• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan tentang Anak Berkesulitan Belajar a. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar

Dewasa ini pendidikan inklusif makin digalakkan. Program ini bertujuan untuk memberi akses yang seluas mungkin untuk semua anak, termasuk untuk anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Diharapkan ABK mampu belajar bersama dengan anak-anak normal pada satu kelas yang sama, dengan hak dan kewajiban yang sama pula.

Salah satu yang disebut anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Anak berkesulitan belajar atau learning

disabilities sering dijadikan sebutan untuk anak yang mempunyai prestasi

rendah, entah prestasi dalam bidang bahasa, pengetahuan umum maupun logika atau penalaran.

Batasan tentang anak berkesulitan belajar menurut Kirk (dalam Sunaryo Kartadinata, 2002: 71) adalah:

Murid yang tidak digolongkan kepada kategori normal (keluarbiasaan), namun mereka mengalami kelemahan dalam berbicara perseptual motorik (berbahasa) persepsi visual dan auditory. Anak dengan kondisi saat mulai mempelajari mata pelajaran dasar, cenderung mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja, dan berhitung.

The Nationt Joint Commite for Learning Disabilities (NJCLD)

mengemukakan definisi yang dikutip oleh Hammill, Leigh, Mc.Nutt dan Larsen (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 7-8) sebagai berikut:

Kesulitan belajar adalah suatu batasan generik yang menunjuk pada suatu kelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata (significant) dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengar, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi berbarengan

commit to user

7

dengan adanya kondisi gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, retardasi mental, hambatan sosial, dan emosional) atau pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik). Hambatan-hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung.

Pendapat Cannadian Association for Children and Adult with Learning

Disabilities adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah

meskipun kecerdasannya termasuk normal, sedikit di atas normal atau sedikit di bawah normal (Mulyono Abdurrahman, 2003: 8). Menurut batasan ini anak yang mempunyai kecerdasan berkisar antara 90, dan mempunyai prestasi belajar yang rendah sering dikategorikan dengan anak yang berkesulitan belajar.

Keadaan ini terjadi sebagai akibat Disfungsi Minimal Otak (DMO) yang terjadi karena penyimpangan perkembangan otak yang dapat berwujud dalam berbagai kombinasi gejala gangguan seperti gangguan persepsi, membentuk konsep bahasa ingatan, kontrol perhatian atau gangguan motorik. Keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan primer pada penglihatan, pendengaran, cacat motorik atau gangguan emosional.

“Anak berkesulitan belajar adalah anak secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga prestasi belajarnya rendah, dan anak tersebut beresiko tinggal kelas” (Munawir Yusuf, 1997: 7).

Learning disorder or learning difficulty, is a classification several disorders in which a person has difficulty learning in a typical manner, usually caused by an unknown factors. The unknown factor is the disorder that affects the brain’s ability to receive and process information. This disorder can make it problematic for a person to learn as quickly or in the same way as someone whto ins’t affected by a learning disability. Learning disability is not indicative of intelligence level. Rather, pepole with a learning disability have trouble performing specific types of skills or completing tasks if left to figure things out by

themselves or if taught in conventional ways. (Berit H. Johnsen, 2004:

commit to user

8

(Kesulitan belajar atau kesulitan belajar, adalah termasuk dari beberapa klasifikasi gangguan di mana seseorang mengalami kesulitan belajar dengan ciri-ciri khusus, biasanya disebabkan oleh faktor yang diketahui atau faktor-faktor lain. Faktor yang tidak diketahui adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan otak untuk menerima dan memproses informasi, gangguan ini dapat membuat masalah bagi seseorang untuk belajar dengan cepat atau dengan cara yang sama sebagai seseorang yang tidak terpengaruh oleh ketidakmampuan belajar. Kesulitan belajar tidak menunjukkan tingkat kecerdasan. Sebaliknya, orang dengan ketidakmampuan belajar mengalami hal-hal yang oleh mereka sendiri atau jika diajarkan dengan cara konvensional.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar

(learning disabilities) merupakan istilah generik yang merujuk kepada

keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesilitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar. Umumnya masalah ini tampak ketika murid mulai mempelajari mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.

b. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar

Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik

(academic learning disabilities) (Mulyono Abdurrahman, 2003: 11).

