• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi 2.4-D dan NAA terhadap induksi kalus handeuleum, mengetahui pengaruh vitamin media dasar MS dan B5 terhadap proliferasi kalus handeuleum, serta mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap keragaman kultur kalus pada dua aksesi handeuleum. Eksplan berupa daun muda yang ditanam pada media induksi kalus yang mengandung 2.4-D (5 µM, 10 µM, 15 µM, 25 µM, 35 µM, 45 µM, dan 55 µM), yang dikombinasikan dengan NAA (10 µM dan 15 µM). Selanjutnya proliferasi kalus dilakukan pada media yang mengandung vitamin media dasar MS dan B5 yang dikombinasikan dengan 2.4-D (2.5 µM dan 5 µM) dan NAA (5 µM dan 10 µM). Kalus hasil proliferasi kemudian diiradiasi dengan sinar gamma (0 Gy, 15 Gy, 25 Gy, 35 Gy), lalu ditanam pada media regenerasi yang mengandung BAP (4.44 µM dan 8.88 µM) dan TDZ (4.44 µM dan 8.88 µM). Hasil percobaan menunjukkan bahwa kombinasi media induksi 10 M 2.4-D + 15 M NAA menghasilkan eksplan berkalus paling banyak. Kombinasi media induksi 5 M 2.4-D + 10 M NAA menghasilkan persentase eksplan berkalus paling besar. Kombinasi media induksi 5 M 2.4-D + 15 M NAA menghasilkan bobot kalus paling besar. Kombinasi media dalam konsentrasi NAA 15 M pada semua konsentrasi 2.4-D menghasilkan persentase kalus warna putih yang lebih besar dibandingkan dengan kombinasi media NAA 10 M pada semua konsentrasi 2.4 D. Interaksi kombinasi media proliferasi 2.5 M 2.4-D + 5 M NAA + vit media dasar MS dengan handeuleum aksesi Papua menghasilkan bobot kalus proliferasi paling tinggi. Interaksi antara aksesi Papua, iradiasi sinar gamma dosis 15 Gy, dan media regenerasi 4.44 M BAP, menghasilkan bobot kalus subkultur ke-1 dan subkultur ke-2 hasil iradiasi paling besar. Dosis iradiasi 25 Gy pada aksesi Kalimantan menghasilkan laju pertumbuhan relatif kalus hasil iradiasi paling tinggi. Dosis iradiasi 25 Gy menghasilkan kalus warna putih kecoklatan sedangkan perlakuan lain tidak. Iradiasi sinar gamma dosis 25 Gy menghasilkan nilai ragam paling besar pada laju pertumbuhan relatif kalus hasil iradiasi.

Kata kunci: daun ungu, aksesi, 2.4-D, NAA, vitamin media dasar MS dan B5,

dosis iradiasi, ragam.

Abstract

The aims of this research were to know the influence of 2.4-D and NAA on handeuleum callus induction, to study effect of basal media vitamins MS and

B5 to handeuleum callus proliferation and to study handeuleum variability as

grown in media containing MS and B5 vitamins, and combined with 2.4-D (2.5

µM and 5 µM) or NAA (5 µM and 10 µM). Callus resulted from proliferation stage were irradiated with gamma rays (0, Gy, 15 Gy, 25 Gy, and 35 Gy), then grown on regeneration medium containing BAP (4.44 µM and 8.88 µM) or TDZ (4.44 µM and 8.88 µM). The result showed that the 10 µM 2.4-D + 15 µM NAA supplemented media produced the highest number of callus. The medium contain 5 µM 2.4-D + 10 µM NAA produced the greatest percentage of explants producing callus, whereas 5 µM 2.4-D + 15 µM NAA produced the greatest callus weight. The combination of medium supplemented with 15 µM NAA in all concentration of 2.4-D produced greater percentage of white callus than those on 10 µM NAA. Interaction of proliferation medium supplemented with 2.5 µM 2.4- D + 5 µM NAA + basal medium vitamin MS on Papua accession produced the highest weight of callus proliferation. The interaction between papua accession, gamma rays 15 Gy, and the regeneration media contain 4.44 µM BAP produced the greatest weight callus on the first and the second subculture. Irradiation 15 Gy in Kalimantan accession produced the highest relative growth rate of irradiated callus. Irradiation dose 25 Gy produced brownish callus whereas other treatment did not. The 25 Gy gamma iradiation produced the greatest variance of the relative growth rate of irradiated callus

