• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II 17 DALAM SITUS ARTIKEL OPINI MOJOK.CO UNGGAHAN

2.3 Jenis Gaya Bahasa Sinisme

2.3.2 Kalimat Tanya Retoris

Kalimat tanya retoris menekankan pengungkapan tentang gagasan atau sesuatu dengan menampilkan semacam pertanyaan yang sesbenarnya tidak menghendaki jawaban. Berikut merupakan contoh gaya bahasa sinisme berupa kalimat tanya retoris.

(22) Sekarang TKN menggunakan istilah “Perang Total”. Katanya Pilpres 2019 itu rileks? Katanya Pilpres harus menyebarkan kesejukan?

(15/2/2019) Data (22) menunjukkan adanya gaya bahasa sinisme yang diungkapkan oleh seorang penulis kepada tim sukses pasangan calon 01 yaitu TKN tersebut. Dengan beranggapan bahwa pertanyaan tersebut yang tanpa sebuah jawaban, bagi para pembaca sudah mengetahui apa yang dimaksud dari penulis. Pada contoh kalimat (22) terdapat gaya bahasa sinisme yang secara langsung diungkapkan dengan penggambaran situasi yang sedang terjadi. Lebih tepatnya yang menunjukkan

adanya gaya bahasa sinisme pada frasa Perang Total tersebut. Maka, secara kesimpulan ingin menegaskan bahwa pihak TKN memberikan istilah Perang Total yang sebelumnya mengatakan bahwa Pilpres 2019 harus menyebarkan kedamaian.

Terdapat data lain yang menunjukkan adanya gaya bahasa sinisme dengan kalimat tanya retoris.

(23) Ya kok kayaknya naif banget kalau disebut tidak ada kecurangan sama sekali. Tapi mau nyebut kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif kan nggak bisa sembarangan kalau nggak ada buktinya kan?

(22/5/2019) Contoh (23) menunjukkan adanya gaya bahasa sinisme dengan kalimat ya kok kayaknya nafi banget kalau disebut tidak ada kecurangan sama sekali. Kalimat tersebut melatarbelakangi masalah yang terjadi ketika para pendukung sama-sama saling memberikan opini mereka tentang adanya kecurangan pada pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Kalimat tersebut secara langsung diungkapkan dengan kata naif yang berarti tidak masuk akal. Secara eksplisit penulis memberikan pertanyaan yang bermaksud untuk menegaskan, hal itu diketahui pada kalimat nggak bisa sembarangan kalau nggak ada buktinya kan?. Pertanyaan tersebut menjadi tidak tegas ketika melahirkan sebuah pernyataan yang didukung kata kan yang sesungguhnya digunakan untuk penegasan.

(24) Mereka ini adalah orang-orang yang ngotot merayakan

kebahagiaannya secara berlebihan, bila perlu sampai masa pemilu berikutnya. Ini jelas gagal move on menahun. Atau kelima tahun?

(4/5/2019) Contoh (24) merupakan gaya bahasa sinisme dengan pengungkapan kalimat pada mereka ini adalah orang-orang yang ngotot merayakan kebahagiaan secara berlebihan. Istilah ngotot tersebut yang digambarkan oleh penulis dalam kalimatnya. Secara emplisit terdapat kalimat tanya retoris yang menjadi unsur gaya bahasa sinisme. Pengungkapan kalimat atau kelima tahun? tersebut sebenarnya menjadi ciri dalam penekanan sebuah pernyataan mengenai orang-orang yang ngotot untuk merayakan kebaagiaan secara berlebihan dan menyebabkan gagal move on. Maka dengan jelas bahwa kalimat tanya retoris tersebut yang sebenarnya sebagai penekanan akan pernyataan yang dibuat seorang penulis tersebut.

(25) Mana mau sih, mereka berpikir bahwa mereka menang bukan karena mereka hebat, tapi karena lawan mereka tidak sepadan?

(28/5/2019) Data (25) merupakan bukan sebuah pertanyaan yang memerlukan sebuah jawaban. Kalimat mana mau sih, mereka berpikir, secara langsung berupa gaya bahasa sinisme dengan meremehkan pihak lain. Penulis memberikan agumentasinya bahwa kemenangan yang dibuatnya bukan karena kehebatannya melainkan lawannya tidak sepadan. Kalimat tersebut tidak mengharapkan sebuah jawaban, karena kalimat tersebut merupakan sebuah sindiran untuk pihak yang dituju oleh penulis.

