KONSEP
ULUL ALBĀB
DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
(ANALISIS SURAT ALI-IMRAN AYAT 190-191)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
KURNIA INDRIYANI NIM: 111-12-006
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف
اًرْسُي
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan
PERSEMBAHAN
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah dengan izin Allah swt skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah mendukung dan
membantu mewujudkan mimpi saya:
1. Bapak dan ibu yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan arahan
kepadaku dari aku kecil hingga sekarang.
2. Untuk nenek dan almarhum kakek yang tak henti-hentinya memberikan
doa kepadaku.
3. Untuk adikku yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan motivasi
untukku.
4. Untuk sahabat-sahabat dan teman-teman yang selalu memberi motivasi
untuk selalu semangan menyelesaikan skripsi ini.
5. Serta teman-teman PAI A 2012 khususnya dan teman-teman PAI angkatan
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah swt.
atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan sekripsi ini dengan baik. Taklupa solawat serta salam kita
panjtakan kepas Nabi Agung Muhammad saw.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar
kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga .
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI.
4. Bapak Drs. A. Bahrudin, M.Ag.selaku dosen pembimbing
akademik.
5. Bapak M. Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlasmencurahkan waktu, pikiran dan tenaganya
dalam membimbing penulis skripsi ini.
ABSTRAKSI
Kurnia Indriyani, 2017, Konsep Ulul Albab dalam pendidikan Islam Analisis Surat Ali Imran 190-191. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Progam Studi Pendidikan Agama Isam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz M.Ag
Kata kunci: Ulul Albāb, Pendidikan Islam
Penulis menelliti tentang Konsep Ulul albāb dalam Pendidikan Islam Analisi Surat Ali Imran ayat 190-191. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui konsep Ulul albāb dalam surat Ali imran 190-191. 2. mengetahui konsep Ulul albāb dalam surat Ali Imran ayat 190-191dalam Relevansi nya dengan konteks pendidikan masa kini.
Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan metode library research, yaitu penelitian dimana objek penelitiannya digali dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaan dengan permasalahan yang ada. Dalam penarikan kesimpulan penulis menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksudnya secara terperinci sesuai urutan ayat dan surat dalam mushhaf „Utsmani.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Konsep Ulul albāb yang ada pada surat Ali Imran ayat 190-191 adalah orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah swt dalam setiap keadaan baik itu dalam keadaan sehat atau sakit yang digambarkan dalam surat Ali Imran ayat 191 yaitu selalu mengingat Aallah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Dan juga orang-orang yang memikirkan ciptaan Allah di alam semesta ini. Yang digambarkan dengan kegiatan berdzikir dan berfikir, sehingga dengan kegiatan berfikir dan berzikir tersebut mereka mampumengambil manfaat dari semua keagungan Allah swt. dan dapat mengambil hikmahakal dan keutamaannya dalam segala situasi dan kondisi. 2. Relevansi konsep Ulul albāb dengan pendidikan Islam masa kini meliputi tujuan pendidikan, kurikulum, pembelajaran, dan evaluasi pendidikan Islam adalah untuk menghasilkan peserta didik yangselalu tunduk dan patuh kepada Allah swt. dengan cara menjalankan semua perintah Allah swt dan meninggalkan semua larangannya. Dan juga untuk membentuk peserta didik agar mampu mengaplikasikan pengetahuannya untuk kehidupan sehari-hari.
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan penelitian ... 9
E. Metode penelitian ... 10
F. Definisi Operasional... 12
G. Sistematika penulisan ... 15
BAB II DISKRIPSI SURAT ALI IMRAN 190-191
A. Reduksi Ayat dan terjemah ... 17
B. Mufrodad ... 17
C. Kandungan Ayat ... 18
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH
A. Asbabun Nuzul ... 24
B. Munasabah ... 25
BAB IV PEMBAHASA
A. Konsep Ulul albab dalam Q.S Ali-Imran 190-191 ... 33
B. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191 dengan
pendidikan Islam pada konteks pendidikan masa kini
1. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191
dengan Tujuan Pendidikan Islam ... 53
2. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191
dengan Kurikulum Pendidikan Islam ... 64
3. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191
dengan Pembelajaran Pendidikan Islam ... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk Allah yang diberi keistimeaan yakni
berupa akal dan perasaan. Akal yang diberikan kepada manusia ini juga
merupakan hal yang membedakan antara manusia dengan mahluk Allah
yang lainnya. Akal berpusat di otak, digunakan untuk berfikir dan
perasaan pusatnya di hati, digunakan untuk merasa dan dalam tingkat
paling tinggi ia melahirkan kata hati (Daradjat, 1996: 4).
Akal dan perasaan dalam diri manusia tidak dapat dipisahkan
karena merupakan anugerah dari Allah yang menjadikan manusia itu
istimewa dan berbeda dari mahluk lainnya. Fungsi akal dan perasaan tidak
dapat dipisahkan, karena misalnya orang yang merasa sekaligus juga
berfikir.Perasaan sedih, kecewa, cemas, dan takut serta khawatir dapat
mempengaruhi kegiatan fikir seseorang. Begitu juga dengan fikiran dapat
dirasakan dan diyakini kebenarannya. Hasil dari fikiran dapat memberikan
rasa kenikmatan.Kemampuan bererfikir dan merasa inilah merupakan
anugerah Tuhan yang paling besar, dan ini pulalah yang menjadikan
manusia mulia dan istimiwa jika dibandingkan dengan makhluk Allah
yang lainnya (Djumrasah. Amrullah, 2007:29).
Allah memerintahkan mausia menggunakan akalnya untuk berfikir
sebaik-baiknya. Karena dengan menggunakan akal manusia mampu
yang menjadikannya sebagai mahluk-Nya yang diberi amanat untuk
beribadah kepadaNya dan diberi tanggung jawab dalam segala pilihan dan
keinginanya. Akal pula yang menjadikan manusia sebagai khalifah di
bumi dan berkewajiban untuk membangun dengan sebaik-baiknya
(Musfir, 2005: 274).
Karena akal yang dimiliki manusia merupakan alat untuk menuntut
ilmu, maka Islam memerintahkan mausia untuk menuntut ilmu, bukan saja
ilmu agama tetapi juga ilmu-ilmu yang lain. Karena dengan ilmu Umat
Islam dapat mempertahankkan kemulian-Nya, sehingga Umat Islam
diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas.
Ketika manusia maju ilmu pengetahuanya, dia dapat
mengungkapkan dan menemukan banyak kenikmatan dari Allah yang
sebelumnya tidak ia ketahui. Dengan bertambahnya pengetahuan yang
ilmiah membuka banyak keajaiban dan rahasia alam kepada manusia serta
membawa lebih dekat dengan Tuhannya. Dengan demikian pikiran
manusia secara bertahap dapat menaklukan semua unsur dan kekuatan
alam semesta. Karena sesungguhnya menusia diciptakan dalam keadaan
lemah dan tidak berdaya, namun dengan kasih sayang Allah swt ia diberi
ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang dapat dipakai untuk
mengendalikan kekuatan alam serta memanfaatkan hukum-hukumnya
(Rahman, 1992: 21).
