• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Kajian Teoritik

1. Minat

Minat merupakan faktor psikologis yang dapat menentukan pilihan orang. Minat pada hakekatnya merupakan perhatian, keinginan, rasa suka dan rasa terikat dengan suatu obyek walaupun tidak ada yang menyuruh (Kartono, 1980:109). Secara sederhana minat (interest) merupakan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat adalah kecenderungan yang agak menetap pada objek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung pada bidang itu (Winkel, 1983:30). Seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan disertai minat sebelumnya, pada umumnya akan memperoleh hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak berminat sebelumnya.

Minat selalu berhubungan dengan kemampuan, kebutuhan, pengalaman pada diri individu. Pernyataan tersebut didukung oleh Walgito (1997:38) yang mengatakan, bahwa minat merupakan suatu keadaan dimana seseorang menaruh perhatian terhadap suatu objek disertai dengan adanya keinginan untuk berhubungan lebih aktif dengan objek tersebut.

Witherintong (Buchori, 1978:125) membagi minat menjadi dua macam, yaitu:

a. Minat primitif (biologis), timbul karena jaringan-jaringan tubuh. Ini berkisar pada soal makan dan kebebasan aktivitas.

b. Minat kultural (sosial), berasal dari perbuatan belajar yang tarafnya lebih tinggi. Minat ini merupakan hasil pendidikan.

Mappiare (1982:78) menjelaskan bahwa minat remaja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Minat pribadi, yaitu kecenderungan untuk mengejar hal-hal yang menjadi keinginannya. Minat yang timbul dari individu dapat menimbulkan kepuasan. Minat pribadi meliputi minat memperoleh pengakuan, penghargaan, minat mengembangkan diri, minat untuk sukses, minat untuk sekolah, minat untuk jabatan dan sebagainya.

b. Minat terhadap reaksi, yaitu kecenderungan yang ada pada diri individu terhadap hal-hal yang dapat mengembangkan individu pada kondisi semula, dari ketegangan-ketegangan setelah individu melakukan aktivitas sehingga pikiran, jiwa serta jasmaninya menjadi segar kembali.

c. Minat terhadap kelanjutan studi dan jabatan. Dengan tercapainya suatu tingkat pendidikan tinggi bagi individu, maka terbuka peluang untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi, memperoleh pekerjaan elit dan pada gilirannya memudahkan bagi individu untuk meningkatkan statusnya.

Minat seseorang dapat diukur melalui kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan dan melalui pertanyaan mengenai senang atau tidak senang terhadap suatu obyek. Super dan Crites (Yahny Kils, 1988:33) mengemukakan bahwa ada 4 cara untuk mengetahui minat seseorang, yaitu:

a. Melalui pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang disenangi dan yang tidak disenangi.

b. Melalui pengamatan mengenai hal-hal yang sering dilakukan. c. Melalui tes obyektif.

d. Melalui tes minat yang telah dipersiapkan secara baku.

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan minat (Sukardi, 1998:63):

a. Minat yang diekspresikan / Expressed Interest

Seseorang dapat mengungkapkan minat atau pilihannya dengan kata tertentu. Contoh : seseorang mengatakan bahwa dirinya suka dengan profesi guru.

b. Minat yang diwujudkan / Manifest Interest

Seseorang dapat mengekpresikan minat bukan melalui kata-kata, tetapi melalui tindakan atau perbuatan, ikut serta berperan aktif dalam suatu aktifitas tertentu. Contoh : siswa yang aktif dalam kegiatan drama.

c. Minat yang diinventarisasikan / Inventoried Interest

Seseorang dapat diukur minatnya dengan menjawab terhadap sejumlah pertanyaan tertentu atau urutan pilihannya untuk kelompok aktivitas tertentu.Seorang guru perlu mengadakan pengukuran terhadap minat peserta didiknya. Adapun tujuan mengadakan pengukuran terhadap minat peserta didik (Nurkancana, 1983:225) sebagai berikut. a. Untuk meningkatkan minat peserta didik

Setiap guru mempunyai kewajiban untuk meningkatkan minat peserta didiknya. Minat merupakan komponen yang paling penting dalam kehidupan pada umumnya, dan dalam dunia pendidikan khususnya. Guru yang mengabaikan hal ini tidak akan berhasil dalam pekerjaan mengajar.

b. Memelihara minat yang timbul

Apabila peserta didik menunjukkan minat yang kecil, maka merupakan tugas guru untuk membangkitkan dan mengembangkan minat tersebut.

c. Mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik.

