• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh lama pemberian infusa daun swietenia mahagoni (l.) jacq. sebagai hepatoprotektif terhadap tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh lama pemberian infusa daun swietenia mahagoni (l.) jacq. sebagai hepatoprotektif terhadap tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PEMBERIAN INFUSA DAUN

Swietenia mahagoni (L.) Jacq. SEBAGAI HEPATOPROTEKTIF TERHADAP TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Evan Gunawan NIM: 108114117

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH LAMA PEMBERIAN INFUSA DAUN

Swietenia mahagoni (L.) Jacq. SEBAGAI HEPATOPROTEKTIF TERHADAP TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Evan Gunawan NIM: 108114117

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

TANGAN KUAT YANG MEMEGANG KU S’LALU MENUNTUN KU KU TAK MAU JALAN SENDIRI

YESUS KUPERLU KASIH-MU, KU PERLU KUASA-MU SAMPAI AKHIR HIDUPKU

(FRANKY SIHOMBING)

“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini

Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan”.

(YESAYA 41: 10)

Kupersembahkan skripsi ini untuk . . .

Tuhan Yesus Kristus atas berkat, damai sejahtera dan kasih-Nya dalam hidupku,

Papah Karlie J. Ranan dan mamah Iddae tercinta, serta kakak ku Risa Wahyuningsih dan

adik ku Aldony Leonardo Estrada tersayang atas doa, air mata dan keringat, semangat dan

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan atas berkat, kasih karunia dan damai sejahtera yang selalu tercurah dan melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH LAMA PEMBERIAN INFUSA DAUN Swietenia

mahagoni (L.) Jacq. SEBAGAI HEPATOPROTEKTIF TERHADAP TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis sadar betul bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang indah ini penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji pada

skripsi ini dan telah memberikan saran kepada penulis.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini, atas saran dan dukungan kepada penulis.

(9)

viii

5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas Laboratorium untuk kepentingan skripsi ini.

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Kunto, Bapak Wagiran selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi. 8. Rekan-rekan tim Swietenia mahagoni (L.) Jacq.: Sherly Damima,

Stefanus Indra Gamawan, dan Agriva Devaly Avista atas kerjasama, dukungan dan bantuannya selama ini.

9. Sahabat tempatku berbagi cerita, dan selalu ada dalam suka dan duka Angelia Rosari dan Yudhytha Anggarhani.

10.Teman-teman sebahasa daerah (Dayak Ngaju) yang juga bersama-sama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi USD angkatan 2010 seperti Eva Cristiana, Arellia Oktaviori, dan Andika Pradana Putra atas kebersamaannya, teman berbagi dan mengerti dalam bahasa yang sama.

(10)
(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

(12)

xi

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 6

B. Kerusakan Sel-Sel Hati ... 8

1. Steatosis (Perlemakan hati) ... 8

2. Nekrosis hati ... 9

3. Apoptosis ... 9

4. Kolestasis ... 9

5. Sirosis ... 10

6. Hepatitis ... 10

C. Karbon Tetraklorida ... 11

D. Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase ... 12

E. Swietenia mahagoni (L.) Jacq. ... 13

1. Morfologi ... 13

2. Taksonomi ... 14

3. Kandungan kimia ... 14

F. Infusa ... 14

G. Landasan Teori ... 15

H. Hipotesis ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 18

(13)

xii

2. Variabel pengacau ... 18

3. Definisi operasional ... 19

C. Bahan penelitian ... 19

1. Bahan utama ... 19

2. Bahan kimia ... 20

D. Alat Penelitian ... 21

1. Alat pembuatan infusa daun S. mahagoni ... 21

2. Alat pengukuran kadar ALT-AST serum ... 21

E. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Determinasi tanaman ... 22

2. Pengumpulan bahan uji ... 22

3. Pembuatan serbuk daun S. mahagoni ... 22

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni... 22

5. Pembuatan infusa daun S. mahagoni ... 23

6. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni ... 23

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 24

8. Uji pendahuluan ... 24

9. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni... 25

10.Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 25

11.Pembuatan serum ... 27

12.Pengukuran aktivitas ALT-AST ... 27

F. Analisis Hasil ... 28

(14)

xiii

A. Penyiapan Bahan ... 29

1. Hasil determinasi daun S. mahagoni ... 29

2. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni ... 29

3. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni ... 30

B. Uji pendahuluan ... 30

1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 30

2. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 31

C. Pengaruh Lama Pemberian Infusa Daun S. mahagoni Dosis 5 g/KgBB Sebagai Hepatoprotektor ... 36

1. Kontrol negatif (Olive oil 2 mL/KgBB) ... 40

2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2 mL/KgBB) ... 44

3. Kontrol perlakuan (infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB) ... 44

4. Kontrol pelarut infusa (aquades dosis 25 mL/KgBB) ... 45

5. Kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ... 46

E. Rangkuman Pembahasan ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 58

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rata-rata aktivitas ALT dan AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48, dan 72 ... 31 Tabel II. Hasil uji Scheffe ALT tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48 dan 72 ... 32 Tabel III. Hasil uji Mann-Whitney AST tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48 dan 72 ... 34 Tabel IV. Pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S.

mahagoni terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida

dilihat dari aktivitas ALT-AST ... 37 Tabel V. Hasil analisis statistik uji Scheffe dari kebermaknaan ALT

antar kelompok ... 38 Tabel VI. Hasil analisis statistik uji Scheffe dari kebermaknaan AST

antar kelompok ... 40 Tabel VII. Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0, 24, 48, dan 72 pada

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur dasar lobulus hati ... 7 Gambar 2. Mekanisme oksidasi dan biotransformasi karbon

tetraklorida ... 11 Gambar 3. Diagram batang hasil pengukuran ALT tikus setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72 ... 32 Gambar 4. Diagram batang orientasi aktivitas AST tikus setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72 ... 34 Gambar 5. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif

pemberian infusa daun S. mahagoni terhadap hepatotoksisitas CCl4 pada aktivitas ALT ... 39

Gambar 6. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S. mahagoni terhadap hepatotoksikan CCl4 pada aktivitas AST ... 39

Gambar 7. Diagram batang rata-rata perbandingan ALT kontrol olive oil jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72 ... 43 Gambar 8. Diagram batang rata-rata perbandingan AST kontrol olive

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto serbuk daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq. ... 59

Lampiran 2. Foto alat infundasi (panci infundasi) ... 59

Lampiran 3. Foto infusa daun S. mahagoni ... 59

Lampiran 4. Surat keterangan kadar air serbuk S. mahagoni ... 60

Lampiran 5. Surat keterangan kandungan Flavonoid infusa daun S. mahagoni ... 61

Lampiran 6. Surat pengesahan determinasi daun S. mahagoni ... 62

Lampiran 7. Surat pengesahan ethical clearens ... 63

Lampiran 8. Hasil uji statistik ALT uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ... 64

Lampiran 9. Hasil uji statistik AST uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ... 68

Lampiran 10. Hasil analisis statistik ALT kelompok olive oil dosis 2 mL/KgBB ... 77

Lampiran 11. Hasil analisis statistik AST kelompok olive oil dosis 2 mL/KgBB ... 82

(18)

xvii

(19)

xviii

INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk membuktikan adanya pengaruh lama pemberian dan menentukan lama pemberian optimum infusa daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq. terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tujuh kelompok perlakuan, kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2 mL/KgBB secara i.p. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/KgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq. dosis 5 g/KgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. Kelompok IV (kontrol pelarut infusa) diberi aquades dengan dosis 25 mL/KgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. Kelompok V, VI, dan VII (kelompok perlakuan) diberi dengan infusa daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq. dosis 5 g/KgBB secara per oral sebanyak sekali sehari selama satu, tiga, dan enam hari berturut-turut, lalu diberikan karbon tetraklorida 2 mL/KgBB secara i.p satu hari setelahnya, begitu pula dengan kelompok IV. Setelah 24 jam semua kelompok diambil darahnya pada sinus orbitalis mata dan dilakukan penetapan aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST). Data yang didapat dihitung dengan menggunakan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.

