• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki beberapa cabang yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki beberapa cabang yaitu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1. Latar belakang masalah

Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki beberapa cabang yaitu fonologi, mofologi, sintaksis, pragmatik dan lain-lain. Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua dasawarsa silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah diteliti oleh ahli bahasa (Wijana, 1996). Kridalaksana (1993) mendefinisikan pragmatik sebagai aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Sedangkan Henry Guntur Tarigan dalam Pengajaran Pragmatik menjelaskan bahwa pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performasi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran/interpretasi.

Salah satu teori yang dikaji dalam pragmatik adalah teori tindak tutur (speech act). Teori tindak tutur mengatakan bahwa setiap tuturan mengandung tindakan (Austin, 1962; Searle, 1969). Finnegan melalui Amelia membagi tindak tutur menjadi enam tipe meliputi representative (misalnya membuat tuntutan, hipotesa, medeskripsikan, menyarankan) commissives (seperti berjanji, mengancam), directive (misalnya memerintah, meminta, mengajak), declarations (contohnya menyatakan, membaptis, menikahkan, menanamkan) expressive (memberi salam, meminta maaf, memberi selamat, berterima kasih)

(2)

dan verdictives (misalnya mengatur, menilai, mengampuni). Mengajak dapat dikategorikan sebagai bentuk perluasan dari permintaan. Tindak tutur mengajak mengandung daya ilokusioner, yaitu berusaha membuat petutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Oleh karena itu, tindak tutur mengajak dikategorikan sebagai tindakan yang kemungkinan akan mengancam ‘muka’ petutur atau face-threatening acts (FTAs) (Brown dan Levinson, 1987). Diperlukan adanya strategi dalam membuat tuturan ajakan sehingga penutur dapat menjaga muka petutur.

Pada kenyataannya, manusia tidak hanya menguasai satu bahasa saja untuk berhubungan dengan suatu masyarakat karena pada masyarakat terbuka yang anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain akan terjadi apa yang disebut kontak bahasa (Chaer, 2007). Saat ini banyak masyarakat Indonesia yang mempelajari bahasa Jepang sebagai bahasa asing. Bahasa Jepang dan bahasa Indonesia memiliki banyak perbedaan dari struktur bahasa. Saat mempelajari bahasa Jepang, akan dipelajari pula pola-pola kalimat yang berhubungan dengan tindak tutur seperti meminta, mengajak, menolak, berterima kasih dan lain-lain. Namun tidak hanya pola-pola kalimat saja yang perlu diketahui untuk membuat tuturan dalam bahasa Jepang. Perlu juga diketahui latar belakang budaya dan sosial masyarakat Jepang karena kedua hal tersebut juga mempengaruhi dalam membuat tuturan dalam bahasa Jepang. Bahasa Jepang juga dikenal adanya tingkat tutur yaitu Keigo. Tingkat tutur dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan Keigo yang pada umumnya terbagi menjadi Sonkeigo, Kenjoogo dan Teineigo (Eman Suherman, Tingkat

(3)

Tutur bahasa Jepang dan bahasa Jawa) yang mengalami perubahan berdasarkan pada usia dan keakbraban penutur dan petutur. Tingkat tutur keigo digunakan kepada orang yang berstatus sosial lebih tinggi atau kepada orang yang lebih tua dari penutur. Tingkat tutur bentuk biasa digunakan kepada teman sebaya/akrab atau kepada yang lebih muda daripada penutur. Ketrampilan dan cara penggunaan tingkat tutur tersebut merupakan strategi kesantunan.

Terkadang pembelajar bahasa Jepang mengalami kendala saat mengungkapkan ajakan dalam bahasa Jepang. Penulis pernah menjumpai kasus seorang pembelajar bahasa Jepang mengajak penutur asli bahasa Jepang ke sebuah acara formal, namun pemilihan strategi penutur kurang tepat padahal penutur adalah mahasiswa sedangkan petutur adalah guru yang usianya jauh lebih tua, sehingga ajakan itu terdengar kurang sopan. Selain strategi tindak tutur, hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah tentang kesopanan dalam bertutur. Sopan santun diperlukan dalam berbicara agar tercipta komunikasi yang harmonis. Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). (Wijana, 1996:55). Dari hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dalam berkomunikasi yang perlu diperhatikan selain strategi linguistik adalah strategi kesopanan agar tercipta komunikasi yang baik antara penutur dan petutur.