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motirik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan/atau matematika.

Secara umum kesulitan belajar khusus menurut Munawir Yusuf (1997: 7) dapat diklasifikasikan menjadi dua: Pertama, kesulitan belajar pra akademik,

commit to user

9

meliputi: (1) gangguan perkembangan motorik dan persepsi, (2) kesulitan belajar kognitif, (3) gangguan perkembangan bahasa, dan (4) kesulitan menyesuaikan sosial. Kedua, kesulitan belajar akademik, meliputi: (1) kesulitan belajar membaca, (2) kesulitan belajar menulis, dan (3) kesulitan belajar berhitung dan matematika.

Kesulitan belajar secara umum maupun kesulitan belajar secara khusus pada umumnya mempunyai gangguan penyerta/penyebab yang dikelompokkan sebagai berikut (Munawir Yusuf, 1997:16-17):

1) Gangguan intelegensi rendah

Anak yang ber IQ antara 70-90, mereka termasuk dikategorikan

under line (garis batas) yang secara pendidikan disebut sebagai slow learner

(lambat belajar). Gejala yang nampak antara lain prestasi belajar sebagian besar atau seluruh mata pelajaran umumnya rendah, sering tidak naik kelas, sulit menangkap pelajaran, dan sebagainya akibat lebih jauh dari kondisi ini adalah putus sekolah.

2) Anak berprestasi di bawah potensi (under achiever)

Anak-anak yang berpotensi unggul secara intelektual atau yang sering disebut memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa tidak selalu menunjukkan hasil belajar yang tinggi. Apabila prestasi belajar yang mereka capai berada dibawah potensinya mereka disebut under achiever.

3) Gangguan emosi dan perilaku

Tidak ada definisi yang baku mengenai gangguan emosi dan perilaku tetapi ciri-ciri umum mengambarkan adanya 4 definisi (Hallahan dan Kauffman), sebagai berikut:

a) Anak yang mengalami gangguan perilaku, contoh adalah: suka

berkelahi, memukul, menyerang, bersifat pemarah tidak penurut/ melawan peraturan, suka merusak baik milik sendiri maupun orang lain, kasar, tidak sopan, tidak mau kerjasama, penentang, suka ribut, mudah marah, suka mendominasi orang lain, suka mengancam atau menggertak, iri hati, cemburu, suka bertengkar, tidak bertanggung jawab, ceroboh, mencuri, mengancam, menggoda, menolak kesalahan dan menyalahkan orang lain, murung, cemberut, meningkatkan diri sendiri.

commit to user

10

b) Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri, contoh: rasa takut, bersalah, cemas, pemalu, mengasingkan diri, tidak punya teman, perasaan tertekan, sedih, sensitif, mudah merasa disakiti hatinya, merasa rendah diri, merasa tidak berharga, mudah frustasi, kurang keyakinan, pendiam.

c) Anak yang agresif sosial memiliki perkumpulan yang tidak baik, contoh: berani mencuri, loyal terhadap teman yang suka melanggar hukum, suka begadang sampai larut malam, melarikan diri dari sekolah, melarikan diri dari rumah.

d) Individu yang tidak pernah dewasa perhatiannya terbatas kurang konsentrasi, contoh: melamun, kaku, canggung, pasif, kurang inisiatif, mudah digerakkan, lamban, ceroboh, mudah bosan, kurang tabah, tidak rapi (Munawir Yusuf, 1997:17).

Emosi merupakan faktor dalam struktur pribadi. Pernyataan emosi tersebut dapat berbentuk senang dan tidak senang, dan perasaan yang tidak senang ini yang akan menggangu proses belajar. Reaksi emosi terhadap jasmani adalah bermacam-macam, misalnya denyut jantung terlalu cepat, pencernaan terganggu, sukar tidur, gugup dan sebagainya. Perkembangan emosi itu dimulai sejak lahir, pada masa bagi pernyataan emosi cukup pada tangis dan artinya bisa bermacam-macam, misalnya takut, marah, sakit, lapar, haus, pedih. Pada dasarnya emosi dibagi menjadi dua bagian, yaitu emosi yang tidak menyenangkan biasanya merugikan, antara lain : marah, takut, iri, susah dan sebagainya. Berhasil atau gagalnya anak dalam belajar sebagian besar tergantung pada sikap emosi, anak yang selalu dimarahi akan menjadi rendah diri, takut, dan menjadi tenang-tenang. Jadi jelaslah bahwa kemunduran atau kesulitan suatu kegagalan belajar itu bukan faktor intelegensinya juga bukan karena bakat, tetapi karena emosinya yang mengalami kegagalan.