Dari penelitian diperoleh bahwa waktu pemberian infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB berpengaruh pada penurunan aktivitas ALT-AST tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB dengan waktu pemberian optimum selama tiga hari dengan efek hepatoprotektif ALT sebesar 73,9% dan AST 63,7%.

(20)

xix

ABSTRACT

The purpose of this study to prove the effect of timing administration and determine the optimum time of leaf infusion Swietenia mahagoni (L.) Jacq. to decreased the activity of ALT-AST in rats induced by carbon tetrachloride.

This type of research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. In this study uses seven treatment groups. Group I (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride dissolved in olive oil (1:1) at a dose of 2 ml/kgBW in intraperitonial. Group II (negative-controlled-group) was given a dose of 2 ml/kgBW olive oil in intraperitonial. Group III (infusion-controlled-group) was given infusion leaves Swietenia mahagoni (L.) Jacq. at a dose of 5 g/kgBW orally. Group IV (solvent-controlled-group) was given distilled water with a dose 25 mL/kgBW orally. Group V, VI, and VII (treatment-group) was given by infusion leaves Swietenia mahagoni (L.) Jacq. At a dose of 5 g/kgBW orally once daily for one, three, and six days in a row, then in one day later after administered carbon tetrachloride at a dose 2 ml/kgWB of was administered intraperitonially, likewise with IV group. At the 24th hour after administration of carbon tetrachloride, blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the ALT and AST activities. The data were analyzed by one-way ANOVA with 95% convidence level.

The result of this study found that the timing administration of leaf infusion S. mahagoni at a dose of 2 mL/kgBW have an effect to decreased the activity of ALT-AST in rats induced by carbon tetrachloride at a dose 2 mL/kgBW with the optimum time for 3 days with the hepatoprotective effect of ALT 73.9% and AST 63.7%.

(21)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tubuh manusia tersusun atas berbagai macam organ vital, di antaranya hati. Hati merupakan organ yang terbesar dan paling kompleks dalam tubuh manusia dan tugas utamanya, yaitu sebagai organ metabolisme (Wibowo, 2005). Di antara organ vital lainnya, hati memiliki kerja terberat, dimana hati memiliki kerja untuk berhubungan dengan zat-zat yang berbahaya dan tidak diperlukan oleh tubuh, sehingga dimungkinkan hati mengalami kerusakan (Marsden, 2005).

Kerusakan yang terjadi pada hati dapat disebabkan oleh berbagai macam substansi kimia (hepatotoksikan) dan ditandai dengan adanya akumulasi lemak maupun kematian sel-sel hati (Widyastuti, 2002). Data dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi dari penyakit hati pada semua umur, yang mana pada tahun 2007 sebesar 0,6% menjadi 1,2% pada tahun 2013, dengan jenis hepatitis B sebesar 21,8 % dan hepatitis A sebesar 19,3%.

(22)

pemakainya. Selain itu biaya yang diperlukan bila memanfaatkan tanaman sebagai obat pencegah penyakit maupun penjaga kesehatan relatif lebih murah dan mudah untuk diaplikasikan oleh setiap kalangan (Subarnas, 2007).

Tanaman yang dapat digunakan untuk menangani penyakit hati salah satunya adalah S. mahagoni. Menurut Udem, Nwaogu, dan Onyejekwe (2011), S. mahagoni merupakan salah satu tanaman obat di Nigeria dan dari penelitiannya menyatakan bahwa terdapat aktivitas hepatoprotektif dari ekstrak aqeous daun S. mahagoni. Selain itu tanaman ini diketahui bekerja sebagai antimalaria, antidiarrhoeal effects, serta memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan antifungal. Hasil penelitian (Matin, Haque, dan Hossain, 2013) menunjukkan bahwa S. mahagoni memiliki kandungan senyawa kimia berupa flavonoid yang mana senyawa ini merupakan senyawa yang dapat larut dalam senyawa polar contohnya seperti air. Senyawa ini dalam beberapa penelitian memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektif (Kumar dan Pandey, 2013).

Penggunaan daun S. mahagoni dalam penelitian ini didasarkan pada kelimpahan bagian tanaman ini yang apabila diambil dan digunakan, tidak mengganggu pertumbuhannya, bahkan tidak mengakibatkan tanaman tersebut mati. Dalam penelitian ini dilakukan penyarian ekstrak air infusa karena cara tersebut mirip dengan yang dilakukan masyarakat dalam memperoleh manfaat dari suatu tanaman dalam mengatasi penyakit yang timbul.

(23)

yang didalamnya mencakup dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat yang harus tepat, agar terapi suatu penyakit dapat berjalan maksimal (Depkes RI, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Avista (2014), diketahui dosis pemberian sebesar 5 g/KgBB dari infusa daun S. mahagoni selama enam hari dapat memberikan efek hepatoprotektif dengan % hepatoprotektif alanin aminotransferase (ALT) yang dimiliki sebesar 63,9% dan aspartat aminotransferase (AST) sebesar 57,25%, maka dari itu peneliti ingin mengetahui apakah pemberian dengan hari yang lebih singkat dapat memberikan pengaruh terhadap efek hepatoprotektif.

Penelitian yang dilakukan Nugroho (2014) menunjukkan adanya pengaruh yang diberikan dari lama praperlakuan pemberian infusa herba Mimosa pigra L. terhadap efek hepatoprotektif dengan lama pemberian satu, tiga, dan enam hari. Berdasarkan yang telah dipaparkan, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari lama pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB dalam menurunkan aktivitas ALT-AST, serta menentukan waktu pemberian yang optimum dari pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB selama satu, tiga dan enam hari pada tikus jantan yang diinduksi dengan senyawa karbon tetraklorida (CCl4).

1. Rumusan masalah

(24)

a. Apakah lama praperlakuan infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB dapat memberikan efek hepatoprotektif (penurunan aktivitas ALT-AST) pada serum tikus galur Wistar yang diinduksi CCl4 ?

b. Berapa lama waktu pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB yang optimal untuk memberikan efek hepatoprotektif pada tikus diinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian dengan menggunakan daun dari S. mahagoni pernah dilakukan oleh Matin, Haque, Ahmed, dan Hossain (2013) yang meneliti jumlah total kandungan tanin, flavonoid, saponin, terpenoid dan glikosida, serta melakukan investigasi adanya cemaran mikroba, dan melakukan uji toksisitas akut pada ekstrak etanol daun S. mahagoni. Sahgal, Ramanathan, Sasidharan, Mordi, Ismail, dan Mansor (2009) menguji adanya aktivitas antioksidan dari ekstrak biji S. mahagoni. Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Haldar,

(25)

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitan yang dilakukan mengenai pengaruh lama pemberian infusa daun S. mahagoni sebagai hepatoprotektif terhadap tikus jantan yang diinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat, utamanya dalam bidang bidang kesehatan, yang mana dari pemberian infusa daun S. mahagoni memiliki efek hepatoprotektif. b. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai lama pemberian dari infusa daun S. mahagoni yang memiliki efek hepatoprotektif secara optimum.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh lama pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB sebagai hepatoprotektif.

