• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Teh Kamboja

Teh jenis ini berasal dari kawasan Asia Tenggara yaitu Kamboja dan banyak dibudidyakan di sana. Teh jenis ini jarang dibudidayakan di Indonesia (Danang, 2011).

Teh hijau adalah teh yang tidak melewati proses oksidasi enzimatik. Teh jenis ini paling populer dan dipercaya berkhasiat untuk kesehatan. Setelah daunnya dipetik, kemudian memasuki tahapan pelayuan kemudian disangrai untuk mencegah terjadinya proses oksidasi pada daun. Proses terakhir adalah

pengeringan daun, agar keharuman dan warna hijaunya tetap terjaga. Teh oolong merupakan teh semioksidasi enzimatis. Proses pengolahannya setelah dipetik, daun dijemur dibawah sinar matahari agar layu. Proses ini ditujukan untuk menurunkan kadar air dan membuat daun lebih lembut. Kemudian daun digilinguntuk mengeluarkan airnya diikuti proses oksidasi enzimatik yang pendek sebelum dikeringkan di oven. Setelah diproses, warna daunnya berubah menjadi seperti tembaga dengan cita rasa ringan, antara teh hijau dan teh hitam. Teh hitam merupakan teh yang mengalami proses oksidasi enzimatis sempurna. Proses pengolahannya dimulai dengan pelayuan selama 12-18 jam. Proses ini untuk mengurangi kadar air dalam daun. Setelah pelayuan, dilakukan penggilingan. Hancurnya membran daun saat penggilingan menyebabkan keluarnya sari teh dan minyak essensial sehingga memunculkan aroma khas (Cipta, 2008).

Dalam perdagangan teh internasional dikenal tiga golongan teh, yang pengolahannya berbeda-beda dan dengan demikian juga bentuk serta cita rasanya, yaitu Black Tea (teh hitam), Green Tea (teh hijau), dan Oolong Tea (teh oolong). Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya. Di samping itu teh hitam tidak mengandung unsur-unsur lain di luar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari bahan- bahan non teh (Radiana, 1985).

Komposisi Kimia Teh

Bagian-bagian dari pucuk teh mempunyai kadar air yang berbeda. Dengan demikian mungkin nampak perbedaan sedikit antara kecepatan pelayuan dari misalnya daun kesatu dan daun ketiga. Dibawah ini diberi contoh dari kadar air yang berada di berbagai bagian dari pucuk teh :

Tabel 1. Kadar Air Daun Teh Segar

Letak Kadar air (%)

Jarum pecco 78,5

Daun ke-1 76,8

Daun ke-2 77,0

Daun ke-3 77,6

Daun ke-4 76,6

Sumber :(Thio Goan Loo, 1982).

Tabel 2. Komposisi Kimia Daun Teh Segar

Komponen Jumlah (%)

Selulosa dan serat kasar 22

Protein 16

Lemak 8

Klorofil dan pigmen 1,5

Pektin 4

Pati 0,5

Polifenol yang dapat difermentasikan 20

Polifenol lain 10

Kafein 4

Gum dan gula-gula 3

Asam amino 7

Mineral (abu) 4

Sumber : (Departemen Kesehatan RI., 1996).

Berikut ini adalah komposisi polyphenol teh hijau dan teh hitam. Tabel 3. Komposisi Polifenol Teh Hijau dan Teh Hitam

Komponen Teh hijau (mg) Teh hitam (mg)

Catechins 210 63 Flavonoles 14 21 Thearubigins 0 28 Undefined 266 273 Kafein 45 50 Sumber : (Danang, 2011).

Tabel 4. SNI Teh Hitam Celup

Kriteria Uji Persyaratan Kadar

Ekstrak dalam air Min 32 (% bb)

Air Maks 10 (% bb)

Serat Kasar Maks 16,5 (% bb)

Abu 4-8 (% bb)

Abu larut dalam air Min 45 (% bb) Abu tidak larut dalam air Maks 1 (% bb) Sumber : (BSN, 2010).

Senyawa fenol yang paling utama dalam teh adalah tanin/katekin. Tanin disebut juga sebagai asam tanat atau asam galotanat. Tanin tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Tanin meliputi Substansi fenol yang merupakan senyawa paling penting pada daun teh adalah tanin/catechin. Tanin merupakan senyawa paling kompleks dan tidak berwarna. Perubahannya di dalam pengolahan langsung atau tidak langsung selalu dihubungkan dengan semua sifat teh yang siap dikonsumsi, yaitu rasa, warna dan aroma. Tanin sebagian besar tersusun atas: katekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalo katekin, epigalo katekin galat, galo katekin. Dari seluruh berat kering daun teh terdapat catechin sekitar 20-30% (Danang, 2011).