Ilmu pengetahuan atau sains pada hakikatnya merupakan produk
dengan menggunakan metode tertentu terhadap gejala alam. Sehingga
orang yang memikirkan tentang tumbuh-tumbuhan akan menghasilkan
ilmu tentang tumbuhan, orang yang memikirkan gejala dan gerak planet di
ruang angkasa akan menghasilkan ilmu angkasa. Orang yang memikirkan
tentang kehidupan fisik manusia akan menghasilkan ilmu biologi, orang
yang memikirkan mengenai hewan dan tumbuhan akan menghasilkan ilmu
fauna dan flora, demikian seterusnya. Teori-teori yang terdapat dalam
berbagai ilmu, jika disinergikan dengan teknik yangakan menghasilkan
teknologi.Teknologi dalam berbagai aspeknya memberikan kemudahan,
efisiensi, dan mengantarkan manusia cepat mencapai tujuannya.
Sedangkan keimanan yang dihasilkan melalui proses berfikir dan
mengingat akan membawa manusia untuk menemukan dasar bagi
pengembangan ilmu dan teknologi (Nata, 2010: 134).
Al-Qur‟an mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu
sehingga hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi, bahkan
diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang
mampu mendaya gunakan anugerah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu)
pada sebuah panggilan yaitu Ulul albāb. Allah tiak menafikkan
potensiyang digunakan olehNya kepada manusia agar tidak tergiur dan
terpesona oleh hasinya sendiri, sehingga keterpesonaan itu membuat
dirinya menjadi hamba dunia, karena kecintaannya berlebihan pada dunia
Maka dari itu Islam telah menaruh perhatian besar terhadap
perkembangan proses berfikir manusia dengan memerintahkan untuk
mengamati semua yang ada di langit dan di bumi, mengamati diri sendiri,
dan mengamati semua mahluk-Nya (Musfir, 2005: 275).
Allah memerintahkan manusia untuk memperhatikan alam semesta
dan juga mengamati fenomena alam yang beraneka ragam dengan
merenungkan penciptaan dan proses keteraturan yang ada didalamnya.
Semua ini akan memberikan informasi dan ilmu pengetahuan yang
beraneka ragam. Dalam hal ini tampak jelas bahwa ada seruan kepada
manusia agar dapat memperhatikan, mengamati, merenungkan, dan juga
meneliti secara ilmiah (Musfir. 2005: 275-276).
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S Al-Baqarah: 164)
Melalui proses memperhatikan, mengamati, merenungkan, dan
juga meneliti secara mendalam terhadap segala sesuatu yang telah Allah
teknologi dan ilmu pengetahuan serta akan membawa manusia dekat
dengan Allah. Jadi Sosok Ulul albāb dalam mencari ilmu pengetahuan
melalui sumber yang khas Islami, yaitu wahyu (Al-Qur‟an dan As
-Sunnah), alam semesta (afaq), diri sendiri (anfus) dan sejarah. Sedangkan
cara yang ditempuh meliputi pengetahuan indrawi, pengetahuan akal dan
pengetahuan intuisi (ilham) (Zainudin, 2008: 98).
Konsep Ulul albāb dalam surat Ali-Imran ayat 190-191
memberikan penjelasan bahwa orang yang berakal adalah orang yang
melakukan dua hal yaitu tadzakkur yakni mengingat (Allah) dan tafakkur
memikirkan (ciptaan Allah) (Nata, 2010: 131).
Dengan demikian Pendidikan Islam tidak hanya mempunyai tugas
untuk mempertahankan, menanakan, dan mengembangkan nilai-nilai ideal
pendidikan yang Islami yang besumber pada Al-Quran dan Hadits, namun
juga memberikan kelenturan terhadap perkembangan dan tuntunan
perubahan sosial yang mungkin terjadi, sehingga sebagai proses untuk
menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan mengantisipasi
persoalan hari ini dan hari esok yang akan dicapai melalui intensitas
mencari, mengolah, dan menginterprestasikan informasi. Dalam Islam
strategi pengembangan ilmu harus didasarkan pada perbaikan dan
kelangsungan hidup peserta didik, untuk menjadi manusia yang berperan
sebagai khalifah di bumi dengan tetap memegang teguh amanah besar dari
demikian teknologi sebagai produk dari ilmu akan menjadi sesuatu yang
bermafaat bagi manusia disepanjang masa (Zainudin, 2008: 96).
Pemahaman terhadap potensi yang dimiliki akal yang berupa ilmu
memiliki hubungan yang amat erat dengan pendidikan.Hubungan tersebut
yakni mengenai perumusan tujuan pendidikan. Dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif dan afektif sangat erat kaitannya
dengan fungsi kerja dari akal. Dalam ranah kognitif terkandung fungsi
mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintentis dan
mengevaluasi. Fungsi-fungsi ini erat kaitannya dengang fungsi akal pada
aspek berfikir (tafakkur). Sedangkan dalam ranah afektif terkandung
fungsi memperhatika, merespon, menghargai, mengorganisasi nilai, dan
mengkarakterisasi. Fungsi-fungsi ini erat kaitanya dengan fungsi akal pada
aspek mengingat (tadzakkur). Orang-orang yang mampu mempergunakan
fungsi berfikir yang terdapat dalam ranah afektif dan kognitif adalah
termasuk dalam kategori Ulul albāb. Orang yang demikian itulah akan
berkembang kemampuan intelektualnya, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta emosionalnya mampu mempergunakan semuanya itu
untuk berbakti kepada Allah dalam arti seluas-luasnya (Nata, 2010:
138-139).
Pendidikan Islam tidak hanya mempunyai tugas untuk
mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan nilai-nilai ideal
pendidikan yang Islami yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits Nabi,
perubahan sosial yang mungkin terjadi, sehingga perbadi-pribadi peserta
didik yang dihasilkan oleh pendidikan Islan mampu melakukan dialog
konstruktif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen,
dengan kata lain tugas pendidikan Islam adalah mengembangkan potensi
peserta didik dalam membentuk sosok Ulul albāb dalam setiap diri peserta
didik. Karena salah satu tugas pendidikan Islam adalah mengembangkan
potensi-potensi anak didik agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai
secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan ajaran Islam baik dalam
kehidupan duniawi maupun ukhrawi (Djumransjah, Amrullah, 2007:70).
