Lampiran 1. Gambar hewan sotong segar
Keterangan : Panjang: 50,5 cm, lebar : 11 cm, berat : 4,7 ons, warna : coklat putih, 1 = tentakel, 2 = lengan, 3 = mata, 4 = mantel/badan dan 5 = sirip.
1
2
3
4
Lampiran 3. Gambar kantung tinta dan tinta sotong
Kantung tinta sotong
Lampiran 4. Gambar bagan prosedur preparasi dan ekstraksi tinta sotong
Dibersihkan dan dibedah
Diambil dan dikumpulkan kantung tintanya
Dikeluarkan tinta sotong dan diukur volumenya
Ditambahkan pelarut n-heksan dengan
perbandingan 1:3 dan diaduk perlahan-lahan
menggunakan batang pengaduk
Disimpan di dalam kulkas selama 7 hari
Disaring dengan kertas whatmann No. 1
Dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C
Ditimbang berat ekstrak kasar
Sotong
Filtrat Residu
Lampiran 6. Gambar kromatogram senyawa steroid/triterpenoid dari ekstrak n-
heksana tinta sotong dengan KLT
Keterangan: Fase diam silika gel 60 F254, fase gerak n-heksana-etilasetat, a
(90:10); b (80:20); c (70:30); d (60:40); e (50:50), penampak bercak Liebermann-Burchard,tp = titik penotolan, mu = merah ungu, bp = batas pengembangan.
mu
mu bp
tp tp
mu mu
bp bp
mu
mu
tp
bp mu
mu
tp
mu
mu
tp bp
Lampiran 7. Gambar kromatogram hasil KLT preparatif
Keterangan: Fase diam silika gel 60 F254, fase gerak n-heksana-etilasetat (80:20),
penampak bercak Liebermann-Burchard, tp = titik penotolan, bp = batas pengembangan, a = isolat 1, b = Isolat2.
tp bp
Lampiran 8. Gambar kromatogram hasil KLT dua arah dari isolat a hasil isolasi
dari ekstrak n-heksana tinta sotong
Keterangan: Fase diam silika gel F254, fase gerak I = n-heksana-etilasetat (80:20),
fase gerak II = benzene-etilasetat (80:20) , penampak bercak Liebermann–Burchard,tp = titik pentotolan, Bp1 = batas pengembangan pertama, Bp2 = batas pengembangan kedua, A1 = arah pengembangan pertama, A2 = arah pengembangan kedua, harga Rf 0,58.
A1 A2
Bp 1
tp
Lampiran 9. Gambar kromatogram hasil KLT dua arah dari isolat b hasil isolasi
dari ekstrak n-heksana tinta sotong
Keterangan: Fase diam silika gel F254, fase gerak I = n-heksana-etilasetat (90:10),
fase gerak II = benzene-etilasetat (95:5) , penampak bercak Liebermann–Burchard, tp = titik pentotolan, Bp1 = batas pengembangan pertama, Bp2 = batas pengembangan kedua, A1 = arah pengembangan pertama, A2 = arah pengembangan kedua, harga Rf 0,88.
tp
Bp 2
Bp 1
Lampiran 10. Gambar spektrum UV dari senyawa isolat a hasil isolasi dari
ekstrak n-heksana tinta sotong
DAFTAR PUSTAKA
Caldwell, R.L. (2005). An observation of inking behavior protecting adult Octopus bocki from predation by Green Turtle (Chelonia mydas) hatchlings. Pacific science.59(1): 69-72.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Halaman 3-5, 21.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen Kesehatan RI. Jakarta:Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 321-326.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman. 1, 10-11.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33 – 34, 696.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 925.
Evans, W.C. (2009). Trease and Evans Pharmacognosy sixteenth edition.inggris: elsevier. Halaman 154-155.
Farnsworth, N. R. (1966). Chicago: Reheis Chemical Company.Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3):247-257.
Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. (2003). Dasar – Dasar kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Halanam 204.
Girija, S. (2012). Antibacterial Effect Of Squid Ink On ESBL Producing strains of Escherichia coli and Klebsiella pneumomoniae. Madhuravoyal-India: Meenakshi University. Diakses tanggal 15 September 2014.
Gritter, R.J., Bobbitt, J., dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Edisi 2. Bandung: ITB. Halaman 107-146.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Halaman 76.
(2009). Farmakognosi dan Fitoterapi. Penerjemah: Winny R. Syarief. Jakarta: EGC. Halaman 100.
Hostettmann, K., Hostettmann, M., dan Marston, A. (1995). Cara Kromatografi Preparatif: Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Bandung: ITB. Halaman 9-12, 33-34.
Hostettmann, K., dan Marston, A. (2005). Chemistry and farmacology natural product. Saponin. Inggris: British library. Halaman 2.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 323, 353-361.
Jereb, P dan Roper, C.F.E. (2005).An annotated and illustrated catalogue of cephalopod species known to date. Volume 1.Chambered nautiluses and sepioids (Nautilidae, Sepiidae, Sepiolidae, Sepiadariidae, Idiosepiidae and Spirulidae). FAO Species Catalogue forFishery Purposes.Cephalopods of the world. 1(4): 114-115.
Mujiono. (2008). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Mengenal Sekilas Sepia Recurvirostra Steentrup, 1875. Fauna Indonesia.8(1): 19.
Nurzakiah. (2011).Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Sotong (Sepia recurvirostra). Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Halaman 6.
Okwu, D.E., dan Ohenhen, O.N. (2010) Isolation and characterization of Steroidal Gycosides from the leaves of Stachytarpheta Jamaicensis Linn Vahl.Pelagia research library.1(2):6-14.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB. Halaman 132.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 323, 328-329, 353
Sastrohamidjojo, H. (1991). Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 22-36.
Syarifuddin. (2011). Cephalopoda sumber protein sangat potensial. Makasar: Universitas Hasanudin. Halaman 32.
Tyler,V.E., Brady, L.R., danRobbers, J.E.(1976). Pharmacognosy. Edisi ketigaPhiladelphia: Lea dan Febriger. Halaman 76.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi penyiapan
tinta sotong, karakterisasi, pemeriksaan golongan senyawa kimia, pembuatan
ekstrak, analisis senyawa metabolit sekunder secara kromatografi lapis tipis
(KLT) dan kromatrografi lapis tipis preparatif serta isolat yang diperoleh
dilakukan uji kemurnian KLT dua arah dan dilanjutkan dengan identifikasi secara
UV dan IR.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat
destilasi, oven listrik (Stork), neraca analitik (Vibra AJ), penangas air, hair dryer
(Maspion), lemari es, seperangkat alat kromatografi (Dessaga), spektrofotometer
UV (Shimadzu), spektrofometer IR (IR-Prestige 21), picnometer (Pyrex),
viskometer brookfield DV-E , pH meter dan alat-alat gelas Laboratorium.