Proses Pengolahan Teh

Teh diperoleh dari pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda) dari tanaman (Camelia sinensis L.). Tanaman ini berasal dari daerah pegunungan di Himalaya. Karenanya di daerah tropik tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi dengan suhu sekitar 14 - 25oC. Di Indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan ketinggian 250 m - 1.200 m. Panen teh terjadi ketika daun-daun dan tunas-tunas muda yang di daerah tropika dipetik secara rutin seminggu sekali tergantung pada musim. Daun hijau

yang dipetik diangkut ke suatu pabrik untuk diolah menjadi bubuk teh jadi yang berbentuk teh hijau yang diminum di negara-negara Barat atau teh hitam. Teh hijau juga diproses lagi menjadi teh berbau wangi (Spillane, 1992).

1. Pemetikan

Yang dimaksud dengan petikan adalah panen yang dilakukan dengan memetik daun-daun yang cocok untuk pengolahan. Tujuan dari petikan adalah untuk mendapatkan produksi daun muda yang mempunyai kualitas maupun kuantitas sebaik-baiknya serta memenuhi syarat-syarat untuk pengolahan. Pemetikan ada dua bagian yaitu : petikan jendangan/ukur dan petikan produksi. Petikan ukur adalah pemetikan yang pertama dilakukan pada pucuk-pucuk yang tumbuh di areal pangkasan yang bertujuan untuk membentuk bidang petikan. Petikan produksi adalah mengambil semua pucuk-pucuk yang matang petik dengan penggunaan alat (gunting) untuk memperoleh produksi daun yang memenuhi syarat-syarat mutu pengolahan (Soeharjo, 1996).

Suatu sistem petikan teh dapat mempengaruhi mutu bubuk teh yang dihasilkan, jumlah produksi teh yang akan datang, menentukan waktu pemetikan teh selanjutnya serta mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman teh itu sendiri. Dari ketiga macam sistem petikan teh yang dihasilkan, sistem petikan halus akan memberikan mutu yang lebih baik pada bubuk teh yang dihasilkan daripada yang menggunakan sistem petikan lainnya karena semakin banyak jumlah daun mudanya, maka kandungan senyawa kimia penentu flavor khas teh jumlahnya lebih banyak dibandingkan pada daun teh yang sudah tua sehingga kualitas seduhan teh yang dihasilkan akan lebih baik dan terasa flavor khas tehnya (Danang, 2011).

2. Pelayuan

Pelayuan dilakukan untuk menghilangkan terbuangnya air dari daun dan memungkinkan oksidasi sesedikit mungkin. Daun teh dapat dijemur atau ditiriskan di ruangan berangin lembut untuk mengurangi kelembaban. Daun kadang-kadang kehilangan lebih dari seperempat massanya akibat pelayuan (Danang, 2011).

Di dalam praktek pelayuan dilakukan dengan menggunakan kotak layuan (Withering trough) atau dengan menggunakan rak-rak kayu yang ditumpuk.Di ujung kotak atau rak terdapat kipas yang berfungsi untuk menarik hawa panas yang dihasilkan dari mesin pengeringan yang terletak disebelah bawah kamar pelayuan (PTM, 2011).

Tujuan Pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (persentase ini bervariasi dari satu wilayah dengan yang lain). Daun teh ditempatkan diatas loyang logam (wire mesh) dalam ruangan (semacam oven). Kemudian udara dialirkan untuk mengeringkannya secara keseluruhan. Proses ini memakan waktu 12 hingga 17 jam. Pada akhir pemrosesan daun teh menjadi layu dan lunak hingga mudah untuk dipilin (Foodinfo, 2009).

Persyaratan pelaksanaan pelayuan antara lain :

- Kadar air harus diturunkan sedemikian rupa sehingga mempermudah proses fermentasi.

- Suhu udara panas harus sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi kimiayang menjadi dasar untuk fermentasi dapat berlangsung dengan baik, umumnya temperatur yang baik 28-30oC.

- Waktu untuk melayukan harus cukup lama, sehingga reaksi-reaksi kimia dapat berlangsung dengan leluasa yaitu antara 16-18 jam dalam keadaan normal.