Key word: handeuleum, accession, 2.4-D, NAA, MS and B5 vitamin basal

medium, irradiation dose, variability.

Pendahuluan

Keragaman pada tanaman dapat diciptakan dengan metode induksi mutasi. Metode mutasi memiliki keuntungan dapat merubah satu karakter tanpa merubah seluruh susunan gen secara signifikan, selain itu kombinasi metode mutasi dengan pembiakan secara vegetatif dapat menurunkan resiko kehilangan karakter mutan

akibat segregasi (van Harten 2002). Menurut Maluszynski et al. (2000),

kombinasi teknik kultur in vitro dengan induksi mutasi iradiasi dapat

memperbaiki kultivar dari tanaman yang diperbanyak secara vegetatif.

Maluszinski et al. (1995) mengemukakan bahwa kultur in vitro yang diberi

perlakuan dengan teknik induksi mutasi akan mempercepat program pemuliaan tanaman mulai dari pembentukan keragaman genetik, proses seleksi, dan multiplikasi genotipe yang diharapkan.

Iradiasi sinar gamma pada kultur jaringan sering digunakan sebagai mutagen fisik dalam meningkatkan keragaman genetik tanaman karena penetrasi serta frekuensi mutasi yang tinggi (Broertjes & van Harten 1998). Menurut Jain (2005) terdapat lebih dari 2300 varietas mutan hasil iradiasi sinar gamma telah

dirilis. Micke et al. (1987) melaporkan bahwa sinar gamma efektif dalam

menghasilkan mutan yang diinginkan, hal ini dilihat dari total 698 kultivar mutan berbagai macam tanaman yang telah dirilis, sebanyak 395 kultivar (56%) di antaranya adalah hasil dari perlakuan mutasi dengan sinar gamma.

Iradiasi sinar gamma dilakukan pada kultur kalus karena sel-selnya bersifat meristemastik sehingga lebih responsif terhadap radioaktif dibandingkan

dengan sel-sel dewasa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariska et al. (1996)

pada kalus yang telah disubkultur lama dapat meningkatkan keragaman genetik, dan mendapatkan somaklon yang kadar minyaknya lebih tinggi dari tanaman

induknya. Muthusamy et al. (2007) menemukan bahwa perlakuan iradiasi sinar

gamma (10 – 30 Gy) pada kultur kalus kacang tanah dapat mengakibatkan perubahan secara morfologi (tinggi tanaman, hari berbunga, jumlah cabang, dan jumlah polong matang) dan dapat meningkatkan hasil bila dibandingkan dengan kontrol. Penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono dan Litz (2004) menyebutkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan jumlah embrio somatik yang dihasilkan pada fase-fase pembentukannya.

Sejauh ini belum ada informasi dan hasil penelitian mengenai kultur in

vitro dan iradiasi sinar gamma terhadap keragaman handeuleum. Oleh karena itu

diharapkan dengan teknik in vitro dan iradiasi akan dihasilkan mutan baru sebagai

sumber keragaman tanaman handeuleum.

Tujuan

Mengetahui pengaruh konsentrasi 2.4-D dan NAA terhadap induksi kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Mengetahui pengaruh vitamin media dasar MS dan B5 terhadap proliferasi kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap keragaman kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua.

