• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampung Adat Sebagai Penyangga Kearifan lokal dan Tradisi, Implikasinya terhadap Kegiatan Pariwisata

Dalam dokumen Bunga Rampai Kearifan Lokal 2013 (Halaman 59-63)

DI JAWA BARAT

5. Kampung Adat Sebagai Penyangga Kearifan lokal dan Tradisi, Implikasinya terhadap Kegiatan Pariwisata

Selain berperan besar dalam mendatangkan kunjungan wisatawan pada saat upacara berlangsung, kampung adatpun mempunyai peran yang besar dalam menjaga tradisi (Sunda). Beberapa unsur budaya yang mampu menarik kunjungan wisatawan antara lain, kegiatan menanam padi. Jadi sekalipun tidak dalam konteks upacara, menanam padi yang dilakukan oleh kaum perempuan di kampung adat menjadi daya tarik tersendiri. Demikian juga menggaru sawah dengan menggunakan kerbau acapkali menjadi obyek yang menjadi pusat perhatian wisatawan, apalagi kegiatan serupa hampir tidak bisa lagi dijumpai di wilayah perkotaan. Konon, pemandangan akan sangat menarik jika seorang bocah lelaki duduk di atas punggung kerbau sambil meniup seruling. Pemandangan yang sangat langka, namun masih bisa dijumpai di kampung-kampung adat di Tatar Pasundan.

Pada hari-hari biasa dimana upacara tidak diselenggarakan, bukan berarti kampung adat sepi dari aktivitas. Wisatawan yang kebetulan berkunjung masih bisa menikmati nuansa pedesaan, dengan melihat kaum perempuan yang sedang menumbuk padi di lesung. Bunyi alu yang beradu dengan lesung melahirkan irama yang khas apalagi jika para penumbuk padi itu menimpalinya dengan

”hariring” senandung. Kegiatan inipun menjadi atraksi wisata yang menarik bagi mereka yang kebetulan tidak pernah kenal dengan tradisi tersebut.

Membuat gula aren, adalah kegiatan yang unik, karena sejak pengambilan cairan aren dari pohonnya hingga menjadi bahan gula

di dalam kuali, tidak luput dari tingkah laku yang mencerminkan penghormatan kepada Sang Pencipta. Kekuatan gaib yang dipersonifikasikan sebagai Dewa atau Dewi mempunyai pengaruh yang dalam bagi komunitas kampung adat, oleh sebab itu tatacara pengambilan air nira dari pohonnya dilakukan dengan penuh hormat, seperti ”ngahariring” bersenandung sambil menepuk-nepuk batang pohon aren. Sungguh moment yang sangat romantis dan luar biasa indahnya. Kesempatan yang langka inipun sesungguhnya menjadi incaran kelompok wisatawan, karena selain bisa melihat cara pembuatan gula aren, merekapun berkesempatan mencicipinya sambil disuguhi teh panas.

Disamping berbagai tradisi yang bisa menjadi atraksi wisata, komunitas kampung adat juga memiliki keterampilan membuat aneka macam kerajinan tangan. Bahan yang digunakan untuk menciptakan berbagai bentuk wadah/ peralatan rumah tangga, hiasan dinding, ataupun yang berupa cenderamata seluruhnya diperoleh dari lingkungan hutan sekitar pemukiman mereka. Bahan tersebut adalah bambu, rotan, pandan atau yang tengah berkembang kini adalah serat eceng gondok. Pada umumnya pembuatan kerajinan tangan itu dilakukan pada waktu senggang setelah usai mengolah sawah, jadi bukan sebagai pekerjaan pokok. Sekalipun demikian hasilnya bisa membantu perekonomian keluarga, karena wisatawan yang datang biasanya tertarik dan membeli beberapa jenis kerajinan sebagai cenderamata atau untuk oleh-oleh.

Analisis

Mengkaji kehidupan komunitas di kampung adat ternyata bisa mengungkapkan berbagai tradisidan kearifan lokal (Sunda) yang kini hampir tidak dikenali lagi khususnya oleh kalangan masyarakat di perkotaan. Dalam berbagai peristiwa adat, baik yang menyangkut agama, kepercayaan, maupun daur hidup, dan lingkungan diperoleh kenyataan yang sangat luar biasa, yakni betapa kukuhnya keyakinan mereka mempertahankan kearifan lokal dan tradisinya.

Pada awalnya komunitas di kampung adat tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan akan sangat bermanfaat bagi orang lain, khususnya pemerintah yang sedang gencar dengan slogan menggali kembali kearifan lokal dan tradisi sebagai cara untuk memasarkan obyek-obyek wisata di daerahnya. Apa yang mereka lakukan sesungguhnya merupakan ekspresi dari rasa syukur dan penghargaan yang dalam kepada Sang Maha Pencipta, oleh sebab itu apapun yang mereka lakukan harus serba sempurna dan lengkap agar bisa diterima dan membuahkan hasil yang lebih baik bagi kehidupan komunitasnya di kemudian hari. Ungkapan rasa syukur tersebut ternyata menarik perhatian banyak kalangan, apalagi dalam setiap upacara adat dapat dipastikan disertai dengan bunyi-bunyian, tari-tarian dan hidangan sesaji yang beranekaragam. Bagi kalangan kepariwisataan, apa yang terjadi di beberapa kampung adat tadi sudah cukup menjadi syarat sebagai atraksi wisata, apalagi dilakukan di suatu lokasi yang jauh dari keramaian kota, umumnya berhawa sejuk, dan lingkungan yang masih alamiah.

Kini ada kampung adat yang telah menjajagi kemungkinan membuat penginapan untuk wisatawan, sudah tentu dibangun sesuai dengan arsitektur tradisional setempat, yakni rumah panggung dengan kelengkapan layaknya rumah orang Sunda. Ternyata membuahkan hasil sudah banyak wisatawan (domestik) yang memanfaatkan sarana itu dan menyatakan rasa senangnya bisa berada lebih lama di antara komunitas kampung adat. Artinya, mereka bisa merasakan suasana beda dengan di kota, makan dan minum seperti layaknya orang desa. Tentu pengalaman yang sangat mengesankan, dan semoga upaya menjadikan kampung adat sebagai aset wisata budaya, khususnya di Provinsi Jawa Barat bisa meningkatkan kesejahteraan komunitas kampung adat itu sendiri, dan secara khusus menjadi pemerkokoh tradisi dan kearifan lokal sebagai identitas orang Sunda.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia, No. 10 tahun 2009, Tentang Kepariwisataan, Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata.

Undang-Undang Republik Indonesia. Tahun 2004, tentang Urusan Pemerintah di Bidang Kebudayaan.

Undang-Undang Republik Indonesia. Tahun 1999, tentang Pengelolaan Sektor Kebudayaan.

Undang-Undang Republik Indonesia. No. 10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai Pustaka.

Memet A. Sayuti, SE (Editor), Panduan Istilah-Istilah Pariwisata, Nababan, Abdon, 2003, Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis

Masyarakat Adat, Makalah Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah, Pusat Penelitian Lingkungan. Rifai, Heni Fajria. Dra, Toto, Sucipto.Drs, 2002, Kampung Adat Dan

Rumah Adat Di Jawa Barat, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat.

Dalam dokumen Bunga Rampai Kearifan Lokal 2013 (Halaman 59-63)