- Umumnya persentase daun layu berkisar antara 47-49%, kondisi dan mutudari daun sangat menentukan lama pelayuannya dan kadar air daun setelah pelayuan

(Hamdani et al, 2009).

Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan pada alat

withering trough selama 14-18 jam tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digengam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak (Andrianis, 2009).

3. Penggilingan

Penggilingan untuk mengajukan dan mempercepat oksidasi, daun boleh dimemarkan dengan memberinya sedikit tumbukan pada keranjang atau dengan digelindingkan dengan roda berat.Ini juga menghasilkan sedikit jus, yang membantu oksidasi dan memperbaiki cita rasa teh (Danang, 2011).

Tujuan utama penggilingan dalam pengolahan teh hitam adalah :

- Mememarkan dan menggiling seluruh bagian pucuk agar sebanyak mungkin sel-sel daun mengalami kerusakan sehingga proses fermentasi dapat berlangsung secara merata

- Memperkecil daun agar tercapai ukuran yang sesuai dengan ukuran grade- grade teh yang diharapkan oleh pemasaran

- Memeras cairan sel daun keluar sehingga menempel pada seluruh permukaan partikel-partikel teh

(PTM, 2011).

4. Fermentasi

Ketika proses penggilingan telah sempurna, daun teh ditempatkan dalam bak-bak atau diletakkan diatas meja, sehingga enzim-enzim yang ada di dalam daun teh bersentuhan dengan udara dan mulai teroksidasi. Hal inilah yang mengahsilkan bau, warna dan mutu dari teh. Pada proses ini daun teh berubah warna hijau, menjadi coklat muda, lalu coklat tua dan perubahan warna daun ini terjadi pada temperatur 26 derajat. Tahap ini merupakan tahap kritis dalam menentukan rasa teh, jika oksidasi dibiarkan terlalu lama, rasa akan berubah menjadi seperti busuk. Proses oksidasi memakan waktu kurang lebih satu setengah sampai 2 jam (Foodinfo, 2009).

Selama fermentasi dan oksidasi, banyak zat-zat yang berguna seperti katekin, vitamin berubah atau hilang pada saat proses produksi teh hitam. Selama fermentasi terjadi penurunan kadar tannin yang disebabkan karena terjadinya proses oksidasi terhadap tannin yang merubah senyawa tanin menjadi senyawa theaflavin dan thearubigin (Fulder, 2004).

Selama fermentasi warna daun berubah dan menjadi warna tembaga gelap. Waktu fermentasi dihitung dari waktu penggulungan dimulai dan itu seharusnya sesingkat mungkin dilakukan. Setelah 4 jam terjadi kehilangan kualitas yang cukup besar. Dari ilustrasi reaksi ini, pada 3 jam fermentasi ekstrak

bahan larut air mungkin turun dari 50 % menjadi 42% yang dihitung dari bahan daun kering, pada waktu yang bersamaan bahan oksidasi menurun dari 330 menjadi 240 unit ( Eden, 1982).

Pemberhentian proses fermentasi yang terlalu awal akan menghasilkan teh yang warnanya terlalu muda, mutu rendah dan cita rasanya belum terbentuk sempurna. Sebaliknya waktu fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan teh yang berwarna gelap, cita rasa kurang dan aromanya mulai menurun. Hubungan antara waktu fermentasi dan karakteristik yang dihasilkan pada seduhan teh terlihat pada Gambar 1.

Fermentasi optimum

(Warna dan mutu seduhan baik) Warna dan mutu

belum sempurna Warna dan mutu sudah

menurun

Kurang fermentasi Lewat fermentasi

Waktu Fermentasi

Gambar 1.Hubungan antara lama fermentasi dan mutu seduhan teh (Kamal, 1985). Katekin (catechin) dapat berubah menjadi senyawa lain seperti theaflavin oleh proses fermentasi. Fermentasi pada teh bukan fermentasi oleh ragi tetapi proses oksidasi oleh enzim polifenoloksidase yang terdapat pada daun teh itu sendiri. Jika daun teh diremas, maka enzim ini akan keluar dan bereaksi dengan polifenol dan oksigen membentuk polifenol yang teroksidasi. Theaflavin atau polifenol yang teroksidasi memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah dari Katekin. Kosentrasi kafein pada teh hitam lebih tinggi dibandingkan teh lainnya.

Oleh karena itu manfaat teh hitam sebagai minuman penyegar lebih baik dibandingkan teh oolong dan teh hitam (Rinto, 2012).