3.3 Bahan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinta dari sotong jenis
(Sepia recurvirostra) dimana sotong diperoleh dari pusat Pasar tradisional Sambu
Kota Medan Sumatera Utara dan bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali
dinyatakan lain berkualitas pro analisis yaitu amonia pekat, amil alkohol, asam
asetat anhidrida, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, besi
sulfat anhidrat, n-heksana, n-heksana (destilasi), serbuk magnesium dan serbuk
seng.
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi
Unversitas Sumatera Utara Medan.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Penyiapan tinta sotong
Penyiapan tinta sotong dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan hewan serupa dari daerah lain. Tinta sotong yang
digunakan adalah sotong jenis (Sepia recurvirostra) yang diperoleh dari salah
satu kios perikanan di pusat pasar Sambu Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Gambar sotong (Sepia recurvirostra) segar dapat dilihat pada Lampiran 1
halaman 33.
3.5.2 Identifikasi sotong
Identifikasi sotong (Sepia recurvirostra) dilakukan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi di Jakarta. Hasil identifikasi
hewan dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.
3.5.3 Preparasi tinta sotong
Sotong segar diambil kantung tintanya lalu dibedah untuk mengeluarkan
tintanya. Tinta ditampung dalam wadah beaker glass dan disimpan dalam lemari
pendingin pada suhu 2oC sebelum digunakan. Gambar kantung dan tinta sotong
dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 35.
3.5.4 Penentuan pH
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral
(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga
pH tersebut. Elektroda selanjutnya dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan
dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,25 g
sampel dan dilarutkan dalam 25 ml air suling. Elektroda kemudian dicelupkan
dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.
Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan.
3.5.5 Penentuan viskositas
Penentuan viskositas dilakukan dengan cara sediaan tinta dimasukkan ke
dalam beaker glass 200 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai. Pengukuran ini
dilakukan dengan tiga kali pengulangan menggunakan viskometer Brookfield
DV-E.
3.5.6 Penentuanbobot jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer.
Terlebih dahulu ditimbang berat picnometer kosong, kemudian ditimbang berat
piknometer yang telah berisi tinta. Pengukuran ini dilakukan dengan tiga kali
pengulangan. Bobot jenis ditentukan dengan menghitung selisih dari
penimbangan picnometer berisi tinta dengan picnometer kosong. Pengerjaan
dilakukan pasa suhu 27 ͦ C.
3.5.7 Pembuatan larutan pereaksi
3.5.7.1 Larutan pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga
100 ml (Ditjen, POM., 1979).
3.5.7.2 Larutan pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas
3.5.7.3 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling
hingga 100 ml (Ditjen, POM., 1979).
3.5.7.4 Larutan pereaksi Mayer
Larutan raksa (II) klorida P 2,27% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan
10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v, kemudian ditambahkan air secukupnya
hingga 100 ml (Ditjen, POM., 1979).
3.5.7.5 Larutan pereaksi Dragendorff
Larutan bismut nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml
dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai memisah
sempurna, lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya
hingga 100 ml (Ditjen, POM., 1979).
3.5.7.6 Larutan pereaksi besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
(Ditjen, POM., 1979).
3.5.7.7 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat P dicampur dengan 50 bagian
volume etanol 95% P. Tambahkan hati-hati 5 bagian volume asetat anhidrida ke
dalam campuran tersebut, dinginkan (Depkes, RI., 1995).
3.5.7.8 Larutan pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh
volume 100 ml (Ditjen, POM., 1979).
3.5.7.9 Pereaksi asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
3.5.8 Skrining golongan senyawa kimia
Skrining golongan senyawa kimia meliputi pemeriksaan senyawa gologan
alkaloid, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin dan
steroid/triterpenoida (Farnsworth, 1996).
3.5.8.1 Pemeriksaan alkaloida
Tinta sotong ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning bila terdapat
alkaloida.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat,
akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam bila terdapat alkaloida.
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf, akan
terbentuk warna merah atau jingga bila terdapat alkaloida.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga
percobaan diatas (Depkes, RI., 1995).
3.5.8.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 g tinta sotong ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama
5 menit dan saring dalam keadaan panas. Kedalam 5 ml filtrat ditambahkan
serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok kuat
dan dibiarkan memisah. Flavonoida ditunjukkan dengan timbulnya warna merah,
kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.5.8.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g tinta sotong dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
Saponin dikatakan positif jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil
tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N
(Depkes, RI., 1995).
3.5.8.4 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g tinta sotong disari dengan 10 ml air suling lalu disaring,
filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak
2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Tanin dikatakan
positif jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman (Fansworth, 1966).
3.5.8.5 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g tinta sotong disari dengan 30 ml campuran etanol 95%
dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan
dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4
M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran
isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air
diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml
metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di
atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch.
Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya
cincin ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula (Depkes, RI., 1995).
3.5.8.6 Pemeriksaan antrakinon
Sebanyak 0,2 g tinta sotong dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N,
dipanaskan sebentar, lalu didinginkan, ditambahkan 10 ml benzena, dikocok,
didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Lapisan benzena dikocok
dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan
3.5.8.7 Pemeriksaan steroida/triterpenoida
Sebanyak 1 g tinta sotong dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2
jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Timbulnya warna hijau–biru
menunjukkan adanya steroid dan warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpen (Fansworth, 1966).
3.5.9 Pembuatan ekstrak n-heksana tinta sotong (Sepia recurvirostra)
Tinta sotong (Sepia recurvirostra) diukur volumenya dengan gelas ukur
kemudian dimasukkan dalam wadah beaker glass dan diekstraksi dengan pelarut
n-heksana dengan perbandingan 1:3. Tinta diaduk perlahan-lahan bersama pelarut
menggunakan batang pengaduk dan disimpan pada lemari pendingin selama 7
hari. Ekstrak disaring dengan kertas saring Whatmann No.1 dan dipekatkan pada
suhu 40oC. Ekstrak dikumpulkan dan ditimbang beratnya (Girija, 2012). Bagan
pembuatan ekstrak n-heksana tinta sotong dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman
36.
