• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP ULUL ALBĀB DALAM PENDIDIKAN ISLAM (ANALISIS SURAT ALI-IMRAN AYAT 190-191) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP ULUL ALBĀB DALAM PENDIDIKAN ISLAM (ANALISIS SURAT ALI-IMRAN AYAT 190-191) SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP

ULUL ALBĀB

DALAM PENDIDIKAN

ISLAM

(ANALISIS SURAT ALI-IMRAN AYAT 190-191)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

KURNIA INDRIYANI NIM: 111-12-006

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف

اًرْسُي

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan

(7)

PERSEMBAHAN

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah dengan izin Allah swt skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah mendukung dan

membantu mewujudkan mimpi saya:

1. Bapak dan ibu yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan arahan

kepadaku dari aku kecil hingga sekarang.

2. Untuk nenek dan almarhum kakek yang tak henti-hentinya memberikan

doa kepadaku.

3. Untuk adikku yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan motivasi

untukku.

4. Untuk sahabat-sahabat dan teman-teman yang selalu memberi motivasi

untuk selalu semangan menyelesaikan skripsi ini.

5. Serta teman-teman PAI A 2012 khususnya dan teman-teman PAI angkatan

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang. Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah swt.

atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan sekripsi ini dengan baik. Taklupa solawat serta salam kita

panjtakan kepas Nabi Agung Muhammad saw.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh

gelar

kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga .

Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI.

4. Bapak Drs. A. Bahrudin, M.Ag.selaku dosen pembimbing

akademik.

5. Bapak M. Hafidz M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah dengan ikhlasmencurahkan waktu, pikiran dan tenaganya

dalam membimbing penulis skripsi ini.

(9)
(10)

ABSTRAKSI

Kurnia Indriyani, 2017, Konsep Ulul Albab dalam pendidikan Islam Analisis Surat Ali Imran 190-191. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Progam Studi Pendidikan Agama Isam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz M.Ag

Kata kunci: Ulul Albāb, Pendidikan Islam

Penulis menelliti tentang Konsep Ulul albāb dalam Pendidikan Islam Analisi Surat Ali Imran ayat 190-191. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui konsep Ulul albāb dalam surat Ali imran 190-191. 2. mengetahui konsep Ulul albāb dalam surat Ali Imran ayat 190-191dalam Relevansi nya dengan konteks pendidikan masa kini.

Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan metode library research, yaitu penelitian dimana objek penelitiannya digali dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaan dengan permasalahan yang ada. Dalam penarikan kesimpulan penulis menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksudnya secara terperinci sesuai urutan ayat dan surat dalam mushhaf „Utsmani.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Konsep Ulul albāb yang ada pada surat Ali Imran ayat 190-191 adalah orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah swt dalam setiap keadaan baik itu dalam keadaan sehat atau sakit yang digambarkan dalam surat Ali Imran ayat 191 yaitu selalu mengingat Aallah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Dan juga orang-orang yang memikirkan ciptaan Allah di alam semesta ini. Yang digambarkan dengan kegiatan berdzikir dan berfikir, sehingga dengan kegiatan berfikir dan berzikir tersebut mereka mampumengambil manfaat dari semua keagungan Allah swt. dan dapat mengambil hikmahakal dan keutamaannya dalam segala situasi dan kondisi. 2. Relevansi konsep Ulul albāb dengan pendidikan Islam masa kini meliputi tujuan pendidikan, kurikulum, pembelajaran, dan evaluasi pendidikan Islam adalah untuk menghasilkan peserta didik yangselalu tunduk dan patuh kepada Allah swt. dengan cara menjalankan semua perintah Allah swt dan meninggalkan semua larangannya. Dan juga untuk membentuk peserta didik agar mampu mengaplikasikan pengetahuannya untuk kehidupan sehari-hari.

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(11)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan penelitian ... 9

(12)

E. Metode penelitian ... 10

F. Definisi Operasional... 12

G. Sistematika penulisan ... 15

BAB II DISKRIPSI SURAT ALI IMRAN 190-191

A. Reduksi Ayat dan terjemah ... 17

B. Mufrodad ... 17

C. Kandungan Ayat ... 18

BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH

A. Asbabun Nuzul ... 24

B. Munasabah ... 25

BAB IV PEMBAHASA

A. Konsep Ulul albab dalam Q.S Ali-Imran 190-191 ... 33

B. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191 dengan

pendidikan Islam pada konteks pendidikan masa kini

1. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191

dengan Tujuan Pendidikan Islam ... 53

2. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191

dengan Kurikulum Pendidikan Islam ... 64

3. Relevansi Ulul albab dalam surat Ali-Imran 190-191

dengan Pembelajaran Pendidikan Islam ... 70

(13)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk Allah yang diberi keistimeaan yakni

berupa akal dan perasaan. Akal yang diberikan kepada manusia ini juga

merupakan hal yang membedakan antara manusia dengan mahluk Allah

yang lainnya. Akal berpusat di otak, digunakan untuk berfikir dan

perasaan pusatnya di hati, digunakan untuk merasa dan dalam tingkat

paling tinggi ia melahirkan kata hati (Daradjat, 1996: 4).

Akal dan perasaan dalam diri manusia tidak dapat dipisahkan

karena merupakan anugerah dari Allah yang menjadikan manusia itu

istimewa dan berbeda dari mahluk lainnya. Fungsi akal dan perasaan tidak

dapat dipisahkan, karena misalnya orang yang merasa sekaligus juga

berfikir.Perasaan sedih, kecewa, cemas, dan takut serta khawatir dapat

mempengaruhi kegiatan fikir seseorang. Begitu juga dengan fikiran dapat

dirasakan dan diyakini kebenarannya. Hasil dari fikiran dapat memberikan

rasa kenikmatan.Kemampuan bererfikir dan merasa inilah merupakan

anugerah Tuhan yang paling besar, dan ini pulalah yang menjadikan

manusia mulia dan istimiwa jika dibandingkan dengan makhluk Allah

yang lainnya (Djumrasah. Amrullah, 2007:29).

Allah memerintahkan mausia menggunakan akalnya untuk berfikir

sebaik-baiknya. Karena dengan menggunakan akal manusia mampu

(15)

yang menjadikannya sebagai mahluk-Nya yang diberi amanat untuk

beribadah kepadaNya dan diberi tanggung jawab dalam segala pilihan dan

keinginanya. Akal pula yang menjadikan manusia sebagai khalifah di

bumi dan berkewajiban untuk membangun dengan sebaik-baiknya

(Musfir, 2005: 274).

Karena akal yang dimiliki manusia merupakan alat untuk menuntut

ilmu, maka Islam memerintahkan mausia untuk menuntut ilmu, bukan saja

ilmu agama tetapi juga ilmu-ilmu yang lain. Karena dengan ilmu Umat

Islam dapat mempertahankkan kemulian-Nya, sehingga Umat Islam

diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas.