Pada proses fermentasi teh kelembaban udara yang dipersyaratkan adalah 90 – 98 %. Apabila kelembaban udara di bawah 90 %, maka mutu dari teh yang dihasilkan akan menurun karena bubuk teh yang diproses akan mengalami penguapan air (Putratama, 2009).

5. Pengeringan

Pengeringan akan menghentikan proses oksidasi pada saat jumlah zat-zat bernilai yang terkumpul mencapai kadar yang tepat. Suhu 45-58oC yang dipakai pada pengeringan akan mengurangi kandungan air teh menjadi 2-3% membuat tahan disimpan. Beberapa perubahan kimia lain selain aktivitas enzim adalah pembentuk rasa, warna, dan bau spesifik (karena pembentukan karamel dari karbohidrat), walaupun minyak essensial yang sudah terbentuk 75-80% akan hilang (Alf, 2004).

Suhu pengeringan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen ekstrak daun kering. Semakin tinggi suhu pengeringan, semakin tinggi rendemen ekstrak. Semakin tinggi panas yang digunakan dalam pengeringan, semakin tinggi kerusakan protein, karbohidrat termasuk serat selulosa penyusun dinding sel seperti terdapat dalam daun teh (Alf, 2004).

Sejarah Kopi

Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika. Dimuka telah dikemukakan bahwa tanaman kopi ini dibawa ke pulau Jawa pada tahun 1696, tetapi pada waktu itu masih dalam taraf percobaan. Di Jawa, tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya baru pada

tahun 1699, karena tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi baik. Bibit kopi Indonesia didatangkan dari Yaman. Pada waktu itu jenis yang didatangkan adalah kopi arabika (AAK, 1988).

Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis dikawasan Afrika. Kopi arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Barat Ethiopia maupun di kawasan utara Kenya, kopi robusta di Ivory Coast dan Republik Afrika Tengah. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya (Siswoputranto, 1992).

Klasifikasi Tanaman Kopi

Tanaman Kopi diklasifikasikan atas : Divisi: Spermatophyta Subdivisi: Angiospermae Kelas: Dicotyledoneae Bangsa: Rubiales Suku: Rubiaceae Marga: Coffea Jenis:Coffea arabica L. (Hutapea, 1993)

Tabel 5. Komposisi kimia biji kopi robusta Komponen Jumlah (%) Mineral 4,0 – 4,5 Kafein 1,6 – 2,4 Trigonelline 0,6 – 0,75 Lipid 9,0 – 13,0

Total asam klorogenat 7,0 – 10,0

Asam alifatik 1,5 – 2,0 Oligosakarida 5,0 – 7,0 Total polisakarida 37,0 – 47,0 Asam amino 2,0 Protein 11,0 – 13,0 Asam Humin -

Sumber : (Clarke dan Macrae, 1985).

Jenis-jenis Kopi 1. Kopi arabika

Kopi arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia.Golongan ini merupakan yang pertama kali dikenal dan dibudidayakan oleh manusia, bahkan merupakan golongan kopi yang paling banyak diusahakan sampai akhir abad XIX. Setelah abad XIX dominasi kopi arabika menurun, karena ternyata kopi ini sangat peka terhadap penyakit HV, terutama di dataran rendah

(Najiyanti dan Danarti, 1997).

2. Kopi robusta

Kopi robusta berasal dari kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Bahkan kopi ini merupakan jenis yang mendominasi perkebunan kopi di Indonesia hingga saat ini (Najiyanti dan Danarti, 1997).

3. Kopi liberika

Jenis ini tumbuh di dataran rendah dekat Monrovia di Liberika, tetapi penyebarannya disana sini khususnya di Afrika Barat hanya berlangsung dalam waktu yang singkat saja. Kopi liberika cocok di dataran rendah yang beriklim panas dan basah, dapat hidup pada tanah yang agak kurus, dan tidak menuntut pemeliharaan yang istimewa (AAK, 1988).

Pemanfaatan Kopi

1. Kopi Instan (soluble coffee)

Kopi instan dibuat dengan cara mengambil esktrak dari kopi yang telah mengalami proses penyangraian. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Morgenthaler di Switzerland pada tahun 1938. Kopi yang telah digiling diekstrak dengan menggunakan tekanan tertentu alat pengekstrak. Temperatur air yang digunakan pada waktu mengambil ekstrak adalah 200oC. Komponen kering yang terdapat pada kopi hasil ekstraksi adalah 15%. Kemudian hasil esktraksi

dikeringkan dengan menggunakan spray dried atau freeze dried (Belitz dan Grosch, 1987).