Dengan demikain pendidikan Islam harus mampu menciptakan
sosok Ulul albāb dimana iman dan takwa menjadi pengendalian dalam
pengamalan ilmu yang mereka miliki dalam masyarakat, serat membawa
kebahagiaan dalam dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan
permasalaha tersebut, penuli tertarik untuk mengkaji konsep Ulul albāb
yang terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 190-191 dan sebagai
pertimbangan tersebut penulis memilih judul “KONSEP ULUL
ALBĀBDALAM PENDIDIKAN ISLAM ANALISIS SURAT
ALI-IMRAN AYAT 190-191”. B. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian diatas maka selanjutnya penulis merumuskan
poko-pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Hal tersebut
2. Bagaimana relevansi Ulul albāb yang terdapat dalam surat Ali-Imran
ayat 190-191 dengan pendidikan Islam masa kini?
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah atas, maka
dapaat ditetapkan beberapa tujuan penetitian sebai berikut:
1. Untuk memperoleh diskripsi mengenai konsep Ulul albāb dalam surat
Al-Imran ayat 190-191.
2. Untuk memperoleh diskripsi mengenai relevansi Ulul albāb dalam
surat Ali-Imran ayat 190-191 dengan pendidikan masa Islam kini.
D. Kegunaan Penelitan
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya
dan Progam Studi Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya
berguna menambah literatur atau bacaan tentang konsep Ulul albāb
dalam surat Ali-Imran ayat 190-191 yang berkaitan dengan
pendidikan Islam.
b. Penelitian ini semoga dapat memberi kontribusi positif bagi pendidik
dan pelaksana pendidikan khususnya bagi penulis untuk mengetahui
dan mendalami dan mengamalkan konsep Ulul albāb yang
2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan
berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat digunakan
sebagai berikut:
a. Penelitian ini semoga memberikan motivasi untuk menggali segala
potensi yang dimiliki oleh akal agar menjadi insan kamil.
b. Penelitian ini semoga memberikan manfaat bagi pembaca pada
umumnya dan pada khususnya bagi penulis sendiri. Amin.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini digunakan beberapa teknik untuk sampai
pada tujuan penelitian teknik tersebut meliputi:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini tergolong penelitian pustaka (libary
research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka
(Hadi, 1981: 9). Data-data yang digunakan penulis dalam penelitian
adalah berbagai tulisan yang temanya sama dengan judul yang penulis
angkat.
2. Sumber data.
a. Sumber data primer
Sumber data yang langsung berkaitan dengan penelitian yaitu
Al-Qur‟an surat Al-Imran ayat 190-191.
Sumber data yang melengkapi sumber-sumber dari data primer.
Sumber data ini diambil dengan cara mencari, menganalisis
buku-buku, internet dan informasi lainya yang berkaitan dengan judul
skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk pengumpulan data dalam melakukan pengumpulan
penelitian dalam hal ini menggunakan metode dokumentasi. Metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan-catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti
notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 201).
Metode ini penulis gunakan untuk mencari data dengan cara
menelaah dan mengkaji buku-buku tafsir Al-Qur‟an serta buku-buku
yang berkaitan dengan tema penelitian ini, diantaranya buku yang
terkait dengan konsep Ulul albāb dan pendidikan Islam.
4. Metode analisis
Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
tahlili.
Metode Tahlili adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat
Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksudnya
secara terperinci sesuai urutan ayat dan surat dalam mushhaf „Utsmani
(Budihardjo, 2012:132).
Metode ini penulis gunakan untuk membahas ayat Al-Qur‟an
mufasir mengenai tema yang dibahas, sehingga menjadi satu kesatuan
yang utuh.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian,
maka penulis perlu menjelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat
dalam judul ini antara lain:
1. Ulul albāb
Kata Ulul albāb terdiri dari dua kata yaitu Ulul dan albāb. Kata
Ulul berarti yang mempunyai (Yunus, 2010: 54) dan kata albāb berasal
dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu, akal dan pikiran (Yunus,
2010 : 388).
Menurut beberapa toko Ulul albāb adalah:
Pertama menurut M Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir
Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol 2 “ Ulul albāb
adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak
diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan
keracunan dalam berfikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam
raya akan dapat sampai kepada bukit yang sangat nyata tentang keesaan
dan kekuasaan Allah swt” (Shihab, 2012: 370).
Kedua menurut Abudin Natta dalam bukunya yang berjudul
Tafsir ayat-ayat pendidikan “ Ulul albāb adalah orang yang melakukan
Dan ketiga menurut Zainuddin Muhammad dalam bukunya
Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul albāb.
“Ulul albāb adalah orang yang memiliki akal, yaitu daya ruhani yang
dapat memahami kebenaran fisik maupun metafisik sosok Ulul albāb
juga merupakan orang-orang yang memiliki ciri-ciri pokok antara lain:
beriman, bertanggung jawab, berakhlaq mulia, tekun beribadah, berjiwa
sosial dan juga bertaqwa ” (Zainudin. 2008:98).
Dari uraian diatas sosok Ulul albāb adalah orang yang mampu
memahami, megetahui, menghayat, mengambil kesimpulan dari
tanda-tanda kekuasaan Allah melalui ayat-ayat Al-Quran,
fenomena kekuasaan Allah, melalui sejarah dan juga
fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat.
2. Pendidikan Islam
Kata pendidikan diambil dari bahasa Arab yaitu at-tarbiya yang
berasal dari kata rabba yang memiliki arti mengasuh, mendidik dan
memelihara (Yunus, 2010: 137). Pendidikan adalah proses kegiatan
yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan seirama dengan
subjek didik (Achmadi, 1992:14). Menurut beberapa tokoh pendidikan
Islam adalah:
Pertama menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu
Pendidikan dalam Prespektif Islam bahwa pendidikan Islamsebagai
bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
Kedua menurut Ahcmadi dalam bukunya yang berjudul Islam
sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan bahwa pendidikan Islam ialah
segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia
serta sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbentuknya
manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi,
1992: 20)
Ketiga menurut Samsul Nizar dalam bukunya Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis bahwa
pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang
(peserta didik) dapat mengarahkan kehidupan sesuai dengan ideologi
Islam(Nizar, 2002: 34) .
Dari pengertian diatas dapat disimpulan bahwa pendidikan
Islam adalah segala usaha yang dilakukan seseorang (pendidik) untuk
membimbing orang lain (peserta didik) supaya menjadi manusia yang
3. Surat Ali-Imran
Surat Ali-Imran dinamai demikian karena didalamnya
dikemukakan kisah keluarga Imran dengan terperinci. Yaitu Isa, Yahya,
Maryam dan ibu beliau, sedang Imran adalah ayah dari Ibu Nabi Isa a.s
yatiu Maryam a.s. surat ini terdiri dari 200 ayat. Tujuan utama
suratAli-Imranadalah pembuktian tauhid, keesaan dan kekuasaan, harta, dan
anak yang terleras dari nilai-nilai ilahiyyah tidak akan bermanfaat
kelak. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada
hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha Hidup dan
Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu),
sebagaimana yang terlihat dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh
Ali-Imran (Shihab, 2002: 3-4).
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan penelitian yang jelas dalam
membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, metode penelitian, penegasan istilah.
