• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bangsa sapi perah memiliki sifat-sifat tersendiri dalam menghasilkan susu, baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Bangsa sapi perah yang ada diantaranya Fries Holland, Jersey, Guarnsey, Ayrshire dan Shorthorn. Bangsa sapi perah yang dikemabangkan di Indonesia adalah Fries Holland (FH).Menurut Sudono (1999) bangsa sapi FH merupakan penghasil susu tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi yang lain baik di daerah sub-tropis maupun di daerah tropis.

Ciri-ciri sapi perah FH yang ada adalah sesuai dengan yang dinyatakan Sutardi (1980) adalah (1) warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih, (2) bulu pada ujung ekor dan ujung kaki berwarna putih, (3) bulu dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih, (4) berambing besar, (5) tanduk kecil, pendek, menjurus ke depan, (6) pada dahi terdapat tanda segitiga berwarna putih, (7) kepala besar dan sempit, (8) lambat dewasa kelamin, (9) temperamen sapi betina tenang dan jinak sedangkan sapi jantan agak liar, (10) bobot tubuh betina dewasa mencapai 625 kg, sedangkan sapi jantan dewasa 800 kg dan (11) produksi susu dapat mencapai 4500 –5000 liter/ekor/laktasi.

Populasi sapi perah di Indonesia semakin meningkat, karena sudah mulai dikembangkan di daerah luar pulau Jawa seperti di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan. Populasi nasional dari tahun 2002-2006 berturut-turut yaitu 358.386, 373.753, 364.062, 361.351, dan 382.313 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006). Populasi sapi perah diperkirakan akan terus meningkat jika berhasil dikembangkan di luar pulau Jawa karena masih banyak lahan yang cocok dan mendukung untuk peternakan sapi perah.

Produksi Susu Sapi Perah

Produksi susu di Indonesia terus meningkat seiring bertambahnya populasi, tetapi tidak dapat meningkatkan produksi rata-rata nasional yang masih berkisar 10 kg/ekor/hari. Produksi susu pada tahun 2002 adalah 493.375 ton dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 577.628 ton (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan produksi susu adalah bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besarnya sapi, estrus, umur, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, serta makanan dan tata laksana (Sudono, 1999).

Produksi susu sapi perah mengikuti pola yang teratur pada setiap laktasi. Produksi susu akan naik selama 45–60 hari setelah sapi beranak hingga mencapai puncak produksi dan kemudian turun secara perlahan-lahan hingga akhir laktasi. Periode laktasi normal pada sapi yang dikawinkan dan bunting setiap 12 bulan adalah 44 minggu atau 305 hari (Tillman, 1986).

Menurut Sutardi dan Djohari (1979), produksi air susu erat hubungannya dengan umur atau seringnya beranak. Produksi akan naik sampai umur 6 tahun. Rendahnya produksi sapi muda kemungkinan karena sebagian besar makanan dipakai untuk pertumbuhan. Penurunan produksi yang terlalu dini disebabkan selang kelahiran terlalu panjang dan kemungkinan kurang gizi pada masa pertumbuhan, sehingga umur beranak pertama kali terlalu tua.

Kurva laktasi sapi perah dapat menggambarkan dinamika produksi susu sepanjang laktasi. Sapi dengan kurva laktasi yang landai mempunyai tingkat persistensi yang tinggi daripada sapi dengan kemiringan kurva laktasi yang curam. Pengetahuan tentang kurva laktasi dapat memudahkan pemberian makan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemberian pakan. Hal ini karena jumlah pemberian pakan dapat disesuaikan dengan perkiraan produksi susu pada waktu tertentu. Dalam aspek genetik, pengetahuan kurva laktasi dapat dijadikan dasar seleksi untuk meningkatkan efisiensi produksi (Tekerli et al., 2000).

Penentuan Bobot Badan Sapi Perah

Bobot badan adalah informasi yang diperlukan dalam menghitung jumlah pemberian pakan. Bobot badan sapi dapat diketahui dengan menimbang langsung atau dengan menduganya dengan menggunakan ukuran lingkar dada. Lingkar dada diukur pada bidang yang terbentuk mulai dari pundak sampai dasar dada di belakang siku dan tulang belikat. Untuk mengukur lingkar dada dipakai pita ukur sapi atau pita ukur lainnya. Ukuran lingkar dada tersebut dapat digunakan untuk menaksir bobot badan sapi perah menggunakan rumus Schoorl (Sariubang etal., 2004)

Bobot badan (kg) = 100 ) 22 Dada(cm) Lingkar ( + 2

Pakan

Pakan sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi ternak khususnya sapi perah sehingga diperlukan perhatian yang lebih banyak. Semakin baik ketersediaan dan kualitas pakan yang diberikan, maka akan semakin baik pula hasil produksi yang akan didapat. Untuk meningkatkan produksi dalam beternak sapi perah maka perlu diketahui jenis pakan dan bagaimana manajemen pemberiannya, serta kebutuhan nutrien sapi perah untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.