(26) Tanpa bukti yang memadai, bagaimana seseorang bisa menjatuhkan keputusan ya to? Bagaimana memprosesnya kalau sejak awal BPN emang nggak niat-niat amat begini membongkar kecurangan?

(22/5/2019)

Contoh (26) menjadi bukti bahwa gaya bahasa sinisme pada kalimat sejak awal BPN emang nggak niat-niat amat begini membongkar kecurangan. Kalimat tersebut menjadi sindiran yang secara langsung digambarkan penulis bahwa BPN kurang berkeinginan untuk membongkar kecurangan. Rasa ketidakyakinan tersebut terdapat pada kalimat tanpa bukti yang memadai, yang kemudian muncul pertanyaan retoris bagaimana bisa menjatuhkan keputusan ya to. Pertanyaan tersebut tidak membutuhkan sebuah jawaban, karena penulis berkeyakinan bahwa pihak BPN tidak memiliki bukti-bukti yang memadai untuk dapat membongkar kecurangan.

(27) Masalahnya kalau dalam bawaslu aja, BPN nggak serius menemukan bukti yang mumpuni, gimana mereka mau maju ke MK? Masa mau kasih link berita lagi?

(22/5/2019) Data (27) terdapat gaya bahasa sinisme pada kalimat BPN nggak serius menemukan bukti. Kalimat tersebut mengungkapkan adanya pihak BPN yang kurang serius dalam menemukan bukti-bukti kecurangan. Dengan pengungkapan gimana mereka maju ke MK?, merupakan kalimat tanya retoris yang bukan untuk dijawab. Hal tersebut terjadi karena sebuah pernyataan yang meyakinkan pertanyaan tersebut karena pihak BPN yang kurang serius menemukan bukti dan berita yang diberikan hanya sebatas link, bukan secara tertulis atau nyata. Maka kalimat tersebut bukan kalimat tanya yang perlu untuk dijawab, tetapi untuk

meyakinkan pembaca mengenai pihak pelapor BPN yang kurang serius dalam menemukan bukti tersebut.

2.3.3 Pertentangan

Menghadirkan unsur pertentangan secara eksplisit dalam sebuah penuturan. Secara eksplisit cara itu digunakan untuk menegaskan, menekankan, atau mengintensifkan sesuatu yang dituturkan. Pada data dalam artikel opini Mojok.co terdapat beberapa gaya bahasa sinisme berupa paradoks atau pertentangan.

(28) Pada era Orde Lama misalnya, partai mana pun yang menang tidak akan berpengaruh apa-apa. Presidennya ya tetap Bung Karno.

(25/2/2019) Data (28) yang menjadi gaya bahasa sinisme ketika ungkapan pada kalimat partai manapun yang menang tidak akan berpengaruh apa-apa, mengungkapkan adanya kekesalan atau kekecewaan ketika partai yang diusungnya menjadi kemenangan justru tidak menjadi pengaruh terhadap pemerintahan. Kalimat presidennya ya tetap Bung Karno yang menjadi ciri akan adanya pertentangan pada kalimat tersebut. Ketika siapapun pemenangnya, yang akan menjadi Presiden tetap Bung Karno. Kesimpulan data (28) menjadi contoh berupa sindiran kepada pemerintahan pada saat ini yang memberikan contoh disaat orde lama ketipa siapapun pemenangnya tidak ada pengaruhnya dan walaupun pemilihan presiden berlangsung, yang menjadi presidennya akan sama yaitu Bung Karno.

Data lain yang menunjukkan adanya gaya bahasa sinisme dengan pertentangan seperti berikut.

(29) Motifnya membelotnya bukan lantaran mendapat insight atau

hidayah hakikat kebenaran atau apalah, melainkan lebih karena ada kepentingan politisi atau bahkan ada dendam.