2. Tujuan khusus

(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Di dalam tubuh manusia, hati tergolong kelenjar yang terbesar dan yang terumit. Berat hati sekitar 2% dari berat badan dewasa normal atau rata-rata sebesar 1500 g. Letak hati berada pada bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan pada bawah diafragma (Pearce, 2009). Hati memiliki fungsi vital dalam proses berbagai macam metabolisme seperti karbohidrat, protein dan lemak (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2005).

Hati terdiri dari lobus kanan dan lobus kiri, terdapat ligamen falsiform yang membagi bagian lobus kanan menjadi bagian segmen anterior serta posterior dan membagi pula bagian lobus kiri ke dalam segmen lateral dan medial (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2005). Terdapat dua jenis peredaran darah di hati seperti terlihat pada gambar 1 yang berupa:

1. Arteria hepatika: memberikan darah ke hati sebesar 80% dengan kejenuhan oksigen mencapai 95-100%.

(27)

Gambar 1. Struktur dasar lobulus hati (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2005)

Jaringan hati bila dilihat dibawah mikroskop, nampak terdiri atas kumpulan sel-sel yang tersusun dalam lobulus yang teratur. Aliran darah mengalir melalui deretan sel-sel hati seraya melepaskan kandungan didalamnya (makanan yang diserap dan oksigen), kemudian kembali menyatu pada pembuluh balik (vena) yang letaknya terdapat ditengah lobulus (gambar 1) untuk selanjutnya dialirkan menuju jantung. Pada penderita penyakit hati, seperti hepatitis yang dikarenakan virus, alkohol dan lain-lain, sel-sel hati akan mengalami kematian, dan pada stadium lanjut sel-sel yang mengalami kematian ini tidak dapat tumbuh kembali dengan sempurna sehingga diganti oleh jaringan ikat (Wibowo, 2005).

(28)

sinusoid terdapat pembatas yang disebut sebagai sel Kupffer, seperti yang terlihat pada gambar 1 yang berfungsi untuk melindungi dari benda asing dan bakteri dalam darah (Price and Wilson, 1984).

Hati memiliki berbagai macam fungsi yang diantaranya sebagai berikut, (1.) Sekresi (memproduksi empedu yang berperan dalam proses emulsifikasi dan

absorpsi lemak), (2.) metabolisme,

(3.) penyimpanan (glikogen, lemak, vitamin dan zat besi), (4.) pembentuk maupun penghancur sel-sel darah merah, dan (5.) detoksifikasi (Setiadi, 2007).

B. Kerusakan Sel-Sel Hati

Hati selain sebagai organ metabolisme juga memiliki kerja terberat, dimana hati juga memiliki kerja yang berhubungan dengan zat berbahaya (toksin) dan tidak diperlukan oleh tubuh, dimungkinkan hati mengalami kerusakan (Marsden, 2005). Berbagai macam kerusakan yang ditimbulkan dari senyawa toksin tersebut, yaitu:

1. Steatosis (Perlemakan hati)

(29)

reversibel dan tidak menyebabkan sel-sel hepatosit menjadi mati (Geregus, 2008). Terjadinya steatosis digambarkan dengan terjadinya akumulasi lemak yang tidak normal pada hepatoosit dan terjadi penurunan kadar lipid plasma dan lipoprotein (Hodgson dan Levi, 2004).

2. Nekrosis hati

Nekrosis hati merupakan suatu proses degeneratif, dimana sel-sel hati mengalami kematian. Kerusakan yang terjadi hanya pada beberapa hepatosit dan merupakan kerusakan akut dari sel hepatosit. Terjadi peningkatan eosinofil pada bagian sitoplasma disertai neutrofil pada daerah yang terjadi kerusakan hepatosit (Hodgson dan Levi, 2004).

3. Apoptosis

Apoptosis merupakan suatu proses fisiologis normal yang dapat disebabkan akibat beberapa faktor eksogen seperti xenobiotik, axonia dan radiasi. Dapat dibedakan dengan nekrosis dilihat dari morfologinya dengan menggunakan mikroskop (Hodgson dan Levi, 2004).

4. Kolestasis

(30)

5. Sirosis

Penanda terjadinya sirosis, yaitu terdapat akumulasi jaringan fibrosa (serabut kolagen) pada sebagian besar hati, hal ini terjadi karena hepatosit yang telah rusak diganti secara permanen oleh jaringan ikat akibat terjadinya peradangan yang terjadi berulang kali, sehingga mengakibatkan terjadinya pengendapan kolagen yang dapat mengganggu anatomi hati. Sirosis merupakan bentuk kerusakan hati yang berat dan merupakan tahap kerusakan hati yang kronis dan terakhir, dan bentuk kerusakan yang ditimbulkan bersifat ireversibel. Adanya sirosis ditandai dengan adanya akumulasi dari jaringan fibrosa secara luas seperti serabut kolagen (Geregus, 2008).

6. Hepatitis

Hepatitis dapat dibedakan menurut lama terjadinya menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronis. Hepatitis akut sering diakibatkan karena infeksi dari virus yang dapat dibagi menjadi virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, virus hepatitis D, virus hepatitis E, dan dapat pula disebabkan akibat pemejanan toksin (etanol) maupun obat (isoniasid). Hepatitis akut akan pulih dalam waktu kurang dari enam bulan, dan digambarkan dengan terjadinya peradangan yang mengakibatkan kematian sel melalui proses nekrosis maupun apoptosis. Hepatitis kronis apabila terjadi lebih dari 6 bulan, dan ditandai dengan peradangan sel hati disertai nekrosis. Hepatitis kronis dapat disebabkan karena infeksi virus, toksin, obat, dan kelainan metabolik (Dipiro, 2008).

(31)

C. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa yang dapat menyebabkan perlemakan hati dan nekrosis hati, bila digunakan dengan dosis rendah maka akan menyebabkan terjadinya perlemakan hati. Karena karbon tetraklorida bergantung pada metabolisme aktivasi dari sitokrom P-450 (CYP2E1) yang ada di hati, maka hati menjadi target utama dari ketoksikan yang ditimbulkan oleh senyawa ini. (Timbrell, 2009).

Gambar 2. Mekanisme oksidasi dan biotransformasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2009)

(32)

mengakibatkan satu ion klorin hilang sehingga membentuk radikal bebas triklorometil (metabolit reaktif), seperti yang dapat dilihat pada gambar 2 (Geregus, 2008). Radikal triklorometil dapat berikatan secara kovalen dengan protein dan lemak mikrosomal, serta akan bereaksi secara langsung dengan kolesterol dan fosfolipid dan terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reaktif dan terjadi peroksidasi lipid. Terjadi penghambatan sintesis protein akibat dari terbentuknya lipid dalam hati yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi lipoprotein, yang mana lipoprotein ini memiliki tanggungjawab dalam transport lipid keluar dari hepatosit dan terjadi steatosis. Selain itu radikal triklorometil dapat pula berikatan dengan O2 yang dapat menghasilkan radikal

dalam bentuk lain (triklorometil peroksida) (gambar 2) (Timbrell, 2009).

D. Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase

(33)

Pada keadaan normal aminotransferase berfungsi dalam pembentukan berbagai macam asam amino untuk pembentukan protein di hati serta menyalurkannya menuju jalur biokimiawi lainnya. ALT terdapat dihati dengan konsentrasi yang tinggi, sedangkan konsentrasi sedang terdapat di ginjal, jantung dan otot rangka. AST terdapat pada berbagai organ seperti hati, miokardium, otot rangka, hal inilah yang menyebabkan ALT memiliki spesifisitas yang tinggi bila dibanding AST bila terjadi kerusakan hati (Sacher dan McPherson, 2002).

E. Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

1. Morfologi

Swietenia mahagoni atau biasa disebut dengan pohon mahoni, tanaman ini termasuk dalam tumbuhan dikotil, dikenal sebagai tanaman peneduh di tepian jalan dan penghasil kayu. Tanaman ini tumbuh subur mulai dari dataran rendah di daerah pantai sampai pada daerah perbukitan atau pada ketinggian 1-600 meter di atas permukaan laut, memiliki batang dengan tinggi 10- 30 meter yang tumbuh lurus dengan banyak cabang (Yuzammi, Witono dan Hidayat, 2010).

(34)

2. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Rosidae Ordo : Sapindales Family : Meliaceae Genus : Swietenia Jacq.

Species : Swietenia mahagoni (L.) Jacq

(United States Departemen of Agriculture, 2012).

3. Kandungan kimia

Kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh S. mahagoni dalam penelitian Bhurat, Bavaskar, Agrawal, dan Bagad (2011) berupa alkaloid, terpenoids, antraquinones, saponin, fenol, flavonoid. Pada bagian daun lebih spesifik berupa flavonoid, saponin, tannin dan terpenoids (Matin, et al. (2013).

F. Infundasi

(35)

metode ini, sari yang diperoleh harus segela digunakan dan diproses sebelum 24 jam (BPOM, 2013). Bahan yang digunakan dalam pembuatan infusa berasal dari bahan-bahan yang lunak seperti simplisia dan bunga (Suranto, 2004).

Proses dalam pembuatan infusa sangat sederhana, yaitu dengan membasahi simplisia yang telah disiapkan dengan air sebanyak dua kali dari bobot awal, untuk bunga sebanyak empat kali bobot bahan dan untuk karagen sebanyak sepuluh kali bobot bahan. Selanjutnya bahan baku ditambahkan dengan air, umumnya diperlukan 100 bagian air untuk sepuluh bagian bahan simplisia, kecuali dinyatakan lain. Selanjutnya bahan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90 °C. Penyaringan dilakukan setelah 15 menit dan dilakukan saat cairan masih dalam keadaan panas (BPOM, 2013).

G. Landasan Teori

(36)

senyawa ini karena karbon tetraklorida bergantung pada metabolisme aktivasi sitokrom P-450 (CYP2E1) dan nantinya akan terbentuk radikal bebas triklorometil. Senyawa ini dapat menyebabkan perlemakan hati (bila digunakan dosis rendah), dan menyebabkan nekrosis hati bila digunakan dengan dosisi tinggi (Timbrell, 2009). S. mahagoni dalam penelitian Sahgal, et al. (2009) memiliki aktivitas antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Antioksidan merupakan zat yang dapat menangkap radikal bebas yang terbentuk dari pemberian karbon tetraklorida, sehingga serangkaian proses terjadinya perlemakan hati dapat terhambat. Hal inilah yang menjadikan kemungkinan bahwa S. mahagoni dapat memiliki peran sebagai hepatoprotektor.

(37)

hari pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida yang ditunjukan dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus.

H. Hipotesis

(38)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variasi waktu pemberian infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB pada tikus galur Wistar diinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung

Penurunan kadar ALT-AST pada serum tikus galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorid setelah pemberian infusa daun S. mahagoni.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

(39)

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali berupa kondisi patologis hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Infusa daun S. mahagoni

Infusa daun S. mahagoni didapatkan dengan cara menginfudasi sebanyak 10,0 g serbuk kering daun S. mahagoni dalam 70 ml aquades dan dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit.

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan infusa daun S. mahagoni terhadap penurunan kadar ALT-AST tikus jantan Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa daun S. mahagoni.

c. Lama optimum

Lama optimum adalah waktu yang dibutuhkan infusa daun S. mahagoni secara berturut-turut sebagai hepatoprotektif dengan % proteksi berdasarkan aktivitas ALT di hati yang paling mendekati 100%.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

(40)

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun S. mahagoni yang diperoleh dari lingkungan kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada 11 November 2013.

2. Bahan kimia

a. Reagen ALT

Reagen serum yang digunakan dalam penelitian ini berupa reagen ALT DiaSys dengan komposisi dan konsentrasi sebagai berikut.

Komposisi pH Konsentrasi

R1: TRIS 7,15 140 mmol/L

L-alanine 700 mmol/L

LDH (lactate dehydrogenase)

≥ 2300 U/L

R2: 2-oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phosphate FS :

Good’s buffer 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

b. Reagen serum berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah reagen AST DiaSys dengan komposisi dan konsentrasi sebagai berikut.

Komposisi pH Konsentrasi

R1: TRIS 7,65 110 mmol/L

R2: 2-oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phosphate FS :

(41)

c. Senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida, diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Pelarut hepatotoksin yang digunakan berupa olive oil (Berio®) yang diperoleh dari Superindo Yogyakarta.

e. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil (Berio®) yang diperoleh dari Superindo Yogyakarta.

f. Pelarut yang digunakan untuk infusa, yaitu aquades dan akan digunakan sebagai kontrol negatif yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. g. Blanko pengukuran aktivitas ALT dan AST yang digunakan adalah

aquabidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

1. Alat pembuatan infusa daun S. mahagoni

Alat-alat yang digunakan, yaitu panci infundasi, termometer, gelas ukur, beaker glass, cawan porselen, batang pengaduk, kompor listrik, timbangan analitik, kain flanel, labu ukur, stopwatch.

2. Alat pengukur kadar ALT-AST serum

(42)

per oral dan syringe 5 cc Terumo®, spuit i.p. dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, stopwatch.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Tanaman S. mahagoni dilakukan determinasi dengan cara mencocokan ciri-ciri tanaman S. mahagoni dengan buku acuan Flora of Java. Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Farmakognosi-Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Pengumpulan bahan uji yang dilakukan berupa daun S. mahagoni yang masih segar dan berwarna hijau, dari lingkungan sekitar Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada 11 November 2013.

3. Pembuatan serbuk daun S. mahagoni

Pembuatan serbuk dilakukan dengan cara daun S. mahagoni dicuci hingga bersih, kemudian dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu 50oC. Setelah daun kering, kemudian dilakukan penghalusan daun dan lakukan pengayakan.

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni

(43)

sebelum pemanasan (bobot A), lalu dilakukan pemanasan pada suhu 110°C. Serbuk kering daun S. mahagoni yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk daun S. mahagoni.

