• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

4. Kajian Teoritis Hubungan Kemampuan Berpikir Kritis dengan Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa (Hamalik 2009). Hasil belajar adalah suatu peroleh akibat proses yang mengakibatkan berubahnya kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang menjadi pencapaian tujuan pembelajaran setelah mengikuti proses pembelajaran. Menurut Anni (2007) berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan eksternal sebagai berikut :

a. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa, meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca indra) dan aspek psikologis (intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi). b. Faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa, terdiri atas faktor

lingkungan sosial (guru, teman, masyarakat, dan keluarga) dan faktor lingkungan non sosial (gedung sekolah, tempat tinggal, alat belajar, cuaca dan waktu belajar).

Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar (Anni 2009). Faktor-faktor internal ini dapat terbentuk sebagai akibat dari pertumbuhan, pengalaman

belajar sebelumnya dan perkembangan. Demikian juga faktor eksternal yang berada di lingkungan siswa juga akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Belajar yang berhasil mempersyaratkan pendidik memperhatikan kemampuan internal siswa dan situasi yang berada di luar siswa.

Salah satu faktor internal yang berperan dalam mempengaruhi hasil belajar adalah faktor intelegensi. Faktor intelegensi berkaitan erat dengan kemampuan intelektual seseorang. Ketrampilan intelektual merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang (Sudaryanto 2007). Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas.

Teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur-unsur pikiran untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar (Anni 2009). Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni pengolahan informasi. Dalam proses berpikir, termuat juga kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, menganalisis, sintesis, menalar atau menarik kesimpulan dari premis yang ada, menimbang, dan memutuskan (Sobur dalam Maulana, 2008).

Menurut Sudaryanto (2008), kemampuan berpikir tertentu yang sudah terinternalisasi dalam seseorang akan menjadi suatu kebiasaan berpikir (habits of

mind). Lebih jauh tentang kebiasaan berpikir, menurut Marzano dalam Sudaryanto (2008), diketahui bahwa kebiasaan berpikir tersebut terdiri atas tiga komponen yang saling melengkapi dan membentuk suatu kesatuan. Komponen-komponen tersebut adalah berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), dan pengaturan diri (self regulation).

Proses pencapaian hasil belajar tidak luput dari serangkaian proses berpikir. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis siswa berhubungan dengan baik buruk hasil belajarnya (Khoir 2009). Dengan kata lain, siswa yang mempunyai kemampuan berpikir kritis tinggi akan menunjukkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan kritis lebih rendah.

Sementara itu, menurut Bloom dalam Anni (2009), terdapat tiga jenis hasil belajar, yaitu hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang hendak diteliti adalah tipe hasil belajar kognitif. Menurut Muhfahroyin (2005), taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwhol (2001) sangat berguna dalam meningkatkan level berpikir kritis siswa dalam pembelajaran. Tipe hasil belajar kognitif tersebut meliputi tipe hasil belajar pengetahuan hapalan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreasi.

Tipe hasil belajar ranah kognitif yang mencerminkan tingkat belajar yang rendah adalah tipe hasil belajar hapalan dan pemahaman (Anni 2009). Pada tipe hasil belajar hapalan, cakupan dalam pengetahuan hapalan termasuk pengetahuan yang bersifat faktual, namun tipe hasil belajar ini penting untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya. Sehubungan dengan hafalan, Taylor (2001) dalam Muhfahroyin (2005) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran yang berbasis

hafalan menjadikan siswa jarang dituntut untuk bertanya dan berpikir, sehingga kemampuan berpikir kritis kurang terpacu. Menurut Anni (2009), tipe hasil belajar pemahaman memerlukan adanya pertautan antara konsep dengan makna. Hasil belajar ini berada pada satu tahap di atas pengingatan materi sederhana, dan mencerminkan tingkat pemahaman paling rendah.

Berpikir dapat dipacu dengan mengajukan pertanyaan yang ditingkatkan kompleksitasnya (Muhfahroyin 2005). Menurut Anni (2009), pada tipe hasil belajar penerapan, terdapat konsep, teori, hukum, dan rumus. Dalil hukum tersebut diterapkan dalam suatu pemecahan masalah. Dengan kata lain, tipe belajar penerapan bukan keterampilan motorik, tapi lebih banyak keterampilan mental. Tipe belajar analisis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks, yang memerlukan unsur tipe hasil belajar sebelumnya yaitu hapalan, pemahaman, dan penerapan. Bila kemampuan analisis telah dimiliki seseorang, maka seseorang akan dapat mengkreasi sesuatu yang baru. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, penekanan terletak pada pertimbangan sesuatu nilai mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu. Pada tipe hasil belajar kreasi, siswa penekanan terletak pada pemasangan unsur-unsur untuk membentuk kesatuan yang fungsional dan mereorganisasi pola atau struktur baru.

Salah satu dimensi hasil belajar menurut Rustaman (2008) adalah kebiasaan berpikir atau habits of mind. Menurut Costa (2000) dalam Anwar (2005), habits of mind berarti watak perilaku secara cerdas ketika menghadapi masalah, atau terhadap jawaban yang tidak segera diketahui. Dimensi hasil belajar yang berupa kebiasaan berpikir dapat terjadi bersamaan dengan dimensi hasil belajar lainnya,

tetapi kebiasaan berpikir dalam bidang ilmu atau materi subyek tertentu hanya mungkin terjadi melalui wahana pengetahuannya. Jadi, apabila dimensi hasil belajar hanya berhenti pada penguasaan pengetahuan, maka kebiasaan berpikir yang berkembangpun hanya terbatas saja.

Lebih jauh tentang kebiasaan berpikir menurut Marzano (1994) dalam Rustaman (2008), diketahui bahwa kebiasaan berpikir tersebut terdiri atas tiga komponen yang saling melengkapi dan membentuk suatu kesatuan. Komponen-komponen tersebut adalah berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), dan pengaturan diri (self regulation). Sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis yang diajukan oleh Fisher (2008) yaitu mengidentifikasi, menilai, mengintepretasi, menganalisis, berargumen, mengevaluasi, dan menyimpulkan, maka tipe hasil belajar ranah kognitif yang menuntut siswa untuk menafsirkan, memecahkan masalah, menganalisis, mempertimbangkan sesuatu nilai, membuat keputusan dan membuat kesimpulan akan meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.