Tugas guru di sini adalah menghindarkan hal-hal yang tidak baik pada peserta didiknya, sehingga diharapkan mereka tidak tertarik terhadap hal-hal yang tidak baik tersebut. Contoh : guru selalu mengingatkan bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan, sehingga peserta didik tidak akan pernah ingin mencoba untuk merok

Menurut Giartama (1990 : 6), minat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

a. Secara intrinsik

Minat secara intrinsik merupakan minat yang timbul dari dalam individu sendiri tanpa pengaruh dari luar. Minat intrinsik dapat timbul karena pengaruh sikap, persepsi, prestasi belajar, bakat, jenis kelamin dan intelegensi.

1. Sikap

Menurut Thurstone, sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis, afeksi yang positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah yang tidak menyenangkan. Dengan demikian obyek dapat menimbulkan berbagai macam sikap.

2. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang meliputi penginderaan terhadap rangsang, pengorganisasian rangsang, dan penafsiran rangsang sehingga individu mengerti rangsang yang diinderanya.

Ada tiga komponen dalam persepsi yaitu: seleksi, interpretasi, dan reaksi. Makna informasi bagi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Hal ini tergantung dari ketiga komponen persepsi. Dengan adanya perbedaan seleksi dapat menimbulkan interpretasi

yang berbeda pula, sehingga reaksi yang timbul tergantung dari interpretasi yang ada.

3. Prestasi belajar

Seorang yang kurang berminat pada pendidikan atau pekerjaan biasanya menunjukan ketidaksenangan. Hal ini dapat di lihat dalam kejadian-kejadian seperti berprestasi rendah, bekerja di bawah kemampuannya dalam setiap mata pelajaran atau dalam melaksanakan pekerjaan yang tidak disukai. Besarnya minat seseorang terhadap pendidikan dapat dipengaruhi oleh minat pada pekerjaan. Jika seseorang mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan (Elizabeth B. Hurlock, 1997:221).

4. Bakat

Bakat dalam pengertian bahasa atau dalam pengertian yang umum kita pahami, adalah kelebihan / keunggulan alamiah yang melekat pada diri kita dan menjadi pembeda antara kita dengan orang lain. 5. Intelegensi

Dalam buku pengantar Psikologi Umum, Intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alatberpikir menurut tujuannya ( kamus pedagogik, 1953). Intelegensi masing-masing individu berbeda-beda, karena perbedaan tersebut maka individu satu dengan yang

lain tidak sama kemampuannya dalam memecahkan sesuatu persoalan yang dihadapi.

b. Secara ekstrinsik

Minat secara ekstrinsik merupakan minat yang timbul akibat pengaruh dari luar individu.Minat ekstrinsik timbul antara lain karena latar belakang ekonomi, minat orang tua, dan teman sebaya.

1. Latar belakang ekonomi

Apabila status ekonomi baik, orang cenderung memperluas minat mereka untuk mencakup hal-hal yang semula belum mampu mereka laksanakan. Sebaliknya, kalau status ekonomi buruk atau kurang baik karena tanggungjawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat mereka.

2. Minat orang tua

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama (Elizabeth B. Hurlock, 1997:235).

3. Minat teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman mengenai dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri

kepribadian yang diakui oleh kelompok. Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan pola kepribadian remaja, karena remaja lebih sering berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada keluarga (Elizabeth B. Hurlock, 1997:235).

Selain hal di atas minat juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang adat istiadat, bahasa, dan kebudayaan yang dimilikinya yang sering disebut dengan etnis. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kita mengenal istilah etnis yang berati berkenaan dengan ciri kelompok dari suatu masyarakat yang didasarkan adat istiadat, bahasa, kebudayaan atau sejarahnya. Setiap individu yang mempunyai latar belakang etnis yang berbeda akan mempengaruhi minat individu tersebut untuk memilih pekerjaan atau profesinya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah rasa ketertarikan dan keinginan yang mendalam, dan menimbulkan suatu gairah pada individu untuk mengerjakan dan berkecimpung dalam sesuatu bidang tertentu. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi minat adalah faktor-faktor intrinsik (bersumber dari diri) dan faktor ekstrinsik (bersumber dari lingkungan sosial).

2. Profesi Guru

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia guru merupakan orang yang pekerjaanya atau profesinya mengajar. Sementara itu menurut Ametembun

(1973:9), guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun luar sekolah. Guru yang dimaksud di sini mencakup semua guru dari tingkat pra sekolahan (TK) sampai guru besar (Dosen) di perguruan tinggi, baik yang berstatus negeri maupun swasta.

Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 mengemukakan, bahwa Guru adalah tenaga profesional yang mempunyai dedikasi dan loyalitas tinggi dengan tugas utama menjadi agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan dasar dan menegah, termasuk pendidikan anak usia dini formal.