Indonesia dan Jepang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Hal itu juga dapat mempengaruhi penutur dalam memilih strategi mengajak. Berikut ini adalah contoh tuturan yang menggambarkan perbedaan bentuk tuturan

(4)

mengajak oleh penutur penutur bahasa Jepang (PBJ) dan bahasa Indonesia (PBI).

Konteks :Anda mengajak dosen pembimbing klub tenis yang Anda kenal untuk pergi karaoke

Penutur Bahasa Jepang

Watanabe sensei, itsumo osewani natte orimasu. Kyou no bukatsu ga owatta ato ni, membaa to ikaraoke ni iku yotei nano desuga, sensei no go-guai ga yoroshikereba isshoni ikagadeshouka.

Pak Watanabe, maaf selalu merepotkan Anda. Setelah selesai klub hari ini, (saya) dan anggota lain berencana untuk pergi karaoke, jika waktu Anda memungkinkan, bagaimana kalau Anda pergi bersama?

Penutur Bahasa Indonesia

Pak, habis latihan ini kita mau karaoke, Bapak ikut yuk.. refreshing. Nyanyi-nyanyi lagu nostalgia.

Dalam tindak tutur bahasa Jepang, jika dilihat secara struktur tutur1, PBJ menggunakan tindakan pendukung yang terdiri dari tuturan pembuka yang ditandai dengan “Watanabe sensei, itsumo osewani natte orimasu.” Tuturan untuk masuk ke topik pembicaraan dari kalimat “Kyou no bukatsu ga owatta ato ni, membaa to ikaraoke ni iku yotei nano desuga”. Kemudian tuturan perhatian kepada petutur yang dilihat dari kalimat “sensei no go-guai ga yoroshikereba”. Sedangkan untuk tindakan pokok, penutur menggunakan bentuk “isshoni ikagadeshouka”. Tindak tutur pendukung yang memperhatikan

1Struktur sebuah tuturan permintaan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu elemen inti (the core

request) dan beberapa elemen pendukung (peripheral elements). Blum-Kulka (1989) menyebutkan elemen inti ini sebagai head acts elemen pendukung sebagai supportives moves.

(5)

petutur dapat mengurangi paksaan kepada petutur. Selain itu, PBJ juga memilih strategi ajakan dengan cara bertanya yang minim paksaan.

Berbeda halnya dengan tindak tutur bahasa Indonesia, PBI menggunakan tindakan pendukung berupa tuturan masuk ke inti pembicaraan yaitu “Pak, habis ini kami mau karaoke.” Dilanjutkan dengan tuturan ini “Bapak ikut yuk.” Dan ditutup dengan tuturan pendukung “Refreshing. Nyanyi-nyanyi lagu nostalgia”. PBI memilih strategi ajakan dengan kalimat imperatif secara langsung. Kunjana menyatakan orang yang terlalu langsung dalam menyampaikan maksud tuturannya akan dianggap sebagai orang yang tidak santun dalam bertutur. PBI juga menggunakan kata tidak baku yaitu yuk. Pemilihan ragam informal ini berpeluang mengancam muka petutur. Dengan kata lain, tuturan PBI berpeluang dipandang sebagai tuturan permintaan yang tidak santun.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti perbedaan dan persamaan strategi ajakan dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Penelitian ini akan difokuskan pada perbandingan strategi ungkapan mengajak dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia yang memiliki konteks budaya dan sosial yang berbeda.

