• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS MATAN HADIS

E. Kandungan Hukum

Dalam riwayat Jabir di atas, dikisahkan bahwa ia bersembunyi dibalik pohon kurma untuk melihat gadis yang akan dilamarnya. Hal ini menunjukkan bolehnya bagi seorang muslim untuk melihat wanita yang hendak dilamarnya meskipun perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa dirinya sedang diperhatikan. Hal ini lebih diperkuat lagi oleh riwayat Abu Humaid yang telah kami sebutkan di atas.

Jumhur ulama membolehkan untuk melihat wajah dan kedua tangan. Dari wajah dapat diketahui cantik tidaknya seorang wanita, dan dari tangannya dapat diketahui apakah wanita tersebut subur atau tidak. Kedua bagian ini cukup bagi seorang muslim untuk mengetahui ciri-ciri wanita

dipinang, namun ini adalah pendapat yang marjuh (dimiringkan) sehingga

tidak diikuti. Pada hadis di atas Rasulullah SAW hanya membolehkan melihat

sebagian karena ada keterangan اهُي (sebagian darinya). Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa sunnahnya melihat wanita sebelum meng-khitbah

adalah sebagian bukan seluruhnya dilakukan atas dasar kehati-hatian, karena pada dasarnya seorang laki-laki itu haram melihat perempuan yang bukan

BAB V

PENUTUP

Pada bagian penutup ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, selain itu mencatumkan saran kepada pembaca maupun lembaga terkait.

A. Kesimpulan

1. Analisis persambungan sanad menunjukkan hadis riwayat Abu Dawud tentang diperbolehkannya seorang laki-laki melihat perempuan yang hendak dilamar ini marfu’ berasal dari Nabi SAW dan memiliki sanad

dengan kualitashasan.

- Semua perawi memiliki persambungan sanad walaupun tidak semua menyebutkan ikatan guru-murid pada daftar namanya. Ada rijal yang hanya menyebutkan persambungan kepada murid saja atau hanya kepada guru saja, namun tidak ada rijal yang terputus sama sekali.

Peneliti menyimpulkan hadis riwayat Abu Dawud dari Jabir bin

Abdillah tentang diperbolehknnya seorang laki-laki melihat perempuan yang hendak dilamar adalah termasuk hadis ahad.

- Dari analisis kualitas sanad, disimpulkan bahwa sanad hadis ini hanya sampai pada derajad hasan. Semua rijal berderajat tsiqah, namun ada

rawi yang bernama Ibnu Ishaq yang dikenal sebagai seorang mudallis

atau manipulasi isnad hadis. Para ulama berhati-hati terhadap riwayat- riwayatnya apabila ia meriwayatkan dengan lafaz 'an. Sanad hadis ini

bernilai lemah sebelum ditemukan bukti-bukti lain yang menguatkan hadis ini.

- Setelah dilakukan penelitian lebih mendalam, ditemukan beberapa pendukung, di antaranya:

a. Jalur mukharrij Ahmad bersumber dari Jabir bin Abdillah, Muhammad bin Ishaq meriwayatkannya dengan lafaz haddatsana. Dengan ini dapat diketahui bahwa hadis ini benar-benar didengarnya dari gurunya Dawud bin Hushain, maka dengan ini ia memberikan bukti bahwa tidak ada kedhaif-an yang ia sembunyikan dari riwayat ini.

b. Hadis riwayat Ahmad dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita Anshar. Dia pun datang mengabarkan hal tersebut kepada Nabi SAW. Maka Nabi SAW bersabda: "Sudahkah kamu melihatnya?" "Belum wahai Rasulullah", jawabnya. “Pergi dan lihatlah dia, karena pada mata

wanita Anshar terdapat sesuatu!”

c. Hadis riwayat Ahmad dari Abu Humaid bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak mengapa kalian melihat wanita yang hendak kalian lamar jika memang tujuannya untuk itu, meskipun si wanita tidak mengetahuinya”.

Dengan adanya tiga pendukung di atas maka penulis menyimpulkan bahwa hadis riwayat Abu Dawud dari Jabir bin Abdillah

tentang sunnahnya seorang laki-laki melihat perempuan yang hendak dilamar adalah hasan dan dapat diterima sebagai hujjah.

2. Dari segi matan hadis tidak menunjukan redaksi lafadz yang jauh berbeda

secara makna, artinya hadis ini diriwayatkan dengan makna. Hadis

tersebut terhindar dari syadzdan „illal, dan dari segi ke-hujjah-annya dapat

diterima (maqbul).

3. Pada hadis ini Rasulullah SAW mengatakan "idza khathaba" secara

bahasa berarti "jika kalian telah melamar". Jika hanya bersandar dengan pemahaman bahasa saja, kesimpulannya adalah laki-laki boleh melihat perempuan ketika kita sudah melamarnya dan sebelum melakukan akad. Akan tetapi jika diartikan "Jika kalian hendak mengkhitbah melamar",

sebagaimana dalam QS. Al-Maidah ayat: 6 “idza qumtum ila sholat” yang

diartikan “jika hendak melakukan shalat, maka dapat kita simpulkan

bahwa proses nadhar atau melihat perempuan yang hendak dinikahi ini

sunnah dilakukan sebelum meng-khitbah, dan menurut jumhur ulama‟,

melihatnya bukan keseluruhan badan namun hanya sebagian yakni muka dan telapak tangan dan dilakukan atas dasar kehati-hatian.

B. Saran

1. Penelitian hadis sangat luas, dalam, memiliki manfaat yang sangat urgent,

selayaknya penelitian pustaka hadis menjadi prioritas bagi lembaga pendidikan tinggi Islam.