3.5.10 Analisis ekstrak n-heksana secara kromatografi lapis tipis
Ekstrak dianalisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel 60 F254
dengan fase gerak campuran (n-heksana-etilasetat) dengan perbandingan (90:10),
(80:20), (70:30), (60:40) dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan
pereaksi Liebermann–Burchard.
Cara kerja :
Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukkan ke dalam
chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak, setelah pengembangan selesai
dipanaskan dalam oven pada suhu 110 0C selama 5 menit lalu diamati perubahan
warna yang terjadi. Bagan perolehan isolat dari ekstrak tinta sotong dapat dilihat
pada Lampiran 5 halaman 37 dan hasil analisis ekstrak n-heksana secara KLT
dapat dillihat pada Lampiran 6 halaman 38.
3.5.11 Isolasi senyawa steroid/triterpenoid secara kromatografi lapis tipis preparative
Fase gerak terbaik dari hasil analisis digunakan sebagai pengembang pada
KLT Preparatif. Penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard dan
sebagai fase gerak digunakan n-heksana-etilasetat (80:20) dan fase diam silika gel
60 F254.
Cara kerja:
Ekstrak n-heksana ditotolkan seperti pita pada jarak 2 cm dari tepi bawah
plat KLT berukuran 20x20 cm yang telah diaktifkan, setelah kering plat KLT
dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap, fase gerak,
pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, setelah mencapai
batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah
plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat
disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Bagian tengah plat
yang sejajar dengan bercak berwarna ungu dikerok dan dikumpulkan, direndam
dengan metanol satu malam lalu disaring kemudian pelarutnya diuapkan,
selanjutnya dilakukan uji kemurnian dengan KLT terhadap isolat yang diperoleh
(Hostettmann, 1995). Hasil isolasi senyawa steroid/triterpenoid secara KLT
preparatif dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 39.
3.5.12 Uji kemurnian terhadap isolat
3.5.12.1 Uji kromatografi lapis tipisdua arah
fase gerak n-heksana-etilasetat (80:20) dan benzene-etilasetat (80:20).
Cara kerja:
Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF254 ukuran 20x20 lalu
dikembangkan memakai fase gerak I yaitu n-heksana-etilasetat (80:20) hingga
mencapai batas pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan
dikeringkan, setelah plat kering dikembangkan kembali dengan arah yang berbeda
90 oC memakai fase gerak II yaitu benzene-etilasetat (80:20) hingga mencapai
batas pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan
dikeringkan, kemudian disemprot dengan memakai penampak bercak
Liebermann-Burchard, setelah itu plat dipanaskan pada suhu 110 oC selama 10
menit lalu ditandai bercak yang terbentuk (Gandjar dan Rohman, 2012). Isolat b
juga dilakukan uji kemurnian dua arah dengan cara yang sama dan menggunakan
fase gerak n-heksana-etilasetat (90:10) dan benzene-etilasetat (95:05). Hasil uji
KLT dua arah dari isolat a dan b dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9 halaman 40
dan 41.
3.5.13 Identifikasi isolat
Identifikasi isolat dengan spektrofotometri ultraviolet dan spektrofotometri
inframerah dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan.
3.5.13.1 Identifikasi isolat dengan spektrofotometri ultraviolet (UV)
Cara kerja:
Isolat hasil isolasi dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian
dimasukkan kedalam kuvet yang telah dibilas dengan metanol, selanjutnya
3.5.13.2 Identifikasi isolat dengan spektrofotometri infrared (IR)
Cara kerja:
Identifikasi isolat dengan spektrofotometri infrared dilakukan dengan cara
mencampurkan 1 mg isolat dengan 100 mg kalium bromida menggunakan alat
mixture vibrator kemudian dicetak menjadi pelet pada tekanan 11,5 ton dan
dimasukkan ke dalam spektrofotometer inframerah serta diukur pada bilangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Sotong
Hasil identifikasi sotong yang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ancol, Jakartamenunjukkan bahwa
spesies sampel hewan adalah suku Sepiidae, jenis Sepia recurvirostra (Steentrup,
1875).
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik
Karakteristik dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) adalah tinta berwarna
hitam, memiliki bau khas, tidak berasa, viskositas 6500 poise, bobot jenis 4,9 g/ml
dan pH tinta sotong konsentrasi 1 % adalah 6,9.
4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia
Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia dari sotong (Sepia
recurvirostra) dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia dari tinta sotong Sepia
Pemeriksaan golongan senyawa kimia terhadap tinta sotongdilakukan
untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat di dalamnya. Pemeriksaan golongan senyawa kimia terhadap sotong
(Sepia recurvirostra) hanya dilakukan pada tinta saja karena keterbatasan ekstrak.
Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia pada tinta sotong mengandung
senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid dan saponin. Tinta sotong yang ditambah
dengan pereaksi Dragendorff memberikan endapan jingga kecoklatan, dengan
pereaksi Bouchardat memberikan endapan warna kuning kecoklatan dan dengan
pereaksi Mayer terbentuk endapan putih dan kekeruhan, hal ini menunjukkan
sampel mengandung alkaloid. Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan pada
paling sedikit dua atau tiga dari pereaksi yang ditambahkan (Depkes RI, 1995).
Penambahan Liebermann-Burchard memberikan warna merah ungu menunjukkan
adanya senyawa steroid (Harborne, 1987). Skrining saponin menghasilkan busa
yang stabil dengan tinggi busa 3 cm dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2
N dan skrining glikosida menghasilkan adanya cincin ungu pada kedua batas
cairan karena adanya gula.
4.4 Hasil Ekstraksi
Ekstraksi tinta sotong secara maserasi denganpelarutn-heksan dari 400
ml tinta setelah dipekatkan dengan alat rotary evaporator diperoleh ekstrak kental
sebanyak 0,38 g. Penggunaan pelarut n-heksana untuk menarik senyawa kimia
non polar, seperti triterpenoid dan steroid bebas.