Bab II Diskripsi ayat-ayat. Pada bab ini merupakan kelanjutan
dari bab pertama yang lebih spesifik dalam sistematika penulisan, pada
bab kedua ini berisi deskripsi Q.S Ali-Imran ayat 190-191 dan disertai
Bab III asbābun nuzūl dan munāsabah . Pada bab ini dijabarkan
tentang Asbabun nuzul (sejarah turunnya ayat-ayat suci Al-Qur‟an) dan
munāsabah (keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian
ayat, ayat-ayat, dan surah dalam Al-Qur‟an) dari ayat-ayat Al-Qur‟an surat
Ali-Imran ayat 190-191.
Bab IV Pembahasan. Pada bab ini peneliti lebih memfokuskan
dalam inti pembahasan yaitu, menganalisis Konsep Ulul albāb dalam
pendidikan Islam berdasarkan analisis Q.S Ali-Imran 190-191.
Bab V Penutup, Simpulan dan Saran. Bab penutup memuat
kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat
BAB II
Arinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S Ali-Imran: 190-195)
B. Mufrodat
Mufrodat dari surat Ali-Imran ayat 190-191 adalah sebagai berikut
ِتٰيَٰلا
= Sungguh terdapat tanda-tanda
ْباَبْلَلاا ىِلوُِلا
= Bagi orang-orang yang berakalَنْيِذَّلا
= Orang-orang yang
هّٰللا َنْوُرُكًذَي
= Mengingat Allah(kataنوركذي
berasal dari kataر
كذ
)اًدْوُعُ ق َو اًمَيِق
= Berdiri dan dudukْمِهِبوُنُح ىٰلَعَو
= Dan dalam keadaan mereka berbaringَنوُرَّكَفَ تَو
= Dan memikirkan (kataنو
ركف
ت
berasal dari kataركف
)1. Surat Ali-Imran ayat 190
Sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan
perkiraan dan keajaiban ciptaanya juga dalam silih bergantinya siang
dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan
langsung pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan
pengaruhnya pada flora dan fauna, dan sebagainya merupakan tanda
dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah swt, kesempurnaan
pengetahuan, dan kekuasaanya (Al Maraghi,1993: 288).
Dengan memikirkan pergantian siang dan malam mengikuti
terbitnya matahari dan tenggelamnya matahari, siang lebih lama dari
malam dan sebaliknya. Semua itu menunjukkan atas kebesaran dan
kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal memikirkan
terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur
dengan menghasilakan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia
merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual secara
akademis fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan
bahwa Allah tidaklah menciptakan fenomena itu sia-sia (Departemen
Agama RI, 2009: 97).
2. Surat Ali-Imran ayat 191
Ulul albāb adalah orang-orang yang mau menggunakanpikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya,
menggambarkan keagungan Allah dan mau mengingat hikmah akal
sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk,
berjalan, berbaring dan sebagainya. Bahwa mereka adalah
orang-orang yang tidak melalaikan Allah swt dalam sebagian besar
waktunya.Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan
tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah
selalu mengawasi mereka.Dan hanya dengan melakukan dzikir kepada
Allah, hal itu masih belum cukup untuk menjamin hadirnya
hidayahnya.Tetapi harus pula dibarengi dengan memikirkan
keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaaNya (Al Maraghi, 1993:
290).
Salah satu ciri khas bagi orang berakal yang merupakan sifat
khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai meiliki keunggulan
dibanding mahluk lain yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu, selalu
memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu menggambarkan kesabaran
Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan dan
banyak nikmat Allah kepadanya. Ia selalu mengingat Allah disetiap
waktu dan keadaan, baik pada waktu ia berdiri, duduk, dan berbaring.
Tidak ada satu waktu dan keadaan dibiarkan begitu saja, kecuali di isi
dan digunakan untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(Departemen Agama RI, 2009: 97).
mahluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya Sang Pencipta Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Sosok Ulul albāb mempercayai
para rasul dan mempercayai kitab-kitab yang diturunkan kepada
mereka adalah untuk merinci hukum-ukum syari‟at, mengandung
pendidikanyang sempurna dan akhlak-akhlak yang indah disamping
hal-hal yang harus diterapkan dalam tatanan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari dan memeprecayai bahwa dalam perhitungan
serta pembalasan terhadap amal-amal itu ada dua alternatif yaitu
masuk surga atau masuk neraka.Dan sesungguhnya penuturan dzikir
disini hanyalah mengenai makhluk Allah. Hal itu karena ada larangan
memikirkan zat sang pencipta karena mustahil seseorang akan bisa
sampai kepada hakiakat zat sifat-sifatNya (Al Maraghi, 1993: 291)
Dalam ayat ini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa
kemenangan dan keberuntungan hanyalah dengan mengingat Allah
serta memikirkan segala mahluk-Nya yang menunjuk kepada angda
khalik yang maha Esa yang mempunyai ilmu dan kodrat, yang diiringi
oleh iman akan Rasulul akan Rasul dan akan kitab. Disini
diterangkan, bahwa yang kita pikirkan itu adalah mahluk Allah. Kita
tidak dibenarkan memikirkan tentang zat Tuhan yang menciptakan,
karena kita tidak akan sampai kepada hakikat zat dan hakikatnya sifat
Allah (Ash Shiddiqy, 1995: 739-740).
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang berdzikir dan
berfikir mengatakan, “Ya Tuhan kami, tidak sekali-kali engkau
menciptakan alam yang ada diatas dan yang dibumi yang kami
saksikan tanpa arti, dan engkau menciptakan alam yang ada diatas dan
ada di bumi yang kami saksikan tanpa arti, dan engkau tidak
menciptakan semuanya dengan sia-siakeharusan baginya adalah fana
(mati), kemudian anggota-anggoata tubuhnya bercerai berai sesudah
roh meninggalkan badanya. Sesungguhnya ia bisa rusak karena
memeng ia harus rusak. Setelah itu jasadnya terbangun kembali dan
berkata mengenai kekuasaan-Mu dalam kejadian yang lain. Golongan
diantara mereka mau taat kepada-Mu dan menerima hidayah, dan
segolongan lainnya telah dipastikan tersesat (Al Maraghi,1993:
291-292).
Penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam,
sungguh merupakan fenomena yang sangat kompleks, yaitu terus
menerus menjadi suatu objek penelitian umat manusia, sejak awal
lahirnya peradaban manusia. Seorang mukmin yang menggunakan
akal pikirannya, selalu mengharapkan kepada Allah dengan pujian dan
doa, sesudah ia melihat bukti-bukti yang menunjukkan kepada
keindahan hikmah. Ia pun luas pengetahuaannya tentang alam semesta
yang menghubungkan antara manusia dengan tuhannya. Dalam ayat
tentang sesuatu yang berkaitan dengan pengertian-pengertian
kebijakan dan kedermawanan-Nya di dalam menghadapi ragam
mahluk-Nya (Departemen Agama RI, 2009: 98-99).