Ketika manusia maju ilmu pengetahuanya, dia dapat

mengungkapkan dan menemukan banyak kenikmatan dari Allah yang

sebelumnya tidak ia ketahui. Dengan bertambahnya pengetahuan yang

ilmiah membuka banyak keajaiban dan rahasia alam kepada manusia serta

membawa lebih dekat dengan Tuhannya. Dengan demikian pikiran

manusia secara bertahap dapat menaklukan semua unsur dan kekuatan

alam semesta. Karena sesungguhnya menusia diciptakan dalam keadaan

lemah dan tidak berdaya, namun dengan kasih sayang Allah swt ia diberi

ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang dapat dipakai untuk

mengendalikan kekuatan alam serta memanfaatkan hukum-hukumnya

(Rahman, 1992: 21).

Ilmu pengetahuan atau sains pada hakikatnya merupakan produk

(16)

dengan menggunakan metode tertentu terhadap gejala alam. Sehingga

orang yang memikirkan tentang tumbuh-tumbuhan akan menghasilkan

ilmu tentang tumbuhan, orang yang memikirkan gejala dan gerak planet di

ruang angkasa akan menghasilkan ilmu angkasa. Orang yang memikirkan

tentang kehidupan fisik manusia akan menghasilkan ilmu biologi, orang

yang memikirkan mengenai hewan dan tumbuhan akan menghasilkan ilmu

fauna dan flora, demikian seterusnya. Teori-teori yang terdapat dalam

berbagai ilmu, jika disinergikan dengan teknik yangakan menghasilkan

teknologi.Teknologi dalam berbagai aspeknya memberikan kemudahan,

efisiensi, dan mengantarkan manusia cepat mencapai tujuannya.

Sedangkan keimanan yang dihasilkan melalui proses berfikir dan

mengingat akan membawa manusia untuk menemukan dasar bagi

pengembangan ilmu dan teknologi (Nata, 2010: 134).

Al-Qur‟an mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu

sehingga hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi, bahkan

diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang

mampu mendaya gunakan anugerah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu)

pada sebuah panggilan yaitu Ulul albāb. Allah tiak menafikkan

potensiyang digunakan olehNya kepada manusia agar tidak tergiur dan

terpesona oleh hasinya sendiri, sehingga keterpesonaan itu membuat

dirinya menjadi hamba dunia, karena kecintaannya berlebihan pada dunia

(17)

Maka dari itu Islam telah menaruh perhatian besar terhadap

perkembangan proses berfikir manusia dengan memerintahkan untuk

mengamati semua yang ada di langit dan di bumi, mengamati diri sendiri,

dan mengamati semua mahluk-Nya (Musfir, 2005: 275).

Allah memerintahkan manusia untuk memperhatikan alam semesta

dan juga mengamati fenomena alam yang beraneka ragam dengan

merenungkan penciptaan dan proses keteraturan yang ada didalamnya.

Semua ini akan memberikan informasi dan ilmu pengetahuan yang

beraneka ragam. Dalam hal ini tampak jelas bahwa ada seruan kepada

manusia agar dapat memperhatikan, mengamati, merenungkan, dan juga

meneliti secara ilmiah (Musfir. 2005: 275-276).



Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih

bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S Al-Baqarah: 164)

Melalui proses memperhatikan, mengamati, merenungkan, dan

juga meneliti secara mendalam terhadap segala sesuatu yang telah Allah

(18)

teknologi dan ilmu pengetahuan serta akan membawa manusia dekat

dengan Allah. Jadi Sosok Ulul albāb dalam mencari ilmu pengetahuan

melalui sumber yang khas Islami, yaitu wahyu (Al-Qur‟an dan As

-Sunnah), alam semesta (afaq), diri sendiri (anfus) dan sejarah. Sedangkan

cara yang ditempuh meliputi pengetahuan indrawi, pengetahuan akal dan

pengetahuan intuisi (ilham) (Zainudin, 2008: 98).

Konsep Ulul albāb dalam surat Ali-Imran ayat 190-191

memberikan penjelasan bahwa orang yang berakal adalah orang yang

melakukan dua hal yaitu tadzakkur yakni mengingat (Allah) dan tafakkur

memikirkan (ciptaan Allah) (Nata, 2010: 131).

Dengan demikian Pendidikan Islam tidak hanya mempunyai tugas

untuk mempertahankan, menanakan, dan mengembangkan nilai-nilai ideal

pendidikan yang Islami yang besumber pada Al-Quran dan Hadits, namun

juga memberikan kelenturan terhadap perkembangan dan tuntunan

perubahan sosial yang mungkin terjadi, sehingga sebagai proses untuk

menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan mengantisipasi

persoalan hari ini dan hari esok yang akan dicapai melalui intensitas

mencari, mengolah, dan menginterprestasikan informasi. Dalam Islam

strategi pengembangan ilmu harus didasarkan pada perbaikan dan

kelangsungan hidup peserta didik, untuk menjadi manusia yang berperan

sebagai khalifah di bumi dengan tetap memegang teguh amanah besar dari

(19)

demikian teknologi sebagai produk dari ilmu akan menjadi sesuatu yang

bermafaat bagi manusia disepanjang masa (Zainudin, 2008: 96).

Pemahaman terhadap potensi yang dimiliki akal yang berupa ilmu

memiliki hubungan yang amat erat dengan pendidikan.Hubungan tersebut

yakni mengenai perumusan tujuan pendidikan. Dalam ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif dan afektif sangat erat kaitannya

dengan fungsi kerja dari akal. Dalam ranah kognitif terkandung fungsi

mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintentis dan

mengevaluasi. Fungsi-fungsi ini erat kaitannya dengang fungsi akal pada

aspek berfikir (tafakkur). Sedangkan dalam ranah afektif terkandung

fungsi memperhatika, merespon, menghargai, mengorganisasi nilai, dan

mengkarakterisasi. Fungsi-fungsi ini erat kaitanya dengan fungsi akal pada

aspek mengingat (tadzakkur). Orang-orang yang mampu mempergunakan

fungsi berfikir yang terdapat dalam ranah afektif dan kognitif adalah

termasuk dalam kategori Ulul albāb. Orang yang demikian itulah akan

berkembang kemampuan intelektualnya, menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta emosionalnya mampu mempergunakan semuanya itu

untuk berbakti kepada Allah dalam arti seluas-luasnya (Nata, 2010:

138-139).

Pendidikan Islam tidak hanya mempunyai tugas untuk

mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan nilai-nilai ideal

pendidikan yang Islami yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits Nabi,

(20)

perubahan sosial yang mungkin terjadi, sehingga perbadi-pribadi peserta

didik yang dihasilkan oleh pendidikan Islan mampu melakukan dialog

konstruktif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen,

dengan kata lain tugas pendidikan Islam adalah mengembangkan potensi

peserta didik dalam membentuk sosok Ulul albāb dalam setiap diri peserta

didik. Karena salah satu tugas pendidikan Islam adalah mengembangkan

potensi-potensi anak didik agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai

secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan ajaran Islam baik dalam

kehidupan duniawi maupun ukhrawi (Djumransjah, Amrullah, 2007:70).

Dengan demikain pendidikan Islam harus mampu menciptakan

sosok Ulul albāb dimana iman dan takwa menjadi pengendalian dalam

pengamalan ilmu yang mereka miliki dalam masyarakat, serat membawa

kebahagiaan dalam dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan

permasalaha tersebut, penuli tertarik untuk mengkaji konsep Ulul albāb

yang terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 190-191 dan sebagai

pertimbangan tersebut penulis memilih judul “KONSEP ULUL

ALBĀBDALAM PENDIDIKAN ISLAM ANALISIS SURAT

ALI-IMRAN AYAT 190-191”. B. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian diatas maka selanjutnya penulis merumuskan

poko-pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Hal tersebut

(21)

2. Bagaimana relevansi Ulul albāb yang terdapat dalam surat Ali-Imran

ayat 190-191 dengan pendidikan Islam masa kini?