4) Gangguan komunikasi

Di Indonesia gangguan komunikasi sering disamakan dengan gangguan wicara. Menurut Hallahan dan Kauffman gangguan komunikasi terdiri atas:

commit to user

11

(1)gangguan wicara, dan (2) gangguan bahasa. Gangguan wicara adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suatu artikulasi dari bunyi dan atau kelancaran wicara. Jadi gangguan wicara terdiri dari tiga macam yaitu: gangguan suara, gangguan artikulasi dan gangguan kelancaran bicara. (Munawir Yusuf, 1997:18).

Gangguan dari pemahaman atau penggunaan bahasa ujaran, bahasa tulis atau sistem simbol, kerusakan tersebut mungkin meliputi bentuk bahasa (fonologi, morfologi dan sintaksis), isi bahasa atau semantik, dan fungsi bahasa atau pragmatik.. Anak yang mengalami gangguan komunikasi biasanya menunjukkan gejala tidak lancar berbicara, pembicaraanya sulit ditangkap, suaranya tidak normal, gagap dan sebagainya, penyebabnya dapat bersifat organik dan dapat pula psikologik.

5) Gangguan gizi dan kesehatan

Anak-anak yang mempunyai penyakit kronis dan bergizi kurang, cenderung mengalami kesulitan belajar. Jenis penyakit kronis dimaksud antara lain: epilepsi, diabetes, cytic fibrosis, hemofilia dan luka bakar. Sedangkan gangguan gizi terutama bagi mereka yang kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat iodium.

6) Gangguan gerakan/anggota tubuh

Ada dua kategori cacat tubuh, ialah cacat anggota karena penyakit polio, dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan gerak (disebut cerebral palsy) pada dasarnya cerebral

palsy merupakan koordinasi otot, ototnya sendiri sebenarnya normal, tetapi

otak mengalami gangguan dalam mengirimkan sinyal-sinyal yang penting untuk memerintahkan otot-otot untuk memendek atau memanjang atau harus merengang.

Anak-anak semacam ini masih dapat belajar dengan menggunakan semua inderanya. Tingkat intelektualnya umumnya normal bahkan ada yang superior. Namun, karena pada otak, mereka akan mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan koordinasi motorik ketrampilan fisik, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan belajar.

commit to user

12

7) Gangguan penglihatan ringan

Untuk mengenal anak apakah mereka mengalami gangguan penglihatan, dapat dilihat dari ciri-ciri fisik, perilaku maupun keluhan.

a) Contoh ciri fisik: seperti mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan (goyang), mata yang selalu berair.

b) Contoh ciri perilaku; membaca terlalu dekat, membaca banyak terlewati, cepat lelah ketika membaca, mengerutkan mata ketika melihat papan tulis, sering mengupas mata, mendongokkan kepala saat melihat benda jarak jauh, cenderung melihat dengan memiringkan kepala, berjalan sering manabrak benda di depannya, salah menyalin dalam jarak dekat. c) Contoh ciri keluhan: seperti merasa sakit kepala, sulit melihat dengan

jelas dari jarak jauh, pengelihatan terasa kabur ketika membaca, menulis, benda terlihat seperti dua buah, mata sering terasa gatal.

8) Gangguan pendengaran ringan

Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan fungsi dari sebagian atau seluruh alat atau organ-organ pendengaran, dapat diketahui dengan menggunakan (Andiometer).

Dengan menggunakan ciri-ciri fisik dan perilaku anak, seseorang dapat dideteksi sebagai mengalami gangguan pendengaran atau tidak. Ciri-ciri tersebut, antara lain sering keluar cairan dari liang telinga, bentuk daun telinga tidak normal, sering mengeluh gatal atau sakit di liang telinga, kalau berbicara selalu melihat gerakan bibir lawan bicara, sering tidak bereaksi jika diajak bicara kurang keras, selalu minta diulang dalam pembicaraan, dan sebagainya.