5. Pembuatan infusa daun S. mahagoni

Pembuatan infusa daun S. mahagoni dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 20%, dan jumlah pelarutnya ditambah dengan 2 kali jumlah serbuk yang digunakan. Serbuk kering daun S. mahagoni diambil sejumlah 10,0 g ditambahkan dengan 70,0 mL air. Campuran kemudian dipanaskan di atas heater dengan menggunakan panci infundasi pada suhu 90oC selama 15 menit. Waktu 15 menit terhitung saat suhu pada campuran telah mencapai 90oC, setelah 15 menit kemudian dilakukan penyaringan. Jika air yang diperoleh kurang, maka air dapat ditambahkan selagi panas melalui ampas rebusan hingga volume infusa yang diinginkan tercapai.

6. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni

(44)

hingga 10 mL menggunakan labu takar. Pindahkan ke dalam kuvet, lakukan penetapan serapan pada panjang gelombang 510 nm.

Pembuatan sampel infusa daun S. mahagoni, dengan membuat infusa dengan konsentrasi 20%, kemudian diambil 2 mL, tambahkan 0,3 ml natrium nitrit 5%. Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, tambahkan 2 mL natrium hidroksida 1 M, add dengan aquades hingga 10 mL menggunakan labu takar. Pindahkan ke dalam kuvet, lakukan penetapan serapan pada panjang gelombang 510 nm.

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Pembuatan larutan karbon tetraklorida berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dengan konsentrasi 50% dan perbandingan antara volume karbon tetraklorida dengan pelarut (olive oil) sebesar 1:1.

8. Uji pendahuluan

a. Penentuan dosis hepatotoksin

Karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin, di mana pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), dosis karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati pada tikus galur Wistar adalah 2 ml/kg BB. Dosis ini mampu merusak sel-sel hati pada tikus jantan yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST namun tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

(45)

48, dan 72 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Pada setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji dan pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.

Aktivitas ALT pada tikus yang diinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 2 mL/KgBB mencapai kadar maksimal pada jam ke–24 setelah pemberian dan mulai menurun pada jam ke–48 (Janakat dan Al-Merie, 2002).

9. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni

Dosis infusa daun S. mahagoni yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan bersamaan dengan penelitian ini oleh Avista (2014), dan diperoleh dengan dosis pemberian 5 g/KgBB dari infusa daun S. mahagoni sebanyak sekali sehari selama enam hari berturut-turut mampu memberikan efek hepatoprotektif yang optimum. Penetapan dosis dilakukan dengan menggunakan bobot tikus yang diasumsikan sebesar 200 g dan pemberian cairan secara per oral sebanyak 5 ml dengan konsentrasi yang digunakan sebesar 20%. Maka penetapan dosis infusa daun S. mahagoni adalah sebagai berikut:

D x BB = C x V

D x 0,2 kg BB = 20g /100 ml x 5 ml D = 5 g/kg BB

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

(46)

a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida: olive oil (1:1) dosis 2 mL/KgBB secara i.p.

b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/KgBB secara i.p.

c. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. d. Kelompok IV (kontrol pelarut infusa) diberi aquades dengan dosis 25

mL/KgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut. e. Kelompok V (kelompok perlakuan selama satu hari) diberi infusa daun

S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB secara per oral sekali sehari selama satu hari.

f. Kelompok VI (kelompok perlakuan selama tiga hari) diberi infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB secara per oral sekali sehari selama tiga hari berturut-turut.

g. Kelompok VII (kelompok perlakuan selama enam hari) diberi infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.

(47)

11. Pembuatan serum

Dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung dalam tabung eppendrof dan didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8000 rpm, kemudian dipisahkan bagian supernatannya.

12. Pengukuran aktivitas ALT-AST

Micro vitalab 200 merupakan alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT-AST pada serum hewan uji. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat dilakukan validasi terlebih dahulu dengan menggunakan control serum Cobas. Range nilai ALT dan AST kontrol serum Cobas sebesar 33,9-48,9 U/L.

Pengukuran ALT dilakukan dengan mencampur sebanyak 100 μl

serum dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan

selama 2 menit, lalu dicampur dengan 250 μl reagen II, divortex selama 5

detik dan serapannya dibaca setelah 1 menit.

Pengukuran aktivitas AST dengan mencampur 100 μl serum dengan

1000 μl reagen I, lalu divortex selama 5 detik, diamkan selama 2 menit,

campur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5 detik dan

dibaca serapan setelah 1 menit.

(48)

F. Analisis Hasil

Data aktivitas ALT-AST diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui seberapa besar distribusi data per kelompok hewan uji. Bila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan sebesar 95% untuk mengetahui perbedaan pada masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji Scheffe untuk melihat seberapa besar perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.

Perhitungan persen efek hepatopartotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus :

(purata ALT CCl4– purata ALT olive oil) – (purata ALT perlakuan – purata ALT olive oil)

(purata ALT CCl4– purata ALT olive oil)

(Putri, 2013).

(49)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S. mahagoni pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida, serta menentukan waktu pemberian optimum dengan pemberian satu, tiga dan enam hari. Dilakukanlah serangkaian pengujian guna mengetahui serta membuktikan hal tersebut.

A. Penyiapan Bahan

1. Hasil determinasi daun S. mahagoni

Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini berupa serbuk daun S. mahagoni. Tujuan dilakukannya determinasi daun S. mahagoni pada penelitian ini

untuk membuktikan bahwa daun yang digunakan sebagai bahan uji memang benar berasal dari tanaman S. mahagoni. Determinasi daun dilakukan oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bagian tanaman yang dikumpulkan untuk mendeterminasi, yaitu bagian daun, dan buah dan disesuaikan menggunakan buku acuan. Hasil dari determinasi membuktikan bahwa daun tersebut benar merupakan daun S. mahagoni.

2. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni

(50)

Penetapan kadar air dilakukan oleh LPPT Univeritas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan hasil kadar air dalam serbuk daun S. mahagoni sebesar 6,68 % (hasil terlampir), dan hal ini menunjukkan bahwa serbuk daun dari tanaman S. mahagoni telah memenuhi persyaratan kadar serbuk yang baik, yang mana syarat

serbuk yang baik kadar air yang dimiliki kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

3. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni

Tujuan dilakukannya penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni agar mengetahui adanya kandungan flavonoid yang digunakan sebagai

standarisasi bahan uji, dimana bahan uji yang digunakan pada penelitian ini, yaitu serbuk kering daun S. mahagoni dan teknik penyarian yang digunakan berupa infundasi. Penetapan kandungan flavonoid dalam infusa daun S. mahagoni dilakukan oleh LPPT Univeritas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan hasil kandungan flavonoid dalam infusa daun S. mahagoni dengan konsentrasi 20% diperoleh sebesar 61,66 ppm (hasil terlampir).

B. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

(51)

karbon tetraklorida yang digunakan sebesar 2 mL/KgBB yang mengacu pada penelitian dari Janakat dan Al-Merie (2002) serta penelitian dari Putri (2013) yang menunjukkan adanya efek hepatotoksik pada penggunaan dosis ini.

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ini dilakukan untuk memperoleh informasi waktu karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB mampu memberikan hepatotoksik maksimal. Efeknya dapat dilihat dari terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT dan AST setelah diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB. Karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB diujikan pada hewan uji, yaitu tikus jantan dan setelahnya dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis pada jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72. Hasil dari pengujian ini berupa data aktivitas ALT yang didukung dengan aktivitas AST seperti yang ditunjukan pada Tabel I. dan diagram batang dari hasil pengukuran ALT (Gambar 3.) serta aktivitas AST (Gambar 4.).