Hipotesis

Terdapat pengaruh konsentrasi 2.4-D dan NAA terhadap induksi kalus pada handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Terdapat pengaruh vitamin media dasar MS dan B5 terhadap proliferasi kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Terdapat pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap keragaman kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua.

Metodologi Penelitian Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan pada bulan Oktober 2008 hingga Agustus 2010. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman dan Laboratorium Umum Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Aplikasi iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Pasar Jumat Jakarta.

Induksi Kalus

Percobaan menggunakan eksplan daun asenik, ditata dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 (dua) faktor. Faktor pertama adalah aksesi handeuleum yang terdiri dari 2 (dua) taraf aksesi yaitu Kalimantan dan Papua. Faktor kedua adalah kombinasi konsentrasi ZPT 2.4-D dan NAA yang terdiri dari 15 taraf kombinasi yaitu: I0 (0 µM 2.4-D + 0 µM NAA), I1 (5 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I2 (10 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I3 (15 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I4 (25 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I5 (35 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I6 (45 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I7 (55 µM 2.4-D + 10 µM NAA), I8 (5 µM 2.4-D + 15 µM NAA), I9 (10 µM 2.4-D + 15 µM NAA), I10 (15 µM 2.4-D + 15 µM NAA), I11 (25 µM 2.4-D + 15 µM NAA), I12 (35 µM 2.4-D + 15 µM NAA), I13 (45 µM 2.4-D + 15 µM NAA), I14 (55 µM 2.4-D + 15 µM NAA). Total kombinasi perlakuan adalah sebanyak 30. Setiap satuan percobaan diulang 10 kali dengan 2 (dua) eksplan per botol kultur. Semua media ditambahkan 0.5 µM BAP, 250 ppm kasein hidrolisat, dan 25 ppm arang aktif.

Model linier RAL adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + j + (α )ij + εijk

Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan perlakuan aksesi ke-i, komposisi media ke-j, dan

ulangan ke-k.

µ : Rataan umum.

αi : Pengaruh perlakuan aksesi ke-i.

j : Pengaruh perlakuan komposisi media ke-j.

(α )ij : Komponen interaksi antara perlakuan aksesi ke-i dan

komposisi media ke-j.

εijk : Pengaruh galat percobaan perlakuan aksesi ke-i dan komposisi media

ke-j pada ulangan ke-k.

i : 1, 2. j : 1, 2, 3...15. k : 1, 2, 3...10.

Pengamatan tahap induksi kalus dilakukan terhadap peubah:

1. Waktu inisiasi kalus, diamati mulai dari waktu pertama kali kalus muncul

sampai saat subkultur satu.

2. Jumlah eksplan berkalus, dihitung dari banyaknya eksplan yang membentuk

kalus pada tiap-tiap perlakuan.

3. Persentase jumlah eksplan berkalus, dihitung dari banyaknya eksplan yang

membentuk kalus dibandingkan dengan total eksplan yang ditanam.

Σ eksplan yang berkalus

X 100%

Σ eksplan seluruhnya

4. Bobot kalus induksi, dihitung pada saat subkultur.

Proliferasi Kalus Hasil Induksi

Eksplan yang digunakan adalah eksplan kalus hasil percobaan induksi kalus yang sebelumnya telah dikulturkan pada media WPM 0 selama 1 (satu) minggu untuk menghilangkan pengaruh media sebelumnya. Percobaan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 (dua) faktor. Faktor pertama adalah aksesi handeuleum yang terdiri atas 2 (dua) taraf yaitu aksesi Kalimantan dan aksesi Papua. Faktor kedua adalah media proliferasi yang terdiri atas 4 (empat) taraf, yaitu P1 (2.5 µM 2.4-D + 5 µM NAA + vitamin media dasar B5), P2 (5 µM 2.4-D + 10 µM NAA + vitamin media dasar B5), P3 (2.5 µM 2.4-D + 5 µM NAA + vitamin media dasar MS), P4 (5 µM 2.4-D + 10 µM NAA + vitamin media dasar MS), sehingga didapat 8 (delapan) kombinasi perlakuan. Setiap satuan percobaan diulang 10 kali dengan 2 (dua) eksplan per botol kultur. Semua media ditambahkan 250 ppm kasein hidrolisat, dan 25 ppm arang aktif.