Bahan makanan sapi berupa hijauan dan konsentrat (Sudono, 1999). Sapi perah biasa mengkonsumsi berbagai jenis hijauan dan sisa-sisa hasil pertanian seperti jerami padi atau jagung, dedak, maupun hasil ikutan pabrik misalnya bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas bir, dan ampas kecap. Namun ketersedian pakan masih menjadi masalah dalam beternak sapi perah. Konsentrat akan meningkatkan kecernaan ransum, meningkatkan dan menjamin kesinambungan produksi susu dalam jangka panjang. Hijauan merupakan sumber makanan utama bagi ternak ruminansia untuk dapat hidup, berproduksi dan berkembangbiak.

Kualitas hijauan perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum, karena efek perpaduan penggunaan konsentrat dan hijauan ditentukan oleh kualitas hijauan. Semakin baik kualitas hijauan, efek penggunaan dan penambahan jumlah konsentrat akan semakin bertambah yang ditunjukkan dengan peningkatan produksi susu (Suryahadi, 1997). Jika hijauan yang diberikan berkualitas tinggi seperti leguminosa maka dibutuhkan pemberian konsentrat yang mengandung 10% protein kasar (PK), jika menggunakan hijauan kualitasnya rendah maka kandungan PK sekitar 18-20%.

Faktor utama yang mempengaruhi produksi dan konsentrasi komponen susu yaitu konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi nutrien (Sutardi, 1980). Tingkat konsumsi menentukan jumlah tersedianya energi dan prekursor komponen susu.

Manajemen Pakan

Reaves et al., 1973 menyatakan bahwa manajemen pakan merupakan pengggunaan secara bijaksana sumberdaya yang dimiliki agar tujuan pemberian pakan tercapai. Terdapat empat tujuan pemberian pakan termasuk (1) memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien, (2) palatabel, (3) ekonomis, dan (4) baik untuk kesehatan ternak. Keseluruhan tujuan pemberian pakan tercermin dari usaha

pemenuhan kebutuhan pakan secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas serta teknik pemberian pakan yang digunakan. Kuantitas menjamin banyak sedikitnya pakan untuk ternak sesuai kebutuhannya, kualitas merupakan baik buruknya pengaruh pakan terhadap ternak dan kontinuitas menunjukkan kesinambungan ada tidaknya pakan untuk ternak serta teknik pemberian pakan di lapang.

Kebutuhan Nutrisi Sapi perah

Kebutuhan sapi perah terdiri atas kebutuhan pokok, pertumbuhan, reproduksi dan produksi (Sutardi, 1981). Sedangkan nutrien dalam pakan harus seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan dan komposisi tubuh ternaknya, untuk memenuhi kuantitas maupun kualitas dari pakan yang diberikan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan bahan kering, TDN, protein kasar dan mineral (Anggorodi, 1994).

Menurut Sutardi (1981) jumlah pemberian pakan dapat diperkirakan berdasarkan jumlah kebutuhan bahan kering. Kebutuhan sapi perah akan bahan kering berkisar antara 2,2-3,5% dari bobot hidup. Besarnya kebutuhan ini bergantung pada produksi susu, kondisi tubuh dan keadaan lingkungan. Sapi perah dengan bobot hidup yang tinggi akan membutuhkan konsumsi bahan kering yang tinggi, tetapi kebutuhan per kg bobot hidup akan semakin rendah.

Nutrien yang diperhitungkan dalam upaya pemenuhan kebutuhan ternak biasanya dinyatakan dalam bentuk energi. Energi didefinisikan sebagai sumber kemampuan untuk melakukan kerja dan dibutuhkan oleh semua proses hidup (Ensminger et al., 1990). Defisiensi energi dalam pakan akan mengakibatkan menurunnya produksi susu, laju pertumbuhan, kondisi tubuh dan kandungan protein dalam susu (Reaves et al., 1973), sedangkan kelebihan energi dalam pakan akan mengakibatkan penimbunan lemak pada jaringan adipose tubuh. Kebutuhan sapi perah akan energi bervariasi menurut bobot hidup, laju pertumbuhan, produksi susu dan kadar lemak susu.