Profesi guru memilki arti jabatan atau pekerjaaan sebagai guru yang membutuhkan pendidikan atau latihan khusus di bidang keguruan (Ametembun, 1973:11). Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleks, maka profesi ini tidak bisa dimiliki sembarang orang.

Untuk menjadi seorang guru, mereka harus memiliki pendidikan dan latihan-latihan khusus sebelumnya, sehingga mampu menjalankan profesi mengajar tersebut secara professional.

Menurut Supriyadi (1993), untuk menjadi seorang guru yang profesional harus dituntut untuk memiliki lima hal sebagai berikut.

1. Guru menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa.

2. Guru harus memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Bagi seorang guru hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Mulai dari pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.

4. Guru mampu berfikir secara sistematis tentang apa yang dilakukan, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk mengadakan refleksi terhadap apa yang telah dilakukannya.

5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi lainnya.

Kematangan profesional guru ditandai dengan perwujudan guru yang memiliki keahlian, rasa tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang tinggi (Surya, 2003:30). Selain harus menjalankan tugasnya secara profesional, seorang guru juga harus memiliki kompetensi. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Pendapat di atas sejalan dengan B. J Chandler (Suhertian, 1994:27) yang menjelaskan tentang profesi mengajar. Dikatakannya

bahwa profesi mengajar merupakan suatu jabatan yang mempunyai kekhususan. Memerlukan kelengkapan mengajar dan ketrampilan yang menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas mengajar yaitu membimbing manusia.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi guru merupakan suatu jabatan atau pekerjaaan sebagai guru yang membutuhkan pendidikan atau latihan khusus di bidang keguruan, sehingga mampu mengerjakan tugas mengajarnya secara profesional, dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara.

3. Status Sosial Ekonomi

Status adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok. Status sosial ekonomi merupakan kombinasi dari status sosial dan status ekonomi yang dimiliki seseorang (orang tua) dalam satu kelompok masyarakat. Status sosial adalah tempat orang secara umum di dalam masyarakat, sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, dan hak-hak serta kewajibannya (Soekanto, 1982:263).

Di dalam masyarakat status sosial ekonomi mencakup unsur pendidikan, pekerjaan, jabatan, penghasilan, pemilikan barang berharga yang dimiliki oleh seseorang di dalam suatu masyarakat atau kelompoknya (Keeves, 1982:67). Pernyataan tersebut didukung oleh (Hopkins, 1989:178) yang mengatakan bahwa status sosial ekonomi dirumuskan sebagai kombinasi dari status sosial ekonomi dimana di dalamnya mencakup tingkat pendidikan, pekerjaan, jabatan, dan tempat tinggal.

Kedudukan seseorang dimasyarakat banyak ditentukan oleh yang dia miliki, yang dipandang penting oleh masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, jabatan, dan pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula statusnya di masyarakat. Dari pendapat dan batasan pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa status sosial ekonomi merupakan kedudukan seseorang dipandang dari sudut sosial ekonomi yang mencakup tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

a. Tingkat Pendidikan

Dalam Tap MPR No. IV Tahun 1973 dikatakan bahwa pada hakekatnya pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Tap MPR RI. IV/MPR/1973, 1973:89).

Sedang (Soekanto, 1992:235) mengatakan bahwa pendidikan memberikan nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam hal membuka pikiran serta menerima hal-hal yang baru dan juga bagaimana bepikir secara ilmiah. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengalaman, mampu mengembangkan kepribadian dan terbuka dalam menerima nilai-nilai dan hal-hal yang baru, yang semua itu akhirnya akan memberikan kesejahteraan pada orang itu sendiri.

Dengan pendidikan seseorang akan mudah lebih terbuka menerima nilai-nilai baru dan mempunyai cakrawala kehidupan yang lebih luas, sehingga akan mempermudah bagi orang itu untuk

menyesuaikan diri dalam masyarakat dimana dia berada, sehingga akan memudahkan seseorang memberikan pekerjaan bagi dirinya. Dalam hal ini, tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah yang telah diselesaikan oleh orang tua yang dibuktikan dengan adanya ijasah tang paling akhir diperolehnya, misalnya SD, SMP, SMU, Sarjana atau jenjang pendidikan yang lain.

b. Jenis Pekerjaan

Yang dimaksud dengan jenis pekerjaan dalam penelitian ini adalah bidang pekerjaan yang ditekuni orang tua setiap harinya. James J. Spillane (1985:98) mengelompokkan pekerjaan atau jabatan dalam 9 golongan sebagai berikut.