Model linier RAL adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + j + (α )ij + εijk

Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan perlakuan aksesi ke-i, perlakuan komposisi media

proliferasi ke-j, dan ulangan ke-k.

µ : Rataan umum.

αi : Pengaruh perlakuan aksesi ke-i.

j : Pengaruh perlakuan komposisi media proliferasi ke-j.

(α )ij : Komponen interaksi antara perlakuan aksesi ke-i dan

perlakuan komposisi media proliferasi ke-j.

εijk : Pengaruh galat percobaan perlakuan aksesi ke-i dan komposisi media

proliferasi ke-j pada ulangan ke-k.

i : 1, 2. j : 1, 2, ... 4. k : 1, 2, 3...10.

Pengamatan peubah bobot kalus proliferasi dilakukan pada saat subkultur.

Iradiasi Sinar Gamma pada Kultur Kalus

Percobaan menggunakan eksplan kalus yang didapatkan dari percobaan proliferasi kalus, yang sebelumnya dikulturkan terlebih dahulu pada media WPM 0 selama 1 (satu) minggu untuk menghilangkan pengaruh media

sebelumnya. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 (tiga) faktor. Faktor pertama adalah aksesi handeuleum yang terdiri dari 2 (dua) taraf, yaitu aksesi Kalimantan dan aksesi Papua. Faktor kedua adalah media regenerasi yang terdiri dari 4 (empat) taraf, yaitu R1 (4.44 µM BAP), R2 (8.88 µM BAP), R3 (4.44 TDZ), R4 (8.88 µM TDZ). Faktor ketiga adalah dosis iradiasi sinar gamma yang terdiri dari 4 (empat) taraf, yaitu 0 Gy (kontrol), 15 Gy, 25 Gy, dan 35 Gy. Didapat 32 kombinasi perlakuan, dimana setiap satuan percobaan diulang 10 kali dengan 2 (dua) eksplan per botol kultur.

Model linier RAL yang digunakan untuk percobaan ini adalah: Yijkl = µ + αi + j + (α )ij + k + (α )ik + ( )jk + (α )ijk + εijkl

Keterangan:

Yijkl : Nilai pengamatan perlakuan aksesi ke-i, media regenerasi ke-j, dosis

iradiasi ke-k, dan ulangan ke-l.

µ : Rataan umum.

αi : Pengaruh perlakuan aksesi ke-i.

j : Pengaruh perlakuan media regenerasi ke-j.

k : Pengaruh perlakuan dosis iradiasi ke-k.

(α )ij : Komponen interaksi antara perlakuan aksesi ke-i dan media

regenerasi ke-j.

(α )ik : Komponen interaksi antara perlakuan aksesi ke-i dan dosis

iradiasi ke-k.

( )jk : Komponen interaksi antara perlakuan media ke-j dan dosis

iradiasi ke-k.

(α )ijk : Komponen interaksi antara perlakuan aksesi ke-i, media regenerasi ke-j

dan dosis iradiasi ke-k.

εijkl : Pengaruh galat percobaan perlakuan aksesi ke-i, media regenerasi ke-j,

dan dosis iradiasi ke-k pada ulangan ke-l. i : 1, 2.

j : 1, 2, ...4. k : 1, 2, ...4. l : 1, 2, 3,..10.

Pengamatan sesudah kalus diiradiasi terdiri atas:

1. Bobot kalus, dihitung saat subkultur.

2. Laju pertumbuhan relatif = (Bobot kalus subkultur 2 – bobot kalus subkultur 1)

/ bobot kalus subkultur 1. Perhitungan ini berdasarkan Witjaksono dan Litz

(2004), Patade et al. (2008).