Protein sangat diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu (Sudono, 1999). Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi. Defisiensi protein yang berlangsung terus-menerus mengakibatkan penurunan konsumsi bahan kering ransum, produksi susu, bahan kering tanpa lemak dan kadar protein susu, anak yang dilahirkan kecil, pertumbuhan

terhambat dan daya tahan terhadap penyakit menurun (Ensminger et al., 1990). Kelebihan protein masih dapat ditolerir tanpa membahayakan ternak selama timbunan hasil fermentasi tidak meracuni jaringan tubuh, seperti halnya ammonia.

Sapi perah membutuhkan jenis mineral yang sangat banyak walaupun jumlahnya hanya sedikit. Mineral berpengaruh besar terhadap produksi sehingga penggunaanya harus tepat karena penggunaan berlebih dapat mengakibatkan keracunan. Kebutuhan mineral esensial sapi perah yang tepat belum diketahui dengan pasti sehingga kebutuhan mineral sapi perah dibatasi pada kalsium (Ca) dan fosfor (P).  

Kecukupan Nutrien Pada Sapi Dara

Pada prinsipnya, pakan sapi dara sama dengan pakan pedet lepas sapih. Namun kadar protein pada bahan konsentratnya lebih rendah dari pakan pedet. Protein dan energi bisa diperoleh dari rumput, hijauan kering, atau pastura (padang rumput) yang baik. Namun, jika hijauan atau rumput tersebut berkualitas rendah, harus ditambah pakan konsentrat yang berkadar protein 15-16%. Pemberian pakan mempengaruhi perkembangan sapi dara, baik perkembangan tubuhnya maupun alat reproduksinya.

Target bobot badan sapi dara umur 8-14 bulan adalah 200-300 kg. Pemberian pakan berupa rumput 10% dan konsentrat 1-1,5% dari bobot hidup. Contoh konsentrat untuk sapi dara adalah konsentrat yang terdiri atas 55% bungkil kelapa, 40% dedak halus, dan onggok (Sutardi, 1981).

Kecukupan Pakan Sapi Dewasa

Sapi dewasa yang sedang berada pada masa produksi disebut juga sapi laktasi. Pakan diperlukan oleh sapi laktasi untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Jika jumlah dan mutu pakan yang diberikan kurang, tingkat produksi susunya tidak akan maksimal. Secara kasar di lapangan, jumlah konsentrat yang diberikan adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan (rasio 1:2). Konsentrat lebih berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi, sehingga semakin tinggi nilai gizi konsentrat, berat jenis susu akan tinggi dan susu yang dihasilkan akan berkualitas (Sutardi, 1981).

Pemberian rumput segar secara kasar di lapangan berpatokan 10% dari bobot hidup. Kualitas rumput atau hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang

dihasilkan, terutama kadar lemaknya. Rumput atau pakan sumber serat yang mengandung nilai gizi tinggi biasanya berupa hasil ikutan tanaman kacang-kacangan.

Tolak Ukur Kebutuhan Zat Makanan

Nutrien di dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan untuk perkembangan fetus (Mortenson dan Joergenson, 1974). Kondisi tubuh dan produksi susu yang optimum dapat dipertahankan dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan sapi perah akan nutrien tergantung pada bobot sapi dan tingkat produksi susunya (Sutardi, 1981).

Alokasi nutrien pada sapi perah laktasi ada 3 tahap, yaitu: (1) selama masa laktasi pertama dan kedua produksi susu berhubungan dengan umur beranak, (2) pada laktasi ketiga, produksi susu tidak dipengaruhi oleh umur beranak, (3) pada laktasi berikutnya, sapi telah melewati bobot badan dan produksi susu maksimum (Schmidt, 1971).