Dampak anak yang mengalami gangguan pendengaran dapat menyebabkan terjadinya kesulitan belajar.

c. Penyebab Kesulitan Belajar

Banyak faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam belajar.

commit to user

13

Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat (Mulyono Abdurrahman, 2003: 13).

Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga menyebabkan tunagrahita atau emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesultian belajar (Mulyono Abdurrahman, 2003: 13) antara lain: 1) Faktor genetik

2) Luka pada otak karena trauma fisik atau kekurangan oksigen.

3) Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk

memfungsikan sistem syaraf pusat).

4) Biokimia yang dapat merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan). 5) Pencemaran lingkungan (misalnya mencemaran timah hitam).

6) Gizi yang tidak memadai.

7) Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprevasi lingkungan).

Sebagaimana dapat dilihat di atas, kesulitan belajar dapat terdiri dari banyak bentuk. Di masa lalu, pendekatan-pendekatan pengajaran anak yang berkelainan ditentukan oleh diagnosis medis yang diberikan kepada mereka. Dengan pendekatan tersebut, anak-anak dengan diagnosis yang serupa harus diajar dengan cara yang sama.

Sekarang disadari bahwa walaupun pembelajaran akan dipengaruhi oleh kecacatan, tetapi ada faktor-faktor lain yang lebih penting. Faktor-faktor tersebut dapat terletak dalam pengalaman tergantung pada:

1) Lingkungan, termasuk sikap terhadap anak-anak pada umumnya dan terhadap anak tertentu karena:

a) Lingkungan yang tidak responsif dan kurang stimulasi

b) Pemahaman atau kesalahpahaman guru akan proses

pembelajaran.

c) Isi, pendekatan pengajaran dan materi pembelajaran

d) Faktor-faktor lingkungan umum yang berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik di masa lalu dan sekarang

commit to user

14

2) Faktor-faktor dalam diri anak termasuk: a) Keingintahuan

b) Motivasi

c) Inisiatif, interaksi dan komunikasi d) Kompetensi sosial

e) Kreatifitas

f) Temperamen

g) Dorongan untuk belajar dan gaya belajar

h) Kemampuan

3) Hakikat dan tingkat kecacatan kecacatan, jika ini merupakan bagian dari gambaran tentang anak itu. (Miriam Donath Skjorten, 2004: 23).

Dari poin-poin di atas dapat dilihat bahwa kesulitan belajar dapat terjadi juga ketika tidak ada kecacatan terlibat di sana. Juga dapat dilihat kompleksitas dan multiplisitas kondisi pembelajaran. Diharapkan dengan mempertimbangkan semua faktor ini akan meningkatkan pemahaman tentang keunikan setiap individu. Apa yang harus diingat adalah bahwa menghadapi keunikan dapat menjadi tantangan yang besar dalam sebuah kelas dan khususnya dalam kelas yang besar.

Konsep kesulitan belajar menarik perhatian pada kesulitan dan tantangan yang dapat muncul di setiap kelas, kesulitan-kesulitan yang dapat dihadapi oleh semua anak. Namun, konsep ini juga membantu menyadarkan besarnya implikasi dari kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor sensori, motorik, kognitif, emosional dan lingkungan.

2. Tinjauan tentang Kartu Huruf

a. Pengertian Media Pembelajaran

Banyak batasan yang diberikan orang tentang media pembelajaran. Dari berbagai literatur diperoleh penjelasan sebagai berikut:

Pengertian media menurut Sri Anitah (2010: 4) adalah sebagai berikut: “kata media berasal dari bahasa Latin medium adalah sesuatu yang terletak di tengah (antara dua kutub atau antara dua pihak); atau suatu alat.” Banyak batasan yang diberikan oleh para ahli tentang media menurut Association for

commit to user

15

Educational Communications Technology (AECT) di Amerika yang dikutip

oleh Azhar Arsyad (2002: 3) media pendidikan ialah segala bentuk saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Sementara itu Gagne (dalam Arief S. Sadiman, dkk, 2009: 6): “media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.”

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran terjadi dan berlangsung lebih efisien.