Tabel I. Rata-rata aktivitas ALT dan AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72

Waktu pencuplikan jam

(52)

Way ANOVA) dengan signifikansi yang diperoleh sebesar 0,208 (p˃0,05) yang merupakan penanda bahwa variansi data yang diperoleh adalah homogen. Pengujian dilanjutklan dengan uji Scheffe yang digunakan untuk melihat kebermaknaan data yang diperoleh, data tersaji dalam Tabel. II

Gambar 3. Diagram batang hasil pengukuran ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke- 0, 24, 48, dan jam

ke-72

Tabel. II. Hasil uji Scheffe ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke- 0, 24, 48, dan jam ke-72

Waktu

(53)

Hasil uji Scheffe dari aktivitas ALT ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas ALT jam ke-24 dengan semua jam, yaitu jam ke-0, jam ke-48 serta jam ke-72, yang mana aktivitas ALT pada jam ke-0 sebesar 65,0 ± 6,5 U/L dan pada jam ke-24 sebesar 203,8 ± 5,9 U/L (Tabel. I). Terjadinya peningkatan ALT mencapai tiga kali lipat terhadap kontrol menurut Zimmerman (1999) dapat menyebabkan steatosis. Terdapat perbedaan tidak bermakna antara aktivitas ALT pada jam ke-0 dengan jam 48 dan 72, yang menunjukkan bahwa aktivitas ALT telah kembali normal pada jam ke-48 dan 72. Purata aktivitas ALT pada jam ke-48 sebesar 79,4 ± 4,4 U/L dan pada jam ke-72 sebesar 54,0 ± 2,2 U/L.

Selain melakukan pengukuran terhadap ALT, dilakukan pula pengukuran terhadap aktivitas AST sebagai data pendukung. Aktivitas AST yang didapat dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan signifikansi p˃0,05 diperoleh aktivitas AST jam ke-0, 24, 48, dan 72 secara berurutan sebesar 0,925, 0,992, 0,972 dan 0,990 yang kesemuanya nilai p˃0,05. Analisis dilanjutkan

dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan signifikansi yang diperoleh sebesar 0,038 (p˂0,05) yang merupakan penanda bahwa variansi data

yang diperoleh tidak homogen. Pengujian selanjutnya yang dilakukan setelah diperoleh variansi data tidak homogen berupa uji Kruskal-Wallis yang diperoleh signifikansi sebesar 0,001 (p˂0,05), kemudian analisis data dilanjutkan dengan uji

(54)

Tabel. III. Hasil uji Mann-Whitney AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke- 0, 24, 48, dan jam ke-72

Waktu pencuplikan

Jam ke-0

Jam ke-24

Jam ke-48

Jam ke-72

0 - B B TB

24 B - B B

48 B B - B

72 TB B B -

Ket: B = berbeda bermakna (p˂0,05), TB = berbeda tidak bermakna (p˃0,05)

Gambar 4. Diagram batang orientasi aktivitas AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48,

dan jam ke-72

(55)

Hasil uji Mann-Whitney dari aktivitas AST ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas AST jam ke-0 dengan jam ke-24 serta 48, namun antara aktivitas AST jam ke-0 dengan jam ke-72 terdapat aktivitas yang berbeda tidak bermakna. Aktivitas AST pada jam ke-0 sebesar 94,4 ± 4,5 U/L, jam ke-24 sebesar 493,4 ± 7,4 U/L, jam ke- 48 sebesar 194,2 ± 10,5 U/L, dan pada jam ke-72 sebesar 103,8 ± 1,7 U/L (Tabel. I). Terjadinya peningkatan AST mencapai empat kali lipat terhadap kontrol menurut Zimmerman (1999) merupakan peningkatan AST yang dapat menyebabkan steatosis. Data yang diperoleh pada jam ke-24 yang sebesar 493,4 ± 7,4 U/L nilainya jauh lebih besar dari kelompok kontrol (jam ke-0) sebesar 94,4 ± 4,5 U/L. Terdapat kenaikan AST yang signifikan pada jam ke-24 ini sehingga digunakanlah jam ke-24 sebagai acuan untuk waktu pencuplikan darah pada perlakuan selanjutnya.

Pada jam ke-48 aktivitas AST sebesar 194,2 ± 10,5 U/L, dan hasil uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara jam ke-0 dengan

(56)

Data dan analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian karbon tetraklorida pada hewan uji dengan dosis 2 mL/KgBB memberikan efek toksik pada hati dengan efek hepatotoksik maksimal terjadi pada jam ke-24, dengan demikian hasil yang diperoleh ini dapat digunakan sebagai acuan waktu untuk pencuplikan darah hewan uji setelah diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada jam ke-24.

C. Pengaruh Lama Pemberian Infusa Daun S. mahagoni Dosis 5 g/KgBB

Sebagai Hepatoprotektor

Tujuan penelitian ini, yaitu membuktikan adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S. mahagoni dengan dosis 5 g/KgBB terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus diinduksi karbon tetraklorida, serta menentukan waktu pemberian optimumnya. Waktu pemberian yang digunakan, yaitu satu, tiga dan enam hari yang mengacu pada penelitian yang dilakukan Nugroho (2014). Dosis infusa daun S.mahagoni yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Avista (2014) dengan dosis optimum infusa daun S. mahagoni sebesar 5 g/KgBB yang diberi perlakuan sekali sehari selama enam hari.

(57)

Tabel. IV. Pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S. mahagoni terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas ALT-AST

Kelompok Perlakuan

II Kontrol negatif olive

oil 2 mL/KgBB 56,8 ± 1,7 107,4 ±5,5 - -

(58)

Tabel. V. Hasil analisis statistik uji Scheffe dari kebermaknaan ALT antar kelompok

(59)

Gambar 5. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif pemberian infusa

daun S. mahagoni terhadap hepatotoksisitas CCl4 pada aktivitas ALT

Gambar 6. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun S. mahagoni terhadap hepatotoksikan CCl4 pada aktivitas AST

U/L

(60)

Tabel. VI. Hasil analisis statistik uji Scheffe dari kebermaknaan AST antar kelompok

Ket: B = berbeda bermakna (p˂0,05), TB = berbeda tidak bermakna (p˃0,05)

1. Kontrol negatif (olive oil 2 mL/KgBB)

(61)

tetraklorida, bukan dari pelarut (olive oil) yang digunakan. Pemberian olive oil pada hewan uji sama dosisnya dengan dosis pemberian karbon tetraklorida sebesar 2 mL/KgBB, agar diketahui apakah dengan pemberian dosis yang sama akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas serum ALT-AST.

Data ALT yang diperoleh pada jam ke-0 sebesar 47 ± 1,8 U/L, jam ke-24 sebesar 56,8 ± 1,7 U/L, jam ke-48 sebesar 57,4 ± 2,9 U/L, jam ke-72 sebesar 57,6 ± 1,9 U/L (Tabel VII.). Data AST yang diperoleh jam ke-0 sebesar 93,8 ± 3,3 U/L, jam ke-24 sebesar 107,4 ± 5,5 U/L, jam ke-48 sebesar 107,2 ± 3,5 U/L, jam ke-72 sebesar 100 ± 5,8 U/L (Tabel VII.). Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan signifikansi p˃0,05 diperoleh aktivitas ALT jam ke-0, 24, 48, dan 72 secara berurutan adalah 0,789, 0,968, 0,731, dan 0,323 yang kesemuanya nilai p˃0,05 (distribusi normal). Analisis

dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan signifikansi yang diperoleh sebesar 0,245 (p˃0,05) yang merupakan penanda bahwa variansi

data yang diperoleh adalah homogen. Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan uji Scheffe yang digunakan untuk melihat kebermaknaan data yang diperoleh, data tersaji dalam Tabel VII.

