Komposisi air media yang berbeda mempengaruhi kandungan protein isolat mikroalga, sedangkan konsentrasi P dan interaksi antara komposisi air media dan konsentrasi P tidak mempengaruhi kandungan protein mikroalga. Rata-rata kandungan protein tertinggi (0,73 mg ml-1) dihasilkan isolat mikroalga yang ditumbuhkan pada media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 2:1 (v/v),meskipun nilai ini tidak berbeda nyata dari perlakuan media dengan komposisi SAP yang lain. Semua isolat mikroalga yang diberi perlakuan komposisi air media yang mengandung SAP cenderung memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan dengan media yang hanya berupa aquades (Tabel 13).
Tabel 13 Kandungan protein (mg ml-1)isolat mikroalga pada komposisi
air media berbeda
Komposisi air media Rata-rata protein
Aquades:SAP (1:0) 0,51a
Aquades:SAP (0:1) 0,72b
Aquades:SAP (1:1) 0,71b
Aquades:SAP (2:1) 0,73b
Aquades:SAP (1:2) 0,72b
Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.
Konsentrasi P Rata-rata kandungan pati
40 0,03a 80 0,03a 120 0,06b
Pembahasan
Isolat mikroalga koleksi Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB berpendar dengan warna merah kekuningan dibawah mikroskop flourescence. Menurut Matsumoto et al. (2010) dan Elumalai et al.
(2011) warna merah menunjukkan adanya lipid polar atau klorofil dan warna kuning menunjukkan adanya lipid netral yang mengandung hidrokarbon dan triasilgliserol pada isolat mikroalga. Lipid netral yang dikandung biomassa mikroalga merupakan bahan dasar biodiesel (Matsumoto et al.2010). Hal ini menunjukkan bahwa isolat mikroalga ini memiliki kandungan lipid yang dapat dijadikan bahan baku biodiesel.
Kultur mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini masih mengandung beberapa jenis mikroalga yang hidup dalam kultur peremajaan, yang berarti kultur yang digunakan belum monokultur. Penentuan nama jenis mikroalga berdasarkan hasil pengamatan mikroskop cahaya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam melakukan identifikasi secara tepatkarena mikroalga memiliki plastisitas yang tinggi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan hidupnya. Pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan akan memiliki bentuk yang berbeda dengan pada kondisi lingkungan yang normal. Identifikasi morfologi memiliki kelemahan yaitu hasil pengamatan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Umayah & Purwantara 2006).
Adapun mikroalga yang dominan memiliki ciri-ciri yaitu berwarna hijau kebiruan, koloni berbentuk seperti bola (spherical), mempunyai dinding sel yang dilindungi oleh lapisan polisakarida dalam bentuk musilagenus yang menghubungkan bagian dasar dari koloni. Sel yang dilindungi oleh musilagenous yang melingkupi sekitar sel dan biasanya menyalin bentuk sel. Setiap sel biasanya membelah diri berbentuk seperti setengah bola dengan jumlah sel ganda 2, 4, 8 dan seterusnya dan tetap dalam bentuk koloni, sehingga berbentuk kubus.Identifikasi morfologi isolat mikroalga yang dominan berdasarkan buku
The Freshwater Algae (Prescot 1978) dan buku Introduction to the AlgaeStructure and Reproduction. second edition (Bold & Wyne 1985) menunjukkan kesamaan ciri-ciri yang dimiliki Chroococcus sp. golongan Cyanophyta (prokariot) yang didalam selnya terdapat klorofil a, karoten dan xantofil (pada umumnya tidak
dalam bentuk fikoeritrin, fikosianin) dan terdapat vakuola semu yang disebut gelembung udara (Prescott 1978). Selain itu terdapat jenis mikroalga yang tidak dominan dan diduga memiliki kemiripan dengan golongan Chlorophyta.
Bold dan Wyne (1985) menuliskan dalam bukunya bahwa pada umumnya Cyanophyta mendominasi habitat yang mempunyai rentangan pH netral. Media tumbuh dalam penelitian ini setelah diberikan media BG 11 memiliki pH sekitar 7-8. Aquades yang digunakan mempunyai pH sekitar 6, sedangkan pH air sumber air panas Cipanas sekitar 7,6. Isolat ini dalam penelitian Gunawan (2010) ditemukan pada sumber air panas Cipanas, Ciater, Gunung Pancar dan Ciwalini yang habitat asalnya memiliki pH dan suhu yang berbeda. Namun dalam kondisi laboratorium ternyata Chroococcus sp. mendominasi semua air yang berasal dari keempat sumber air panas tersebut.
