• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kandungan Kimia .1 Alkaloida

Alkaloida merupakan golongan zat sekunder yang terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, sehingga banyak diantaranya digunakan dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987). Pereaksi yang sering digunakan dalam mendeteksi adanya alkaloida antara lain yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat dan pereaksi Dragendroff (Fansworth, 1966).

2.2.2 Glikosida

Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Aglikon dapat berupa terpen, flavonoid, kumarin atau bahan alam lainnya (Heinrich et al).

Glikosida Umumnya mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim (Fansworth, 1966). Glikosida dibedakan menjadi berbagai macam berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikonnya yaitu O-glikosida, S-glikosida, N-glikosida dan C-glikosida (Evans, 2009).

2.2.3 Steroid/Triterpenoid

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidropenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena (Harborne, 1987).

Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard yang dimana steroid memberikan warna hijau biru dan triterpen memberikan warna merah atau ungu (Fansworth, 1966). Steroid pada umumnya berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C3 sehingga steroid sering juga disebut sterol (Robinson, 1995). Gambar struktur dasar steroid dan triterpenoid dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Struktur DasarSteroid

2.2.4 Saponin

Saponin berasal dari bahasa latin yaitu sapo (sabun). Saponin banyak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi tetapi lebih banyak lagi dijumpai pada hewan bawah laut terutama pada filum echinodermata, kelas holothuruidea dan asteroidea. Aglikon pada saponin disebut genin atau sapogenin. Saponin terbagi menjadi tiga kelas tergantung dari jenis aglikonnya yaitu triterpen glikosida, steroid glikosida dan steroid alkaloid glikosida (Hostettmann dan martson, 2005). Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair (Ditjen, POM., 2000). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI., 1995).

2.3.1 Metode ekstraksi

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar. Penam bahan pelarut setelah penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

temperatur 90oC selama 30 menit.

2.4 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat padat, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi, karena fase gerak dapat berupa zat cair dan gas maka ada empat macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985) : 1. Fase gerak zat cair, fase diam padat :

- Kromatografi lapis tipis - Kromatografi penukar ion 2. Fase gerak gas, fase diam padat :

- Kromatografi gas padat

3. Fase gerak zat cair, fase diam zat cair : - Kromatografi cair kinerja tinggi 4. Fase gerak gas, fase diam zat cair :

- Kromatografi gas cair - Kromatografi kolom kapiler

2.4.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang di totolkan baik berupa bercak ataupun pita. Plat atau lapisan

dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) (Stahl, 1985). Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman, 2007).

Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan untuk senyawa tak berwarna. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm). Senyawa yang tidak dapat dideteksi menggunakan cara tersebut maka harus dicoba dengan penyemprotan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan (Rohman, 2007).

2.4.2 Kromatografi preparatif

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Plat kromatografi biasanya berukuran 20 x 20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penyerap yang paling umum digunakan adalah silika gel. Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung

beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann, et al., 1995).

2.5 Spektrofotometri

2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet (UV)

Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan (absorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap. Gugus kromofor disebut juga gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya (Dachriyanus, 2004). Kromofor paling umum yang ditemukan di dalam molekul obat adalah cincin benzena, Jika terdapat lebih banyak ikatan rangkap pada struktur dalam konjugasi (yaitu dua ikatan rangkap atau lebih dalam suatu seri yang dipisahkan oleh ikatan tunggal), serapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang dan dengan intensitas yang lebih besar (Watson, 2009).

2.5.2 Spektrofotometri sinar infrared(IR)

Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik

daerah sidik jarinya.

Pengukuran pada spektrum infrared dilakukan pada daerah cahaya infrared tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5–50 �m atau bilangan gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi infrared sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel suatu senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor yang ditempatkan pada sisi lain dari senyawa akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen transmitan. Persen transmitan 100 berarti tidak ada frekuensi IR yang diserap oleh senyawa. Pada kenyatannya, hal ini tidak pernah terjadi. Selalu ada sedikit dari frekuensi ini yang diserap dan memberikan suatu transmitan sebanyak 95 %. Transmitan 5 % berarti bahwa hampir seluruh frekuensi yang dilewatkan diserap oleh senyawa. Serapan yang sangat tinggi ini akan memberikan informasi penting tentang ikatan dalam senyawa ini. Spektrum IR sangat berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa dengan spektrum senyawa standar terutama pada daerah sidik jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).

BAB I PENDAHULUAN

Dokumen terkait