Media merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan atau pembelajaran. Komponen sistem pembelajaran ini, dan media pembelajaran memegang peran penting. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.

Media bukan sekedar alat bantu, tetapi lebih merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar. Kehadiran media pembelajaran ini merupakan suatu keharusan dan menuntut para guru untuk merancang sistem instruksional yang terpadu. Guru dan media secara bersama-sama membagi tanggung jawab dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Guru tetap sebagai pengelola, motivator dan tutor; sedangkan media sebagai penyaji materi (bahan) ajar. Dengan demikian guru dapat menggunakan waktunya secara lebih efisien dan beban tugas dapat dikurangi, produktivitas pengajaran lebih tinggi.

Media pembelajaran sangat diperlukan bila media tersebut dapat membantu guru dalam membangkitkan semangat untuk belajar, dengan demikian media pembelajaran di samping berfungsi untuk memperjelas materi yang diajarkan, media juga untuk memberikan motivasi dan mengkondisikan konsentrasi dalam pembelajaran.

commit to user

16

b. Fungsi Media Pendidikan

Pembelajaran adalah proses komunikasi interaksi antara guru dan murid. Proses komunikasi terdapat tiga bagian yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain yaitu pembawa pesan, penyampai pesan dan penerima pesan. Arief S. Sadiman, dkk. (2009: 16-17) mengemukakan, secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra seperti

misalnya:

a) Obyek terlalu besar – bisa digantikan dengan realitas gambar, film bingkai, film dan model.

b) Obyek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film

bingkai, film dan gambar.

c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu high speed photography atau low speed photography.

3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik dalam hal ini media berguna untuk:

a) Menimbulkan kegairahan belajar.

b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan.

c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut

kemampuan dan minatnya.

4) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum, dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana latar belakang guru dan siswa sangat berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan.

Dari uraian di atas media dapat membantu untuk mengatasi berbagai macam hambatan diantaranya mengurangi sifat verbalisme mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan tipe belajar murid karena kelemahan di salah satu indra, mengatasi sifat anak pasif menjadi aktif, membantu mengatasi kesulitan guru dalam memberikan pelayanan belajar kepada murid serta memperingan beban guru.

Oemar Hamalik (2000: 19), menyebutkan bahwa banyak manfaat yang diperoleh jika menggunakan media dalam kegiatan belajar mengajar, namun secara umum media pembelajaran memiliki fungsi seperti berikut:

commit to user

17

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistik, artinya hanya berbentuk kata-kata tertulis atau lisan.

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya objek yang besar diganti gambar, objek yang terlalu kecil bisa diganti dengan proyektor mikro, film bingkai, gambar, sedang gerak yang lambat atau cepat bisa dibantu dengan time-lapse atau

high-speed photography, tentang kejadian masa lalu dapat ditampilkan

kembali lewat rekaman film, video, film bingkai, foto, kemudian objek yang terlalu kompleks bisa dibantu dengan modul, diagram, terakhir konsep yang sangat luas seperti gunung berapi, gempa bumi, iklim dan divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain sebagianya.

3) Menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi akan dapat diatasi sikap pasif anak didik atau siswa. Dalam situasi demikian media pembelajaran dapat menimbulkan kegairahan belajar dan memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung antara anak didik dengan lingkungannya serta memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rifai (2001: 2-3) media dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai. Ada beberapa alasan di antaranya yang berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain:

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai materi lebih baik.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi.

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan sebagainya.

Dari kenyataan yang demikian maka penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat membantu memecahkan masalah-masalah yang ada, sehubungan media pembelajaran memiliki kemampuan memberi perangsang yang sama, pengalaman yang sama, kemudian terakhir memberi persepsi yang sama pula.

Dalam penelitian ini diharapkan media pembelajaran yang digunakan dalam mengajar siswa dapat efektif artinya media tersebut akan lebih tepat guna dan bermanfaat sesuai yang diharapkan dibandingkan dengan mengajar tanpa menggunakan media. Dengan demikian kegunaan media antara lain:

commit to user

18

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (hafalan, dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2) Mengetahui keterbatasan ruang, waktu dan daya indra.

3) Dengan menggunakan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi

Dokumen terkait