pendekatan pembelajaran yang dapat mendekatkan dengan kehidupan

keseharian siswa. Peneliti kemudian melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)

PMRI digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep

matematika. Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata

pelajaran lain selain matematika atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan

sekitar kita. Melalui pendekatan PMRI diharapkan dapat meningkatkan aktivitas

belajar dan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Kadisobo 3.

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis penelitian ini yaitu:

1. Penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan aktivitas belajar

matematika dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat

pada kelas IV SDN Kadisobo 3.

2. Penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan prestasi belajar

matematika dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat

Dokumen terkait