Dalam identifikasi molekuler, isolasi DNA dan pemilihan primer yang benarserta prosedur amplifikasi fragmen target yang benar dan akurat perlu diperhatikan untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan dalam mendapatkan sekuen DNA yang diharapkan. Isolasi DNA dilakukan untuk mendapatkan DNA yang murni, sehingga dapat diamplifikasi dengan baik. Akan tetapi untuk mendapatkan DNA yang murni perlu dilakukan tehnik isolasi yang tepat.
Beberapa masalah timbul pada saat isolasi DNA.Pertama, isolat mikroalga terkontaminasi dengan organisme lain yang dapat mengganggu dalam mendapatkan DNA yang diharapkan. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan isolat mikroalga yang berasal dari kultur yang steril dan monokultur. Kultur yang steril dan monokultur diharapkan bebas dari organisme yang lain seperti jenis mikroalga lain, rotifera, protozoa dan fungi yang eukariotik.
Masalah kedua adalah adanya senyawa polifenol dan polisakarida yang tinggi dari isolat mikroalga. Adanya polifenol dan polisakarida yang tinggi mempengaruhi kemurnian DNA dan juga mempengaruhi enzim-enzim yang digunakan dalam teknik molekuler seperti polymerase dan ligase (Barnwell et al. 1998). Isolat mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai lapisan musilagenus yang mengandung polisakarida yang tinggi. Isolasi DNA pada tanaman yang banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol umumnya menggunakan CTAB (Ardiana 2009). Perlakuan konsentrasi CTAB berfungsi
untuk proses lisis dinding sel. Oleh karena itu dalam pelaksanaaan isolasi DNA dari sampel pada organisme yang memiliki musilagenus seharusnya menggunakan konsentrasi CTAB bertingkat seperti yang dilakukan oleh Barnwell et al. (1998). Penggunaan CTAB bertingkat dilakukan untuk melisis dinding sel mikroalga secara bertahap, sehingga didapatkan DNA murni yang bebas dari polisakarida dan senyawa polifenol.
Hasil analisis BLAST dari sekuen DNA mikroalga menunjukkan 50% dari sekuen DNA mikroalga pada penelitian ini mempunyai kemiripan 84% dengan aksesi AY919722.1 Uncultured freshwater eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA gene. Aksesi AY919722.1 merupakan golongan eukariotik yang ditemukan dalam danau air tawar dan belum teridentifikasi nama jenisnya. Oleh karena isolat mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat lokal Indonesia, sementara data dalam database umumnya berupa mikroalga yang berasal dari luar negeri, maka belum dimungkinkan untuk memberi nama spesies pada mikroalga yang ditemukan pada sumber air panas Cipanas dan untuk itu perlu dikaji lebih lanjut.
Tahap peremajaan isolat mikroalga dilakukan untuk mendapatkan mikroalga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan siap diberi perlakuan, karena isolat ini awalnya dalam kondisi dorman selama dalam laboratorium. Peremajaan dilakukan pada volume 50, 100, 200sampai 400 ml masing-masing selama 3 minggu sampai isolat mencapai OD >1 untuk mendapatkan isolat yang aktif tumbuh. Pengambilan bahan penelitian dilakukan pada saat isolat mengalami fase eksponensial yaitu dalam keadaan aktif tumbuh, sehingga fase lag atau adaptasi cepat terjadi (Isnansetyo & Kurniastuty 1995). Hasil yang diperoleh pada komposisi air media yang berbeda mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda. Hal ini berarti dengan komposisi air media yang berbeda dalam media tumbuh dapat mempengaruhi pertumbuhan sel mikroalga (P<0,05).
Pola pertumbuhan mikroalga pada umumnya meliputi 3 fase pertumbuhan yaitu fase lag, fase log atau eksponensial, dan fase stasioner (Pelczar & Chan 1986). Pola pertumbuhan pada fase lag atau adaptasi berlangsung sangat cepat. Isolat ini yang berada dalam fase eksponensial menunjukkan isolat mikroalga
mampu tumbuh dengan cepat pada media baru yang berbeda dengan media peremajaan.
