• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.3 Kandungan Biomassa

5.2.3.1 Kandungan Biomassa Tegakan di Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar

Menurut Brown (1997), biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Selanjutnya menurut Jenkins et al., (2003), biomassa dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber dan sink dari karbon. Potensi biomassa suatu hutan dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan.

Total potensi tegakan biomassa di hutan gambut merang bekas terbakar adalah sebesar 69,14 ton/ha sedangkan potensi biomassa rata-rata (berdasarkan kedalaman gambut) pada hutan rawa gambut primer adalah sebesar 246,15 ton/ha (Istomo 2002). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kejadian kebakaran hutan menyebabkan penurunan biomassa tegakan di hutan gambut merang sebesar 71,91% sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kebakaran yang terjadi dilokasi penelitian dalam intensitas yang tinggi karena banyaknya tegakan yang hilang di hutan gambut tersebut.

Berdasarkan bagian pohon, dapat diketahui bahwa bagian batang merupakan bagian yang memiliki potensi biomassa pohon yang sangat besar dengan total biomassa batang sebesar 51.966,92 kg/ha (75,12%). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Istomo (2002), Onrizal (2004),

Salim (2005), Rahma (2008), Talan (2008), Limbong (2009) dan Novita (2010). Biomassa pada bagian batang berkisar antara 68,09 – 82,28% dari biomassa totalnya, kemudian diikuti bagian daun sebesar 4,17 – 14,44%, bagian ranting sebesar 6,16 – 10,32% dan terkecil pada bagian cabang sebesar 7,15 – 7,45% dari biomassa totalnya (Tabel 15).

Kandungan biomassa pada bagian batang yang lebih besar tersebut, berhubungan erat dengan hasil produksi pohon yang diperoleh dari hasil fotosintesis yang pada umumnya disimpan pada batang. Secara umum, batang mempunyai zat penyusun kayu yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut dapat menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak oleh komponen penyusun kayu dibandingkan air, sehingga bobot biomassa batang menjadi lebih besar.

Biomassa terbesar kedua dimiliki oleh biomassa daun dengan total biomassa daun sebesar 6.372,73 kg/ha (9,22%), hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahma (2008). Namun apabila dilihat berdasarkan kelas diameter terlihat bahwa potensi biomassa terbesar terdapat pada kelas diameter 2 – 10 cm, sedangkan pada kelas 10,01 - 20 cm dan kelas ≥ 20,01 cm memiliki biomassa yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian ranting dan cabang. Besarnya potensi biomassa pada bagian daun diduga karena daun sebagai sumber utama penghasil fotosintat mengalami pertumbuhan yang cepat di awal-awal masa pertumbuhannya serta tegakan lebih dulu mengalami perkembangan pada bagian daun di awal pertumbuhannya sehingga dapat mempengaruhi banyaknya jumlah daun. Selain itu, setiap individu pohon memiliki ukuran serta bentuk daun yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi besarnya biomassa pada bagian daun tersebut.

Menurut Salisbury (1995), tingkat dan lama cahaya matahari akan mempengaruhi bentuknya pati sebagai bentuk karbohidrat utama produk fotosintesis. Sebagian besar karbohidrat utama yang disimpan tumbuhan adalah dalam bentuk pati, sehingga meskipun fotosintesis dengan mengupayakan penyerapan karbondioksida terjadi pada bagian daun namun hasil fotosintesis (fotosintat) tersebut akan didistribusikan ke bagian-bagian lainnya terutama pada bagian batang. Semakin banyak jumlah daun maka akan membuat indeks luas

daun semakin tinggi sehingga semakin banyak cahaya matahari yang dapat diabsorpsi oleh pohon untuk proses fotosintesis (Fitter dan Hay 1998). Jadi meskipun proses fotosintesis dengan mengupayakan penyerapan karbondioksida terjadi pada bagian daun, namun hasil fotosintesis (fotosintat) tersebut didistribusikan ke bagian-bagian lainnya (batang, cabang dan ranting) sehingga kandungan biomassa pada bagian non-fotosintesis akan lebih besar dibandingkan dengan bagian daun yang melakukan proses fotosintesis.

5.2.3.2 Kandungan Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah

Menurut Hardjosetono (1976), tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang memiliki keliling batang < 2 cm yang meliputi semai, kecambah, paku-pakuan, rumput, tumbuhan yang memanjat maupun lumut. Tumbuhan bawah yang ditemui di petak pengamatan didominasi oleh jenis siduduk (Melastoma malabatricum), pakis, liana dan anakan bebangun.