4.5 Hasil Analisis Ekstrak Steroid/triterpen secara Kromatografi Lapis Tipis
Terhadap ekstrak n-heksana dilakukan analisis secara KLT dengan
etilasetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40) dan (50:50)
dengan penampak bercak LB (Lieberman-Burchad). Harga Rf dari masing-masing
fase gerak dapat dilihat pada Tabel 3.2berikut ini dan data lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 6 halaman 38.
Tabel 4.2Harga Rf analisis KLT ekstrak n-heksana dari tinta sotong (Sepia recurvirostra)
Fase gerak yang memberikan hasil terbaik adalah n-heksana-etilasetat
dengan perbandingan (80:20) karena menghasilkan pemisahan noda yang paling
baik.Pada perbandingan ini diperoleh dua noda yaitu noda berwarna merah
ungudengan Rf 0,31 dan noda berwarna merah ungu dengan Rf 0,77.
4.6 Hasil Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dengan KLT Preparatif.
Hasil kromatografi lapis tipis preparatif dari ekstrak tinta sotong (Sepia
recurvirostra)terdapat 2 (a dan b) pita berwarna merah keunguan, masing-masing
dikerok dan direndam selama satu malam dalam metanol kemudian disaring lalu
diuapkan dan diperoleh 2 isolat selanjutnya masing-masing isolat direndam No Perbandingan fase gerak Harga Rf arna Noda
dengan metanol dingin sehingga diperoleh kristal amorf yang berwarna putih.
Isolat yang terbentuk dikromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-heksana–
etilasetat (80 : 20) dan penampak bercak digunakan pereaksi LB, hasilnya masing
- masing menunjukkan noda tunggal berwarna merah ungu dengan harga Rf 0,31
(a) dan Rf 0,77 (b).
4.7 Hasil Uji Kemurnian Isolat.
Hasiluji kemurnian isolat a denganKLT dua arah menggunakanfase gerak
1 n-heksana-etilasetat (80:20) dan fase gerak ke 2 benzene-etilasetat (80:20) dan
penampak bercak yang digunakan pereaksi LB menghasilkan noda tunggal
dengan nilai Rf 0,58. Hasiluji kemurnian isolat b denganKLT dua arah
menggunakan fase gerak 1 n-heksana-etilasetat (90:10) dan fase gerak ke 2
benzene-etilasetat (95:5)juga menghasilkan noda tunggal dengan nilai Rf 0,88.
Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa steroid/triterpenoid yang diperoleh sudah
murni. Jumlah isolat b yang diperoleh hanya sedikit, maka hanya isolat a saja
yang dilanjutkan untuk diidentifikasi secara spektrofotometri UV dan
spektrofotometri IR
4.8 Hasil Identifikasi Isolat adengan Spektofometri UV
Hasil isolasi menunjukkan absorbsi pada panjang gelombang 202,40 nm
yang menunjukan adanya gugus kromofor. Spektrum ultraviolet dari senyawa
isolat a dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 42.
4.9 Hasil Identifikasi Isolat adengan Spektrofotometri Infrared (IR)
Hasil spektrofotometer inframerah isolat menunjukkan pita serapan yang
-OHalkohol, pada bilangan gelombang 2912,51 cm-1menunjukkan adanya gugs
C-H alifatik,bilangan gelombang 1716,65cm-1menunjukkan adanya gugus
C=O.Bilangan gelombang 1558,48cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C.Puncak
pada bilangan gelombang 1361,74 cm-1 menunjukkan adanya gugus metil (CH3)
dan pada bilangan gelombang 1462,04cm-1menunjukkan adanya gugus metilen
(CH2). Gambar spektrum inframerah dari senyawa isolat dapat dilihat pada
lampiran 11 halaman 43.
Berdasarkan hasil identifikasi secara kualitatif menggunakan pereaksi
Liebermann-Burchard, spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR diduga
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) ialah tinta berwarna
hitam, berbau khas, tidak berasa dengan viskositas 6500 poise, bobot jenis
4,9 g/ml dan pH tinta sotong konsentrasi 1 % adalah 6,9.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan senyawa kimia yang
terdapat dalam tinta sotong (Sepia recurvirostra) adalah alkaloid,
steroid/triterpenoid, saponin dan glikosida.
3. Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometri ultraviolet memberikan
panjang gelombang absorbsi maksimum 202,40 nm dan hasil pengukuran
spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya gugus –OH, CH alifatis,
C=O, C=C, –CH2, –CH3 dan. Isolat yang diperoleh merupakan isolat
tunggal dan termasuk golongan senyawa steroid/triterpenoid.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan elusidasi struktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Sotong
2.1.1 Habitat sotong
Habitat sotong pada umumnya pada daerah demersal dekat pantai dan
zona di perairan hangat dan subtropis. Sotong hidup di dasar berbatu, berpasir dan
berlumpur hingga daerah lamun, rumput laut, maupun terumbu karang.
Kebanyakan spesies sotong bermigrasi musiman dalam menanggapi perubahan
iklim. Jenis Sepia recurvirostra tersebar di Pasifik Barat, Laut Andaman, Laut
Cina Selatan, Filipina dan selatan Laut Cina Timur. Sotong ini hidup di daerah
demersal pada kedalaman 50-140 m (Jereb dan Roper 2005).
2.1.2 Sistematika sotong
Identifikasi sampel sotong dilakukan di pusat penelitian Oseanografi LIPI,
dengan hasil sebagai berikut :
Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
Bangsa : Sepiida
Suku : Sepiidae
Marga : Sepia
Jenis : Sepia recurvirostra (Steentrup,1875).
2.1.3 Anatomi dan morfologi sotong
Sotong merupakan hewan moluska yang berasal dari famili Sepiidae.
lengan/tentakel. Organ mantel mencakup sistem sirkulasi, reproduksi, pencernaan
dan ekskresi. Di dalam mantel terdapat struktur yang analog dengan tulang
belakang pada vertebrata, yang disebut dengan cuttlebone. Bentuknya seperti bulu
ayam, tersusun atas matriks kalsium sehingga lebih keras dibanding organ lain.
Sirip terdapat di kanan-kiri mantel, pada bagian posterior tidak menyatu. Dalam
kepala terletak organ mata, otak sebagai sistim saraf pusat serta struktur rahang
yang mirip paruh burung beo. Mata dilindungi oleh selaput transparan, terdapat
kelopak mata palsu.