Pada kondisi media tumbuh yang terbatas mikroalga seperti halnya tumbuhan hijau masih mampu melakukan fotosintesis dan respirasi seluler untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan dalam berbagai proses antara lain proses metabolisme untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi hasil proses metabolisme yang terjadi pada kondisi kurang menguntungkan berbeda dengan pada kondisi lingkungan optimum karena media baru memiliki kandungan nutrien yang berbeda dengan media sebelumnya sehingga mempengaruhi metabolisme mikroalga (Pelczar & Chan 1986).
Komposisi air media yang mengandung air yang berasal dari SAP mempunyai kecenderungan meningkatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan air media berupa aquades. Kondisi diatas menunjukkan bahwa air media yang mengandung SAP memiliki kandungan nutrisi baik hara makro maupun hara mikro yang lebih baik dibandingkan dengan media tumbuh yang hanya mengandung aquades. Media tumbuh yang banyak mengandung nutrien dan memiliki pH yang sesuai kebutuhan dalam proses fisiologi isolat mikroalga akan memberikan peluang bagi sel-sel isolat untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat (Suantika & Hendrawandi 2009).
Air media berupa aquades dapat digunakan untuk air media isolat mikroalga, tetapi menghasilkan rata-rata pertumbuhan paling rendah dan fase kriptik pada hari ke-10 lebih lama dibandingkan dengan perlakuan komposisi air media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v). Hal ini karena konsentrasi hara makro dan hara mikro yang terdapat dalam air media berupa aquades tidak cukup untuk pertumbuhan isolat mikroalga. Akibatnya banyak sel yang mati dan mengalami lisis.Sel yang lisis dapat menjadi nutrisi baru bagi isolat. Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada media tumbuh yang berupa aquades menghasilkan fase stasioner lebih cepat, sehingga lebih cepat menuju fase kematian bila dibandingkan dengan komposisi air media yang mengandung SAP. Pada awal fase ini terjadi pengurangan pertumbuhan, dimana penambahan jumlah individu mulai berkurang atau menurun yang disebabkan oleh berkurangnya
sumber nutrisi di dalam media, sehingga tidak seimbang dengan jumlah mikroalga yang membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang.
Perlakuan berbagai komposisi air media tidak mempengaruhi kandungan lipid dan produktivitas lipid. Lipid merupakan cadangan yang penting bagi organisme yang berada dalam lingkungan yang kurang mengguntungkan untuk pertahanan diri (Taiz & Zeiger 2002). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kultivasi mikroalga untuk mendapatkan kandungan lipid dan produktivitas lipid yang relatif tinggi dapat digunakan komposisi air media berupa aquades saja. Penggunaan aquades dapat mengurangi biaya produksi dan tidak mengganggu kelestarian lingkungan sekitar sumber air panas yang merupakan daerah potensi wisata yang dilindungi.
Air media merupakan habitat mikroalga untuk melangsungkan kehidupanya. Hal ini berarti perubahan kondisi air media sangat mempengaruhi kelansungan hidup mikroalga. Sebagian besar sel mengandung air dengan kisaran 60-85% dari biomassa sel. Air mempunyai peran penting sebagai senyawa utama penyusun protoplasma, pelarut hara mineral yang dibutuhkan bagi kehidupan mikroalga, sebagai medium reaksi metabolisme, berperan dalam reaksi terang fotosintesis dalam hal ini air sebagai sumber elektron, berperan penting dalam mempertahankan turgiditas sel, pertumbuhan sel dan pergerakan sel (Hamim 2007)
Pemberian konsentrasi P yang semakin tinggi menunjukkan nilai OD yang semakin meningkat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Syahri (2009) yang melaporkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi P yang terdapat dalam media tumbuh mikroalga dapat meningkatkan OD selnya. Unsur P yang terkandung dalam media tumbuh sangat dibutuhkan oleh mikroalga dalam pengaturan proses pertumbuhan dan metabolisme yaitu digunakan untuk menyusun membran sel (fosfolipid), bahan dasar energi (ATP, ADP dan AMP) dan sintesis asam nukleat (Theodorou et.al. 1991; Ferrao-Filho et al. 2003).
Menurut Ferrao-Filho et al.(2003) unsur P yang terlarut dalam air media berperan penting dalam metabolisme antara lain respirasi seluler. Dalam proses respirasi seluler dihasilkan energi bagi mikroalga untuk pertumbuhan, pembelahan dan fungsi yang lain, sehingga unsur P sebagai penyusun energi ATP dan zat yang
terlarut dalam air media sangat dibutuhkan dalam proses ini oleh mikroalga. Hal ini memungkinkan terjadi pemanfaatan sebanyak-banyaknya nutrisi maupun hasil metabolisme yang tersimpan untuk pertumbuhan dan pembentukan sel anak sebelum koloni mengalami kematian sel.
