• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

C. Tanaman Ageratum conyzoides L

6. Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Ageratum

Ageratum conyzoides L. :

a. Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa

ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1995). Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae. Selain itu, flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, dan air (Markham, 1988).

Menurut Dinata (2009) flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat insektisida. Flavonoid menyerang bagian syaraf pada beberapa organ vital serangga sehingga timbul suatu perlemahan syaraf, seperti pernapasan dan menimbulkan kematian. Flavonoid juga dapat menghambat daya makan serangga (antifeedant). Bila senyawa ini masuk dalam tubuh serangga, maka alat pencernaannya akan terganggu. Senyawa ini juga bekerja dengan menghambat reseptor perasa pada daerah mulut serangga. Hal ini mengakibatkan serangga gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akibatnya serangga mati kelaparan.

b. Alkaloid

Menurut Harbone (1996) alkaloid sekitar 5500 telah diketahui merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid

mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Sedangkan, menurut Sjamsul Arifin Achmad (1986) alkaloid adalah golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam. Sebagian besar alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luar dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang biasanya bersifat basa. Sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Definisi tentang alkaloid harus dibatasi karena asam amino, peptida dan nukleotida bukanlah suatu alkaloid.

Bagi tumbuhan, alkaloid berfungsi sebagai senyawa racun yang melindungi tumbuhan dari serangga atau herbivora (hama dan penyakit), pengatur tumbuh atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion (Sudarma, 2014). Umumnya alkaloid merupakan senyawa padat, berbentuk kristal, tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit. Menurut Harborne (1996) alkaloid umumnya tidak ditemukan pada gymnospermaae, paku-pakuan, lumut dan tumbuhan rendah lainnya. Alkaloid juga mampu menghambat pertumbuhan serangga, terutama tiga hormon utama dalam serangga yaitu hormon otak (brain hormone), hormon edikson, dan hormon pertumbuhan (juvenile hormone). Tidak berkembangnya hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorphosis.

Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit dari tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10 –

15 %. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al., 1994). Berdasarkan penelitian Janzen et.al (1977) pada konsentrasi 0,1% alkaloid telah bersifat toksik dan berpengaruh secara farmakologi terhadap hewan.

c. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah mupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah (Harborne, 1996).

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam saluran pencernaan makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi sebagai perkusor hormon edikson, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh serangga akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit (moulting) pada serangga. Saponin memiliki efek lain menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus larva menjadi korosif (Aminah dkk., 2001). Menurut Marfu’ah (2005) saponin dapat merusak sistem saraf hama, efeknya nafsu makan hilang. Hal tersebut menyebabkan hama kurang makan dan akhirnya mati.

d. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Properti minyak atsiri berhubungan dengan senyawa yang dikandungnya terutama dari golongan terpen, alkohol, aldehid, dan fenol seperti karvakrol, eugenol, timol, sinamaldehid, asam sinamat, dan perilaldehid (Burt, 2007). Selain itu, Rodriguez & Levin (1975) dalam Sukandar dkk., (2007:1) mengemukakan bahwa minyak atsiri memiliki pengaruh sebagai penarik, atau sebagai insektisida pada serangga.

Menurut Sudaryani dan Sugiharti (1998) pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi, yaitu: (1) membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, (2) mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan (3) sebagai cadangan makanan bagi tanaman.

Menurut Hartati (2012) minyak atsiri juga mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi produk-produk derivat lainnya seperti pestisida. Pengembangan produk-produk derivat dari minyak atsiri diharapkan dapat mengurangi atau menggantikan produk-produk yang berasal dari bahan kimia sintetik.

7. Potensi Tanaman Ageratum conyzoides L. sebagai Insektisida Nabati Seperti halnya tanaman beracun lainnya, babadotan juga memiliki kemampuan sebagai insektisida nabati (racun serangga), karena dalam daun dan bunga babadotan terkandung senyawa penting atau senyawa

metabolit yang bersifat sebagai insektisida seperti alkaloid, flavonoid, kumarin, saponin, polifenol, dan minyak atsiri (Kardinan, 2004).

Menurut Agromedia (2008) herba bandotan mengandung asam amino, organacid, pectic substance, minyak atsiri, kumarin, ageratochromene, friedelin, β-sitosterol, stigmasterol, tanin, sulfur, dan pottasium kloida.

Menurut Badan POM RI (2008) daun dan bunga Ageratum conyzoides mengandung saponin, flavonoid, terpen dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri.

Samsudin (2008) menyatakan bahwa babadotan (Ageratum conyzoides L.) memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai insektisida dan nematisida. Kandungan senyawa bioaktif di antaranya saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri yang mampu mencegah hama mendekati tanaman (penolak) dan menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa.

Menurut Marfu’ah (2005) dalam Damayanti (2006) daun babadotan dapat berfungsi sebagai repellent (zat penolak) pada serangga karena memiliki aroma menyengat dan kandungan minyak atsiri yang berguna untuk menggempur hama. Selain itu, daun babadotan juga mengandung zat antifeedant yang disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri sehingga nafsu makan serangga berkurang. Saponin yang ada pada daun babadotan juga tidak disukai oleh serangga karena rasanya yang pahit.

Ekstrak tanaman Ageratum conyzoides L. juga menghasilkan beberapa minyak yang berpotensi sebagai insektisida. Komposisi yang terkandung dalam minyak-minyak tersebut adalah prococene I dan prococene II, beta-caryophyllene, gamma-bisabolene, 3,3-dimethyl-5-tertbutilindone dan fenil asetat. Selain itu juga diidentifikasi adanya senyawa 2-(2’-methylethyl)-5,6-dimethoxybenzofuran dan asam 6-methyl-12-heptadecenoic (Amelot et all., 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat racun dari insektisida khususnya dari daun Ageratum conyzoides L. adalah toksisitas dari senyawa insektisida, dosis insektisida khususnya konsentrasi, lama terkena insektisida dan cara pestisida masuk dalam tubuh serangga (Prijono dalam Latif, 2001). Sistem kerja zat aktif pestisida nabati masuk melalui oral maupun kulit hama. Racunnya akan menyerang sistem saraf maupun pencernaan sehingga dapat melumpuhkan dan mematikan hama (Marfu’ah, 2005).

Dokumen terkait