(6)

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tadi, penulis akan merumuskan masalah ke dalam bentuk pertanyaan yaitu:

1. Bagaimana strategi tindak tutur mengajak dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia?

2. Bagaimana perbedaan dan persamaan mengajak dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia?

1.3.Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengungkapan strategi kesopanan tindak tutur mengajak dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Diharapkan pula dari penelitian ini dapat dipaparkan perbedaan dan persamaan strategi kesopanan pengungkapan mengajak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Sedangkan tujuan praktis dari penelitian ini adalah membantu mempermudah pembelajar bahasa Indonesia dalam mempelajari bahasa Jepang, terutama dari segi pengungkapan tindak tutur ajakan. Melalui penelitian kontrastif ini, diharapkan para pembelajar bahasa Jepang tidak hanya mampu memahami ungkapan mengajak, tetapi juga mampu mengurangi kesalahan dalam mengungkapkan mengajak dalam bahasa Jepang saat berkomunikasi dengan penutur asli bahasa Jepang.

(7)

1.4. Ruang lingkup penelitian

Ungkapan mengajak dalam bahasa Jepang sangat beragam untuk masing-masing konteks dan media yang digunakan sehingga pada penelitian ini akan dibatasi pada tindak tutur mengajak oleh masyarakat akademik dan pada situasi yang telah ditentukan dari soal yang terdapat dalam angket. Analisis akan didasarkan pada data dari hasil angket yang akan disebarkan kepada 21 mahasiswa Jepang dan Indonesia.

1.5.Tinjauan pustaka

Penelitian yang membahas mengenai ungkapan mengajak dalam bahasa Jepang pernah dilakukan oleh Yoshikazu Kawaguchi, Kabaya Kouji dan Sakamoto Satoshi dalam karya ilmiah yang berjudul Taiguu Hyōgen Toshite no Sasoi pada tahun 2002. Kawaguchi dkk membahas beberapa aspek dalam ajakan. Pertama, ajakan merupakan bentuk ungkapan yang dapat membentuk, mempertahankan atau bahkan menguatkan hubungan sosial manusia. Kedua, dilihat dari tingkat kemungkinan diterima atau tidaknya sebuah ajakan, terdapat dua jenis ungkapan ajakan yaitu bentuk ‘-mashou’ dan ‘-masenka’. Ketiga, dilihat dari tingkat kemungkinan diterima atau tidaknya sebuah ajakan pula, ajakan dapat juga berupa bentuk permohonan dan tawaran.

Salah satu penelitian yang membahas mengenai mengajak dalam bahasa Inggris adalah tesis yang berjudul “Tindak tutur mengajak dalam bahasa Inggris” yang ditulis oleh Firqo Amelia pada tahun 2011. Dari hasil penelitian Firqo diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, tindak tutur mengajak dalam

(8)

bahasa Inggris dapat direalisasikan oleh penutur bahasa Inggris dalam satu sampai enam tindak tutur. Kedua, jenis tindak tutur mengajak dalam bahasa Inggris lebih banyak menggunakan tidak tutur tidak langsung daripada tindak tutur langsung. Hal ini dikarenakan untuk mencapai tujuan agar petutur dapat memenuhi ajakan, penutur akan berhati-hati dalam menyampaikan tuturan mengajaknya. Ketiga, jarak skala sosial, skala status dan skala formalitas sangat mempengaruhi realisasi tindak tutur mengajak dalam bahasa Inggris.

Terkait penelitian mengenai analisis kontrastif bahasa, terdapat karya ilmiah yang berjudul “Nikkei no kanyuu no sutoratejii ni Tsuite” yang ditulis oleh Jung Jae Eun. Penelitian ini membandingkan strategi tindak tutur mengajak oleh penutur asli bahasa Jepang dan penutur asli bahasa Korea. Jung menggunakan teori semantik untuk menganalisis wacana percakapan kemudian menggunakan teori dari Polly Szastrowski untuk mengklasifikasikan data yang diperoleh. Jung juga menggunakan teori Brown dan Levinson untuk menganalisis data melalui pendekatan strategi kesopanan. Dari hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa orang Korea lebih tegas dalam menyatakan ajakannya kepada lawan bicara, sedangkan orang Jepang lebih banyak menggunakan pertimbangan lawan dalam ungkapan ajakan seperti menanyakan lebih dahulu kondisi lawan bicara atau meminta maaf telah menyita waktu lawan bicara. Dari segi analisis strategi kesantunan, orang Jepang lebih banyak menggunakan strategi kesantunan negatif, sedangkan orang Korea lebih banyak menggunakan strategi kesantunan positif.