Mereka yang menyebut nama Allah dan memikirkan keadaan
alam, mengucapkan dengan lidah, sedang hati mereka berada antara
takut dan harap: Wahai Tuhan kami! tidaklah Engkau jadikan dengan
percuma apa yang kami persaksikan ini, baik alam bumi, ataupun
alam atas. Pada kalimat Maha Suci Engkau jadikan, mempunyai
tujuan, mengundang hikmah dan maslahat, masing-masing
mengambilm pembalasannya kelak, baik ataupun buruk.Tidak Engkau
jadikan manusia dengan percuma. Jika ia lenyap atau bercearai berai
suku-suku tubuhnya sesudah roh pergi dari badan maka yang binasa
itu hanyalah tubuhnya. Kemudian dia kembali dengan kodrat Engkau
dalam kejadian yang lain. Maka jika ia menaati Engakau, masuklah ia
kedalam surga dengan amalan-amalannya dan jika ia mendurhakai
Engkau masuklah ia ke dalam neraka (Ash Shiddiqy, 1995: 740).
Ayat ini menjelaskan bahwa permintaan atas taufik dan
hidayah dengan pertolongan-Mu untuk bisa melakukan amal saleh
melalui pemahaman kami tentang bukti-bukti sehingga hal itu bisa
BAB III
ASBĀBUN NUZŪL DAN MUNĀSABAH
A. Asbābun nuzūl
Kata asbāb berasal dari kata sabab yang berarti sebab. Sedangkan
menurut istilah asbābun nuzūl adalah peristiwa yang menyebabkan
turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur‟an
tentang peristiwa yang terjadi atau mengomentarinya(Budiharjo,2012:21).
Adapun asbābun nuzūl surat Ali-Imran ayat 190: Dalam suatu
riwayat dikemukakan bahwa orang Qurais datang kepada kaum Yahudi
untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?“.
Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”.
Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani: “ Mukjizat apa yang di
bawa Isa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan
orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang
berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka
menghadap kepada Nabi saw dan berkata: “Hai Muhammad coba
berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar Gunung Shafa ini dijadikan
emas”. Lalu Rasulullah saw berdoa. Maka turunlah ayat surat Ali-Imran
ayat 190, sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada yang
akan lebih besar manfaat bagi orang yang menggunakan akalnya (Shaleh,
B. Munāsbah
Kata munāsabah berasal dari kata nasaba. Kata tersebut berarti
hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata nasaba juga berarti
keturunan, sebab keturunan itu adalah adanya hubungan antara orang tua
dengan anak-anaknya. Munāsabah berarti muqōrobah atau kedekatan dan
kemiripan. Hal ini tentunya bisa terjadi pada seluruh unsur-unsurnya dapat
juga terjadi pada sebagian saja. Dengan demikian munāsabah menurut
istilah adalah adanya kecocokan, kepantasan dan keserasian antara ayat
dengan ayat atay surat dengan surat, atau munāsabah adalah kemiripan
yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur'an baik surat maupun
pada ayat-ayatnya yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan
yang lain(Budiharjo, 2012: 39).
1. Munāsabah Surat
a. Munāsabah surat Ali-Imran dengan surat Al Baqoroh
Adapun munāsabah atau hubungan antara surah Al-Baqarah
dengan suratA li-Imran (Departemen Agama RI. 2009: 451):
1) Dalam surat Al-Baqarah disebut bahwa Nabi Adan a.s
langsung diciptakan Allah, sendang surat Ali-Imran disebut
tentang kelahiran Nabi Isa yang kedua-duanya diluar
kebiasaan.
2) Dalam surat Al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan
perbuatan orang Yahudi, disertai dengan tujuan-tujuan yang
dalam surat Ali-Imran dipaparkan hal-hal yang sama yang
berhubungan dengan orang Nasrani.
3) Surat Al-Baqarah dimulai dengan menyebutkan tiga
golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir, dan
orang munafik. Sedang surat Ali-Imran menyebutkan
orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat
dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang
mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian
dalam menakwilkannya.
4) Surat Al-Baqarah diahiri dengan menyebutkan permoonan
kepada Allah dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan
surata Ali-Imran disudahi dengan permohonan kepada Allah
agar memberi pahala atas amal kebaikan hambanya.
5) Surat Al-Baqarah diahiri dengan pengakuan terhadap
kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surat Ali-Imran
dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhana yang mereka
minatakan pertolongan tersebut adalah Tuhan yang hidup
kekal abadi dan mengurus semua urusan mahluknya.
b. Munāsabah surat Ali-Imran dengan surat An-Nisa
Adapun munāsabah atau hubungan antara surat Ali-Imran
1) Surat An-Nisa dimulai dengan perintah bertakwa kepada
Allah sedang surat Ali-Imran juga disudahi dengan perintah
bertawakal kepada Allah.
kisah itu disinggung lagi.
4) Dalam surat Ali-Imran telah disebutkan bahwa di kalangan
kaum Muslimin banyak yang gugur dalam medan perang
sebagai syuhada yang tentunya mereka meningalkan
anak-anak yang sudah yatim dan istri yang sudah janda, maka pada
permulaan surat An-Nisa disebutkan perintah memelihara
anak-anak yatim serta pembagian harta pusaka.
2. Munāsabah Ayat
Dalam Q.S Ali-Imran ayat 190-191 mempunyai
munāsabah dengan ayat sebelumnya yaituayat 189 yaitu:
Artinya : “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi,
dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (Q.S Ali-Imran:
Sebagaimana yang terbaca pada ayat 189 tersebut,
ditegaskan kepemilikan Allah swt atas alam raya. Disini Allah
menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta
memerintahkan agar memikirkannnya, apalagi seperti
dikemukakan pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surat
Ali-Imran membuktikan tentang tauhid, keesaan, dan kekuassaan
Allah swt Hukum-hukum alam yang melahirkan
kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya, ditetepkan dan diatur oleh Allah yang
Maha Hidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola
segala sesuatau). Hakikatnya ini ditegaskan pada ayat ini dan ayat
yang mendatang, dan salah satu bukti kebenaran hal tersebut
adalah mengundang manusia untuk berfikir, karena sesungguhnya
dalam penciptaanya yakni kejadian benda-benda angkasa seperti
matahari, bulan, dan jutaan gugus bintang yang terdapat dilangit
atau dalam atau pengaruh sistemkerja langit yang sangat teliti serta
kejadian dan perputaran bumi dan porosnya, yang melahirkan silih
berganti malam dan siang, baik dalam masa maupun dalam
panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah
bagi Ulul albāb, yakni orang-orang yang memiliki akal yang murni
(Shihab, 2002: 370).