C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah atas, maka

dapaat ditetapkan beberapa tujuan penetitian sebai berikut:

1. Untuk memperoleh diskripsi mengenai konsep Ulul albāb dalam surat

Al-Imran ayat 190-191.

2. Untuk memperoleh diskripsi mengenai relevansi Ulul albāb dalam

surat Ali-Imran ayat 190-191 dengan pendidikan masa Islam kini.

D. Kegunaan Penelitan

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya

dan Progam Studi Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya

berguna menambah literatur atau bacaan tentang konsep Ulul albāb

dalam surat Ali-Imran ayat 190-191 yang berkaitan dengan

pendidikan Islam.

b. Penelitian ini semoga dapat memberi kontribusi positif bagi pendidik

dan pelaksana pendidikan khususnya bagi penulis untuk mengetahui

dan mendalami dan mengamalkan konsep Ulul albāb yang

(22)

2. Manfaat praktis

Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan

berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat digunakan

sebagai berikut:

a. Penelitian ini semoga memberikan motivasi untuk menggali segala

potensi yang dimiliki oleh akal agar menjadi insan kamil.

b. Penelitian ini semoga memberikan manfaat bagi pembaca pada

umumnya dan pada khususnya bagi penulis sendiri. Amin.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini digunakan beberapa teknik untuk sampai

pada tujuan penelitian teknik tersebut meliputi:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini tergolong penelitian pustaka (libary

research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka

(Hadi, 1981: 9). Data-data yang digunakan penulis dalam penelitian

adalah berbagai tulisan yang temanya sama dengan judul yang penulis

angkat.

2. Sumber data.

a. Sumber data primer

Sumber data yang langsung berkaitan dengan penelitian yaitu

Al-Qur‟an surat Al-Imran ayat 190-191.

(23)

Sumber data yang melengkapi sumber-sumber dari data primer.

Sumber data ini diambil dengan cara mencari, menganalisis

buku-buku, internet dan informasi lainya yang berkaitan dengan judul

skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk pengumpulan data dalam melakukan pengumpulan

penelitian dalam hal ini menggunakan metode dokumentasi. Metode

dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan-catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti

notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 201).

Metode ini penulis gunakan untuk mencari data dengan cara

menelaah dan mengkaji buku-buku tafsir Al-Qur‟an serta buku-buku

yang berkaitan dengan tema penelitian ini, diantaranya buku yang

terkait dengan konsep Ulul albāb dan pendidikan Islam.

4. Metode analisis

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode

tahlili.

Metode Tahlili adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat

Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksudnya

secara terperinci sesuai urutan ayat dan surat dalam mushhaf „Utsmani

(Budihardjo, 2012:132).

Metode ini penulis gunakan untuk membahas ayat Al-Qur‟an

(24)

mufasir mengenai tema yang dibahas, sehingga menjadi satu kesatuan

yang utuh.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian,

maka penulis perlu menjelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat

dalam judul ini antara lain:

1. Ulul albāb

Kata Ulul albāb terdiri dari dua kata yaitu Ulul dan albāb. Kata

Ulul berarti yang mempunyai (Yunus, 2010: 54) dan kata albāb berasal

dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu, akal dan pikiran (Yunus,

2010 : 388).

Menurut beberapa toko Ulul albāb adalah:

Pertama menurut M Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir

Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol 2 “ Ulul albāb

adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak

diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan

keracunan dalam berfikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam

raya akan dapat sampai kepada bukit yang sangat nyata tentang keesaan

dan kekuasaan Allah swt” (Shihab, 2012: 370).

Kedua menurut Abudin Natta dalam bukunya yang berjudul

Tafsir ayat-ayat pendidikan “ Ulul albāb adalah orang yang melakukan

(25)

Dan ketiga menurut Zainuddin Muhammad dalam bukunya

Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul albāb.

“Ulul albāb adalah orang yang memiliki akal, yaitu daya ruhani yang

dapat memahami kebenaran fisik maupun metafisik sosok Ulul albāb

juga merupakan orang-orang yang memiliki ciri-ciri pokok antara lain:

beriman, bertanggung jawab, berakhlaq mulia, tekun beribadah, berjiwa

sosial dan juga bertaqwa ” (Zainudin. 2008:98).

Dari uraian diatas sosok Ulul albāb adalah orang yang mampu

memahami, megetahui, menghayat, mengambil kesimpulan dari

tanda-tanda kekuasaan Allah melalui ayat-ayat Al-Quran,

fenomena kekuasaan Allah, melalui sejarah dan juga

fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat.

2. Pendidikan Islam

Kata pendidikan diambil dari bahasa Arab yaitu at-tarbiya yang

berasal dari kata rabba yang memiliki arti mengasuh, mendidik dan

memelihara (Yunus, 2010: 137). Pendidikan adalah proses kegiatan

yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan seirama dengan

subjek didik (Achmadi, 1992:14). Menurut beberapa tokoh pendidikan

Islam adalah:

Pertama menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu

Pendidikan dalam Prespektif Islam bahwa pendidikan Islamsebagai

bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara

(26)

Kedua menurut Ahcmadi dalam bukunya yang berjudul Islam

sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan bahwa pendidikan Islam ialah

segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia

serta sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbentuknya

manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi,

1992: 20)

Ketiga menurut Samsul Nizar dalam bukunya Filsafat

Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis bahwa

pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang

(peserta didik) dapat mengarahkan kehidupan sesuai dengan ideologi

Islam(Nizar, 2002: 34) .

Dari pengertian diatas dapat disimpulan bahwa pendidikan

Islam adalah segala usaha yang dilakukan seseorang (pendidik) untuk

membimbing orang lain (peserta didik) supaya menjadi manusia yang

(27)

3. Surat Ali-Imran

Surat Ali-Imran dinamai demikian karena didalamnya

dikemukakan kisah keluarga Imran dengan terperinci. Yaitu Isa, Yahya,

Maryam dan ibu beliau, sedang Imran adalah ayah dari Ibu Nabi Isa a.s

yatiu Maryam a.s. surat ini terdiri dari 200 ayat. Tujuan utama

suratAli-Imranadalah pembuktian tauhid, keesaan dan kekuasaan, harta, dan

anak yang terleras dari nilai-nilai ilahiyyah tidak akan bermanfaat

kelak. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada

hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha Hidup dan

Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu),

sebagaimana yang terlihat dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh

Ali-Imran (Shihab, 2002: 3-4).

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dan penelitian yang jelas dalam

membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi

sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, metode penelitian, penegasan istilah.

Bab II Diskripsi ayat-ayat. Pada bab ini merupakan kelanjutan

dari bab pertama yang lebih spesifik dalam sistematika penulisan, pada

bab kedua ini berisi deskripsi Q.S Ali-Imran ayat 190-191 dan disertai

(28)

Bab III asbābun nuzūl dan munāsabah . Pada bab ini dijabarkan

tentang Asbabun nuzul (sejarah turunnya ayat-ayat suci Al-Qur‟an) dan

munāsabah (keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian

ayat, ayat-ayat, dan surah dalam Al-Qur‟an) dari ayat-ayat Al-Qur‟an surat

Ali-Imran ayat 190-191.