2. Penulis berharap terus ada penelitian yang sama mengingat sebelum penulis meneliti baru ada 2 (dua) penelitian yang terdahulu di STAIN Salatiga.

3. Pustaka hadis di STAIN Salatiga perlu mendapat perhatian lebih terhadap

koleksi kitab-kitab klasik, karena hal itu merupakan aset penting pendidikan tinggi Islam yang sangat berguna dalam kajian historis dan motodologis.

4. Meskipun penulis telah berusaha segenap kemampuan yang pas-pasan,

penulis yakin ini belum sempurna sama sekali. Untuk itu bagi mahasiswa yang hendak meneliti lebih lanjut hadis yang telah penulis teliti ini, penulis sangat mendukung.

DAFTAR PUSTAKA

Abu „Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al-Marwazy, Musnad al-Kabir.

Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah

Abu Dawud, Al-Ats‟ats Al-Sijistany. 1996. Sunan Abi Dawuud. Beirut: Daar

al-Kutub al-„Ilmiyah

Al-Asqolani, Ibn Hajr. 1378 H. Bulugh al-Maram. Semarang: Karya Toha

Putra

Al-Asqolany, Ahmad bin Aly bin Hajr. 1984. Tahdziib al-Tahdziib juz: II, III,

VI, X, XI. Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah

Al-Asqolany, Ahmad bin Aly bin Hajr. tt. Taqriib al-Tahdziib. Beirut: Darr al-

Kutub al-Ilmiyah

Alawi al-Maliki. Muhammad. 2007. Qawaidul Asasiyyah fi Ilmi Mustalahil

Hadits, terj. Fadlil Said an-Nadwi, Surabaya: Al Hidayah

Ash-Shan‟ani, 1995. Subulus Salam III terj: Drs. Abu Bakar Muhammad). Cet. I. Surabaya: Al-Ikhlas

Asy‟ari Ulama‟i, A. Hasan. 2008. Membedah Kitab Tafsir-Hadis; Dari Imam ibn Jarir al-Thabari hingga Imam al-Nawawi al-Dimasyqi. Semarang: Walisongo Press.

At-Tirmidzy, Abu „Isa Muhammad bin ‟Isa bin Surah. Sunan al-Tirmidzy.

Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah

Departemen Agama RI. 1991. Kompilasi Hukum Islam. Versi.Pdf.

Departemen Agama RI. 2002. Mushaf Al-Qur‟an dan Terjemah. Depok: Al-

Huda

Farid, Syaikh Ahmad. 2006. Min A‟lam As-Salaf (60 Biografi Ulama Salaf),

terj. Masturi Irham & Asmu‟i Taman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Hasan, Muhammad Iqbal, 2002. Pokok-Pokok materi Metodologi Penelitian

dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Lutfi Ash-Shabbagh, Muhammad bin. 2003. Al Haditsu An Nabawi:

Nata, Abuddin. 1999. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nawir Yuslem, 2001.Ulumul hadis,t.t, Mutiara sumber Widya.

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Musthalahul – Hadits. Bnadung: PT.Al

Ma,arif

Rofiq, Ahmad. 1998. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Sabiq, Sayyid. 1981. Fiqh al- Sunnah juz-6. Maktabah Al-Adab

Soetari Ad, Endang. H. 2005. Ilmu Hadis: Kajian Riwayah dan Dirayah,

Bandung: CV. Mimbar Pustaka

STAIN Salatiga, 2009. Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir.

Salatiga: STAIN Salatiga Press

Sugiono. 2009. Metodologi Penilitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: Al-

Vabeta

Sulaiman, Noor. 2008. Antologi Ilmu Hadis. Jakarta: Gaung Persada Press

Sumbullah, Umi. 2008. Kritik Hadis: Pendekatan Historis dan Metodologis.

Malang: UIN-Malang Press

Wensinc, Aj., J.F Mensing, 1936. al-Mu‟jam Mufahras Li Alfadzil al-Hadis

al- Nabawy, Landen: Jami‟ Ilmi

Zenrif, MF. 2008. Realitas Keluarga Muslim antara Mitos dan Doktrin

Agama. Malang: UIN-Malag Press

Zuhdi, Masjfuk. H. 1993. Pengantar Ilmu Hadits, Surabaya: PT. Bina Ilmu

Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta:

Tiara Wacana

http://musolliazmi.blogspot.com/2012/12/hadis-tentang-diperbolehkannya- melihat.html Diakses: sabtu, 5 Oktober 2013 jam 21.39

BIOGRAFI

Muhamad Hafid, anak ke enam dari sepuluh bersaudara pasangan Nur Khamid dan Sofiyah, lahir di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, pada hari Rabu tanggal 25 Desember 1985. Tempat tinggal saat ini di Dusun Kaliwaru RT. 27, RW. V, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

Pendidikan dasar ditempuh di Madrasah Ibtidaiyah Tengaran selesai pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lajutan Tingkat Pertama SLTP Negeri 1 Tengaran tamat tahun 2001. Sempat belajar di SMA 1 Tengaran Kab. Semarang selama kurang lebih 2 bulan kemudian mengundurkan diri dan melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri Tengaran di tahun pelajaran berikutnya hingga tamat pada tahun 2005.

Pendidikan tinggi (S1) dimulai pada tahun 2008 dengan memasuki

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada jurusan Syari‟ah

Program studi Ahwal al-Syakhshiyyah dan selesai pada bulan Oktober 2013.

Salatiga, Oktober 2013 Penulis

Dokumen terkait