Ayat 190-191 di atas juga bermunāsabah dengan ayat
Artinya: “Ya Tuhan kami, Sesungguhnya barangsiapa yang
Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh Telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada
bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun”. (Q.S Ali-Imran: 192)
Dalam ayat 191 dijelaskan mengenai orang yang selalu
mengingat Allah, dengan ucapan dan atau dalam hati dalam seluruh
situasi baik dalam kondisi bekerja atau saat istirahat. Selain
berdzikir dalam ayat ini juga menjelakan mengenai berpikir,
sehingga semua mahluk tidak diciptakan sia-sia, karena ada
makhluk yang baik dan ada mahluk yang jahat, ada yang durhaka
dan ada yang taat, dan tentu saja yang durhaka akan dihukum. Oleh
karena itu mereka memohon perlindungan dari siksa neraka dan
berusaha menjadi mahluk yang baik. Kemudian pada ayat 192
menjelaan sebab permohonan agar dihindarkan dari siksa neraka
adalah untuk mengambarkan berapa mereka mendesak dalam
bermohon karena siapa yang menjelaskan sesuatu dengan
terperinci, atau kehebatanya itu pertanda bahwa dia sangat butuh
sehingga ketulusannya bermohon lebih dalam dan dengan
demikian, harapan untuk dikabulkan lebih besar (Sihab,
Kesesuaian dari ayat tersebut dapat dilihat dari
kandungannya, bahwa orang yang imannya teguh kepada Allah,
Tuhan yang maha Kuasa atas kerajaan langit dan bumi, merasa
tenang menghadapi segala perubahan keadaan, bahkan merasa
bersyukur karena dia merasa tidak pernah kehilangan kehormatan
di sisi Allah yang Maha Kuasa. Dan bahwa seseorang dimasukkan
Tuhan ke dalam neraka, bukanlah Tuhan yang salah, melainkan
manusia itu sendirilah yang telah aniaya akan dirinya, sebab dia
melanggar ketentuan Tuhan yang sudah patut diketahuinya. Dan
karena dia yang memiliki jalan tersebut, maka dia akan celaka.
Tidak ada orang lain yang menolongnya, kalau mau selamat dari
marabahaya akhirat hanyalah ditentukan oleh setiap hidup dan laku
perangai insan itu sendiri saat hidup di dunia (Hamka,1983: 198).
Selain pada ayat 189 dan 192 dalam surat Ali Imran ini juga
memiliki munasabah dengan surat Al-Baqarah ayat 164
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S Al-Baqarah: 164)
Dalam ayat ini desebutkan delapan macam ayat-ayat Allah,
sedang dalam Q.S Ali-Imran ayat 190 hanya disebutkan tiga
macam. Untuk kalangan sufi pengurangan ini disebabkan memang
pada tahap-tahap awal seorang sufi yang berjalan menuju allah
membutuhkan banyak argumen akidah, tetapi setelah melalui
bebrapa tahap, ketika kalbu telah memperoleh kecerahan kebutuhan
akan argumen akidah semakin berkurang, bahkan dapat menjadi
halangan bagi kalbu untuk terjun ke samudra makrifat. Pada surat
Al-Baqarah ayat 164 ditutup dengan kata
yangartinya tanda-tanda bagi orang yang berakal, sedang pada surat
Ali-Imran ayat 190 ditutup dengan kata
yangartinya tanda-tanda bagi orang yang berakal, yang mana ketika
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Ulul albāb dalam Q.S Ali-Imran 190-191
Kata Ulul albāb terdiri dari dua suku kata yaitu ulu dan
al-albāb. Kata Ulu berarti yang mempunyai (Yunus, 2010: 54) dan
kata albāb berasal dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu, akal
dan pikiran (Yunus, 2010 : 388).
Menurut Abudin Natta dalam bukunya yang berjudul
Tafsir ayat-ayat pendidikan “Ulul albāb adalah orang yang
melakukan dua hal yaitu memikirkan ciptaan Allah (tafakkur)
dan mengingat ciptaan Allah (tadzakkur)” (Nata, 2010: 131).
Menurut Zainuddin Muhammad dalam bukunya
Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul
albāb. “Ulul albāb adalah orang yang memiliki akal, yaitu daya
ruhani yang dapat memahami kebenaran fisik maupun metafisik
sosok Ulul albāb juga merupakan orang-orang yang memiliki
ciri-ciri pokok antara lain: beriman, bertanggung jawab,
berakhlaq mulia, tekun beribadah, berjiwa sosial dan juga
bertaqwa ” (Zainudin. 2008:98).
Dari uraian diatas sosok Ulul albāb adalah orang yang
mampu memahami, megetahui, menghayat, mengambil
Al-Quran, fenimena-fenomena kekuasaan Allah, melalui sejarah
dan juga fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat.
Menurut Jalaludin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif Ceramah-Ceramah di Kampus sosok Ulul albāb memiliki lima tanda-tanda yaitu (Rahmat, 1986:161-162): Pertama, bersungguh-sungguh mencari ilmu. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 190:
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Q.S Ali-Imran 190)
Pada ayat diatas mengajarkan kepada manusia dua hal yakni
tafakkur dan tadzakkur. Tafakkur adalah merenunggkan ciptaan
Allah di langit dan dibumi, kemudian menangkap hukum-hukum
yang tepat di alam semesta.Pada masa sekarang ini disebut sebagai
science. Sedang tadzakkur adalahmemanfaatkannikmat karunia
Allah yang menggunakan akal pikiran sehingga kenikmatan itu
semakin bertambah, dalam masa sekarang ini tazakkur disebut
teknologi. Ulul albāb merenungkan ciptaan Allah di langit dan di
bumi, dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa,
sehingga karunia Allah ini dilipatgandakan nikmatnya.
Kedua, mampu memisahkan yang jelek dari yang baik,
mempertahankankebaikan itu dan walaupun kejelekan itu
dipertahkankan oleh sekian banyak orang.
Artinya: Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Q.S Al-Maidah 100)
Ketiga, kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai
menimbang-nimbang ucapan, teori, proposi atau dalil yang
Artinya:“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Q.S Az-Zumar: 18)
Keempat, bersedia menyampaikan ilmunya kepada oranglain
untuk memperbaiki masyarakat: diancamnya masyarakat,
diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan, dan di
protesnya kalau terdapat ketidak adilan. Dia tidak duduk berpangku
tangan melainkan terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidak
Artinya:(Yusuf berkata):"Yang demikian itu agar dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya Aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat”.(Q.S Yusuf: 52)
Kelima Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah.
Berkali-kali Al-Qur‟an menyebutkan bahwa Ulul albāb hanya takut
kepada Allah.
Artinya:“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan peringatan
kepadamu”. (Q.S At-Thalaaq 10)
Ulul albāb orang-orang yang mengarahkan kemampuan
terbaiknya menggunakan hati untuk selalu mengingat Allah yang
dapat menghasilkan kemantapan iman dan orang yang
memaksimalkan kemampuan aklanya untuk memikirkan ciptaan
Allah swt.
Sifat-sifat dari Ulul albāb sebagai berikut (Muchlis, dkk.
