• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKRIPSI SURAT ALI-IMRAN 190-

C. Kandungan Ayat

1. Surat Ali-Imran ayat 190

























Sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaanya juga dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya pada flora dan fauna, dan sebagainya merupakan tanda dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah swt, kesempurnaan pengetahuan, dan kekuasaanya (Al Maraghi,1993: 288).

Dengan memikirkan pergantian siang dan malam mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sebaliknya. Semua itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal memikirkan terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur dengan menghasilakan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual secara akademis fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Allah tidaklah menciptakan fenomena itu sia-sia (Departemen Agama RI, 2009: 97).

2. Surat Ali-Imran ayat 191





Ulul albāb adalah orang-orang yang mau menggunakan pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya, menggambarkan keagungan Allah dan mau mengingat hikmah akal dan keutamaannya, disamping keagungan karunia-Nya dalam segala

sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk, berjalan, berbaring dan sebagainya. Bahwa mereka adalah orang- orang yang tidak melalaikan Allah swt dalam sebagian besar waktunya.Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi mereka.Dan hanya dengan melakukan dzikir kepada Allah, hal itu masih belum cukup untuk menjamin hadirnya hidayahnya.Tetapi harus pula dibarengi dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaaNya (Al Maraghi, 1993: 290).

Salah satu ciri khas bagi orang berakal yang merupakan sifat khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai meiliki keunggulan dibanding mahluk lain yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu menggambarkan kesabaran Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan dan banyak nikmat Allah kepadanya. Ia selalu mengingat Allah disetiap waktu dan keadaan, baik pada waktu ia berdiri, duduk, dan berbaring. Tidak ada satu waktu dan keadaan dibiarkan begitu saja, kecuali di isi dan digunakan untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (Departemen Agama RI, 2009: 97).







mahluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Sosok Ulul albāb mempercayai para rasul dan mempercayai kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka adalah untuk merinci hukum-ukum syari‟at, mengandung pendidikanyang sempurna dan akhlak-akhlak yang indah disamping hal-hal yang harus diterapkan dalam tatanan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan memeprecayai bahwa dalam perhitungan serta pembalasan terhadap amal-amal itu ada dua alternatif yaitu masuk surga atau masuk neraka.Dan sesungguhnya penuturan dzikir disini hanyalah mengenai makhluk Allah. Hal itu karena ada larangan memikirkan zat sang pencipta karena mustahil seseorang akan bisa sampai kepada hakiakat zat sifat-sifatNya (Al Maraghi, 1993: 291)

Dalam ayat ini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa kemenangan dan keberuntungan hanyalah dengan mengingat Allah serta memikirkan segala mahluk-Nya yang menunjuk kepada angda khalik yang maha Esa yang mempunyai ilmu dan kodrat, yang diiringi oleh iman akan Rasulul akan Rasul dan akan kitab. Disini diterangkan, bahwa yang kita pikirkan itu adalah mahluk Allah. Kita tidak dibenarkan memikirkan tentang zat Tuhan yang menciptakan, karena kita tidak akan sampai kepada hakikat zat dan hakikatnya sifat Allah (Ash Shiddiqy, 1995: 739-740).

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang berdzikir dan

berfikir mengatakan, “Ya Tuhan kami, tidak sekali-kali engkau

menciptakan alam yang ada diatas dan yang dibumi yang kami saksikan tanpa arti, dan engkau menciptakan alam yang ada diatas dan ada di bumi yang kami saksikan tanpa arti, dan engkau tidak menciptakan semuanya dengan sia-siakeharusan baginya adalah fana

(mati), kemudian anggota-anggoata tubuhnya bercerai berai sesudah roh meninggalkan badanya. Sesungguhnya ia bisa rusak karena memeng ia harus rusak. Setelah itu jasadnya terbangun kembali dan berkata mengenai kekuasaan-Mu dalam kejadian yang lain. Golongan diantara mereka mau taat kepada-Mu dan menerima hidayah, dan segolongan lainnya telah dipastikan tersesat (Al Maraghi,1993: 291- 292).

Penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, sungguh merupakan fenomena yang sangat kompleks, yaitu terus menerus menjadi suatu objek penelitian umat manusia, sejak awal lahirnya peradaban manusia. Seorang mukmin yang menggunakan akal pikirannya, selalu mengharapkan kepada Allah dengan pujian dan doa, sesudah ia melihat bukti-bukti yang menunjukkan kepada keindahan hikmah. Ia pun luas pengetahuaannya tentang alam semesta yang menghubungkan antara manusia dengan tuhannya. Dalam ayat ini terdapat pelajaran untuk orang mukmin mengenai komunikasi

tentang sesuatu yang berkaitan dengan pengertian-pengertian kebijakan dan kedermawanan-Nya di dalam menghadapi ragam mahluk-Nya (Departemen Agama RI, 2009: 98-99).

Mereka yang menyebut nama Allah dan memikirkan keadaan alam, mengucapkan dengan lidah, sedang hati mereka berada antara takut dan harap: Wahai Tuhan kami! tidaklah Engkau jadikan dengan percuma apa yang kami persaksikan ini, baik alam bumi, ataupun alam atas. Pada kalimat Maha Suci Engkau jadikan, mempunyai tujuan, mengundang hikmah dan maslahat, masing-masing mengambilm pembalasannya kelak, baik ataupun buruk.Tidak Engkau jadikan manusia dengan percuma. Jika ia lenyap atau bercearai berai suku-suku tubuhnya sesudah roh pergi dari badan maka yang binasa itu hanyalah tubuhnya. Kemudian dia kembali dengan kodrat Engkau dalam kejadian yang lain. Maka jika ia menaati Engakau, masuklah ia kedalam surga dengan amalan-amalannya dan jika ia mendurhakai Engkau masuklah ia ke dalam neraka (Ash Shiddiqy, 1995: 740).



Ayat ini menjelaskan bahwa permintaan atas taufik dan hidayah dengan pertolongan-Mu untuk bisa melakukan amal saleh melalui pemahaman kami tentang bukti-bukti sehingga hal itu bisa menjadi pemeliharaan kami dari siksa neraka (Al Maraghi,1993: 292)

BAB III

Dokumen terkait