• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

E. Swietenia mahagoni (L.) Jacq

3. Kandungan kimia

Kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh S. mahagoni dalam penelitian Bhurat, Bavaskar, Agrawal, dan Bagad (2011) berupa alkaloid, terpenoids, antraquinones, saponin, fenol, flavonoid. Pada bagian daun lebih spesifik berupa flavonoid, saponin, tannin dan terpenoids (Matin, et al. (2013).

F. Infundasi

Infundasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menyari kandungan aktif dari suatu sediaan simplisia yang dapat larut dalam air panas. Metode infundasi ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah sekali tercemar akibat jamur dan bakteri, sehingga bila melakukan penyarian dengan

metode ini, sari yang diperoleh harus segela digunakan dan diproses sebelum 24 jam (BPOM, 2013). Bahan yang digunakan dalam pembuatan infusa berasal dari bahan-bahan yang lunak seperti simplisia dan bunga (Suranto, 2004).

Proses dalam pembuatan infusa sangat sederhana, yaitu dengan membasahi simplisia yang telah disiapkan dengan air sebanyak dua kali dari bobot awal, untuk bunga sebanyak empat kali bobot bahan dan untuk karagen sebanyak sepuluh kali bobot bahan. Selanjutnya bahan baku ditambahkan dengan air, umumnya diperlukan 100 bagian air untuk sepuluh bagian bahan simplisia, kecuali dinyatakan lain. Selanjutnya bahan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90 °C. Penyaringan dilakukan setelah 15 menit dan dilakukan saat cairan masih dalam keadaan panas (BPOM, 2013).

G. Landasan Teori

Sebagai salah satu organ terbesar pada tubuh manusia, hati memiliki peran penting dalam proses metabolisme (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2005). Selain sebagai organ metabolisme, hati juga memiliki kerja terberat, dimana hati memiliki kerja yang berhubungan dengan zat berbahaya yang tidak diperlukan oleh tubuh, sehingga sangat mungkin sekali hati mengalami kerusakan (Marsden, 2005). Kerusakan hati dapat dideteksi dengan pengujian secara biokimiawi, yaitu dengan menguji aktivitas dari enzim aminotransferase (ALT, AST), dimana kadarnya akan meningkat dalam darah bila terjadi kerusakan hati (Geregus, 2008). Salah satu senyawa yang dapat menimbulkan kerusakan hati, yaitu karbon tetraklorida, dan hati menjadi target utama dari ketoksikan yang ditimbulkan oleh

senyawa ini karena karbon tetraklorida bergantung pada metabolisme aktivasi sitokrom P-450 (CYP2E1) dan nantinya akan terbentuk radikal bebas triklorometil. Senyawa ini dapat menyebabkan perlemakan hati (bila digunakan dosis rendah), dan menyebabkan nekrosis hati bila digunakan dengan dosisi tinggi (Timbrell, 2009). S. mahagoni dalam penelitian Sahgal, et al. (2009) memiliki aktivitas antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Antioksidan merupakan zat yang dapat menangkap radikal bebas yang terbentuk dari pemberian karbon tetraklorida, sehingga serangkaian proses terjadinya perlemakan hati dapat terhambat. Hal inilah yang menjadikan kemungkinan bahwa S. mahagoni dapat memiliki peran sebagai hepatoprotektor.

Penelitian yang dilakukan Avista (2014) meneliti adanya efek hepatoprotektif dari pemberian infusa daun S. mahagoni dengan dosis sebesar 5 g/KgBB sekali sehari selama enam hari berturut-turut, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah dengan pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB dengan hari yang lebih singkat dapat memberikan pengaruh terhadap efek hepatoprotektif. Penelitian yang dilakukan Nugroho (2014) menunjukkan adanya pengaruh yang diberikan dari praperlakuan pemberian infusa herba M. Pigra selama satu, tiga dan enam hari terhadap efek hepatoprotektif tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida. Sehingga perlu diketahui informasi lebih lanjut mengenai pengaruh waktu pemberian serta menentukan waktu pemberian optimum dari infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB tersebut, dimana waktu pemberian infusa daun S. mahagoni yang digunakan, yaitu satu, tiga dan enam

hari pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida yang ditunjukan dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus.

H. Hipotesis

Lama pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB mempengaruhi penurunan aktivitas ALT-AST tikus yang diinduksi karbon tetraklorida.