Bulan laktasi dapat dijadikan tolok ukur kebutuhan akan nutrien khusunya untuk pertumbuhan (Sutardi et al., 1979). Pada bulan laktasi kesatu selera makan yang rendah akan mengakibatkan konsumsi yang rendah, tetapi produksinya tinggi. Sebaliknya pada laktasi ketiga, sapi mencapai puncak konsumsi sehingga diperlukan makanan yang lebih tinggi. Pada bulan laktasi kelima sampai ketujuh, bobot sapi dan produksinya tidak dapat menggambarkan kebutuhan akan makanan. Hal ini disebabkan karena makanan banyak digunakan untuk pemulihan kondisi tubuh (Toharmat, 1982). Maltz et al. (1991) menunjukkan bahwa kali beranak dan potensi produksi merupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan karena mempengaruhi efisiensi pemberian pakan. Perbedaan potensi produksi susu menunjukkan perbedaan pembagian masukan energi terhadap produksi susu dan penambahan bobot sapi. Semakin bertambahnya bulan laktasi, tambahan kebutuhan TDN dan PK diatas kebutuhan hidup pokok per kg air susu yang dihasilkan semakin meningkat. Sedangkan dengan bertambahnya umur, kebutuhan TDN dan PK cenderung menurun (Suparwi, 1990).

Siklus Reproduksi Sapi Perah

Siklus reproduksi sapi perah harus diperhatikan dengan baik. Siklus reproduksi pada sapi perah berpengaruh besar terhadap jumlah produksi dan efisiensi pemeliharaan yang sangat penting dalam upaya mempertahankan kelangsungan usaha peternakan (Sudono, 1999). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam tata laksana mencapai efisiensi produksi susu diantaranya adalah (a) umur beranak pertama, (b) lama laktasi, (c) masa kering, dan (d) efisiensi reproduksi berupa

calving interval, service per conception, calving rate dan lama kosong. Pada manajemen dan pemberian pakan yang baik, umur beranak pertama sapi Fries Holland adalah pada umur 2–2,5 tahun.

Masa laktasi adalah masa sapi menghasilkan susu antara waktu beranak dengan masa kering, sehingga lama laktasi berkisar antara 8-10 bulan. Produksi susu per hari menurun setelah laktasi 2 bulan, demikian pula kadar lemak susu setelah 1–2 bulan tetapi mulai konstan dan naik sedikit demi sedikit setelah 2–3 bulan masa laktasi (Sudono, 1999).

Masa kering umumnya berkisar antara 6–9 minggu. Masa kering yang terlalu lama menunjukkan gangguan reproduksi sehingga sulit untuk dijadikan bunting kembali, sedangkan masa kering yang terlampau pendek dapat menyebabkan terjadinya longevity (lama hidup berproduksi) yang pendek. Menurut Lush dalam Sudono (1999) bahwa sapi yang mempunyai longevity yang panjang akan menghasilkan susu yang lebih banyak per unit makanan yang dimakan, dengan demikian akan lebih efisien dalam biaya produksi susu.

Efisiensi reproduksi merupakan gambaran pengaruh keturunan dan manajemen pemeliharaan yang dapat mempengaruhi biaya produksi yang dinilai secara ekonomis. Beberapa ukuran efisiensi reproduksi adalah: (a) calving interval, (b) Service per conception (SC), dan (c) calving rate.

Calving interval (CI) merupakan jarak setiap kali beranak. CI yang baik adalah 12–13 bulan, sedangkan yang panjangnya lebih dari 13 bulan tidak ekonomis karena produksi rata-rata per hari didasarkan atas per CI mempunyai kecederungan menurun (Sudono, 1999).

Service per conception (SC) merupakan rasio banyaknya kawin per jumlah bunting sapi, sehingga semakin kecil angka yang dihasilkan, maka ternak tersebut

sangat efisien dalam berproduksi jika dilihat dari umur ternak yang tersisa. Menurut Sudono (1999) jika angka SC lebih dari 1,85 pada suatu peternakan, maka perlu diadakan analisa dan perbaikan dalam reproduksi sapi di peternakan tersebut. Untuk di Indonesia, SC yang baik adalah kurang dari dua (Sudono, 1999).

Calving Rate (CR) adalah persentase bunting per tahun sapi beranak, semakin tinggi persentasenya maka akan semakin baik. CR yang baik harus diikuti dengan

service period yang cukup, yaitu selama dua bulan (Sudono, 1999).

Sistem Informasi

Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Informasi didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian (events) nyata yang digunakan sebagai pengambilan keputusan (Hartono, 2000). Dalam membuat sistem informasi, data sangat dibutuhkan untuk mengolah dan menganalisa kejadian yang lalu, sekarang maupun kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kumpulan data tersebut dikumpulkan dalam satu tempat berupa basis data.