Bab IV Pembahasan. Pada bab ini peneliti lebih memfokuskan

dalam inti pembahasan yaitu, menganalisis Konsep Ulul albāb dalam

pendidikan Islam berdasarkan analisis Q.S Ali-Imran 190-191.

Bab V Penutup, Simpulan dan Saran. Bab penutup memuat

kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat

(29)

BAB II

Arinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan

silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S Ali-Imran: 190-195)

B. Mufrodat

Mufrodat dari surat Ali-Imran ayat 190-191 adalah sebagai berikut

(30)

ِتٰيَٰلا

= Sungguh terdapat tanda-tanda

ْباَبْلَلاا ىِلوُِلا

= Bagi orang-orang yang berakal

َنْيِذَّلا

= Orang-orang yang

هّٰللا َنْوُرُكًذَي

= Mengingat Allah(kata

نوركذي

berasal dari kata

ر

كذ

)

اًدْوُعُ ق َو اًمَيِق

= Berdiri dan duduk

ْمِهِبوُنُح ىٰلَعَو

= Dan dalam keadaan mereka berbaring

َنوُرَّكَفَ تَو

= Dan memikirkan (kata

نو

ركف

ت

berasal dari kata

ركف

)

1. Surat Ali-Imran ayat 190

(31)

Sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan

perkiraan dan keajaiban ciptaanya juga dalam silih bergantinya siang

dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan

langsung pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan

pengaruhnya pada flora dan fauna, dan sebagainya merupakan tanda

dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah swt, kesempurnaan

pengetahuan, dan kekuasaanya (Al Maraghi,1993: 288).

Dengan memikirkan pergantian siang dan malam mengikuti

terbitnya matahari dan tenggelamnya matahari, siang lebih lama dari

malam dan sebaliknya. Semua itu menunjukkan atas kebesaran dan

kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal memikirkan

terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur

dengan menghasilakan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia

merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual secara

akademis fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan

bahwa Allah tidaklah menciptakan fenomena itu sia-sia (Departemen

Agama RI, 2009: 97).

2. Surat Ali-Imran ayat 191



















Ulul albāb adalah orang-orang yang mau menggunakan

pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah darinya,

menggambarkan keagungan Allah dan mau mengingat hikmah akal

(32)

sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bisa berdiri, duduk,

berjalan, berbaring dan sebagainya. Bahwa mereka adalah

orang-orang yang tidak melalaikan Allah swt dalam sebagian besar

waktunya.Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan

tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah

selalu mengawasi mereka.Dan hanya dengan melakukan dzikir kepada

Allah, hal itu masih belum cukup untuk menjamin hadirnya

hidayahnya.Tetapi harus pula dibarengi dengan memikirkan

keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaaNya (Al Maraghi, 1993:

290).

Salah satu ciri khas bagi orang berakal yang merupakan sifat

khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai meiliki keunggulan

dibanding mahluk lain yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu, selalu

memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu menggambarkan kesabaran

Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan dan

banyak nikmat Allah kepadanya. Ia selalu mengingat Allah disetiap

waktu dan keadaan, baik pada waktu ia berdiri, duduk, dan berbaring.

Tidak ada satu waktu dan keadaan dibiarkan begitu saja, kecuali di isi

dan digunakan untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi

(Departemen Agama RI, 2009: 97).















(33)

mahluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya Sang Pencipta Yang

Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Sosok Ulul albāb mempercayai

para rasul dan mempercayai kitab-kitab yang diturunkan kepada

mereka adalah untuk merinci hukum-ukum syari‟at, mengandung

pendidikanyang sempurna dan akhlak-akhlak yang indah disamping

hal-hal yang harus diterapkan dalam tatanan masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari dan memeprecayai bahwa dalam perhitungan

serta pembalasan terhadap amal-amal itu ada dua alternatif yaitu

masuk surga atau masuk neraka.Dan sesungguhnya penuturan dzikir

disini hanyalah mengenai makhluk Allah. Hal itu karena ada larangan

memikirkan zat sang pencipta karena mustahil seseorang akan bisa

sampai kepada hakiakat zat sifat-sifatNya (Al Maraghi, 1993: 291)

Dalam ayat ini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa

kemenangan dan keberuntungan hanyalah dengan mengingat Allah

serta memikirkan segala mahluk-Nya yang menunjuk kepada angda

khalik yang maha Esa yang mempunyai ilmu dan kodrat, yang diiringi

oleh iman akan Rasulul akan Rasul dan akan kitab. Disini

diterangkan, bahwa yang kita pikirkan itu adalah mahluk Allah. Kita

tidak dibenarkan memikirkan tentang zat Tuhan yang menciptakan,

karena kita tidak akan sampai kepada hakikat zat dan hakikatnya sifat

Allah (Ash Shiddiqy, 1995: 739-740).

(34)

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang berdzikir dan

berfikir mengatakan, “Ya Tuhan kami, tidak sekali-kali engkau

menciptakan alam yang ada diatas dan yang dibumi yang kami

saksikan tanpa arti, dan engkau menciptakan alam yang ada diatas dan

ada di bumi yang kami saksikan tanpa arti, dan engkau tidak

menciptakan semuanya dengan sia-siakeharusan baginya adalah fana

(mati), kemudian anggota-anggoata tubuhnya bercerai berai sesudah

roh meninggalkan badanya. Sesungguhnya ia bisa rusak karena

memeng ia harus rusak. Setelah itu jasadnya terbangun kembali dan

berkata mengenai kekuasaan-Mu dalam kejadian yang lain. Golongan

diantara mereka mau taat kepada-Mu dan menerima hidayah, dan

segolongan lainnya telah dipastikan tersesat (Al Maraghi,1993:

291-292).

Penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam,

sungguh merupakan fenomena yang sangat kompleks, yaitu terus

menerus menjadi suatu objek penelitian umat manusia, sejak awal

lahirnya peradaban manusia. Seorang mukmin yang menggunakan

akal pikirannya, selalu mengharapkan kepada Allah dengan pujian dan

doa, sesudah ia melihat bukti-bukti yang menunjukkan kepada

keindahan hikmah. Ia pun luas pengetahuaannya tentang alam semesta

yang menghubungkan antara manusia dengan tuhannya. Dalam ayat

(35)

tentang sesuatu yang berkaitan dengan pengertian-pengertian

kebijakan dan kedermawanan-Nya di dalam menghadapi ragam

mahluk-Nya (Departemen Agama RI, 2009: 98-99).