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variasi waktu pemberian infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB pada tikus galur Wistar diinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung

Penurunan kadar ALT-AST pada serum tikus galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorid setelah pemberian infusa daun S. mahagoni.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Hewan uji menggunakan tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-200 g, umur 2-3 bulan; cara pemberian senyawa hepatotoksin secara intraperitonial; bahan uji berupa daun S. mahagoni.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali berupa kondisi patologis hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Infusa daun S. mahagoni

Infusa daun S. mahagoni didapatkan dengan cara menginfudasi sebanyak 10,0 g serbuk kering daun S. mahagoni dalam 70 ml aquades dan dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit.

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan infusa daun S. mahagoni terhadap penurunan kadar ALT-AST tikus jantan Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa daun S. mahagoni.

c. Lama optimum

Lama optimum adalah waktu yang dibutuhkan infusa daun S. mahagoni secara berturut-turut sebagai hepatoprotektif dengan % proteksi berdasarkan aktivitas ALT di hati yang paling mendekati 100%.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar berumur 2-3 bulan, berat 150-200 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun S. mahagoni yang diperoleh dari lingkungan kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada 11 November 2013.

2. Bahan kimia

a. Reagen ALT

Reagen serum yang digunakan dalam penelitian ini berupa reagen ALT DiaSys dengan komposisi dan konsentrasi sebagai berikut.

Komposisi pH Konsentrasi R1: TRIS 7,15 140 mmol/L L-alanine 700 mmol/L LDH (lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L R2: 2-oxoglutarate 85 mmol/L NADH 1 mmol/L Pyridoxal-5 phosphate FS :

Good’s buffer 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

b. Reagen serum berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah reagen AST DiaSys dengan komposisi dan konsentrasi sebagai berikut.

Komposisi pH Konsentrasi R1: TRIS 7,65 110 mmol/L L-aspartate 320 mmol/L MDH (malate dehydrogenase) ≥ 800 U/L LDH (lactate dehydrogenase) ≥ 1200 mmol/L R2: 2-oxoglutarate 65 mmol/L NADH 1 mmol/L Pyridoxal-5 phosphate FS :

Good’s buffer 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

c. Senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida, diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Pelarut hepatotoksin yang digunakan berupa olive oil (Berio®) yang diperoleh dari Superindo Yogyakarta.

e. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil (Berio®) yang diperoleh dari Superindo Yogyakarta.

f. Pelarut yang digunakan untuk infusa, yaitu aquades dan akan digunakan sebagai kontrol negatif yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. g. Blanko pengukuran aktivitas ALT dan AST yang digunakan adalah

aquabidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

1. Alat pembuatan infusa daun S. mahagoni

Alat-alat yang digunakan, yaitu panci infundasi, termometer, gelas ukur, beaker glass, cawan porselen, batang pengaduk, kompor listrik, timbangan analitik, kain flanel, labu ukur, stopwatch.

2. Alat pengukur kadar ALT-AST serum

Seperangkat alat-alat gelas seperti gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi

per oral dan syringe 5 cc Terumo®, spuit i.p. dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, stopwatch.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Tanaman S. mahagoni dilakukan determinasi dengan cara mencocokan ciri-ciri tanaman S. mahagoni dengan buku acuan Flora of Java. Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Farmakognosi-Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Pengumpulan bahan uji yang dilakukan berupa daun S. mahagoni yang masih segar dan berwarna hijau, dari lingkungan sekitar Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada 11 November 2013.

3. Pembuatan serbuk daun S. mahagoni

Pembuatan serbuk dilakukan dengan cara daun S. mahagoni dicuci hingga bersih, kemudian dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu 50oC. Setelah daun kering, kemudian dilakukan penghalusan daun dan lakukan pengayakan.

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni

Serbuk kering dari daun S. mahagoni yang sebelumnya telah diayak, dimasukkan dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering daun tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai bobot

sebelum pemanasan (bobot A), lalu dilakukan pemanasan pada suhu 110°C. Serbuk kering daun S. mahagoni yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk daun S. mahagoni.

5. Pembuatan infusa daun S. mahagoni

Pembuatan infusa daun S. mahagoni dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 20%, dan jumlah pelarutnya ditambah dengan 2 kali jumlah serbuk yang digunakan. Serbuk kering daun S. mahagoni diambil sejumlah 10,0 g ditambahkan dengan 70,0 mL air. Campuran kemudian dipanaskan di atas heater dengan menggunakan panci infundasi pada suhu 90oC selama 15 menit. Waktu 15 menit terhitung saat suhu pada campuran telah mencapai 90oC, setelah 15 menit kemudian dilakukan penyaringan. Jika air yang diperoleh kurang, maka air dapat ditambahkan selagi panas melalui ampas rebusan hingga volume infusa yang diinginkan tercapai.

6. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni

Pengujian dilakukan oleh Laboraturium Penelitian dan Pengembangan Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (LPPT UGM) dengan metode spektrofotometri. Pembuatan kurva standar quercetin, dilakukan dengan menimbang baku standar rutin 10,0 mg, tambahkan sebanyak 0,3 ml natrium nitrit 5%. Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, selanjutnya tambahkan 2 mL natrium hidroksida 1 M, add dengan aquades

hingga 10 mL menggunakan labu takar. Pindahkan ke dalam kuvet, lakukan penetapan serapan pada panjang gelombang 510 nm.

Pembuatan sampel infusa daun S. mahagoni, dengan membuat infusa dengan konsentrasi 20%, kemudian diambil 2 mL, tambahkan 0,3 ml natrium nitrit 5%. Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, tambahkan 2 mL natrium hidroksida 1 M, add dengan aquades hingga 10 mL menggunakan labu takar. Pindahkan ke dalam kuvet, lakukan penetapan serapan pada panjang gelombang 510 nm.

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Pembuatan larutan karbon tetraklorida berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dengan konsentrasi 50% dan perbandingan antara volume karbon tetraklorida dengan pelarut (olive oil) sebesar 1:1.

8. Uji pendahuluan

a. Penentuan dosis hepatotoksin

Karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin, di mana pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), dosis karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati pada tikus galur Wistar adalah 2 ml/kg BB. Dosis ini mampu merusak sel-sel hati pada tikus jantan yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST namun tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi yang dilakukan dengan empat perlakuan waktu, yaitu pada jam ke–0, 24,

48, dan 72 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Pada setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji dan pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.

Aktivitas ALT pada tikus yang diinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 2 mL/KgBB mencapai kadar maksimal pada jam ke–24 setelah pemberian dan mulai menurun pada jam ke–48 (Janakat dan Al-Merie, 2002).

9. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni

Dosis infusa daun S. mahagoni yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan bersamaan dengan penelitian ini oleh Avista (2014), dan diperoleh dengan dosis pemberian 5 g/KgBB dari infusa daun S. mahagoni sebanyak sekali sehari selama enam hari berturut-turut mampu memberikan efek hepatoprotektif yang optimum. Penetapan dosis dilakukan dengan menggunakan bobot tikus yang diasumsikan sebesar 200 g dan pemberian cairan secara per oral sebanyak 5 ml dengan konsentrasi yang digunakan sebesar 20%. Maka penetapan dosis infusa daun S. mahagoni adalah sebagai berikut:

D x BB = C x V

D x 0,2 kg BB = 20g /100 ml x 5 ml D = 5 g/kg BB

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah 35 ekor tikus dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok perlakuan masing-masing kelompok sejumlah lima ekor tikus.

a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida: olive oil (1:1) dosis 2 mL/KgBB secara i.p.

b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/KgBB secara i.p.

c. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. d. Kelompok IV (kontrol pelarut infusa) diberi aquades dengan dosis 25

mL/KgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. e. Kelompok V (kelompok perlakuan selama satu hari) diberi infusa daun

S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB secara per oral sekali sehari selama satu hari.

f. Kelompok VI (kelompok perlakuan selama tiga hari) diberi infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB secara per oral sekali sehari selama tiga hari berturut-turut.

g. Kelompok VII (kelompok perlakuan selama enam hari) diberi infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

Setelah pemberian infusa pada hari-hari tertentu tersebut kemudian pada hari selanjutnya (untuk kelompok IV, V, VI, VII) kemudian diberi larutan karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.

11. Pembuatan serum

Dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung dalam tabung eppendrof dan didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8000 rpm, kemudian dipisahkan bagian supernatannya.

12. Pengukuran aktivitas ALT-AST

Micro vitalab 200 merupakan alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT-AST pada serum hewan uji. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat dilakukan validasi terlebih dahulu dengan menggunakan control serum Cobas. Range nilai ALT dan AST kontrol serum Cobas sebesar 33,9-48,9 U/L.

Pengukuran ALT dilakukan dengan mencampur sebanyak 100 μl serum dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan selama 2 menit, lalu dicampur dengan 250 μl reagen II, divortex selama 5 detik dan serapannya dibaca setelah 1 menit.