Berdasarkan hasil perhitungan kandungan biomassa tumbuhan bawah dan serasah dapat diketahui bahwa yang memiliki kandungan biomassa paling besar adalah tumbuhan bawah tidak berkayu yaitu sebesar 9.039,13 kg/ha (49,83%). Hal tersebut disebabkan karena tumbuhan bawah tidak berkayu memiliki jumlah jenis yang banyak dan beragamnya jenis tumbuhan bawah tidak berkayu yang ditemukan. Tumbuhan bawah tidak berkayu didominasi oleh jenis pakis, ritang dan resam. Biomassa tumbuhan bawah tidak berkayu lebih besar dibandingkan dengan biomassa tumbuhan bawah berkayu karena pengaruh pembukaan tajuk di lokasi penelitian.

Pada areal hutan yang telah mengalami gangguan berupa kebakaran hutan akan mengakibatkan lantai hutan menjadi lebih terbuka tanpa ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi sehingga sinar matahari akan langsung mengenai lantai hutan. Kondisi hutan tersebut dapat mendukung pertumbuhan jenis rumput dan semak belukar akibatnya jenis tumbuhan tidak berkayu mendominasi areal hutan gambut bekas terbakar sehingga memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan tumbuhan bawah berkayu. Rendahnya biomassa tumbuhan bawah berkayu disebabkan oleh kurangnya kesempatan anakan mendapatkan cahaya matahari karena pesatnya pertumbuhan tumbuhan tidak berkayu sehingga anakan menjadi tertekan dan akhirnya tidak bisa tumbuh dengan baik, hanya beberapa jenis

tumbuhan bawah berkayu yang mampu bertahan sehingga biomassanya pun akan lebih kecil.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan tumbuhan bawah adalah faktor cahaya. Hal tersebut disebabkan karena tidak semua jenis tumbuhan bawah dapat tumbuh dengan baik pada kondisi di bawah naungan. Berdasarkan toleransinya terhadap naungan bahwa tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi jenis intoleran yaitu tumbuhan yang dapat hidup di tempat terbuka, tumbuhan toleran yaitu tumbuhan yang mampu tumbuh pada kondisi di bawah naungan serta tumbuhan jenis semi toleran yaitu memiliki toleransi yang lebar terhadap faktor cahaya (Daubenmire 1974).

Selanjutnya menurut Satoo dan Madgwick (1982) faktor iklim seperti cahaya, suhu dan curah hujan sangat mempengaruhi terhadap kandungan biomassa. Murdiyarso et al., (2004) mengemukakan bahwa suhu dan cahaya merupakan faktor lingkungan yang berdampak pada proses biologi tumbuhan dalam pengambilan karbon oleh tanaman melalui proses fotosintesis dan penggunaan karbon dalam aktivitas dekomposer. Selain suhu dan cahaya, besarnya biomassa tumbuhan bawah dalam suatu areal dipengaruhi juga oleh umur dan kerapatan vegetasi, komposisi serta kualitas tempat tumbuh. Meskipun tumbuhan bawah memiliki biomassa ≤ 5% dari biomassa total (kg/ha) di atas tanah, namun keberadaannya sangat mempengaruhi total biomassa per hektar dan sangat berpengaruh terhadap pembentukan unsur hara tanah, sehingga keberadaan biomassa tumbuhan bawah tidak dapat diabaikan (Brown 1997).

Biomassa terbesar kedua dimiliki oleh serasah yaitu sebesar 7.029,77 kg/ha (38,75%), hal tersebut disebabkan karena setelah terjadi gangguan berupa kebakaran hutan biasanya banyak menyisakan limbah pohon berupa serasah. Besarnya kandungan biomassa pada serasah menggambarkan secara tidak langsung CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran dan hal ini berarti bahwa jumlah karbon tersimpan pada tegakan di areal tersebut berkurang dengan banyaknya kandungan biomassa pada serasah.

5.2.3.3 Kandungan Nekromasa

Nekromasa adalah bagian dari tumbuhan yang telah mati. Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa yang memiliki nekromasa paling besar adalah pada nekromasa batang yaitu sebesar 58.862,07 kg/ha (91,45%). Hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya terdapat tunggak-tunggak kayu yang ada pada areal petak penelitian sehingga nekromasa pun semakin besar. Tunggak-tunggak kayu yang ada di areal diduga sebagai akibat kegiatan penebangan namun dibiarkan terlantar sehingga dapat menjadi sumber bahan bakar yang potensial dimana apabila ada sumber penyulutan maka akan mudah untuk terbakar. Sebagian besar tunggak-tunggak batang tersebut terdapat tanda-tanda bekas terbakar, hal tersebut terlihat dari bagian tunggak batang yang terbakar berarang berwarna hitam. Besarnya kandungan nekromasa tersebut, mengindikasikan bahwa terjadi penurunan pada jumlah biomassa tersimpan pada tegakan di areal tersebut. Semakin menurunnya jumlah biomassa tersebut akan membawa dampak negatif terhadap kelangsungan ekosistem hutan dan berpengaruh terhadap siklus karbon di atmosfer karena hampir 50% biomassa tumbuhan terdiri dari unsur karbon dan unsur tersebut dapat lepas ke atmosfer (Brown 1997).

Dokumen terkait