Mereka yang menyebut nama Allah dan memikirkan keadaan

alam, mengucapkan dengan lidah, sedang hati mereka berada antara

takut dan harap: Wahai Tuhan kami! tidaklah Engkau jadikan dengan

percuma apa yang kami persaksikan ini, baik alam bumi, ataupun

alam atas. Pada kalimat Maha Suci Engkau jadikan, mempunyai

tujuan, mengundang hikmah dan maslahat, masing-masing

mengambilm pembalasannya kelak, baik ataupun buruk.Tidak Engkau

jadikan manusia dengan percuma. Jika ia lenyap atau bercearai berai

suku-suku tubuhnya sesudah roh pergi dari badan maka yang binasa

itu hanyalah tubuhnya. Kemudian dia kembali dengan kodrat Engkau

dalam kejadian yang lain. Maka jika ia menaati Engakau, masuklah ia

kedalam surga dengan amalan-amalannya dan jika ia mendurhakai

Engkau masuklah ia ke dalam neraka (Ash Shiddiqy, 1995: 740).











Ayat ini menjelaskan bahwa permintaan atas taufik dan

hidayah dengan pertolongan-Mu untuk bisa melakukan amal saleh

melalui pemahaman kami tentang bukti-bukti sehingga hal itu bisa

(36)

BAB III

ASBĀBUN NUZŪL DAN MUNĀSABAH

A. Asbābun nuzūl

Kata asbāb berasal dari kata sabab yang berarti sebab. Sedangkan

menurut istilah asbābun nuzūl adalah peristiwa yang menyebabkan

turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur‟an

tentang peristiwa yang terjadi atau mengomentarinya(Budiharjo,2012:21).

Adapun asbābun nuzūl surat Ali-Imran ayat 190: Dalam suatu

riwayat dikemukakan bahwa orang Qurais datang kepada kaum Yahudi

untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?“.

Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”.

Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani: “ Mukjizat apa yang di

bawa Isa kepada kalian?”. Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan

orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang

berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka

menghadap kepada Nabi saw dan berkata: “Hai Muhammad coba

berdoalah engkau kepada Tuhanmu agar Gunung Shafa ini dijadikan

emas”. Lalu Rasulullah saw berdoa. Maka turunlah ayat surat Ali-Imran

ayat 190, sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada yang

akan lebih besar manfaat bagi orang yang menggunakan akalnya (Shaleh,

(37)

B. Munāsbah

Kata munāsabah berasal dari kata nasaba. Kata tersebut berarti

hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata nasaba juga berarti

keturunan, sebab keturunan itu adalah adanya hubungan antara orang tua

dengan anak-anaknya. Munāsabah berarti muqōrobah atau kedekatan dan

kemiripan. Hal ini tentunya bisa terjadi pada seluruh unsur-unsurnya dapat

juga terjadi pada sebagian saja. Dengan demikian munāsabah menurut

istilah adalah adanya kecocokan, kepantasan dan keserasian antara ayat

dengan ayat atay surat dengan surat, atau munāsabah adalah kemiripan

yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur'an baik surat maupun

pada ayat-ayatnya yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan

yang lain(Budiharjo, 2012: 39).

1. Munāsabah Surat

a. Munāsabah surat Ali-Imran dengan surat Al Baqoroh

Adapun munāsabah atau hubungan antara surah Al-Baqarah

dengan suratA li-Imran (Departemen Agama RI. 2009: 451):

1) Dalam surat Al-Baqarah disebut bahwa Nabi Adan a.s

langsung diciptakan Allah, sendang surat Ali-Imran disebut

tentang kelahiran Nabi Isa yang kedua-duanya diluar

kebiasaan.

2) Dalam surat Al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan

perbuatan orang Yahudi, disertai dengan tujuan-tujuan yang

(38)

dalam surat Ali-Imran dipaparkan hal-hal yang sama yang

berhubungan dengan orang Nasrani.

3) Surat Al-Baqarah dimulai dengan menyebutkan tiga

golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir, dan

orang munafik. Sedang surat Ali-Imran menyebutkan

orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat

dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang

mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian

dalam menakwilkannya.

4) Surat Al-Baqarah diahiri dengan menyebutkan permoonan

kepada Allah dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan

surata Ali-Imran disudahi dengan permohonan kepada Allah

agar memberi pahala atas amal kebaikan hambanya.

5) Surat Al-Baqarah diahiri dengan pengakuan terhadap

kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surat Ali-Imran

dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhana yang mereka

minatakan pertolongan tersebut adalah Tuhan yang hidup

kekal abadi dan mengurus semua urusan mahluknya.

b. Munāsabah surat Ali-Imran dengan surat An-Nisa

Adapun munāsabah atau hubungan antara surat Ali-Imran

(39)

1) Surat An-Nisa dimulai dengan perintah bertakwa kepada

Allah sedang surat Ali-Imran juga disudahi dengan perintah

bertawakal kepada Allah.

kisah itu disinggung lagi.

4) Dalam surat Ali-Imran telah disebutkan bahwa di kalangan

kaum Muslimin banyak yang gugur dalam medan perang

sebagai syuhada yang tentunya mereka meningalkan

anak-anak yang sudah yatim dan istri yang sudah janda, maka pada

permulaan surat An-Nisa disebutkan perintah memelihara

anak-anak yatim serta pembagian harta pusaka.

2. Munāsabah Ayat

Dalam Q.S Ali-Imran ayat 190-191 mempunyai

munāsabah dengan ayat sebelumnya yaituayat 189 yaitu:

Artinya : “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi,

dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (Q.S Ali-Imran:

(40)

Sebagaimana yang terbaca pada ayat 189 tersebut,

ditegaskan kepemilikan Allah swt atas alam raya. Disini Allah

menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta

memerintahkan agar memikirkannnya, apalagi seperti

dikemukakan pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surat

Ali-Imran membuktikan tentang tauhid, keesaan, dan kekuassaan

Allah swt Hukum-hukum alam yang melahirkan

kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya, ditetepkan dan diatur oleh Allah yang

Maha Hidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola

segala sesuatau). Hakikatnya ini ditegaskan pada ayat ini dan ayat

yang mendatang, dan salah satu bukti kebenaran hal tersebut

adalah mengundang manusia untuk berfikir, karena sesungguhnya

dalam penciptaanya yakni kejadian benda-benda angkasa seperti

matahari, bulan, dan jutaan gugus bintang yang terdapat dilangit

atau dalam atau pengaruh sistemkerja langit yang sangat teliti serta

kejadian dan perputaran bumi dan porosnya, yang melahirkan silih

berganti malam dan siang, baik dalam masa maupun dalam

panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah

bagi Ulul albāb, yakni orang-orang yang memiliki akal yang murni

(Shihab, 2002: 370).