Pengukuran aktivitas AST dengan mencampur 100 μl serum dengan 1000 μl reagen I, lalu divortex selama 5 detik, diamkan selama 2 menit, campur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit.

Aktivitas ALT dan AST dinyatakan dalam U/L. Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 37°C, dengan faktor koreksi -1745. Pengukuran aktivitas ALT dan AST ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

F. Analisis Hasil

Data aktivitas ALT-AST diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui seberapa besar distribusi data per kelompok hewan uji. Bila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan sebesar 95% untuk mengetahui perbedaan pada masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji Scheffe untuk melihat seberapa besar perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.

Perhitungan persen efek hepatopartotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus :

(purata ALT CCl4– purata ALT olive oil) – (purata ALT perlakuan – purata ALT olive oil) (purata ALT CCl4– purata ALT olive oil)

(Putri, 2013).

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S. mahagoni pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida, serta menentukan waktu pemberian optimum dengan pemberian satu, tiga dan enam hari. Dilakukanlah serangkaian pengujian guna mengetahui serta membuktikan hal tersebut.

A. Penyiapan Bahan

1. Hasil determinasi daun S. mahagoni

Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini berupa serbuk daun S. mahagoni. Tujuan dilakukannya determinasi daun S. mahagoni pada penelitian ini untuk membuktikan bahwa daun yang digunakan sebagai bahan uji memang benar berasal dari tanaman S. mahagoni. Determinasi daun dilakukan oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bagian tanaman yang dikumpulkan untuk mendeterminasi, yaitu bagian daun, dan buah dan disesuaikan menggunakan buku acuan. Hasil dari determinasi membuktikan bahwa daun tersebut benar merupakan daun S. mahagoni.

2. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni

Penetapan kadar air dari serbuk S. mahagoni bertujuan untuk menguji serbuk yang digunakan apakah telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik.

Penetapan kadar air dilakukan oleh LPPT Univeritas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan hasil kadar air dalam serbuk daun S. mahagoni sebesar 6,68 % (hasil terlampir), dan hal ini menunjukkan bahwa serbuk daun dari tanaman S. mahagoni telah memenuhi persyaratan kadar serbuk yang baik, yang mana syarat serbuk yang baik kadar air yang dimiliki kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

3. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni

Tujuan dilakukannya penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni agar mengetahui adanya kandungan flavonoid yang digunakan sebagai standarisasi bahan uji, dimana bahan uji yang digunakan pada penelitian ini, yaitu serbuk kering daun S. mahagoni dan teknik penyarian yang digunakan berupa infundasi. Penetapan kandungan flavonoid dalam infusa daun S. mahagoni dilakukan oleh LPPT Univeritas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan hasil kandungan flavonoid dalam infusa daun S. mahagoni dengan konsentrasi 20% diperoleh sebesar 61,66 ppm (hasil terlampir).

B. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Senyawa yang digunakan sebagai hepatotoksin pada penelitian ini adalah karbon tetraklorida, di mana dilakukan penentuan dosis hepatotoksiknya guna menentukan dosis karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan hati. Kerusakan hati yang disebabkan berupa steatosis pada hati tikus yang dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan ALT serta AST pada hewan uji. Dosis

karbon tetraklorida yang digunakan sebesar 2 mL/KgBB yang mengacu pada penelitian dari Janakat dan Al-Merie (2002) serta penelitian dari Putri (2013) yang menunjukkan adanya efek hepatotoksik pada penggunaan dosis ini.

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ini dilakukan untuk memperoleh informasi waktu karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB mampu memberikan hepatotoksik maksimal. Efeknya dapat dilihat dari terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT dan AST setelah diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB. Karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB diujikan pada hewan uji, yaitu tikus jantan dan setelahnya dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis pada jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72. Hasil dari pengujian ini berupa data aktivitas ALT yang didukung dengan aktivitas AST seperti yang ditunjukan pada Tabel I. dan diagram batang dari hasil pengukuran ALT (Gambar 3.) serta aktivitas AST (Gambar 4.).