Data AST yang didapat dianalisis dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan signifikansi p˃0,05 diperoleh aktivitas AST jam ke-0, 24, 48, dan 72 secara berurutan adalah 0,943, 0,862, 0,971, dan 0,988 yang kesemuanya nilai p˃0,05 (distribusi normal). Analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One

(62)

Selanjutnya, dilakukan uji Scheffe untuk melihat kebermaknaan data yang diperoleh, data tersaji dalam Tabel VII.

Berdasarkan data dan analisis data yang telah dilakukan terhadap aktivitas ALT-AST hewan uji setelah dilakukan pemberian olive oil dengan dosis 2 mL/KgBB menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ALT-AST, namun kenaikan tersebut masih dalam batas normal menurut Yu-hua, Chun-lie, Jia-jun, Jie, Xin-chun dan Wen-ling (2004), aktivitas normal ALT sebesar 47,3 – 62,1 U/L, serta AST sebesar 92,1 – 178,3 U/L dan dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian olive oil dosis 2 mL/KgBB tidak menyebabkan terjadinya hepatotoksik.

Tabel. VII. Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan 24 pada aktivitas serum ALT-AST (n=5)

(63)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata perbandingan ALT kontrol olive oil jam ke-0, 24, 48, dan ke-72

Gambar 8. Diagram batang rata-rata perbandingan AST kontrol olive oil jam ke-0, 24, 48, dan jam ke-72

U/L

(64)

2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2 mL/KgBB)

Dilakukannya pengujian ini untuk mengetahui pengaruh yang diberikan pada aktivitas ALT dan AST tikus akibat penginduksian karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida yang diberikan dengan dosis 2 mL/KgBB secara intraperitonial, dan dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata 24 jam setelah diinduksi karbon tetraklorida. Hasil pengujian ini tercantum pada Tabel IV., yaitu aktivitas ALT sebesar 203,8 ± 5,9 U/L, dan aktivitas AST sebesar 493,4 ± 7,4 U/L. Hasil ini memberikan perbedaan bermakna (p˃0,05) terhadap kontrol negatif olive oil dosis 2 mL/KgBB (Tabel V. dan Tabel VI.) baik untuk ALT maupun AST yang menandakan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB mampu memberikan efek hepatotoksik pada hewan uji.

3. Kontrol perlakuan (infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB)

Kontrol perlakuan infusa daun S. mahagoni dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh yang diberikan dari pemberian infusa daun S. mahagoni terhadap aktivitas ALT maupun AST tikus tanpa diinduksi karbon tetraklorida. Sebanyak 5 g/KgBB infusa daun S. mahagoni diberikan peroral pada tikus sekali sehari selama enam hari. Hari selanjutnya dilakuan pengambilan darah tikus melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan pengukuran aktivitas ALT-AST.

(65)

perbedaan tidak bermakna antara ALT olive oil dengan ALT pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB (p˃0,05), sedangkan untuk AST menunjukkan adanya perbedaan tidak bermakna pula antara kedua kelompok perlakuan (p˃0,05).

Berdasarkan data dan analisis data yang dilakukan, maka dapat diketahui bahwa dengan pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB tidak memberikan dampak kerusakan hati pada hewan uji.

4. Kontrol pelarut infusa (aquades dosis 25 mL/KgBB)

Kontrol pelarut infusa dilakukan untuk mengetahui apakah aquades yang digunakan dalam pembuatan infusa memiliki potensi dalam memproteksi hati, yang ditunjukkan dari aktivitas ALT dan AST. Hewan uji diberi perlakuan aquades sekali sehari selama enam hari berturut-turut dengan dosis 25 mL/KgBB peroral, pada hari berikutnya (jam ke-24) hewan uji diinduksi dengan karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB, hari selanjutnya dilakukan pencuplikan darah hewan uji melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan pengukuran aktivitas ALT dan AST.

Hasil pengukuran aktivitas ALT kelompok kontrol pelarut infusa (aquadest dosis 25 mL/KgBB) sebesar 196,6 ± 4,4 U/L (Tabel IV.), dan aktivitas AST sebesar 491,6 ± 9,1 U/L. Hasil analisis statistik untuk aktivitas ALT dari kontrol aquades bila dibandingkan dengan ALT hepatotoksin menunjukkan signifikansi sebesar 0.925 (p˃0,05), untuk signifikansi AST sebesar 1,000 (p˃0,05) yang artinya terdapat perbedaan tidak bermakna antar kedua kelompok

(66)

menunjukkan bahwa aquades yang digunakan dalam pembuatan infusa tidak memiliki potensi dalam memproteksi hati.

5. Kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB

Pada penelitian ini dilakukan pengujian efek hepatoprotektif yang diberikan dari pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB sebanyak sekali sehari selama satu, tiga dan enam hari berturut-turut. Hari berikutnya (jam ke-24) hewan uji diinduksi dengan karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB secara intraperitonial, dan hari selanjutnya dilakukan pencuplikan darah hewan uji melalui sinus orbitalis mata dan kemudian dilakukan pengukuran aktivitas ALT dan ASTnya.

Aktivitas ALT pada kelompok perlakuan satu hari sebesar 133,2 ± 2,9 U/L, dan aktivitas AST perlakuan satu hari sebesar 330,8 ± 8,5 U/L (Tabel IV.). Hasil analisis statistik untuk aktivitas ALT maupun AST menunjukkan signifikansi sebesar 0.000 (p˂0,05) yang artinya terdapat perbedaan bermakna

antara kelompok perlakuan satu hari bila dibandingkan dengan hepatotoksin karbon tetraklorida, baik untuk aktivitas ALT maupun AST. Hasil analisis statistik ini menunjukkan adanya penurunan dari aktivitas ALT maupun AST yang terjadi, namun aktivitasnya belum kembali normal.

(67)

olive oil. Hasil analisis statistik ini menunjukkan adanya penurunan dari aktivitas ALT maupun AST yang terjadi, namun aktivitasnya belum kembali normal.

Efek hepatoprotektif yang diberikan dari pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB pada kelompok perlakuan satu hari sebesar 48,0% untuk aktivitas ALT dan aktivitas AST sebesar 42,1% (Tabel IV.). Dapat disimpulkan, dari perlakuan satu hari infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB mampu memberikan efek hepatoprotektif pada tikus diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB.

Aktivitas ALT pada kelompok perlakuan tiga hari sebesar 95,2 ± 4,1 U/L, dan aktivitas AST pada perlakuan tiga hari sebesar 247,4 ± 11,9 U/L (Tabel IV.). Hasil analisis statistik untuk aktivitas ALT maupun AST menunjukkan signifikansi sebesar 0.000 (p˂0,05) yang artinya terdapat perbedaan bermakna

antara kelompok perlakuan tiga hari bila dibandingkan dengan hepatotoksin karbon tetraklorida bila dilihat dari aktivitas ALT maupun AST. Hasil analisis statistik ini menunjukkan adanya penurunan dari aktivitas ALT maupun AST yang terjadi, namun aktivitas ALT dan AST belum kembali normal.

(68)

aktivitas ALT maupun AST yang terjadi, namun aktivitasnya belum kembali pada keadaan normal.