1. Golongan A - Meninggal dunia - Pensiunan

- Tidak mempunyai pekerjaan tetap 2. Golongan B - Buruh nelayan - Buruh tani - Petani kecil - Penebang kayu 3. Golongan C - Petani penyewa - Buruh tidak tetap

- Penarik becak 4. Golongan D - Pembantu - Penjual keliling - Tukang cuci 5. Golongan E - Seniman - Buruh tetap - Montir - Pandai besi - Penjahit - Sopir bus/colt - Tukang kayu - Tukang listrik - Tukang mesin 6. Golongan F - Pemilik bus/colt - Pengawas keamanan - Petani pemilik tanah - Pegawai sipil (ABRI) - Mandor

- Pemilik perusahaan/toko/pabrik - Pedagang

- Pegawai kantor - Peternak - Tuan tanah 7. Golongan G

- ABRI (tamtama s/d bintara) - Pegawai badan hukum - Kepala kantor pos cabang - Manager perusahaan kecil - Supervisior/pengawas - Pamong praja

- Guru SD - Kepala bagian

- Pegawai negeri sipil (Gol. Ia-Id) 8. Golongan H

- Guru SLTA/SLTP - Juru rawat

- Pekerja sosial

- Perwira ABRI (Letda, Lettu, Kapten) - Pegawai negri (Gol IIa-IId)

- Kepala sekolah - Kontraktor - Wartawan

9. Golongan I - Ahli hukum - Manager perusahaan - Apoteker - Arsitek - Dokter - Dosen/guru besar - Gubernur - Kepala kantor - Menteri

- Pegawai negeri (Gol IIIa ke atas) - Pengarang - Peneliti - Penerbang - Walikota/bupati - Kontraktor besar c. Pendapatan

Pendapatan sangat erat hubungannya dengan penghasilan, yaitu jumlah barang dan jasa yang diperoleh dari hasil kerja seseorang. Jika kita memperhatikan lingkungan disekitar kita, maka akan terlihat betapa sibuknya orang-orang bekerja. Penghasilan dalam jumlah besar akan memudahkan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Sebaliknya, penghasilan dalam jumlah kecil akan

mengakibatkan keluarga dalam keadaan kekurangan, sehingga dapat dikatakan rendah status sosial ekonominya.

Yang dihitung sebagai pendapatan adalah segala bentuk balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang atas jasanya (Gilarso, 1986:4). Pendapatan dapat bersumber pada usaha sendiri (berwirausaha), bekerja pada orang dan badan usaha, atau pun dari hasil milik (menyewakan). Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa pendapatan merupakan imbalan yang didapatkan dari kerja atau karya seseorang, baik dalam wujud uang atau pun barang.

4. Etnis

a. Pengertian Etnis

Kata etnis berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethnos” yang berarti suatu kelompok yang homogen, sedangkan menurut bahasa Inggris kata etnis berasal dari kata “ethnic” yag berarti hal yang mempunyai kebudayaan tersendiri. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kita mengenal istilah etnik yang berati berkenaan dengan ciri kelompok dari suatu masyarakat yang didasarkan adat istiadat, bahasa, kebudayaan atau sejarahnya. Etnis sendiri merupakan masyarakat yang ada dalam suatu etnik tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa etnis merupakan suatu kelompok atau mayarakat yang homogen, mereka menganggap mempunyai hubungan persaudaan yang sama dengan rekan kelompoknya, karena mempunyai latar belakang adat istiadat,

bahasa, kebudayaan dan sejarah yang sama dengan kelompoknya tersebut.

b. Gambaran Umum Golongan Etnis Jawa dan Etnis Cina

1. Golongan Etnis Jawa

Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat asli Indonesia yang kini hidupnya sudah tersebar di seluruh Indonesia. Pada dasarnya, masyarakat Jawa dibagi menjadi tiga golongan. 1. Golongan orang biasa dan pekerja kasar.

2. Golongan pedagang atau saudagar. 3. Golongan pegawai negeri atau priyayi.

Golongan orang biasa dan pekerja kasar merupakan golongan yang jumlahnya paling banyak. Mereka kebanyakan hidup dikampung-kampung dan bekerja pada bidang-bidang usaha pertanian, buruh, pegawai rendahan dan pedagang kecil.

Golongan pedagang atau saudagar biasanya mereka hidup secara berkelompok dan melakukan aktivitas perdagangan dalam sektor-sektor yang belum banyak dimasuki tengkulak hasil pertanian (hasil bumi), usaha kerajinan dan alat-alat rumah tangga.