Lengan dan tentakel sebenarnya tidaklah sama. Lengan pada Sepiida
berjumlah 8 buah yang tersusun kiri dan kanan, tidak dapat ditarik ke dalam
(unretractable) mendekati kepala. Tentakel berjumlah 2 buah, tersusun kiri dan
kanan dan dapat ditarik masuk (retractable) ke dalam kantong yang terdapat di
pangkalnya, tentakel terletak diantara lengan ke-3 dan ke-4. Pemanjangan organ
tentakel ini dikarenakan fungsinya untuk menangkap mangsa. (Jereb & Roper,
2005). Cangkang sotong tersusun atas kalsium karbonat dan berfungsi agar sotong
dapat mengapung dalam air (Mujiono, 2008).
Sotong memiliki warna yang bervariasi, tetapi biasanya sotong berwarna
hitam atau coklat dan memiliki bintik-bintik pada kulitnya. Perubahan warna pada
sotong mungkin saja terjadi karena pada kulit sotong terdapat tiga jenis pigmen,
yaitu kromatofor, leukofor dan iridofor. Pigmen ini berfungsi sebagai alat
komunikasi sesama sotong dan sebagai kamuflase agar tidak dapat ditemukan
oleh predator dengan cara berubah warna atau merubah tekstur kulit mereka
(Jereb dan Roper 2005). Sepia recurvirostra dewasa mencapai ukuran maksimum
Hongkong (Jereb dan Roper 2005).
Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya. Pemberian nama Sepia
untuk jenis sotong juga disebabkan oleh adanya tinta ini. Kantung tinta
mengandung pigmen melanin dan lendir. Tinta sotong berwarna coklat tua yang
mengandung tirosin, dopamin dan sejumlah kecil asam amino, contohnya taurin,
asam aspartat, asam glutamat, alanin, dan lisin. Tinta sotong digunakan sebagai
alat tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan sebagai
pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus. Studi
terbaru menunjukkan bahwa tinta Cephalopoda mengandung racun bagi beberapa
sel, termasuk sel tumor (Caldwell 2005).
2.2 Kandungan Kimia
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat sekunder yang terbesar. Alkaloida
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai
aktivitas fisiologi yang menonjol, sehingga banyak diantaranya digunakan dalam
bidang pengobatan (Harborne, 1987). Pereaksi yang sering digunakan dalam
mendeteksi adanya alkaloida antara lain yaitu pereaksi Mayer, pereaksi
Bouchardat dan pereaksi Dragendroff (Fansworth, 1966).
2.2.2 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Aglikon dapat
Glikosida Umumnya mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim
(Fansworth, 1966). Glikosida dibedakan menjadi berbagai macam berdasarkan
ikatan antara glikon dan aglikonnya yaitu O-glikosida, S-glikosida, N-glikosida
dan C-glikosida (Evans, 2009).
2.2.3 Steroid/Triterpenoid
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidropenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur
asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena
(Harborne, 1987).
Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard yang
dimana steroid memberikan warna hijau biru dan triterpen memberikan warna
merah atau ungu (Fansworth, 1966). Steroid pada umumnya berupa alkohol
dengan gugus hidroksil pada C3 sehingga steroid sering juga disebut sterol
(Robinson, 1995). Gambar struktur dasar steroid dan triterpenoid dapat dilihat
pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
Gambar 2.1 Struktur DasarSteroid
2.2.4 Saponin
Saponin berasal dari bahasa latin yaitu sapo (sabun). Saponin banyak
dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi tetapi lebih banyak lagi dijumpai pada
hewan bawah laut terutama pada filum echinodermata, kelas holothuruidea dan
asteroidea. Aglikon pada saponin disebut genin atau sapogenin. Saponin terbagi
menjadi tiga kelas tergantung dari jenis aglikonnya yaitu triterpen glikosida,
steroid glikosida dan steroid alkaloid glikosida (Hostettmann dan martson, 2005).
Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan
mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada
konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah.
Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut cair (Ditjen, POM., 2000). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI., 1995).
2.3.1 Metode ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi
a. Cara dingin
1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar. Penam
bahan pelarut setelah penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi.
2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan
ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali
bahan.
b. Cara panas
1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase
diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau
zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat padat, jika zat
cair dikenal sebagai kromatografi partisi, karena fase gerak dapat berupa zat cair
dan gas maka ada empat macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985) :
1. Fase gerak zat cair, fase diam padat :
- Kromatografi lapis tipis
- Kromatografi penukar ion
2. Fase gerak gas, fase diam padat :
- Kromatografi gas padat
3. Fase gerak zat cair, fase diam zat cair :
- Kromatografi cair kinerja tinggi
4. Fase gerak gas, fase diam zat cair :
- Kromatografi gas cair
- Kromatografi kolom kapiler
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan)
(Stahl, 1985). Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh
kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman, 2007).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan
untuk senyawa tak berwarna. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm). Senyawa yang tidak dapat dideteksi
menggunakan cara tersebut maka harus dicoba dengan penyemprotan pereaksi
yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian
bila perlu dengan pemanasan (Rohman, 2007).
2.4.2 Kromatografi preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang
sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Plat kromatografi biasanya berukuran 20 x 20
cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penyerap yang paling umum
digunakan adalah silika gel. Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan
cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak
sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan
beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan
bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan bagian
dalam bejana (Hostettmann, et al., 1995).
2.5 Spektrofotometri
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet (UV)
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan
antara panjang gelombang atau frekuensi sinar UV terhadap intensitas serapan
(absorbansi). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm.
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada
struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).
Suatu atom atau molekul menyerap sinar UV maka energi tersebut akan
menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung panjang gelombang cahaya yang diserap.
Gugus kromofor disebut juga gugus yang dapat mengabsorpsi cahaya
(Dachriyanus, 2004). Kromofor paling umum yang ditemukan di dalam molekul
obat adalah cincin benzena, Jika terdapat lebih banyak ikatan rangkap pada
struktur dalam konjugasi (yaitu dua ikatan rangkap atau lebih dalam suatu seri
yang dipisahkan oleh ikatan tunggal), serapan terjadi pada panjang gelombang
yang lebih panjang dan dengan intensitas yang lebih besar (Watson, 2009).
2.5.2 Spektrofotometri sinar infrared(IR)
Spektrofotometri inframerah pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik
daerah sidik jarinya.