Persiapan Bahan Tanam

Eksplan handeuleum berasal dari aksesi Kalimantan dan Papua yang

memiliki kandungan fitokimia yang tinggi (Khumaida et al. 2008). Tanaman

ditanam pada polibag yang diisi media dengan perbandingan tanah : kompos =

1 : 2, setelah itu diberi pupuk dengan kandungan pupuk NPK seimbang dosis 4 g / polibag. Tanaman dipelihara dengan diberi pupuk daun setiap satu

minggu sekali, dibersihkan dari gulma, dan disemprot pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Persiapan Media

Media dasar yang digunakan pada tahap induksi kalus dan tahap iradiasi

dengan sinar gamma terdiri atas hara makro dan mikro media WPM

(Lampiran 4), 3% sukrosa, 0.2% gelrite, arang aktif, kasein hidrolisat, dan zat

pengatur tumbuh (2.4-D, NAA, BAP, dan TDZ) sesuai dengan perlakuan. Media dasar yang digunakan pada tahap proliferasi sama dengan di atas, tapi vitaminnya memakai vitamin media dasar MS dan B5.

Persiapan dan Sterilisasi Eksplan

Eksplan yang digunakan untuk percobaan ini adalah eksplan daun asenik yang berasal dari daun muda yang sudah membuka dengan sempurna. Daun disterilisasi dengan cara dicuci dengan deterjen lalu dibilas di bawah air mengalir selama satu jam, setelah itu direndam kedalam larutan fungisida-bakterisida (masing-masing 2 g / l ) selama kurang lebih 10 jam. Daun dibersihkan dengan air steril di dalam laminar. Daun yang telah bersih dicelup pada alkohol 70% selama 10 detik, lalu dibilas dengan air steril. Setelah itu daun direndam dalam larutan

kloroks 2.5% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril. Daun dipotong 1 x 1 cm dan direndam selama 10 menit pada larutan betadine encer. Potongan

daun asenik kemudian dikeringkan di atas kertas tisu steril, setelah kering potongan daun asenik ditanam pada media pre-kondisi selama satu minggu. Eskplan yang steril kemudian ditanam pada media perlakuan.

Eksplan kalus yang berasal dari percobaan proliferasi kemudian diiradiasi dengan sinar gamma pada beberapa taraf dosis perlakuan yang telah ditentukan sebelumnya. Eksplan lalu ditumbuhkan pada media perlakuan untuk regenerasi.

Analisis Data

Hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan uji F. Apabila hasil uji

nyata dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range

Test-DMRT). Sebaran kenormalan data dianalisis dengan sistem Saphiro-Wilk.

Data ditransformasi dengan skala kenormalan √X+0.5 untuk mendekati sebaran

normal. Uji kontras dilakukan pada percobaan proliferasi kalus untuk menentukan perbandingan-perbandingan dari perlakuan.

Hasil dan Pembahasan Kondisi Umum

Percobaan ini menggunakan 2 (dua) aksesi handeuleum (Kalimantan dan

Papua) hasil eksplorasi dari penelitian Khumaida et al. (2008) yang memiliki

kandungan fitokimia yang tinggi. Keragaan tanaman yang digunakan sebagai eksplan dapat dilihat pada gambar 21.

Gambar 21 Keragaan handeuleum di lapang (a), dan potongan daun asenik untuk inisiasi kalus pada media perlakuan (b).

Daun yang digunakan sebagai eksplan untuk inisiasi kalus adalah daun kedua setelah pucuk. Daun muda dipilih sebagai eksplan karena jaringannya merupakan jaringan yang masih muda dan sel-selnya masih aktif membelah. Eksplan daun yang responsif terhadap perlakuan media terlihat berwarna hijau segar dan terlihat mengembang untuk kemudian timbul kalus, sedangkan pada eksplan yang tidak responsif biasanya tidak terjadi perubahan, kemudian lama- lama berubah warna menjadi coklat dan mati. Kalus mulai terbentuk sekitar minggu ke-2 dan ke-3 setelah tanam pada media perlakuan, kalus tumbuh pada permukaan daun yang mengalami pelukaan, baik dari tengah permukaan eksplan asenik atau dari sisi terluar.