1. Selalu memenuhi janji yang dikukuhkan dengan Allah dan
tidak membeatalkan perjanjian. Yang dimaksud perjanjian
manusia dengan Allah adalah manusia mengakui ke-Esaan
Allah, serat tunduk dan patuh kepada-Nya.
2. Selalu menghubungkan apa-apa yang Allah swt perintahakna
supaya dihubungkan, misalnya silaturahmi serta bentuk-bentuk
hubungan lain yang baik menurut agama.
3. Takut kepadan Allah dan takut kepada hisab yang buruk di hari
kemudian.
4. Sabar dalam melaksanakanan perintah, menjauhi larangan
serta menghadapi kesulitan demi mengharap ridho Allah.
5. Mengerjakan shalat dengan baik dan benar serta istiqomah.
6. Menafkahkan sebagian rezekinya baik secara
sembunyi-sembunyi sehingga tidak diketahui siapapun, atau secara
terang-terangan sehingga dapat dilihat orang lain guna
menghindarkan mereka dari prasangka buruk atau memberi
contoh yang baik.
7. Menolak secara sungguh-sungguh serta penuh hikmah suatu
kejahatan yang menimpa dengan kebaikan.
Dalam surat Ali Imran ayat 190-191 terlihat bahwa orang
yang berakal (Ulul albāb) adalah sosok yang digambarkan sebagai
melaku kan dua hal ini sosok Ulul albāb sampai pada hikmah yang
dapat diperoleh dari proses tadzakkur dan tafakkur, yaitu
mengetahui dan menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan
segala sesuatu di dalamnya menunjukkan bahwa adanya Allah
yang Maha Pencipta. Dengan merenungkan ciptaan Allah yang
berupa langit dan bumi serta segala isinya serta pergantian siang
dan malam akan membawa manusia menyaksian tentang
kekuasaan Allah, yaitu adanya aturan yang dibuatnya. Serta
karunai dan berbagai manfaat yang ada didalamnya karena Allah
menciptakan tidak sesuatu hal itu dengan sia-sia melainkan ada
hikah didalamnya (Nata, 2010: 130-132).
1. Tafakkur
Tafakkur berasal dari kata “fikr” yang berarti pikiran. Kata
”fikr” dalam perkembangannya merupakan perubahan dari
“fark” yag berarti menggosok. Kedua kata ini ada
persamaannya, yaitu menggosok tetapi bedanya kata “fark”
digunakan untuk menggosok benda konkrit, sedang “fikr”
digunakan untuk menggosok atau menggali hal-hal yang bersifat
abstrak,yaitu menggali makna sesuatu untuk mencapai
hakikatnya (Tebba, 2004:62-63).
Tafakur dalam hal ini adalah memikirkan mengenai ciptaan
Allah. Dengan memikirkan ciptaan Allah sendiri memerlukan
secara lebih rinci. Kemudian kesadaran mengenai kekuasaan
dan kebesaran Allah muncul dari kehidupan alam, lalu muncul
rasa empati kepada sesama setelah merenungkan bahwa manusia
sangat kecil dihadapan Allah. Selain itu Allah juga
memerintahkan kepada manusia untuk memikirkan dirinya
sendiri, agar manusa mampu mengertiakan kekuasaan dan
kebesaran Allah. Karena apa yang direnugkan itu ada pada diri
manusia itu sendiri.
Bertafakkur mengenai isi kandungan Al-Quran sendiri akan
menimbulkan kesadaran mendalam mengenai kebesaran Allah.
Dan manusia sangatlah kecil dan tidak ada apa-apanya
dihadapan-Nya. Hal ini mendorong agar manusia selalu tunduk
dan patuh kepada Allah dengan penuh kesadaran tanpa ada
paksaan untuk menjalankan perintahnya dan menjauhi
larangannya.
Tafakkur yang yang paling tinggi adalah memikirkan
kekuasaa, keagungan, kebijaksanaan dan takdir Allah
swt.manusia berfikir untuk memperbaiki kehidupan dunia dan
menjauhi segala sesuatu yang membahaykan kehidupan
akhiratnya. Dalam surat Ali-Imran ayat 190-191, membahas
mengenai bertafakkur dengan alam semesta yaitu bertafakkur
langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, merupakan
fenomena yang sangat kompleks yaitu terus menerus menjadi
objek penelitian umat manusia, sejak awal mulainya peradaban
manusia.
menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Q.S Al-A‟raf: 54)
Demikian pula silih bergantinya siang dan malam
merupakan fenomena yang sangat kompleks. Fenomena ini
melibatkan adanaya rotasi bumi (bumi mengelilingi matahari)
pada sumbunya. Jadi silih bergantinya siang dan malam terjadi
karena adanya gerakan rotasi bumi. Rotasi bumi juga
memberikan dampak pergantian musim di bumi yang
berbeda-beda di belahan bumi ini.
Pada surat Ali Imran ayat 190-191 dijelaskan bahwa sosok
yang memikirkan mengenai fenomena-fenomena yang ada di
alam semesta ini baik itu mengenai hal-hal yang ada di langit
dan di bumi serta adanya pergantian siang dan malam dan selalu
beribadah kepada Allah dalam setiap keadaan baik dalam
keadaan duduk, berdiri dan dalam keadaan berbaring.
2. Tadzakkur
Al-Quran mangajarkan kepada manusia untuk selalu
bertafakkur dan bertadzakkur kepada Allah. Kedua hal ini
sama-sama bersumber dari akal, tetapi antara tafakkur dan tadzakkur
itu berbeda. Tafakkur dilaksanakan untuk menghasilkan
pengetahuan yang baru, sedangkan tadzakkur dilaksanakan
untuk mengungkapkan kembali informasi dan pengetahuan yang
telah didapatkan sebelumnya.
Tadzakkur merupakan kata aktif dari dzikr (ingat).Artinya
hadirnya gambaran sesuatu yang diingat dan diketahui di dalam
hati. Dzikir secara epistimologi berasal dari bahasa Arab
dzakara, artinya mengingat, memperhatikan, mengenang,
mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Sedangakan
pengertian terminologi dzikir sering dimaknai sebagai suatu
amalan ucapan atau amalan qauliyah melalui bacaan-bacaan
tertentu untuk mengingat Allah. Al-Quran memberi petunjuk
merenung tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat implementatif
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (Q.S Al-Ahzab: 41)
Berdzikir kepada Allah adalah ibadah sunah yang
teramat mulia lagi utama. Dzikir merupakan peringkat doa yang
paling tinggi, yang didalamnya tersimpan berbagai keutamaan
dan manfaat yang besar bagi hidup dan kehidupan masyarakat.