Ayat 190-191 di atas juga bermunāsabah dengan ayat

(41)

Artinya: “Ya Tuhan kami, Sesungguhnya barangsiapa yang

Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh Telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada

bagi orang-orang yang zalim seorang

penolongpun”. (Q.S Ali-Imran: 192)

Dalam ayat 191 dijelaskan mengenai orang yang selalu

mengingat Allah, dengan ucapan dan atau dalam hati dalam seluruh

situasi baik dalam kondisi bekerja atau saat istirahat. Selain

berdzikir dalam ayat ini juga menjelakan mengenai berpikir,

sehingga semua mahluk tidak diciptakan sia-sia, karena ada

makhluk yang baik dan ada mahluk yang jahat, ada yang durhaka

dan ada yang taat, dan tentu saja yang durhaka akan dihukum. Oleh

karena itu mereka memohon perlindungan dari siksa neraka dan

berusaha menjadi mahluk yang baik. Kemudian pada ayat 192

menjelaan sebab permohonan agar dihindarkan dari siksa neraka

adalah untuk mengambarkan berapa mereka mendesak dalam

bermohon karena siapa yang menjelaskan sesuatu dengan

terperinci, atau kehebatanya itu pertanda bahwa dia sangat butuh

sehingga ketulusannya bermohon lebih dalam dan dengan

demikian, harapan untuk dikabulkan lebih besar (Sihab,

(42)

Kesesuaian dari ayat tersebut dapat dilihat dari

kandungannya, bahwa orang yang imannya teguh kepada Allah,

Tuhan yang maha Kuasa atas kerajaan langit dan bumi, merasa

tenang menghadapi segala perubahan keadaan, bahkan merasa

bersyukur karena dia merasa tidak pernah kehilangan kehormatan

di sisi Allah yang Maha Kuasa. Dan bahwa seseorang dimasukkan

Tuhan ke dalam neraka, bukanlah Tuhan yang salah, melainkan

manusia itu sendirilah yang telah aniaya akan dirinya, sebab dia

melanggar ketentuan Tuhan yang sudah patut diketahuinya. Dan

karena dia yang memiliki jalan tersebut, maka dia akan celaka.

Tidak ada orang lain yang menolongnya, kalau mau selamat dari

marabahaya akhirat hanyalah ditentukan oleh setiap hidup dan laku

perangai insan itu sendiri saat hidup di dunia (Hamka,1983: 198).

Selain pada ayat 189 dan 192 dalam surat Ali Imran ini juga

memiliki munasabah dengan surat Al-Baqarah ayat 164

(43)

laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S Al-Baqarah: 164)

Dalam ayat ini desebutkan delapan macam ayat-ayat Allah,

sedang dalam Q.S Ali-Imran ayat 190 hanya disebutkan tiga

macam. Untuk kalangan sufi pengurangan ini disebabkan memang

pada tahap-tahap awal seorang sufi yang berjalan menuju allah

membutuhkan banyak argumen akidah, tetapi setelah melalui

bebrapa tahap, ketika kalbu telah memperoleh kecerahan kebutuhan

akan argumen akidah semakin berkurang, bahkan dapat menjadi

halangan bagi kalbu untuk terjun ke samudra makrifat. Pada surat

Al-Baqarah ayat 164 ditutup dengan kata









yang

artinya tanda-tanda bagi orang yang berakal, sedang pada surat

Ali-Imran ayat 190 ditutup dengan kata 







yang

artinya tanda-tanda bagi orang yang berakal, yang mana ketika

(44)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Konsep Ulul albāb dalam Q.S Ali-Imran 190-191

Kata Ulul albāb terdiri dari dua suku kata yaitu ulu dan

al-albāb. Kata Ulu berarti yang mempunyai (Yunus, 2010: 54) dan

kata albāb berasal dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu, akal

dan pikiran (Yunus, 2010 : 388).

Menurut Abudin Natta dalam bukunya yang berjudul

Tafsir ayat-ayat pendidikan “Ulul albāb adalah orang yang

melakukan dua hal yaitu memikirkan ciptaan Allah (tafakkur)

dan mengingat ciptaan Allah (tadzakkur)” (Nata, 2010: 131).

Menurut Zainuddin Muhammad dalam bukunya

Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul

albāb. “Ulul albāb adalah orang yang memiliki akal, yaitu daya

ruhani yang dapat memahami kebenaran fisik maupun metafisik

sosok Ulul albāb juga merupakan orang-orang yang memiliki

ciri-ciri pokok antara lain: beriman, bertanggung jawab,

berakhlaq mulia, tekun beribadah, berjiwa sosial dan juga

bertaqwa ” (Zainudin. 2008:98).

Dari uraian diatas sosok Ulul albāb adalah orang yang

mampu memahami, megetahui, menghayat, mengambil

(45)

Al-Quran, fenimena-fenomena kekuasaan Allah, melalui sejarah

dan juga fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat.

Menurut Jalaludin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif Ceramah-Ceramah di Kampus sosok Ulul albāb memiliki lima tanda-tanda yaitu (Rahmat, 1986:161-162): Pertama, bersungguh-sungguh mencari ilmu. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 190:



Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,

dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Q.S Ali-Imran 190)

Pada ayat diatas mengajarkan kepada manusia dua hal yakni

tafakkur dan tadzakkur. Tafakkur adalah merenunggkan ciptaan

Allah di langit dan dibumi, kemudian menangkap hukum-hukum

yang tepat di alam semesta.Pada masa sekarang ini disebut sebagai

science. Sedang tadzakkur adalahmemanfaatkannikmat karunia

Allah yang menggunakan akal pikiran sehingga kenikmatan itu

semakin bertambah, dalam masa sekarang ini tazakkur disebut

teknologi. Ulul albāb merenungkan ciptaan Allah di langit dan di

bumi, dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa,

sehingga karunia Allah ini dilipatgandakan nikmatnya.

Kedua, mampu memisahkan yang jelek dari yang baik,

(46)

mempertahankankebaikan itu dan walaupun kejelekan itu

dipertahkankan oleh sekian banyak orang.



Artinya: Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Q.S Al-Maidah 100)

Ketiga, kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai

menimbang-nimbang ucapan, teori, proposi atau dalil yang

Artinya:“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti

apa yang paling baik di antaranya mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Q.S Az-Zumar: 18)

Keempat, bersedia menyampaikan ilmunya kepada oranglain

untuk memperbaiki masyarakat: diancamnya masyarakat,

diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan, dan di

protesnya kalau terdapat ketidak adilan. Dia tidak duduk berpangku

tangan melainkan terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidak

(47)

Artinya:(Yusuf berkata):"Yang demikian itu agar dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya Aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat”.(Q.S Yusuf: 52)

Kelima Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah.

Berkali-kali Al-Qur‟an menyebutkan bahwa Ulul albāb hanya takut

kepada Allah.

Artinya:“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan peringatan

kepadamu”. (Q.S At-Thalaaq 10)

Ulul albāb orang-orang yang mengarahkan kemampuan

terbaiknya menggunakan hati untuk selalu mengingat Allah yang

dapat menghasilkan kemantapan iman dan orang yang

memaksimalkan kemampuan aklanya untuk memikirkan ciptaan

Allah swt.

Sifat-sifat dari Ulul albāb sebagai berikut (Muchlis, dkk.

(48)

1. Selalu memenuhi janji yang dikukuhkan dengan Allah dan

tidak membeatalkan perjanjian. Yang dimaksud perjanjian

manusia dengan Allah adalah manusia mengakui ke-Esaan

Allah, serat tunduk dan patuh kepada-Nya.

2. Selalu menghubungkan apa-apa yang Allah swt perintahakna

supaya dihubungkan, misalnya silaturahmi serta bentuk-bentuk

hubungan lain yang baik menurut agama.

3. Takut kepadan Allah dan takut kepada hisab yang buruk di hari

kemudian.

4. Sabar dalam melaksanakanan perintah, menjauhi larangan

serta menghadapi kesulitan demi mengharap ridho Allah.

5. Mengerjakan shalat dengan baik dan benar serta istiqomah.

6. Menafkahkan sebagian rezekinya baik secara

sembunyi-sembunyi sehingga tidak diketahui siapapun, atau secara

terang-terangan sehingga dapat dilihat orang lain guna

menghindarkan mereka dari prasangka buruk atau memberi

contoh yang baik.