Menurut Gunawan (1992) kalus adalah sekumpulan sel amorphous yang

terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus-menerus, timbul karena adanya pelukaan dan kondisi stres. George dan Sherrington (1984) mengatakan bahwa kalus tersusun atas sel-sel parenkima yang memiliki ikatan renggang dengan sel-sel lainnya, dan timbul karena adanya rangsangan dari zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen yang mengakibatkan metabolisme menjadi aktif.

Persentase kontaminasi yang terjadi pada percobaan ini pada fase induksi kalus adalah sebesar 37.33% untuk aksesi Papua dan 38.67% untuk aksesi Kalimantan, pada fase proliferasi sebesar 7.69% untuk aksesi Papua dan 7.50% untuk aksesi Kalimantan, pada fase iradiasi dengan sinar gamma kontaminasi yang terjadi sebesar 35.90% pada aksesi Papua dan 12.74% pada aksesi Kalimantan. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri endogen, dapat terjadi saat sterilisasi, subkultur, maupun pada saat penyimpanan di ruang kultur. Hal ini dikarenakan bahan tanaman yang tidak bersih, kurang sterilnya peralatan dan ruang tanam yang digunakan.

Waktu Inisiasi Kalus, Jumlah dan Persentase Jumlah Eksplan Berkalus dan Bobot Kalus

Kalus adalah sekumpulan massa sel tanaman yang tidak terorganisir dan formasinya dikontrol oleh zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ada pada media kultur

bervariasi dari spesies yang satu dengan spesies yang lain, dan tergantung juga

pada sumber eksplan (Charriere et al. 1999).

Waktu inisiasi kalus berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 10 tidak menunjukkan tidak berbeda nyata, waktu inisiasi eksplan tidak dipengaruhi oleh perlakuan aksesi dan kombinasi media. Bila dilihat dari hasil rata-rata, kombinasi media 25 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I11) menghasilkan rata-rata waktu inisiasi kalus tercepat yaitu sebesar 1.81 minggu.

Jumlah eksplan berkalus pada percobaan ini dipengaruhi secara sangat nyata oleh perlakuan kombinasi media tapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan aksesi dan interaksi antara aksesi-media. Berdasarkan hasil pada Tabel 10 terlihat bahwa kombinasi media 10 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I9) menghasilkan jumlah eksplan berkalus terbesar yaitu sebesar 1.88 eksplan per botol. Kombinasi media 55 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I7) menghasilkan jumlah eksplan berkalus paling sedikit sebesar 1.20 per botol, hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi media 55 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I14) yang menghasilkan jumlah eksplan berkalus sebesar 1.26.

Persentase jumlah eksplan berkalus dipengaruhi secara sangat nyata oleh perlakuan kombinasi media tapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan aksesi dan interaksi antara aksesi-media. Bila dilihat berdasarkan persentase jumlah eksplan berkalus, perlakuan 5 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I1) menghasilkan persentase jumlah eksplan terbesar (97.06 %). Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi media 10 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I2), 15 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I3), 10 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I9), 35 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I12), yang menghasilkan persentase jumlah eksplan berkalus berturut-turut sebesar 88.24%, 91.18%, 97.06%, dan 93.75%.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 10 terlihat bahwa bobot kalus induksi pada percobaan ini dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan media, sedangkan aksesi dan interaksi antara aksesi-media tidak memberikan respon. Bobot kalus tertinggi pada Tabel 1 dihasilkan oleh perlakuan kombinasi 5 µM 2.4-D+15 µM NAA (I8) yang menghasilkan bobot 1.02 g.