Basis data (database) adalah sekumpulan informasi mengenai suatu subjek tertentu yang memiliki keterkaitan logis, lengkap dan terstruktur (Nugroho, 2004). Basis data merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem informasi, karena merupakan dasar dalam penyedian informasi bagi para pemakai. Sistem basis data (database system) adalah suatu sistem informasi yang mengintegrasikan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Database managementSystem (DBMS) adalah paket perangkat lunak yang komplek digunakan untuk memanipulasi database (Hartono, 2000).

Penerapan sistem informasi sebenarnya tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya tetapi akan lebih efektif jika menggunakan komputer. Sistem informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah computer-based atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer (Wahyono, 2003). Eriyatno (1999) mengemukakan tahapan pendekatan sistem yang meliputi analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, permodelan sistem, verifikasi model dan implementasi.

Microsoft Office Access

Microsoft Access adalah program untuk merancang, membuat dan mengolah database. Program ini merupakan salah satu program database yang banyak digunakan untuk mengolah data karena mudah dipakai, fleksibel dan diintegrasikan dengan aplikasi lain (Rizky, 2006).

Pengertian database pada Microsoft Access adalah sekumpulan objek yang terdiri dari tabel, query, form, report, pages, macro dan module. Terdapat empat jenis database yang sering dikenal, yaitu (1) Hierarchy, (2) Network, (3) Reletional

dan (4) Object Oriented. Pemilihan jenis database yang digunakan disesuaikan dengan keperluan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas permasalahan atau sistem yang akan dibangan. Dari keempat jenis database tersebut, jenis

Database Relational-lah yang paling sering digunakan (Haryanto, 2007).

Aplikasi Sistem Informasi Pertanian

Aplikasi yang menggunakan komputer sebagai alat bantu banyak digunakan pada bidang pertanian. Beberapa aplikasi yang sudah tersedia adalah Cotton Production Model (CPM) yang digunakan untuk memprediksi hasil produksi kapas (Gossypium hirsutum L) yang mempertimbangkan kondisi tanah, cuaca, kultivasi dan urutan manajemen pemeliharaan. Selain itu, pada bidang peternakan terdapat juga

The Dairy Greenhouse Gas Model (DairyGHG) untuk menentukan estimasi jumlah emisi gas dan karbon (C) pada kawasan usaha sapi perah yang menerapkan konsep

greenhouse (United States Department of Agriculture, 2009).

Perangkat lunak sistem informasi yang telah diaplikasikan pada bidang peternakan dalam penelitian Institut Pertanian Bogor beberapa diantaranya adalah FeedFor, SITRus dan APIKKP. FeedFor merupakan program formulasi ransum sapi pedaging yang dibuat dengan metode linier yang bertujuan meminimalkan harga ransum (Andre, 2004). SITRus merupakan sistem informasi ternak ruminansia yang menampilkan populasi dan produksi ternak secara nasional serta potensi lahan dalm menghasilkan hijauan (Krisyiawan, 2007). Sedangkan APIKKP merupakan sistem informasi yang dibuat untuk mempermudah pengguna dalam melihat perkembangan kualitas kimia bahan pakan dari waktu ke waktu (Suwignyo, 2008).

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2008 sampai bulan Januari 2009 di Laboratorium Komputer, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Software dan Data Pendukung

Software yang digunakan dalam penyusunan aplikasi ini adalah Sistem Operasi Microsoft Windows XP, Microsoft Office Access 2003 dan Corel Draw 11. Sumber informasi yang digunakan berupa data sekunder kondisi peternakan sapi perah hasil survei di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang-Bogor yang dilakukan mahasiswa Departemen INTP tahun 2007. Komposisi pakan dan status kebutuhan nutrisi sapi perah menggunakan rekomendasi dari Sutardi (1981).

Hardware Pendukung

Spesifikasi komputer yang digunakan pada penyusunan aplikasi ini adalah processor AMD Athlon 3200+, memori 1 Gigabyte (Gb), harddisk dengan kapasitas 80 Gb yang ditunjang dengan satu buah printer.

Metode

Tahap-tahap dalam mendesain program aplikasi ini antara lain: (a) analisis sistem, (b) desain solusi atau permodelan sistem, (c) uji program/aplikasi, dan (d) implementasi program.