Dzikir kepada Allah dapat diklasifikasikan menjadi
empat bentuk atau jenis, hal ini disandarkan pada aktifitas apa
yang digunakan untuk mengingat Allah yaitu(Amin, Al-Fandi,
2008:22-33):
1. Dzikir pikir (tafakkur)
Sebagai mahluk yang paling baik dan unggul, maka
Allah menganugerahinya berbagai potensi yang sangat luar
biasa berupa potensi kecerdaasan yaitu kemampuan untuk
berpikir. Sesungguhnya kecerdasan merupakan potensi yang
hanya dimiliki oleh manusia, melalui Al-Quran manusia
diperintah untuk memahami, berpikir dan memikirkan tentang
mengenai fenomena alam, merenungkan, menelaah Al-Quran
Artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S Al-Baqrah: 164)
Bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi, kapal
yang luas dan membawa berbagai hal yang bermanfaat bagi
kehidupan kita, memikirkan diri sendiri sebagai sosok mahluk
dan hamba Allah yang diciptakan dengan teramat indah dan
sempurna merenungkan dan memikirkan makna serta
kandungan Al-Quran adalah bentuk dari dzikir kepada Allah,
yakni dzikir pikir.
sangat besar bagi hidup manusia. Selain akan memberikan
pemahaman dan pengetahuan yang terkait dengan tugas dan
tanggung jawab manusia kepada Allah, tanggung jawab manusia
terhadap sesama mahluk Allah. Memikirkan alamsekitar dan diri
manusia sendiri, juga akan mengantarkan kita untuk bisa lebih
mengenal diri sendiri, memahami siapakah sesungguhnya diri
kita, untuk apamanusia ada, dan kemana manusiakan kembali.
Pengenalan dan pemahaman terhadap alam semesta inilah yang
merupakan kunci gerbang bagi manusia untuk lebih mencintai
dan mengabdi kepada Allah baik dan benar sesuai kehendak
Allah.
2. Dzikir lisan atau ucapan
Dzikir lisan dapat dimaknai dengan dzikir yang
diucapkan dengan lisan dan dapat didengar oleh telinga, baik
oleh orang yang bersangkutan maupun orang lain.
Artinya:”Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah
kepada-Nya dengan penuh ketekunan”. (Q.S Al-Muzzammil: 8)
Menyebut dan mengingat Allah dengan lisan dapat
dibedakan menjadi dua macam yakni dzikir yang dilakukan
dengan suara yang pelan dan dengan suara keras serta
bersama-sama.
Dzikir qalbu adalah aktivitas mengingat Allah yang
dilakukan dengan hati atau qalbu saja, artinya sebutan itu
dilakukan dengan ingatan saja. Dzikir qalbu juga dimaknai
dengan melaksanakan dzikir dengan lidah dan hati, maksudnya
lidah melafalkan dzikir tertentu. Dengan suara yang pelan dan
hati mengingat dengan meresapi maknanya. Dzikir dengan hati
dapat mengantarkan manusia lebih khusuk dan terhindar dari
bahaya riya‟ dan akan memberikan kesan yang mendalam.
Hati adalah kompone psikis manusia yang harus senantiasa
dijaga agar tidak mudah rusak atau bahkan mati. Karena hati
manusai dapat dengan mudah terserang penyakit. Hati akan
rusak jika tidak diisi dengan energi dan makanan, dan sumber
energi yang dibutuhkan hati adalah dzikrullah.
orang-orang yang lalai”. (Q.S Al-A‟raf: 205) 4. Dzikir dengan amal perbuatanSetiap perbuatan atau aktivitas manusia yang baik dan akan
mengantarkannya untukingat kepada Allah. Dzikir amal
menempatkan Allah yang Maha Tunggal sebagai awal dan akhir
serta tujuan dari setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan.
pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”. (Q.S An-Nisa‟: 125)
Tazakurmenjadi tempat persinggahan hati merpakan
pasangan inabah.
Artinya: “Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)”. (Q.S Al-Mukmin: 13)
Tazakur merupakan sifat yang khusuk bagi orang-orang
yang berfikir sekaligus berakal, Allah berfirman dalam surat
Ar-Rad ayat 19:
Artinya: “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa
orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. (Q.S Ar-Rad: 19)
Semakin banyak manusia mengingat Allah SWT maka
akan semakin dekat dia dengan Allah SWT. Ia akan merasa
bahwa Allah selalu mengawasinya dan selalu
memperhatikannya sehingga seseorang akan malu dan tidak
berani melakukan suatu kesalahan atau dosa karena ada yang
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadaklah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka
peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S
Ali-Imran 191)
Dzikir diperintahkan untuk dilaksanakan dimanapun,
nafas dan langkahnya. Adapun kelebihan serta keistimewaan
dzikir (Amin.Al-fandi. 2008: 154-182):
1. Perintah Allah dan rasulnya.
Dzikir menjadi bentuk dari perwujudan dan bukti
paling nyata jika kita benar-benar beriman dan taat kepada
perintah Allah.
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (Q.S Al Ahzab: 41)
2. Intisari ibadah
Dzikir adalah kunci segala ibadah dan sebagai jalan
yang paling cepat untuk membuka ibadah-ibadah yang lain.
Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S At-Toha: 12)3. Ibadah yang utama dan mulia
Dengan dzikir kepada Allah melalui lisan dan hati
adalah realisasi dari ibadah yang paling nyara.
4. Mendatangkan pertolongan Allah
Mengingat Allah merupakan kunci agar kita
mendapatkan pertolongan Allah, baik pertolongan dalam
menjalani kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat
kelak.
5. Menjadikan kita akan diingat Allah
Allah adalah Tuhan yang teramat dekat dengan
hambanya. Dia mengetahui segala perilaku dan tindakan
manusia, baik perbuatan yang dilakukan dengan
terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.(Q.S Al-Baqarah: 152)
6. Menghapus kesalahan dan dosa
Berdzikir kepada Allah adalah ibadah terbaik dalam
Islam, sebagaimana perbuatan baik dapat menghapuskan
dosa dan kesalahan yang manusia lakukan.
Artinya: “Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.( Q.S Al-Huud: 114)
7. Memudahkan segala urusan
Dengan mengingat Allah dapat memberikan energi
ruhaniyah yang sangat besar bagi manusia dan hal ini
sangat bermanfaat bagi manusia untuk menghadapi
berbagai kesulitan hidup sehingga manusia dapat
menghadapi masalah dengan lebih bijaksana.
8. Mendatangkan keberuntungan
Islam memerintahkan manusia untuk mencari
berbagai hal untuk kehidupan manusia didunia. Dan juga
dengan mengingat Allah akan mendatangkan kebijakan dan
keberuntungan besar bagi hidup di dunia maupun diahirat.
9. Terlindungi dari kejahatan
Megingat Allah adalah senjata yang paling ampuh
untuk melindungi manusiadari segala bentuk kejahatan dari
iblis dan keturunannya yang bisa seitap saat mengganggu
manusia.
Tadzakkur dan Tafakku rmerupakanduatempat
persinggahan yang membuahkan berabagai macam ma‟rifat,
hakikat, iman dan kebijakan. Tadzakkur merupakan wujud dari
tafakkur yang bisa hilang karena lupa.Jika ingat maka tadzakkur