Unsur P dalam larutan nutrisi biasanya dalam bentuk fosfat yang akan diserap oleh mikroalga dalam kondisi lingkungan yang banyak menerima cahaya dan dalam pH antara 6-7 (Lewin 1962). Sidabutar (1999) melaporkan bahwa penambahan garam-garam fosfat sebagai larutan buffer atau larutan penyangga akan menyebabkan pH media tumbuh menjadi stabil. Penambahan konsentrasi P menyebabkan peningkatan bobot kering biomassa. Seiring dengan peningkatan pertumbuhan, maka akumulasi biomassa semakin meningkat. Biomassa yang tersimpan merupakan cadangan energi yang dihasilkan melalui fotosintesis dan digunakan isolat mikroalga dalam proses-proses metabolisme lainnya (Taiz & Zeiger 2002). Kondisi ini berkaitan dengan ketersedian unsur hara yang cukup dalam air media tumbuhnya dan jumlah energi yang diperoleh mikroalga selama dalam melakukan proses metabolisme.
Media tumbuh dengan berbagai komposisi air media dan konsentrasi P pada penelitian ini belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan lipid mikroalga, sehingga kondisi media tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan masih belum optimum dalam menghasilkan kandungan lipid tinggi. Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Gunawan (2010) dapat menghasilkan kandungan lipid tertinggi sampai 30% dan produktivitas lipid tertinggi sebesar 20 g l-1 hari-1. Hal ini berarti perlakuan dengan menggunakan komposisi media yang berbeda dengan konsentrasi P yang berbeda dalam pelitian ini belum menimbulkan stress lingkungan bagi isolat mikroalga, sehingga kandungan lipid yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Gunawan 2010) karena pada umumnya mikroalga mengakumulasikan lipid dalam jumlah tinggi di dalam selnya bila berada dalam lingkungan yang kurang menguntungkan. Ketersediaan unsur hara dalam suatu lingkungan mempengaruhi proses biokimia yang terjadi didalam sel mikroalga yang selanjutnya mempengaruhi laju pertumbuhan dan produksi lipidnya. Oleh karena itu, disarankan menggunakan
konsentrasi P yang lebih rendah untuk memberikan stress lingkungan pada media mikroalga.
Konsentrasi P yang semakin tinggi mempengaruhi peningkatan kandungan pati. Rata-rata kandungan pati tertinggi diperoleh isolat yang tumbuh pada media yang mengandung P dengan konsentrasi 120 ppm. Menurut Hoek et al. (1997) Cyanophyta mampu menangkap dengan cepat dan menyimpan N dan P dalam bentuk pati (disebut cyanophycin) yang menyerupai glikogen dan amilopektin pada tumbuhan tinggi dan granula poliphosphat.
Kandungan protein mikroalga tidak dipengaruhi oleh konsentrasi P, tetapi dipengaruhi oleh perlakuan komposisi air media karena media tumbuh yang mengandung SAP mempunyai unsur hara makro maupun mikro yang lebih tinggi(Lampiran 12) dibandingkan dengan perlakuan air media yang hanya mengandung aquades. Ketersediaan hara makro dan mikro yang ada mempengaruhi proses metabolisme yang terjadi dalam sel mikroalga untuk mempertahankan hidupnya.
Chrismadha et al. (2006) melaporkan dalam penelitiannya bahwa kandungan N dan P dalam media tumbuh yang rendah dapat menyebabkan kandungan protein lebih banyak mengalami penurunan sekitar 24-30% dari biomassanya dibandingkan dengan penurunan kandungan karbohidrat yang hanya berkisar 8-19% dari biomassanya, sehingga kandungan protein mikroalga cenderung mengalami penurunan pada media yang mengandung konsentrasi N dan P rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya cekaman nutrisi di lingkungan isolat menyebabkan unsur P yang terlarut banyak digunakan untuk pembentukan fosfolipid dari membran sel yang fungsinya melindungi mikroalga.