Pengukuran pada spektrum infrared dilakukan pada daerah cahaya infrared
tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5–50 �m atau bilangan
gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi infrared sangat
khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Jika suatu
frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel suatu senyawa
organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut. Detektor
yang ditempatkan pada sisi lain dari senyawa akan mendeteksi frekuensi yang
dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi
yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen
transmitan. Persen transmitan 100 berarti tidak ada frekuensi IR yang diserap oleh
senyawa. Pada kenyatannya, hal ini tidak pernah terjadi. Selalu ada sedikit dari
frekuensi ini yang diserap dan memberikan suatu transmitan sebanyak 95 %.
Transmitan 5 % berarti bahwa hampir seluruh frekuensi yang dilewatkan diserap
oleh senyawa. Serapan yang sangat tinggi ini akan memberikan informasi penting
tentang ikatan dalam senyawa ini. Spektrum IR sangat berguna untuk
mengidentifikasi suatu senyawa dengan spektrum senyawa standar terutama pada
daerah sidik jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sumberdaya perikanan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Salah satu sumber nutrisi yang berpotensi
tersebut adalah dari kelas Cephalopoda yang meliputi cumi-cumi, sotong, gurita
dan beberapa kerabat lainnya. Produksi Cephalopoda dari tahun ke tahun juga
mengalami peningkatan. Selama periode 2003-2007 produksi Cephalopoda
Indonesia yaitu 77.823-93.113 ton. Kontribusi terbesar disumbangkan kelompok
cumi-cumi dengan rata-rata 70,42%, diikuti oleh sotong 23,17% dan kelompok
gurita 6,41% (Syarifuddin, 2011).
Sotong merupakan kelas Cephalopoda yang banyak terdapat di perairan
pesisir Eropa, Afrika, Asia dan Pasifik Selatan. Ciri khas pada sotong adalah
cangkang yang terdapat di dalam tubuh yang tersusun atas kalsium karbonat
(Jereb dan Roper,2005). Sotong juga merupakan makanan sejenis seafood dengan
nilai gizi yang sangat tinggi. Sotong memiliki kantung tinta di dalam tubuhnya.
Kantung tinta mengandung pigmen melanin dan lendir. Tinta sotong digunakan
sebagai alat tulis pada zaman dahulu, namun saat ini tinta sotong juga digunakan
sebagai pewarna makanan dan bumbu, misalnya dalam pembuatan pasta atau saus
(Caldwell, 2005) namun di Indonesia konsumsi sotong hanya sebatas pada daging
saja sedangkan kantung tinta masih dianggap sebagai limbah.
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa-senyawa hasil
organisme yang berguna untuk pertahanan diri dari lingkungan maupun serangan
organisme lain. Salah satu metabolit sekunder ialah steroid/triterpenoid.
Steroid/triterpenoid memiliki aktivitas biologi antara lain untuk peningkatan
ataupun pengendalian reproduksi pada manusia contohnya estradiol, progesteron
dan testosteron. Senyawa steroid/triterpenoid digunakan dalam bidang pengobatan
sebagai kardiotonik, prekursor vitamin D, kontrasepsi oral dan antiinflamasi
(Tyler, 1984). Steroid/triterpenoid merupakan kelompok penting dari produk
alami yang memiliki profil farmakologi yang luas, diantaranya sebagai pengatur
hormon, antioksidan, anti-asma, bronkodilator dan menormalkan tekanan darah
(Okwu, 2010). Analisis golongan senyawa kimia terhadap daging dan tinta Sepia
recurvirostra oleh Nurzakiah, 2011 menunjukakan bahwa Sepia recurvirostra
mengandung senyawa kimia diantaranya steroid/triterpenoid.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan isolasi
senyawa steroid/triterpenoid dari tinta sotong Sepia recurvirostra. Penelitian ini
diawali dengan melakukan karakterisasi meliputi organoleptis, viskositas, bobot
jenis dan pH, pemeriksaan golongan senyawa kimia, analisis secara kromatografi
lapis tipis (KLT) dan KLT preparatif serta isolat senyawa yang diperoleh
diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri
infrared (IR).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian di atas, perumusan
masalahnya sebagai berikut:
a. apakah karakteristik dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) dapat dijadikan
b. apakah golongan senyawa kimia yang terdapat didalam tinta sotong (Sepia
recurvirostra) ?
c. apakah senyawa steroid/triterpenoid dari tinta sotong (Sepia recurvirostra)
dapat diisolasi dan isolat yang diperoleh dapat diidentifikasi secara
spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri infrared (IR) ?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dari penelitian ini
sebagai berikut:
a. karakteristik dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) dapat dijadikan sebagai
identitas dari tinta sotong.
b. golongan senyawa kimia dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) adalah
alkaloid, steroid/triterpenoid, tanin, glikosida dan saponin.
c. senyawa steroid/triterpenoid dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) dapat
diisolasi dan isolat yang diperoleh dapat diidentifikasi dengan
spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri infrared(IR).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakteristik dari tinta sotong (Sepia recurvirostra).
b. untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam tinta
(Sepia recurvirostra).
c. untuk mengetahui isolat yang terdapat didalam tinta sotong (Sepia
recurvirostra) dan mengidentifikasi isolatnya dengan spektrofotometri UV
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang
steroid/triterpenoid dari tinta sotong (Sepia recurvirostra) dan pengembangan
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI TINTA SOTONG (Sepia recurvirostra)
yarat untuk memperolehgelar Sarjana bABSTRAK
Sotong merupakan kelas Cephalopoda yang banyak terdapat di perairan pesisir Eropa, Afrika, Asia dan Pasifik Selatan. Sotong merupakan makanan sejenis seafood dengan nilai gizi yang sangat tinggi, namun di Indonesia konsumsi sotong hanya sebatas pada daging saja sedangkan kantung tinta masih dianggap sebagai limbah. Golongan senyawa kimia pada daging dan tinta Sepia recurvirostra diantaranya ialah steroid/triterpenoid. Senyawa steroid/triterpenoid digunakan dalam bidang pengobatan sebagai kardiotonik, kontrasepsi oral dan antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari tinta sotong meliputi organoleptis, viskositas, bobot jenis dan pH, pemeriksaan golongan senyawa kimia dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid dari tinta sotong (Sepia recurvirostra).
Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut n-heksana, ekstrak diuapkan dan di analisis secara kromatografi lapis tipis (KLT) dengan berbagai perbandingan pengembang, dilanjutkan isolasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan uji kemurnian secara kromatografi lapis tipis 2 arah, selanjutnya di identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri infrared (IR).
Hasil karakteristik dari tinta sotong ialah berupa tinta berwarna hitam, bau khas, tidak berasa, viskositas 6500 poise, bobot jenis 4,9 g/ml dan pH tinta sotong konsentrasi 1% adalah 6,9. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia diperoleh senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin dan glikosida. Hasil isolasi diperoleh 2 isolat (a dan b) dengan fase gerak 1 (n-heksana-etilasetat) (80:20) dan fase gerak ke 2 benzene-etilasetat (80:20) isolat a memliki nilai Rf 0,58 dan isolat b dengan fase gerak 1 (n-heksana-etilasetat) (90:10) dan fase gerak ke 2 benzene-etilasetat (95:5) memiliki nilai Rf 0,88. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri UV memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202,40 nm dan secara spektrofotometri IR menunjukkan adanya gugus fungsi –OH, CH-alifatis, C=C, CH2, CH3 dan C=O. Isolat yang diperoleh termasuk
golongan senyawa steroid/triterpenoid.
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROIDS / TRITERPENOID OF CUTTLEFISH INK (Sepia recurvirostra)
ABSTRACT
Cuttlefish is a cephalopodeclass commonly found in the coastal waters of Europe, Africa, Asia and the South Pacific. Cuttlefish is a type of seafood with very high nutrition, but in Indonesia cuttlefish consumption just meat alone and the ink sac is still regarded as wastes. Chemical compound of meat and ink of Sepia recurvirostra contains steroid/triterpenoid. Steroids/triterpenoids as chemical compound have been widely used in medicine as cardiotonic, oral contraseption and antiinflammatory effect. The aim of these research are characteristics of ink cuttlefish like organoleptis, viscosity, density and pH, Chemical compound analysis and isolation of steroids/triterpenoid compound.
The ink cuttlefish was extracted by maseration method using n-hexane as solvent. The n-hexane extract was fractionated by preparative methode using thin layer chromatography. The isolated was purified test using two-dimention of thin layer chromatography and identifications of pure isolat using ultraviolat spectrophotometry and infrared spectrophotometry.
Characteristics of the cuttlefish ink are the black form ink, specific scent, no taste, viscosity 6500 poise, density 4.9 g/ml and pH of ink consentration 1 % 6.9. Test results of phytochemistry screening showed content alkaloids, steroids/triterpenoids, saponins and glicoside. Results obtained insulation 2 isolates (a and b) with first mobile phase n-hexane-ethylacetate (80:20) and second mobile phase benzene-ethyl acetate (80:20), the isolation gave isolated ware Rf 0.58 from isolate a and isolate b with first mobile phase n-hexane-ethylacetate (90:10) and second mobile phase benzene-n-hexane-ethylacetate (95:5) ware Rf 0.88. The analyzations of isolate using UV spectrophotometry gave maximum absorbance in wave length 202.40 nm and IR spectrophotometry showed OH, CH-alifatis, C=C, CH2, CH3 and C=O as fungtional grups. The isolate were
identified as steroids/triterpenoid as chemical compound.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
STEROID/TRITERPENOID DARI TINTA SOTONG
(Sepia recurvirostra)
SKRIPSI
OLEH:
DIAN PUSPITA SARI
NIM 131524032
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
STEROID/TRITERPENOID DARI TINTA SOTONG
(Sepia recurvirostra)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DIAN PUSPITA SARI
NIM 131524032
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
Pada tanggal : 26 Januari 2016
Disetujui Oleh:
Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah
satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Steroid/Triterpenoid dari Tinta Sotong (Sepia recurvirostra).
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku
Pejabat Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis
selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada almarhumah Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan ibu Dra.
Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,
bimbingan, motivasi dan saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Julia Reveny,
M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
petunjuk serta saran hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku ketua
penguji, Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Herawaty
Ginting, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Ibu Dra. Juanita
Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan
Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa
perkuliahan hingga selesai.
Penulis juga mempersembahkan rasa terimakasih dan penghargaan yang
tiada terhingga kepada Ayahanda Rusli dan Ibunda Suratni Sukaryadi tercinta,
kakanda T. Mimi Agus Syahyadi, Novi Reandy Sasmita dan adik-adik tersayang
Feby Apriliansyah Sasmita dan Reizky Ade Putra Liansyah yang selalu
memberikan doa, nasehat, motivasi, semangat dan pengorbanan baik moril
maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Maret 2016 Penulis,
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Dian Puspita Sari
Nomor Induk Mahasiswa : 131524032
Program Studi : Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Steroid/ Triterpenoid dari Tinta Sotong (Sepia recurvirostra).
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah di ajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, 18 Maret 2016 Yang membuat pernyataan,
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI TINTA SOTONG (Sepia recurvirostra)
yarat untuk memperolehgelar Sarjana bABSTRAK
Sotong merupakan kelas Cephalopoda yang banyak terdapat di perairan pesisir Eropa, Afrika, Asia dan Pasifik Selatan. Sotong merupakan makanan sejenis seafood dengan nilai gizi yang sangat tinggi, namun di Indonesia konsumsi sotong hanya sebatas pada daging saja sedangkan kantung tinta masih dianggap sebagai limbah. Golongan senyawa kimia pada daging dan tinta Sepia recurvirostra diantaranya ialah steroid/triterpenoid. Senyawa steroid/triterpenoid digunakan dalam bidang pengobatan sebagai kardiotonik, kontrasepsi oral dan antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari tinta sotong meliputi organoleptis, viskositas, bobot jenis dan pH, pemeriksaan golongan senyawa kimia dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid dari tinta sotong (Sepia recurvirostra).
Ekstraksi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut n-heksana, ekstrak diuapkan dan di analisis secara kromatografi lapis tipis (KLT) dengan berbagai perbandingan pengembang, dilanjutkan isolasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan uji kemurnian secara kromatografi lapis tipis 2 arah, selanjutnya di identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri infrared (IR).