Tabel 10 Waktu inisiasi kalus, jumlah eksplan berkalus, persentase jumlah eksplan berkalus, bobot kalus pada tahap induksi kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%; Nilai ± yang disajikan adalah standar deviasi; a) Data merupakan hasil transformasi dengan rumus (√X+0.5) ; b) Data merupakan hasil transformasi dengan rumus log (x+1).

Komposisi Media Induksi (µM) Wkt Inisiasi Kalus (minggu) Eksplan Berkalus a) (buah) Persentase b) Eksplan Berkalus (%) Bobot Kalus a) (g) 5 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I1) 10 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I2) 15 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I3) 25 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I4) 35 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I5) 45 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I6) 55 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I7) 5 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I8) 10 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I9) 15 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I10) 25 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I11) 35 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I12) 45 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I13) 55 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I14) 2.18 ± 1.19 2.42 ± 0.86 2.44 ± 1.26 2.40 ± 0.83 2.35 ± 0.74 2.13 ± 1.25 2.00 ± 1.75 2.31 ± 1.29 2.29 ± 0.87 2.94 ± 0.66 1.81 ± 1.31 2.86 ± 0.99 2.29 ± 1.29 3.00 ± 1.62 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn 1.82 ± 0.39 1.76 ± 0.44 1.82 ± 0.53 1.59 ± 0.71 1.59 ± 0.71 1.79 ± 0.58 1.20 ± 0.86 1.56 ± 0.70 1.88 ± 0.38 1.61 ± 0.70 1.57 ± 0.65 1.75 ± 0.45 1.33 ± 0.77 1.26 ± 0.93 ab ab ab abc abc ab c abc a abc abc ab bc c 97.06 ± 12.13 88.24 ± 21.86 91.18 ± 26.43 79.41 ± 35.61 82.35 ± 35.09 89.29 ± 28.95 60.00 ± 43.09 80.56 ± 34.89 97.06 ± 12.13 86.11 ± 33.46 78.57 ± 32.31 93.75 ± 17.08 69.44 ± 38.88 63.16 ± 46.67 a a a abc abc ab bc abc a abc abc a abc c 0.48 ± 0.14 0.40 ± 0.14 0.30 ± 0.11 0.17 ± 0.05 0.07 ± 0.01 0.07 ± 0.02 0.06 ± 0.02 1.02 ± 0.36 0.33 ± 0.10 0.30 ± 0.11 0.12 ± 0.04 0.08 ± 0.04 0.06 ± 0.01 0.06 ± 0.01 b bc c d e e e a c c de de e e

Auksin sintetik yang paling banyak digunakan dalam beberapa percobaan tentang kalus adalah 2.4-D dan NAA, seperti yang digunakan oleh Prakash dan

Gurumurthi (2009) pada Eucalyptus camaldulensis, Yan et al. (2009) pada

tanaman Allium chinense. Berdasarkan penelitian Wanil et al. (2010), 2.4-D

adalah auksin terbaik untuk menginduksi Tridax procumbens L diikuti oleh NAA,

yang masing-masing dikombinasikan dengan BAP.

Fillipov et al. (2006) dalam penelitiannya tentang pengaruh auksin dan

genotipe pada gandum, menyatakan bahwa pemberian auksin tambahan (NAA, IAA, IBA) dari auksin yang sudah ada (Dicamba, 2.4-D, 2.4.5-T) terbukti

bermanfaat meningkatkan respon morphogenic dari embrio matang gandum. Hal

ini didukung oleh penelitian Khumaida dan Handayani (2010), kombinasi 2.4-D dan NAA pada media menyebabkan pertumbuhan kalus embrionik lebih cepat pada kalus kedelai.