Analisa Sistem

Analisa sistem merupakan tahap awal dari seluruh proses pembuatan aplikasi. Dalam tahap ini dilakukan identifikasi masalah secara cepat dan tepat yang dibutuhkan dalam pengembangan sapi perah ditingkat peternak atau koperasi Alur pembuatan program dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Pembuatan Program

Informasi yang akan dianalisis meliputi: (a) data peternak pada suatu kawasan peternakan (koperasi atau kelompok ternak), (b) data ternak, (c) evaluasi pemberian pakan, dan (d) reproduksi ternak. Analisa kebutuhan data yang diinginkan tersebut sangat penting untuk diketahui, sehingga data yang cukup harus didapat agar program yang akan dibuat dapat berjalan sebagaimanamestinya. Sumber informasi yang diperlukan berdasarkan data yang ada pada suatu peternakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Mulai Analisa Sistem Permodelan Sistem Cukup Pengujian Implementasi Memuaskan Ya Selesai Ya Tidak Tidak

Gambar 2. Data Pada Suatu Peternakan

Berdasarkan gambar di atas, sumber informasi yang selama ini ada pada suatu kawasan peternakan masih berupa data mentah dalam bentuk catatan. Data tersebut dapat dianalisis untuk mengetahui kecukupan nutrien maupun kondisi reproduksi ternak yang mereka miliki. Dari identifikasi data yang dapat diperoleh dari kawasan tersebut, dapat dilihat input yang akan dimasukkan dalam suatu database dan luaran (output) dalam pembuatan aplikasi ini. Data yang akan digunakan dan kebutuhannya dalam pembuatan program ini berdasarkan gambar di atas dapat dilihat pada Tabel 1.

Penggunaan jenis pakan setiap kawasan biasanya tidak berbeda jauh antar masing-masing peternak, kecuali dalam hal jumlah pemberiannya. Jadi dalam pembuatan program ini dimasukkan data penggunaan pakan secara umum dalam kawasan tersebut. Kandungan nutrien pakan yang menjadi pertimbangan dalam evaluasi kecukupan nutrien terdiri dari bahan kering (BK), Total Digestible Nutrien

(TDN), protein kasar (PK), kalsium (Ca) dan fosfor (P). Kandungan nutrisi pakan yang diberikan menggunakan rekomendasi dari Sutardi (1981). Kandungan nutrisi dapat diubah sesuai kualitas pakan yang telah dianalisis dan terdapat atau dipakai dalam kawasan peternakan tersebut.

Evaluasi Kecukupan Nutrisi Pemberian Pakan Kawasan Peternakan Data Peternak Sapi Perah Kondisi Reproduksi dan produksi

Tabel 1. Sumber Informasi dan Kebutuhan dalam Pembuatan Program

No. Jenis Data Input Data Kebutuhan

1 Identitas Peternak Nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan, mulai beternak, kelompok ternak, alamat

Identitas dan tingkat pengetahuan peternak 2. Data Ternak ƒ Kode Ternak ƒ Status Fisiologis ƒ Body Score ƒ Tanggal Lahir ƒ Bobot Badan

ƒ Data individu ternak

ƒ Induk laktasi, sapi kering, dara, pedet dan pejantan

ƒ Body score ternak

ƒ Data sebenarnaya atau diperkirakan jika hanya diketahui umur ternak

ƒ Bobot badan terbaru yang dapat diperkirakan berdasarkan lingkar dada ƒ Untuk pencarian individu ternak ƒ Untuk pencarian kondisi ternak per hari, minggu maupun bulan ƒ Pertimbangan efisiensi produksi ƒ Mengetahui umur ternak dan hubungannya dengan kondisi reproduksi dan produksi ternak

ƒ Sebagai pertimbangan kebutuhan nutrien untuk hidup pokok dan produksi 3. Evaluasi Nutrisi

ƒ Pemberian Pakan

ƒ Kebutuhan Nutrisi

ƒ Jenis dan jumlah hijauan/konsentrat yang diberikan per hari

ƒ Nutrien yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi

ƒ Untuk mengetahui jumlah nutrien yang diberikan pada ternak

ƒ Sebagai pertimbangan kecukupan nutrien untuk produksi 4. Reproduksi ƒ Tanggal Melahirkan ƒ Periode Laktasi dan bulan laktasi

ƒ Produksi Harian

ƒ Tanggal melahirkan

ƒ Periode laktasi dan bulan laktasi

ƒ Produksi susu dalam

Dokumen terkait