(25/2/2019)

Contoh (29) menjadi gaya bahasa sinisme pada kalimat melainkan lebih karena ada kepentingan politisi bahkan ada dendam. Secara emplisit penulis menegaskan bahwa kegiatan berpolitik hanya digunakan sebagai ajang balas dendam. Pertentangan yang terjadi pada kalimat tersebut terdapat pada awal kalimat motifnya membelototonya bukan lantaran mendapat insight atau hidayah hakikat kebenaran. Kalimat tersebut menunjukkan adanya kebaikan yang diungkapkan, tetapi munculah kalimat yang bertentangan pada kalimat melainkan lebih karena ada kepentingan politisi atau bahkan ada dendam yang mencirikan adanya keburukan yang terjadi di dalam berpolitik. Maka contoh (29) menjadi ciri bahwa kalimat tersebut merupakan gaya bahasa sinisme dengan berupa pertentangan yang secara eksplisit.

(30) Yang abai mereka pikirkan adalah kenyataan bahwa belum tentu dengan menang pemilu, mereka dapat akan berhasil menyelesaikan karut marut persoalan di negeri kelapa ini.

(4/5/2019) Data (30) memberikan gaya bahasa sinisme pada kalimat karut marut persoalan di negeri kelapa ini, yang melatarbelakangi dengan berbagai macam persoalan yang dihadapi oleh Indonesia ini. Kalimat ini menghadirkan pertentangan pada kalimat pertama yang menjelaskan bahwa belum tentu dengan menang pemilu, merupakan bentuk bahwa para calon presiden atau calon legislatif lebih mementingkan kemenangan daripada menyelesaikan persoalan-persoalan

yang terjadi di Indonesia ini. Maka, kesimpulan pada data (30) bahwa para capres dan caleg ini hanya berebut kemenangan, sedangkan setelah kemenang tersebut para caleg dan capres ini belum tentu dapat menyelesaika persoalan-persoalan yang ada.

(31) Nasihat yang dapat diberikan untuk golongan ini rasanya tidak ada. Kalau toh ada, mungkin tidak akan berhasil.

(4/5/2019) Data (31) ini merupakan gaya bahasa sinisme berupa pertentangan. Kata nasihat merupakan ajaran atau pelajaran baik dan berupa anjuran atau petunjuk. Namun, pada kalimat tersebut justru berbeda maknanya. Terdapat pertentangan bahwa nasihat yang diberikan golongan ini rasanya tidak ada, yang merupakan bentuk dari pesimisme. Sehingga, dirasa bahwa sesuatu yang dianjurkan mengenai kebaikan akan berdampak buruk bagi golongan tersebut. Jadi, pertentangan yang terjadi ketika kalimat nasihat yang diberikan, dan tidak akan berhasil.

(32) Secara sederhana, kita bisa menduga bahwa ada narasi yang ingin menegasikan kekuatan negara. Caranya? Hanya lewat

ketidakpercayaan terhadap aparatur-aparaturnya.

(22/5/2019) Kalimat (32) terlihat jelas mengenai pertentangan yang terjadi, ketika ingin menegaskan kekuatan negara, yang seharusnya dengan kebaikan-kebaikan yang ditunjukkan. Hal ini justru berbanding terbalik, penulis memberikan ketidakpercayaan terhadap aparatur-aparaturnya, yang menjadikan bahwa kekuatan negara tersebut didapatkan dari rasa ketidakpercayaan tersebut.

Sehingga, kalimat yang dituju pada awal ingin membawa dalam positif, justru penulis memberikan opini dengan hal yang negatif tersebut. Maka, secara kesimpulan pada data (32) memberikan contoh bahwa sindirtan tersebut digunakan untuk memberikan kritikan terhadap aparatur-aparatur negara yang tidak mau mendengarkan kritikan dari masyarakatnya.

(33) Melihat itu, jalur kemenangan jadi semakin lama semakin kelihatan sudah buntu, akhirnya yang tersedia menjadi kekuatan pendukung 02 ya cuma tinggal kesaksian-kesaksian. Kesaksian dan cerita-cerita kecurangan di lapangan.

(22/5/2019) Data (33) memperlihatkan kemenangan yang sesungguhnya merupakan bentuk kebahagiaan yang akan terjadi. Namun, pada kalimat (33) tersebut meberikan penjelasan bahwa jika kemenangan itu terjadi akan ada pendukung 02 yang akan memberikan pendapatnya mengenai kecurangan-kecurangan yang terjadi. Maka, dengan jelas bahwa pada kemenangan yang diakui oleh pihak 02 bukan berdampak menjadi kebahagiaan tetapi justru memberikan tanggapan-tanggapannya mengenai kecurangan yang terjadi pada Pilpres yang berlangsung.

Dokumen terkait