Kelas sosial yang paling tinggi di Jawa adalah golongan pegawai negeri atau sering disebut priyayi. Golongan ini dibagi menjadi dua, yaitu golongan pamong praja (pegawai pemerintahan) dan kaum bangsawan. Orang-orang yang masuk golongan ini biasanya diantaranya adalah para pegawai pemerintah dan

orang-orang profesional, dengan gelar dan kesarjanaanya dari perguruan tinggi, seperti dokter, insinyur, guru, pengacara, dan lain-lain (Koentjaraningrat, 1985:231). Golongan bangsawan dipandang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi, karena status sosial mereka berbeda dengan kebanyakan orang. Status mereka dianggap tinggi karena biasanya mereka merupakan keturunan raja, dan orang-orang kaya (ningrat). Meskipun masyarakat Jawa terbagi menjadi tiga golongan, namun pada dasarnya perilaku dan sifat-sifat yang mereka miliki boleh dikatakan hampir sama, karena adanya akar budaya yang sama.

Kekhasan masyarakat Jawa juga terlihat pada bidang pendidikan dalam suatu keluarga. Dalam masyarakat Jawa pendidikan di dalam keluarga tidak dimaksudkan untuk menghasilkan orang yang mandiri, tetapi lebih ditekankan pada sifat-sifat sosial. Misalnya : tolong menolong, gotong royong dan toleransi terhadap sesama (Mulder, 1984:27).

Anak-anak tidak diberi suatu tanggung jawab, tetapi anak-anak dibuat senyaman mungkin. Dorongan untuk berprestasi dan hasrat untuk tahu terhadap sesuatu tidak dihargai dan tidak didorong oleh orang tua. Mereka hanya diajarkan mainan yang sifatnya penuh dengan khayalan dan tidak membantu kecerdasan. Dasar anggapan ini adalah bahwa anak-anak pada dasarnya tidak membutuhkan apa-apa selama mereka diam. Jika ada yang melakukan suatu usaha

atau kerja, keluarga tidak mendorong dengan memberikan tanggung jawab pada usaha atau pekerjaan itu, tetapi mereka para orang tua justru menanamkan sikap bahwa usaha atau pekerjaan yang mereka lakukan itu merupakan suatu sikap dan bentuk hormat pada orang tua (Mulder, 1984:80).

2. Golongan Etnis Cina

Masyarakat Cina di Indonesia kita kenal dengan istilah orang Tionghoa. Mereka merupakan keturunan dari orang-orang Tiongkok yang yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu ke Indonesia. Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

Masyarakat Cina yang ada di Indonesia sebenarnya juga bersifat majemuk dan tidak sama di semua daerah. Di Jawa masyarakat Cina dibagi menjadi dua, yaitu golongan totok dan golongan peranakan. Pembagian seperti ini merupakan khas Jawa. Masyarakat Cina yang telah lama menetap dan lahir di Jawa biasanya disebut dengan Cina peranakan. Cina peranakan ini merupakan hasil perkawinan orang Cina totok dengan seorang

pribumi. Sedangkan yang dimaksud Cina totok sendiri adalah orang Cina yang baru saja datang dari daratan Cina dan masih merupakan pendukung kebudayaan dan tradisi Cina daratan. Sebutan totok ini biasanya hanya bersifat sementara, sebab setelah beberapa tahun menetap atau beberapa generasi tinggal di Jawa, mereka kemudian akan disebut Cina peranakan (Onghokham, 1990:21).

Secara sosiologis dan kultural, orang-orang Cina di Indonesia merupakan suatu kelompok dan dapat didefisinikan orang-orang yang mempunyai sistem nilai yang berasal dari kebudayaan Cina. Untuk itulah mereka disebut dengan golongan etnis Cina. Istilah tersebut sesuai dengan pendapat Melly G. Than (1984:56), etnis merupakan suatu kelompok keturunan yang atau mempunyai daerah asal, kebudayaan serta adat istiadat yang sama.

Golongan etnis ini memang berbeda dengan masyarakat pribumi pada umumnya, dan masyarakat Jawa khusunya. Perbedaan yang tampak sering dilihat antara lain dari segi fisik. Golongan ini tampak lebih kuning dari masyarakat pribumi. Mereka juga lebih berkonsentrasi pada bidang-bidang perdagangan, pertokoan, perbankan dan bisnis. Bila diibandingkan dengan etnis Jawa, mereka juga berbeda dalam hal budaya, adat istiadat dan kehidupan religius. Tetapi perbedaan yang paling sering dibicarakan adalah dalam bidang perkembangan ekonomi.

Di Indonesia mereka mempunyai kedudukan ekonomi yang tidak sebanding dengan jumlah mereka. Meski dalam hasil sensus

Dokumen terkait