Persamaan regresi Y = 0.710 – 0.007 X1 + 0.023 X2 (R2 = 0.585) untuk

pengaruh 2.4-D pada NAA 15 µM, menunjukkan bahwa bobot kalus pada konsentrasi 5 µM 2.4-D mencapai bobot terbesar (1.02 g), dan jumlahnya terus menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi 2.4-D. Begitu pula pada

konsentrasi NAA 10 µM, dengan persamaan regresi Y = 0.710 – 0.005 X1 +

0.027 X2 (R2 = 0.765), bobot kalus mencapai nilai tertinggi pada konsentrasi

2.4-D 5 µM (0.48 g), dan jumlahnya menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi 2.4-D.

Gambar 22 Hubungan antara konsentrasi 2.4D dengan bobot kalus dua aksesi handeuleum pada konsentrasi NAA 10 µM dan 15 µM.

Hasil ini sama dengan penelitian Thomas dan Sreejesh (2004) pada

tanaman Benincasa hispida, dimana kalus menjadi coklat dan kemudian mati pada

konsentrasi 2.4-D yang lebih tinggi (di atas 6 µM). Menurut Karimi (2010) meskipun 2.4-D dapat meningkatkan pertumbuhan kalus, tetapi hormon ini bersifat herbisida sehingga konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pengkalusan, dan mungkin dapat mencegah pembelahan sel.

Fillipov (2006) melaporkan bahwa 2.4-D adalah auksin yang sangat stabil dibandingkan auksin lain, memiliki resistensi yang sangat kuat terhadap degradasi secara enzimatik pada sel tanaman. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan mengapa bobot kalus mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi 2.4-D pada konsentrasi NAA 10 dan 15 µM.

Warna dan Tekstur Kalus

Menurut Riyadi (2009) keberadaan 2.4-D dan NAA mempengaruhi secara nyata warna dan struktur kalus empat genotipe kedelai. Kalus yang diinduksi oleh NAA memiliki warna hijau, dan keberadaan 2.4-D pada media cenderung menjadikan kalus menjadi berwarna coklat.

Gambar 23 Warna kalus pada induksi kalus dari dua aksesi handeuleum: putih (a), putih bening (b), coklat (c).

Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Gambar 23, terlihat bahwa terdapat tiga jenis warna kalus yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan antara 2.4-D dan NAA, yaitu kalus berwarna putih, putih bening, dan kalus berwarna coklat. Persentase warna kalus disajikan pada Gambar 24. Keberadaan kalus putih ada pada semua perlakuan, dimana persentase terbesar terdapat pada kombinasi media 55 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I7) yaitu sebesar 18 %, sedangkan

persentase kalus putih terkecil dihasilkan oleh perlakuan kombinasi media 10 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I9) sebesar 3%

Gambar 24 Pengaruh kombinasi media terhadap warna kalus dua aksesi

handeuleum.

Kalus yang berwarna putih bening hanya terdapat di perlakuan kombinasi media 5 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I1), 10 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I2), 15 µM 2.4-D + 10 µM NAA (I3), 5 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I8), 10 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I9), 15 µM 2.4-D + 15 µM NAA (I10), berturut-turut sebesar 67%, 45%, 43%, 71%, 58%, dan 21%.

Warna kalus yang disajikan pada Gambar 24 terlihat bahwa warna kalus kedua aksesi handeuleum pada berbagai kombinasi media memiliki kecenderungan pola sehingga dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menghasilkan tiga warna kalus dengan yang menghasilkan dua warna kalus. Kelompok pertama terdiri dari media yang mengandung konsentrasi 2.4-D kecil (I1, I2, I3, I8, I9, dan I10), kelompok kedua adalah kelompok media yang mengandung konsentrasi 2.4-D yang besar (I4, I5, I6, I7, I11, I12, I13, dan I14).

Kelompok pertama menghasilkan kalus yang berwarna putih dan berwarna putih bening, sedangkan kelompok kedua tidak menghasilkan kalus putih bening. Hal ini dikarenakan 2.4-D lebih stabil bila dibandingkan dengan NAA, sehingga

Dokumen terkait