(9)

Ada pula tesis yang ditulis pada tahun 2007 oleh Rita Susanti, mahasiswa S2 Universitas Indonesia, yang berjudul Tindak Tutur Memohon Dalam Bahasa Jepang dan Faktor Sosial Budaya Dalam Skenario Drama Televisi Jepang Love Story Karya Eiko Kitagawa. Susanti meneliti faktor sosial budaya yang menentukan sebuah tuturan memohon bahasa Jepang diujarkan. Susanti menggunakan teori Anna Trosborg dengan didukung oleh teori Blum-Kulka dan Olshtain untuk strategi memohon. Selain itu juga Teori Kaneko Shiro untuk ragam ungkapan memohon dan didukung oleh teori Stefan Kaiser dan kawan-kawan. Penelitian ini akan menggunakan teori yang sama, yaitu teori memohon dari Anna Trosborg yang didukung oleh Blum-Kulka dan Olshtain, hanya saja dalam penelitian ini, teori memohon diturunkan menjadi teori mengajak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi tuturan sangat mempengaruhi tuturan memohon. Situasi tuturan mengadu oada keformalan dan ranah situasi yang terdiri atas akrab, ritual dan asing. Selian itu faktor yang mempengaruhi tuturan memohon bahasa Jepang adalah hubungan dengan petutur melalui pola interaksi masyarakat Jepang yang terdiri dari uchi mono, shitashii mono, dan soto mono. Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah status sosial, hubungan sosial dan usia penutur.

Penelitian lain yang menjadi tinjauan dari skripsi ini adalah tesis yang berjudul “Tindak Tutur Meminta oleh Pembelajar BIPA Dari Korea Kajian Pragmatik Bahasa Antara (Interlanguage Pragmatic)” yang ditulis Oleh Adista Nur Primantari pada tahun 2012 di Universitas Gadjah Mada. Tesis ini membandingkan tindak tutur meminta yang dibuat oleh penutur bahasa

(10)

Indonesia dan pembelajar BIPA orang Korea. Untuk melihat pola realisasi tindak tutur meminta dapat dilihat dari tiga bentuk yaitu variasi tuturnya, strategi bertutur dan struktur tuturnya. Strategi tutur yang dianalisis pada penelitian ini dilihat dari modus kalimat, cara yang digunakan dan tipe tuturan. Cara yang digunakan dalam bertutur pada tesis ini juga akan menjadi acuan penulis untuk mengelompokkan strategi mengajak yang ditemukan di luar teori Anna Trosborg pada skripsi ini.

Selain tulisan tersebut, belum ada tulisan yang membahas lebih dalam mengenai perbandingan tindak tutur mengajak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Yang dimaksud penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan merupakan paparan bahasa seperti apa adanya (Sudaryanto, 1988). Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993: 5-7).

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode sadap, yaitu melakukan penyebaran kuesioner berupa Tes Melengkapi Wacana (TMW). Nadar (2006) menyebutkan bahwa walaupun TMW mempunyai sejumlah kelemahan, ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan TMW. Kasper dan

(11)

Dahl via Nadar menyimpulkan bahwa TMW betul-betul sangat efektif untuk tujuan sebagai berikut : memperoleh data secara cepat dalam jumlah banyak; membuat tiruan dari ungkapan natural dalam situasi alami, mempelajari ungkapan-ungkapan tertentu yang sering dipakai oleh warga masyarakat secara wajar, memperoleh pemahaman kondisi budaya dan psikologis yang mungkin mempengaruhi ungkapan dan memastikan secara umum aneka bentuk ungkapan penolakan, maaf, perpisahan dan lain-lain dalam pikiran penuturnya. (Nadar : 16)

TMW akan dibagikan kepada mahasiswa Jepang dan mahasiswa Indonesia. Untuk mahasiswa Indonesia kuesioner akan ditulis dalam bahasa Indonesia, sedangkan untuk mahasiswa Jepang kuesioner akan ditulis dalam bahasa Jepang. Kuesioner ini disusun secara sistematis berdasarkan dua faktor sosial, yaitu dominasi (power) dan jarak (distance) yang merupakan variabel yang signifikan dalam menentukan bentuk tindak tutur (Brown and Levinson, 1987; Blum-Kulka et al., 1989 via Primantari).