Efek hepatoprotektif yang diberikan dari pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB pada kelompok perlakuan tiga hari sebesar 73,9% untuk aktivitas ALT dan sebesar 63,7% untuk aktivitas AST (Tabel IV.), sehingga dapat disimpulkan bahwa lama optimum perlakuan selama tiga hari infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB mampu memberikan efek hepatoprotektif.

Kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB yang diberikan sekali sehari selama enam hari berturut-turut memiliki aktivitas ALT sebesar 109,8 ± 3,3 U/L, dan aktivitas AST sebesar 272,4 ± 5,5 U/L (Tabel IV.). Hasil analisis statistik untuk aktivitas ALT dan AST menunjukkan signifikansi sebesar 0.000 (p˂0,05) yang artinya terdapat perbedaan bermakna

antara kelompok perlakuan enam hari bila dibandingkan dengan hepatotoksin karbon tetraklorida, dilihat dari aktivitas ALT dan AST. Hasil analisis statistik ini menunjukkan adanya penurunan dari aktivitas ALT maupun AST yang terjadi, namun aktivitasnya belum kembali normal.

(69)

Efek hepatoprotektif yang diberikan dari pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB pada kelompok perlakuan enam hari sebesar 63,9% untuk aktivitas ALT dan 57,25% untuk aktivitas AST (Tabel IV.). Dapat disimpulkan, dari perlakuan enam hari infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB mampu memberikan efek hepatoprotektif pada tikus diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB.

Perbandingan hasil analisis pada tiap-tiap kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakuan satu hari terhadap kelompok perlakuan tiga hari menunjukkan adanya perbedaan bermakna dengan signifikansi 0,000 (p˂0,05) untuk aktivitas ALT. Kelompok perlakuan satu hari dengan kelompok perlakuan enam hari menunjukkan adanya perbedaan bermakna dengan signifikansi 0,014 (p˂0,05) untuk aktivitas ALT. Kelompok perlakuan tiga hari bila dibandingkan

dengan kelompok perlakuan enam hari menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna dengan signifikansi 0,295 (p˃0,05), yang artinya bahwa

pemberian tiga hari dengan enam hari memiliki kemampuan yang sama dalam menurunkan aktivitas ALT.

(70)

pemberian selama enam hari. Pada pemberian selama tiga hari dari infusa daun S. mahagoni mampu untuk memproteksi hati dan diperlukan adanya akumulasi dari

flavonoid dengan pemberian selama tiga hari tersebut sehingga dapat memproteksi hati lebih optimal.

Adanya efek hepatoprotektif yang diberikan dari pemberian infusa daun S. mahagoni terhadap tikus diinduksi karbon tetraklorida, dimungkinkan karena adanya mekanisme kerja dari kandungan antioksidan yang terkandung dalam daun S. mahagoni. Kandungan antioksidan yang terkandung dalam daun S. mahagoni menangkap radikal bebas triklorometil (CCl3) yang merupakan metabolit reaktif

dari karbon tetraklorida, sehingga rangkaian proses-proses terjadinya steatosis pada hati dapat terhambat.

Kadar flavonoid dari infusa daun S. mahagoni yang terukur pada penelitian ini sangat kecil, sehingga hipotesis bahwa flavonoid yang memiliki efek sebagai hepatoprotektif bukanlah senyawa yang dapat menyebabkan efek hepatoprotektif tersebut, melainkan adanya komponen lain yang dapat memberikan efek hepatoprotektif yang terkandung dalam S. mahagoni. Senyawa antioksidan lain yang terkandung dalam S. mahagoni yang juga memiliki aktivitas antioksidan seperti flavonoid berupa tannin dan terpenoid.

(71)

struktural dari organ hati melalui hostologi. Perlu pula dilakukan penelitian tambahan dengan waktu pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB sekali sehari selama dua hari berturut-turut untuk melihat berapakah efek hepatoprotektif dari pemberian dua hari tersebut apakah lebih besar atau lebih kecil bila dibandingkan dengan pemberian selama tiga hari.

D. Rangkuman Pembahasan

Hasil penelitian praperlakuan infusa daun Swietenia mahagoni Jacq. Dengan melihat pengaruh dari lama pemberian selama satu hari, tiga hari dan enam hari dengan dosis 5 g/KgBB mampu memberikan penurunan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus jantan yang diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB. Hasil purata ALT pemberian satu hari sebesar 133,2 ± 2,9 U/L dan AST sebesar 330,8 ± 8,5 U/L dengan % hepatoprotektif ALT sebesar 48,0% dan AST sebesar 42,1%. Hasil purata ALT pemberian tiga hari sebesar 95,2 ± 4,1 U/L dan AST sebesar 247,4 ± 11,9 U/L dengan % hepatoprotektif ALT sebesar 73,9%, dan AST sebesar 63,7%. Hasil purata ALT pemberian enam hari sebesar 109,8 ± 3,3 U/L dan AST sebesar 272,4 ± 5,5 U/L dengan % hepatoprotektif ALT sebesar 63,9% dan AST sebesar 57,25%.

(72)

satu hari terhadap kelompok perlakuan tiga hari menunjukkan adanya perbedaan bermakna untuk aktivitas ALT. Kelompok perlakuan satu hari dengan kelompok perlakuan enam hari menunjukkan adanya perbedaan bermakna untuk aktivitas ALT. Kelompok perlakuan tiga hari bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan enam hari menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna dengan signifikansi 0,295 (p˃0,05), yang artinya bahwa pemberian tiga hari dengan enam

(73)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Lama praperlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB memberikan pengaruh efek hepatoprotektif serum tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB, % hepatoprotektif ALT pemberian satu hari 48,0% dan AST 42,1%, tiga hari ALT sebesar 73,9% dan AST sebesar 63,7%, dan enam hari ALT sebesar 63,9% dan AST sebesar 57,25%.

2. Lama optimum pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB dalam memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB selama tiga hari berturut-turut.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang :

1. Histopatologi setelah pemberian infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/KgBB selama tiga hari.

Gambar

Tabel I. Rata-rata aktivitas ALT dan AST tikus setelah induksi
Gambar 1. Struktur dasar lobulus hati ...................................................
Gambar 1. Struktur dasar lobulus hati  (Baradero, Dayrit, dan Siswadi,
Gambar 2. Mekanisme oksidasi dan biotransformasi karbon tetraklorida
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggunakn bahan/barang yang ditemukan di lingkungan tempat tinggal siswa. Melihat penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KIT IPA merupakan alat yang berguna

Ada pula tesis yang ditulis pada tahun 2007 oleh Rita Susanti, mahasiswa S2 Universitas Indonesia, yang berjudul Tindak Tutur Memohon Dalam Bahasa Jepang dan Faktor Sosial

Tahap ini peneliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan yakni menguraikan masalah yang sesuai dengan kenyataan. Seperti halnya yang dilakukan oleh

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian lapangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika pembebasan tanah dalam proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar dan

sebagai pedoman kerja yang telah dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia,

Peran Perempuan Paska Perceraian di GPM Jemaat Kategorial Lanud Pattimura dari Perspektif Konseling

AD\'IIRTISEMENT ON CUSTOMER SAVING DECISION AT BTN

Maka, perlu disiapkan sumber daya yang berkualitas dan unggul untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat untuk produktivitas yang lebih baik dan tanggung jawab sosial yang tinggi..