7. Menolak secara sungguh-sungguh serta penuh hikmah suatu

kejahatan yang menimpa dengan kebaikan.

Dalam surat Ali Imran ayat 190-191 terlihat bahwa orang

yang berakal (Ulul albāb) adalah sosok yang digambarkan sebagai

(49)

melaku kan dua hal ini sosok Ulul albāb sampai pada hikmah yang

dapat diperoleh dari proses tadzakkur dan tafakkur, yaitu

mengetahui dan menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan

segala sesuatu di dalamnya menunjukkan bahwa adanya Allah

yang Maha Pencipta. Dengan merenungkan ciptaan Allah yang

berupa langit dan bumi serta segala isinya serta pergantian siang

dan malam akan membawa manusia menyaksian tentang

kekuasaan Allah, yaitu adanya aturan yang dibuatnya. Serta

karunai dan berbagai manfaat yang ada didalamnya karena Allah

menciptakan tidak sesuatu hal itu dengan sia-sia melainkan ada

hikah didalamnya (Nata, 2010: 130-132).

1. Tafakkur

Tafakkur berasal dari kata “fikr” yang berarti pikiran. Kata

fikr” dalam perkembangannya merupakan perubahan dari

fark” yag berarti menggosok. Kedua kata ini ada

persamaannya, yaitu menggosok tetapi bedanya kata “fark

digunakan untuk menggosok benda konkrit, sedang “fikr

digunakan untuk menggosok atau menggali hal-hal yang bersifat

abstrak,yaitu menggali makna sesuatu untuk mencapai

hakikatnya (Tebba, 2004:62-63).

Tafakur dalam hal ini adalah memikirkan mengenai ciptaan

Allah. Dengan memikirkan ciptaan Allah sendiri memerlukan

(50)

secara lebih rinci. Kemudian kesadaran mengenai kekuasaan

dan kebesaran Allah muncul dari kehidupan alam, lalu muncul

rasa empati kepada sesama setelah merenungkan bahwa manusia

sangat kecil dihadapan Allah. Selain itu Allah juga

memerintahkan kepada manusia untuk memikirkan dirinya

sendiri, agar manusa mampu mengertiakan kekuasaan dan

kebesaran Allah. Karena apa yang direnugkan itu ada pada diri

manusia itu sendiri.

Bertafakkur mengenai isi kandungan Al-Quran sendiri akan

menimbulkan kesadaran mendalam mengenai kebesaran Allah.

Dan manusia sangatlah kecil dan tidak ada apa-apanya

dihadapan-Nya. Hal ini mendorong agar manusia selalu tunduk

dan patuh kepada Allah dengan penuh kesadaran tanpa ada

paksaan untuk menjalankan perintahnya dan menjauhi

larangannya.

Tafakkur yang yang paling tinggi adalah memikirkan

kekuasaa, keagungan, kebijaksanaan dan takdir Allah

swt.manusia berfikir untuk memperbaiki kehidupan dunia dan

menjauhi segala sesuatu yang membahaykan kehidupan

akhiratnya. Dalam surat Ali-Imran ayat 190-191, membahas

mengenai bertafakkur dengan alam semesta yaitu bertafakkur

(51)

langit dan bumi serta pergantian siang dan malam, merupakan

fenomena yang sangat kompleks yaitu terus menerus menjadi

objek penelitian umat manusia, sejak awal mulainya peradaban

manusia.

menutupkan malam kepada siang yang

mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Q.S Al-A‟raf: 54)

Demikian pula silih bergantinya siang dan malam

merupakan fenomena yang sangat kompleks. Fenomena ini

melibatkan adanaya rotasi bumi (bumi mengelilingi matahari)

pada sumbunya. Jadi silih bergantinya siang dan malam terjadi

karena adanya gerakan rotasi bumi. Rotasi bumi juga

memberikan dampak pergantian musim di bumi yang

berbeda-beda di belahan bumi ini.

Pada surat Ali Imran ayat 190-191 dijelaskan bahwa sosok

(52)

yang memikirkan mengenai fenomena-fenomena yang ada di

alam semesta ini baik itu mengenai hal-hal yang ada di langit

dan di bumi serta adanya pergantian siang dan malam dan selalu

beribadah kepada Allah dalam setiap keadaan baik dalam

keadaan duduk, berdiri dan dalam keadaan berbaring.

2. Tadzakkur

Al-Quran mangajarkan kepada manusia untuk selalu

bertafakkur dan bertadzakkur kepada Allah. Kedua hal ini

sama-sama bersumber dari akal, tetapi antara tafakkur dan tadzakkur

itu berbeda. Tafakkur dilaksanakan untuk menghasilkan

pengetahuan yang baru, sedangkan tadzakkur dilaksanakan

untuk mengungkapkan kembali informasi dan pengetahuan yang

telah didapatkan sebelumnya.

Tadzakkur merupakan kata aktif dari dzikr (ingat).Artinya

hadirnya gambaran sesuatu yang diingat dan diketahui di dalam

hati. Dzikir secara epistimologi berasal dari bahasa Arab

dzakara, artinya mengingat, memperhatikan, mengenang,

mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Sedangakan

pengertian terminologi dzikir sering dimaknai sebagai suatu

amalan ucapan atau amalan qauliyah melalui bacaan-bacaan

tertentu untuk mengingat Allah. Al-Quran memberi petunjuk

(53)

merenung tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat implementatif

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (Q.S Al-Ahzab: 41)

Berdzikir kepada Allah adalah ibadah sunah yang

teramat mulia lagi utama. Dzikir merupakan peringkat doa yang

paling tinggi, yang didalamnya tersimpan berbagai keutamaan

dan manfaat yang besar bagi hidup dan kehidupan masyarakat.

Dzikir kepada Allah dapat diklasifikasikan menjadi

empat bentuk atau jenis, hal ini disandarkan pada aktifitas apa

yang digunakan untuk mengingat Allah yaitu(Amin, Al-Fandi,

2008:22-33):

1. Dzikir pikir (tafakkur)

Sebagai mahluk yang paling baik dan unggul, maka

Allah menganugerahinya berbagai potensi yang sangat luar

biasa berupa potensi kecerdaasan yaitu kemampuan untuk

berpikir. Sesungguhnya kecerdasan merupakan potensi yang

hanya dimiliki oleh manusia, melalui Al-Quran manusia

diperintah untuk memahami, berpikir dan memikirkan tentang

(54)

mengenai fenomena alam, merenungkan, menelaah Al-Quran

Artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan

bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S Al-Baqrah: 164)

Bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi, kapal

yang luas dan membawa berbagai hal yang bermanfaat bagi

kehidupan kita, memikirkan diri sendiri sebagai sosok mahluk

dan hamba Allah yang diciptakan dengan teramat indah dan

sempurna merenungkan dan memikirkan makna serta

kandungan Al-Quran adalah bentuk dari dzikir kepada Allah,

yakni dzikir pikir.

(55)

sangat besar bagi hidup manusia. Selain akan memberikan

pemahaman dan pengetahuan yang terkait dengan tugas dan

tanggung jawab manusia kepada Allah, tanggung jawab manusia

terhadap sesama mahluk Allah. Memikirkan alamsekitar dan diri

manusia sendiri, juga akan mengantarkan kita untuk bisa lebih

mengenal diri sendiri, memahami siapakah sesungguhnya diri

kita, untuk apamanusia ada, dan kemana manusiakan kembali.