Hasil karakteristik dari tinta sotong ialah berupa tinta berwarna hitam, bau khas, tidak berasa, viskositas 6500 poise, bobot jenis 4,9 g/ml dan pH tinta sotong konsentrasi 1% adalah 6,9. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia diperoleh senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin dan glikosida. Hasil isolasi diperoleh 2 isolat (a dan b) dengan fase gerak 1 (n-heksana-etilasetat) (80:20) dan fase gerak ke 2 benzene-etilasetat (80:20) isolat a memliki nilai Rf 0,58 dan isolat b dengan fase gerak 1 (n-heksana-etilasetat) (90:10) dan fase gerak ke 2 benzene-etilasetat (95:5) memiliki nilai Rf 0,88. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri UV memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202,40 nm dan secara spektrofotometri IR menunjukkan adanya gugus fungsi –OH, CH-alifatis, C=C, CH2, CH3 dan C=O. Isolat yang diperoleh termasuk
golongan senyawa steroid/triterpenoid.
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROIDS / TRITERPENOID OF CUTTLEFISH INK (Sepia recurvirostra)
ABSTRACT
Cuttlefish is a cephalopodeclass commonly found in the coastal waters of Europe, Africa, Asia and the South Pacific. Cuttlefish is a type of seafood with very high nutrition, but in Indonesia cuttlefish consumption just meat alone and the ink sac is still regarded as wastes. Chemical compound of meat and ink of Sepia recurvirostra contains steroid/triterpenoid. Steroids/triterpenoids as chemical compound have been widely used in medicine as cardiotonic, oral contraseption and antiinflammatory effect. The aim of these research are characteristics of ink cuttlefish like organoleptis, viscosity, density and pH, Chemical compound analysis and isolation of steroids/triterpenoid compound.
The ink cuttlefish was extracted by maseration method using n-hexane as solvent. The n-hexane extract was fractionated by preparative methode using thin layer chromatography. The isolated was purified test using two-dimention of thin layer chromatography and identifications of pure isolat using ultraviolat spectrophotometry and infrared spectrophotometry.
Characteristics of the cuttlefish ink are the black form ink, specific scent, no taste, viscosity 6500 poise, density 4.9 g/ml and pH of ink consentration 1 % 6.9. Test results of phytochemistry screening showed content alkaloids, steroids/triterpenoids, saponins and glicoside. Results obtained insulation 2 isolates (a and b) with first mobile phase n-hexane-ethylacetate (80:20) and second mobile phase benzene-ethyl acetate (80:20), the isolation gave isolated ware Rf 0.58 from isolate a and isolate b with first mobile phase n-hexane-ethylacetate (90:10) and second mobile phase benzene-n-hexane-ethylacetate (95:5) ware Rf 0.88. The analyzations of isolate using UV spectrophotometry gave maximum absorbance in wave length 202.40 nm and IR spectrophotometry showed OH, CH-alifatis, C=C, CH2, CH3 and C=O as fungtional grups. The isolate were
identified as steroids/triterpenoid as chemical compound.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Sotong ... 5
2.1.1 Morfologi sotong ... 5
2.1.2 Habitat sotong ... 6
2.1.2 Sistematika sotong ... 6
2.1.3 Manfaat tinta sotong ... 7
2.2.1 Alkaloida ... 7
2.2.2 Glikosida ... 7
2.2.3 Steroid/triterpenoid ... 8
2.2.4 Saponin ... 9
2.3 Ekstraksi ... 9
2.3.1 Metode ekstraksi ... 9
2.4 Kromatografi ... 10
2.4.1 Kromatografi lapis tipis ... 11
2.4.2 Kromatografi preparatif ... 12
2.5 Spektrofotometri ... 13
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultra violet (UV) ... 13
2.5.2 Spektrofotometri sinar Infrared (IR) ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 15
3.1 Jenis Rancangan Penelitian ... 15
3.2 Alat ... 15
3.3 Bahan ... 15
3.4 Lokasi Penelitian ... 16
3.5 Prosedur Penelitian ... 16
3.5.1 Penyiapan sotong ... 16
3.5.2 Identifikasi sotong ... 16
3.5.3 Preparasisotong ... 16
3.5.4 Penentuan pH ... 16
3.5.5 Penentuan viskositas ... 17
3.5.7 Pembuatan larutan pereaksi ... 17
3.5.7.1 Larutan pereaksiasam klorida 2 N ... 17
3.5.7.2 Larutan pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 17
3.5.7.3 Larutan pereaksi Bouchardat ... 18
3.5.7.4 Larutan pereaksi Mayer ... 18
3.5.7.5 Larutan pereaksi Dragendorff ... 18
3.5.7.6 Larutan pereaksi besi (III) klorida 1 % ... 18
3.5.7.7 Larutan pereaksi Libermann-Burchard ... 18
3.5.7.8 Larutan pereaksi Molish ... 18
3.5.7.9 Larutan pereaksi asam nitrat 0,5 N ... 18
3.5.8 Skrining golongan senyawa kimia ... 19
3.5.8.1 Pemeriksaan alkaloida ... 19
3.5.8.2 Pemeriksaan flavonoid ... 19
3.5.8.3 Pemeriksaan saponin ... 19
3.5.8.4 Pemeriksaan tanin ... 20
3.5.8.5 Pemeriksaan glikosida ... 20
3.5.8.6 Pemeriksaan antrakinon ... 20
3.5.8.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 21
3.5.9 Pembuatan ekstrak ... 21
3.5.10 Analisa Ekstrak n-heksana secara KLT ... 21
3.5.11 Isolasi Senyawa steroid/triterpenoid secara KLT preparatif ... 22
3.5.12 Uji Kemurnian terhadap isolat ... 22
3.5.13 Identifikasi isolat ... 23
3.5.13.1 Identifikasi isolat dengan spektrofotometri UV ... 23
3.5.13.2 Identifikasi isolat dengan spektrofotometri IR 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Hasil Identifikasi Sotong ... 25
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik ... 25
4.3 Hasil pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia ... 25
4.4 Hasil Ekstrasi ... 26
4.5 Hasil Analisis Ekstrak Steroid/Triterpenoid secara KLT ... 26
4.6 Hasil Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid secara KLT Preparatif ... 27
4.7 Hasil Uji Kemurnian Isolat ... 28
4.8 Hasil Identifikasi Isolat a dengan Spektrofotometri UV ... 29
4.9 Hasil Identifikasi Isolat a dengan Spektrofotometri IR ... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia dari Tinta Sotong Sepia recurvirostra ... 26
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Gambar struktur dasar steroid ... 8