2. Kopi Bubuk

Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana. Dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas. Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan petani, pedagang pengecer, industri kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Hasilnya pun hanya bisa dikonsumsi

sendiri atau dijual bila ada pesanan. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap yaitu tahap penyangraian dan tahap penggilingan

(Najiyanti dan Danarti, 1997).

3. Kopi Celup(Coffee Bags)

Kopi celup sama halnya seperti teh celup. Pada kopi celup biji kopi yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk seperti filter (saringan). Dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali (Wikipedia1, 2007).

4. Kopi Blending (Kopi Campuran)

Blending merupakan suatu proses penambahan bahan-bahan lain ke dalam kopi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dari kopi yang dihasilkan. Blending

memungkinkan pergantian perubahan selera dalam biji kopi dan penggantian jenis kopi jika ada kesulitan dalam penawaran/harga. Proses pencampuran sering dilakukan pada waktu biji kopi disangrai, contoh bahan-bahan yang sering dicampurkan pada kopi adalah jagung, gandum, rye dan sebagainya

(Belitz dan Grosch, 1987).

Daun Kopi

Kopi mempunyai bentuk daun bulat telur, ujungnya agak meruncing sampai bulat. Daun tersebut tumbuh pada batang, cabang dan ranting-ranting tersusun berdampingan. Pada batang atau cabang-cabang yang tumbuhnya tegak lurus, susunan pasangan daun itu berselang-seling pada ruas-ruas berikutnya.

Sedang daun yang tumbuh pada ranting-ranting dan cabang-cabang mendatar, pasangan daun itu terletak pada bidang yang sama, tidak berselang-seling

(AAK, 1988).

Daun kopi mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Daun, buah dan akar Coffea arabica mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol, disamping itu buahnya juga mengandung alkaloida. Kopi mengandung banyak komponen kimia yang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu komponen alifatik, komponen alisiklik, komponen aromatik, komponen heterosiklik, protein, asam amino, dan asam nukleat, karbohidrat, lemak, alkaloid, vitamin, dan komponen anorganik (Scribd, 2011).

Tabel 6. Komposisi kimia teh bubuk daun kopi

Komponen Jumlah (%) Tanin 3,12 Air 3,02 Abu 4,27 Protein 8,75 Lemak 2,0

Sumber : (Uji Laboratorium, 2012).

Kafein

Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang.Kafein banyak memiliki manfaat dan telah banyak digunakan dalam bidang obat-obatan dalam dunia medis. Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh, dan cokelat. Kafein berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan menghambat mekanisme susunan saraf manusia

Kopi dan teh adalah minuman favorit banyak orang yang sama-sama mengandung kafein. Banyaknya kandungan kafein dalam kopi dan teh sangat bergantung dari proses pengolahan dan cara menyeduhnya. Semakin lama diseduh akan membuat kadar kafeinnya makin tinggi. Hal ini karena kopi atau teh yang lebih lama diseduh akan menyebabkan semakin banyaknya kafein yang keluar dari serbuk kopi atau teh yang lalu berpindah ke dalam cangkir

Tanin

Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan gelatin. Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein

Pengolahan Daun Kopi

1. Teh Hijau Daun Kopi

Pembuatan teh hijau dari wiwilan daun kopi merupakan merupakan salah satu bentuk inovasi pengolahan daun kopi. Teh daun kopi berbahan dasar dasar wiwilan daun kopi muda yang merupakan limbah bagi tanaman kopi. Teh daun kopi merupakan pengembangan pasca panen kopi yang bertujuan untuk membidik segmen pasar masyarakat perkotaan yang menggunakan segala sesuatu serba instan (Ahmad, 2011).

2. Keripik Daun kopi

Daun kopi setengah tua, ternyata dapat diolah menjadi penganan yang bisa dikonsumsi. Bahkan, panganan satu ini memiliki khasiat obat yaitu, sebagai penghangat tubuh terutama penduduk di daerah yang berhawa dingin. Pengolahan daun kopi menjadi keripik bernilai ekonomi ini dilakukan Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Tista Kecamatan Busungbiu. Keripik daun kopi dibuat dari bahan- bahan seperti daun kopi setengah tua yang sudah dipilih. Pertama daun dibersihkan lanjut direndam dengan air hangat. Tujuannya, agar permukaan daun menjadi lemas dan untuk mematangkan serat daun

Dalam dokumen Studi Pembuatan Teh Daun Kopi (Coffea Sp) (Halaman 35-52)

Dokumen terkait