Situasi yang dirancang dalam TMW dibuat menyerupai situasi dalam lingkungan kampus karena seluruh responden adalah mahasiswa. Situasi tersebut misalnya mengajak makan teman, mengajak dosen menonton pertunjukan dan lain sebagainya.

Tabel 1 Rancangan Situasi dalam TMW

No. Situasi Deskripsi Situasi

1. Situasi 1. Dosen (+D, +J)

Anda mengajak dosen bahasa Inggris Anda untuk ikut menonton pertunjukan seni

(12)

2. Situasi 7 Junior (-D,+J)

Anda mengajak murid baru yang tidak Anda kenal untuk bergabung dalam tim basket

3. Situasi 2. Teman sekelas (=D,+J)

Anda mengajak teman sekelas yang tidak akrab untuk makan siang bersama

4. Situasi 3. Senior (-D, -J)

Anda mengajak senior yang akrab untuk ikut ke pertunjukan musik

5. Situasi 4. Junior (-D, -J)

Anda mengajak adik kelas yang akrab untuk berlibur ke pantai

6. Situasi 5. Dosen (+D,-J)

Anda mengajak dosen yang akrab untuk pergi karaoke

7. Situasi 6. Senior (+D,+J)

Anda mengajak senior yang tidak akrab untuk mengikuti acara seminar

8. Situasi 8 Senior (=D, -J)

Anda mengajak teman seasrama Anda yang akrab untuk menonton film

Setelah data terkumpul tahap selanjutnya adalah tahap analisis data. Dalam penelitian ini digunakan metode padan pragmatis. Analisis pragmatik digunakan untuk menemukan maksud penutur yang diekspresikan baik secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan. Untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah pertama, peneliti mengklasifikasikan tindak tutur ajakan berdasarkan teori strategi mengajak yang diungkapkan oleh Anna Trosborg.

Terakhir adalah tahap penyajian data. Data akan disajikan secara formal dan informal. Secara formal, hasil penelitian akan dikemukakan dengan bagan, tabel,

(13)

dan lambang informal sedangkan secara infromal hasil penelitian akan dibahas secara deskriptif.

1.7.Sistematika Penyajian

Dalam rencana penulisan skripsi ini terbagi menjadi empat bab yang terdiri dari: Bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penyajian. Bab II landasan teori terdiri atas teori pragmatik, teori tindak tutur, teori mengajak, strategi mengajak dan teori analisis kontrastif. Bab III merupakan pembahasan realisasi strategi tuturan mengajak dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia serta persamaan dan perbedaan strategi mengajak dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. BAB IV merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan yang diikuti daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Referensi

Dokumen terkait

Nama Lelang Belanja Jasa Konsultasi Dokumen Lingkungan Sirkuit Road Race Kec.Ma Sabak Barat Satuan Kerja DINAS PARIWISATA, KEBUDAYAAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA. Kategori

2.2.5.2.2 Steel pipe may be used as tubular structural members provided it complies with ASTM A139, grade B; ASTM A53 type E or S, grade B; or API 5L, grade B; and provided the

Sehubungan dengan hasil evaluasi terhadap dokumen kualifikasi yang saudara ajukan pada paket pekerjaan Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Kantor Pengadilan Tingi Jayapura

Batas luar Peta Blok dari PBB sangat berbeda dengan dari Citra, karena peta dasar yang digunakan PBB terlalu tua, sedang wilayah pantai sudah berubah. Peta

core group in OGC that deals with Geo Linked Data (this is the primary PoC working group from which the OGC SDWWG will be formed. This sub-group will have the same individuals as

Hasil Tes dengan Nilai Rata-rata Sebelum T skor .... Nilai Rata-rata Setelah Standarisasi dengan T skor

kegiatan usaha debitur rentan terhadap terjadinya penurunan kegiatan ekonomi dan dalam waktu yang sama tingkat suku bunga mengalami kenaikan yang tinggi. Penurunan kegiatan

SEGMEN BERITA REPORTER C Pesona gunung batur di