Tabel I. Rata-rata aktivitas ALT dan AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72

Waktu pencuplikan jam ke- Purata aktivitas ALT ± SE (U/L) Purata aktivitas AST ± SE (U/L) 0 65,0 ± 6,5 94,4 ± 4,5 24 203,8 ± 5,9 493,4 ± 7,4 48 79,4 ± 4,4 194,2 ± 10,5 72 54,0 ± 2,2 103,8 ± 1,7

Data ALT yang didapat dianalisis dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan signifikansi p˃0,05 diperoleh aktivitas ALT jam ke-0, 24, 48, dan 72 secara berurutan sebesar 0,642, 0,924, 0,816, dan 0,888 yang kesemuanya nilai p˃0,05 (distribusi normal). Analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One

Way ANOVA) dengan signifikansi yang diperoleh sebesar 0,208 (p˃0,05) yang merupakan penanda bahwa variansi data yang diperoleh adalah homogen. Pengujian dilanjutklan dengan uji Scheffe yang digunakan untuk melihat kebermaknaan data yang diperoleh, data tersaji dalam Tabel. II

Gambar 3. Diagram batang hasil pengukuran ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke- 0, 24, 48, dan jam

ke-72

Tabel. II. Hasil uji Scheffe ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke- 0, 24, 48, dan jam ke-72

Waktu pencuplikan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72 0 - B TB TB 24 B - B B 48 TB B - B 72 TB B B -

Ket: B = berbeda bermakna (p˂0,05), TB = berbeda tidak bermakna (p˃0,05) U/L

Hasil uji Scheffe dari aktivitas ALT ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas ALT jam ke-24 dengan semua jam, yaitu jam ke-0, jam ke-48 serta jam ke-72, yang mana aktivitas ALT pada jam ke-0 sebesar 65,0 ± 6,5 U/L dan pada jam ke-24 sebesar 203,8 ± 5,9 U/L (Tabel. I). Terjadinya peningkatan ALT mencapai tiga kali lipat terhadap kontrol menurut Zimmerman (1999) dapat menyebabkan steatosis. Terdapat perbedaan tidak bermakna antara aktivitas ALT pada jam ke-0 dengan jam 48 dan 72, yang menunjukkan bahwa aktivitas ALT telah kembali normal pada jam ke-48 dan 72. Purata aktivitas ALT pada jam ke-48 sebesar 79,4 ± 4,4 U/L dan pada jam ke-72 sebesar 54,0 ± 2,2 U/L.

Selain melakukan pengukuran terhadap ALT, dilakukan pula pengukuran terhadap aktivitas AST sebagai data pendukung. Aktivitas AST yang didapat dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan signifikansi p˃0,05 diperoleh aktivitas AST jam ke-0, 24, 48, dan 72 secara berurutan sebesar 0,925, 0,992, 0,972 dan 0,990 yang kesemuanya nilai p˃0,05. Analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan signifikansi yang diperoleh sebesar 0,038 (p˂0,05) yang merupakan penanda bahwa variansi data yang diperoleh tidak homogen. Pengujian selanjutnya yang dilakukan setelah diperoleh variansi data tidak homogen berupa uji Kruskal-Wallis yang diperoleh signifikansi sebesar 0,001 (p˂0,05), kemudian analisis data dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney yang digunakan untuk melihat kebermaknaan data yang diperoleh, data tersaji dalam Tabel. III.

Tabel. III. Hasil uji Mann-Whitney AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke- 0, 24, 48, dan jam ke-72

Waktu pencuplikan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72 0 - B B TB 24 B - B B 48 B B - B 72 TB B B -

Ket: B = berbeda bermakna (p˂0,05), TB = berbeda tidak bermakna (p˃0,05)

Gambar 4. Diagram batang orientasi aktivitas AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48,

dan jam ke-72

Hasil uji Mann-Whitney dari aktivitas AST ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas AST jam ke-0 dengan jam ke-24 serta 48, namun antara aktivitas AST jam ke-0 dengan jam ke-72 terdapat aktivitas yang berbeda tidak bermakna. Aktivitas AST pada jam ke-0 sebesar 94,4 ± 4,5 U/L, jam ke-24 sebesar 493,4 ± 7,4 U/L, jam ke- 48 sebesar 194,2 ± 10,5 U/L, dan pada jam ke-72 sebesar 103,8 ± 1,7 U/L (Tabel. I). Terjadinya peningkatan AST mencapai empat kali lipat terhadap kontrol menurut Zimmerman (1999) merupakan peningkatan AST yang dapat menyebabkan steatosis. Data yang diperoleh pada jam ke-24 yang sebesar 493,4 ± 7,4 U/L nilainya jauh lebih besar

Dokumen terkait