Pengenalan dan pemahaman terhadap alam semesta inilah yang

merupakan kunci gerbang bagi manusia untuk lebih mencintai

dan mengabdi kepada Allah baik dan benar sesuai kehendak

Allah.

2. Dzikir lisan atau ucapan

Dzikir lisan dapat dimaknai dengan dzikir yang

diucapkan dengan lisan dan dapat didengar oleh telinga, baik

oleh orang yang bersangkutan maupun orang lain.

Artinya:”Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah

kepada-Nya dengan penuh ketekunan”. (Q.S Al-Muzzammil: 8)

Menyebut dan mengingat Allah dengan lisan dapat

dibedakan menjadi dua macam yakni dzikir yang dilakukan

dengan suara yang pelan dan dengan suara keras serta

bersama-sama.

(56)

Dzikir qalbu adalah aktivitas mengingat Allah yang

dilakukan dengan hati atau qalbu saja, artinya sebutan itu

dilakukan dengan ingatan saja. Dzikir qalbu juga dimaknai

dengan melaksanakan dzikir dengan lidah dan hati, maksudnya

lidah melafalkan dzikir tertentu. Dengan suara yang pelan dan

hati mengingat dengan meresapi maknanya. Dzikir dengan hati

dapat mengantarkan manusia lebih khusuk dan terhindar dari

bahaya riya‟ dan akan memberikan kesan yang mendalam.

Hati adalah kompone psikis manusia yang harus senantiasa

dijaga agar tidak mudah rusak atau bahkan mati. Karena hati

manusai dapat dengan mudah terserang penyakit. Hati akan

rusak jika tidak diisi dengan energi dan makanan, dan sumber

energi yang dibutuhkan hati adalah dzikrullah.



orang-orang yang lalai”. (Q.S Al-A‟raf: 205) 4. Dzikir dengan amal perbuatan

Setiap perbuatan atau aktivitas manusia yang baik dan akan

mengantarkannya untukingat kepada Allah. Dzikir amal

(57)

menempatkan Allah yang Maha Tunggal sebagai awal dan akhir

serta tujuan dari setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan.



pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”. (Q.S An-Nisa‟: 125)

Tazakurmenjadi tempat persinggahan hati merpakan

pasangan inabah.

Artinya: “Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)”. (Q.S Al-Mukmin: 13)

Tazakur merupakan sifat yang khusuk bagi orang-orang

yang berfikir sekaligus berakal, Allah berfirman dalam surat

Ar-Rad ayat 19:

Artinya: “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa

(58)

orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. (Q.S Ar-Rad: 19)

Semakin banyak manusia mengingat Allah SWT maka

akan semakin dekat dia dengan Allah SWT. Ia akan merasa

bahwa Allah selalu mengawasinya dan selalu

memperhatikannya sehingga seseorang akan malu dan tidak

berani melakukan suatu kesalahan atau dosa karena ada yang

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah

sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan

berbaring dan mereka memikirkan tentang

penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya

Tuhan kami, tiadaklah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka

peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S

Ali-Imran 191)

Dzikir diperintahkan untuk dilaksanakan dimanapun,

(59)

nafas dan langkahnya. Adapun kelebihan serta keistimewaan

dzikir (Amin.Al-fandi. 2008: 154-182):

1. Perintah Allah dan rasulnya.

Dzikir menjadi bentuk dari perwujudan dan bukti

paling nyata jika kita benar-benar beriman dan taat kepada

perintah Allah.

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (Q.S Al Ahzab: 41)

2. Intisari ibadah

Dzikir adalah kunci segala ibadah dan sebagai jalan

yang paling cepat untuk membuka ibadah-ibadah yang lain.



Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S At-Toha: 12)

3. Ibadah yang utama dan mulia

Dengan dzikir kepada Allah melalui lisan dan hati

adalah realisasi dari ibadah yang paling nyara.

(60)

4. Mendatangkan pertolongan Allah

Mengingat Allah merupakan kunci agar kita

mendapatkan pertolongan Allah, baik pertolongan dalam

menjalani kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat

kelak.

5. Menjadikan kita akan diingat Allah

Allah adalah Tuhan yang teramat dekat dengan

hambanya. Dia mengetahui segala perilaku dan tindakan

manusia, baik perbuatan yang dilakukan dengan

terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.(Q.S Al-Baqarah: 152)

6. Menghapus kesalahan dan dosa

Berdzikir kepada Allah adalah ibadah terbaik dalam

Islam, sebagaimana perbuatan baik dapat menghapuskan

dosa dan kesalahan yang manusia lakukan.



Artinya: “Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi

(61)

menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.( Q.S Al-Huud: 114)

7. Memudahkan segala urusan

Dengan mengingat Allah dapat memberikan energi

ruhaniyah yang sangat besar bagi manusia dan hal ini

sangat bermanfaat bagi manusia untuk menghadapi

berbagai kesulitan hidup sehingga manusia dapat

menghadapi masalah dengan lebih bijaksana.

8. Mendatangkan keberuntungan

Islam memerintahkan manusia untuk mencari

berbagai hal untuk kehidupan manusia didunia. Dan juga

dengan mengingat Allah akan mendatangkan kebijakan dan

keberuntungan besar bagi hidup di dunia maupun diahirat.

9. Terlindungi dari kejahatan

Megingat Allah adalah senjata yang paling ampuh

untuk melindungi manusiadari segala bentuk kejahatan dari

iblis dan keturunannya yang bisa seitap saat mengganggu

manusia.

Tadzakkur dan Tafakku rmerupakanduatempat

persinggahan yang membuahkan berabagai macam ma‟rifat,

hakikat, iman dan kebijakan. Tadzakkur merupakan wujud dari

tafakkur yang bisa hilang karena lupa.Jika ingat maka tadzakkur

Referensi

Dokumen terkait

artinya: “ (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata),

Mahasuci Engkau, maka jagalah kami dari siksa neraka” (QS. Al -Imran: 190- 191) Mengutip ayat dalam Surat Ali-Imran, Allah SWT menciptakan seluruh alam semesta

Seperti dalam skripsi ini penulis berupaya menggali unsur kesetaraan gender yang ada dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 195 dengan menggunakan pendekatan hermeneutika

Hasil penelitian dari QS Ali Imran ayat 35-37 adalah: (1) orang tua harus mendidik anaknya dalam hal kepatuhan kepada Allah Swt, (2) pendidikan diberikan bukan

Implikasi kependidikan pada surat Shad ayat 26 adalah bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang harus mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus membina,

Penelitian ini akan mengkaji nilai pendidikan karakter dalam QS. Ali-Imran ayat 102-104 pada kurikulum Darul Arqam Dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Perlu

Sumber data :Angket Siswa Aplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam surah Ali Imran ayat 159. Berdasarkan tabel tersebut di atas memberikan informasi

Ali-Imran ayat 102-104 diatas mengandung makna enam hal, yaitu beriman, bertaqwa, muslim, berpegang teguh kepada tali agama, berorganisasi, dan da’wah menyuruh berbuat ma’ruf,