Pada umumnya organisme banyak mengakumulasikan asam amino (protein) sebagai salah satu cara agar dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang mengalami cekaman. Protein mempunyai peranan penting sebagai osmoprotektan bila mengalami cekaman pada lingkungannya, katalis enzim, sistem transport dan penyimpanan, mengontrol diferensiasi sel (El-Sarraf & El-Shaarawy 1994).
Pada kondisi lingkungan yang memiliki kandungan nutrisi rendah, intensitas cahaya rendah atau tinggi, suhu rendah atau tinggi, sel mikroalga masih mampu memfiksasi CO2 dan mengakumulasikan hasil fotosintesis dalam bentuk
pati (karbohidrat) atau lipid sebagai cadangan makanannya. (Schenk et al. 2008). Dengan adanya peningkatan pertumbuhannya, nutrisi dalam media akan mengalami penurunan, sehingga cadangan makanan yang ada akan dirombak menjadi energi melalui proses respirasi seluler. Energi tersebut antara lain digunakan untuk biosintesis senyawa protein dan lipid untuk pertahanan diri (Taiz & Zeiger 2002). Kecenderungan mikroalga dalam pembentukan lipid untuk pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan sebagai akibat adanya peningkatan kerja enzim Asetil ko-A karboksilase (Schenk et al.
2008; Sheehan et al. 1998). Asetil ko-A karboksilase adalah enzim yang mengontrol biosintesis lipid pada beberapa organisme (Brown et al. 1994).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kultur mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini masih mengalami kontaminasi dengan organisme lain. Hasil identifikasi secara morfologi mengindikasikan bahwa isolat mikroalga yang dominan diduga termasuk dalam
Chroococcus sp. dari golongan Cyanophytadan beberapa jenis mikroalga lain yang hidup dalam kultur yang tergolong dalam Chlorophyta,sedangkan identifikasi molekuler berdasarkan gen 18S rDNA menunjukkan bahwa kultur mengandung isolat mikroalga eukariot.
Komposisi air media mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan protein mikroalga. Konsentrasi P mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan pati isolat mikroalga. Interaksi antara komposisi air media dan konsentrasi P mempengaruhi biomassa isolat mikroalga.Pertumbuhan mikroalga yang tertinggi berturut-turut dicapai pada media aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) (dengan nilai OD 2,19) dan pada konsentrasi P 120 ppm (dengan nilai OD 2,21).
Biomassa isolat mikroalga mengandung lipid, pati dan protein, sehingga isolat ini mempunyai potensi sebagai bahan baku biodiesel maupun produk yang lain. Biomassa isolat tertinggi (175 mg) dicapai pada mikroalga yang ditumbuhkan pada media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 120 ppm. Kandungan lipid dan produktivitas lipid tertinggi berturut-turut sebanyak 21% dan 17 mg l-1 hari-1, cenderung dihasilkan pada media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dengan konsentrasi P 40 ppm.
Kandungan pati tertinggi (0,06 mg) diperoleh pada konsentrasi P 120 ppm, sedangkan kandungan protein tertinggi (0,73 mg ml-1) dicapai pada media aquades:SAP dengan perbandingan 2:1 (v/v). Aquades dapat digunakan dalam kultur mikroalga untuk budidaya mikroalga sebagai bahan baku biodiesel menggantikan peran SAP sebagai media tumbuh dengan diperkaya unsur hara essensial tertentu.
Saran
Mikroalga yang digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya perlu diuji kemurniannya dan bebas dari organism lain yang mengganggu dengan menggunakan metode yang tepat. Identifikasi morfologi dan identifikasi molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rDNA perlu dikaji lebih lanjut dengan metode yang tepat agar mendapatkan deskripsi jenis yang tepat. Optimasi perlakuan antara konsentrasi N dengan P dan juga perlu optimasi media tumbuh menggunakan aquades atau air bersih biasa yang dilengkapi dengan hara essensial yang diperlukan oleh mikroalga untuk mendapatkan mikroalga yang mengandung lipid tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulazis SNB. 2010. A cultivation of Chlorella vulgaris under heterotrophic condition for growth and lipid production in various waste. [tesis].Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.
Agustini NWS, Kabinawa INK. 2010. Pengaruh Konsentrasi Nitrat sebagai Sumber Nitrogen dalam Media Kultur terhadap Pembentukan Asam Arakidonat dari Mikroalga Porphyridium cruentum. Bogor: Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
Apriyantono A, Ferdiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati,Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: Penerbit IPB Press.
Ardiana DW. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 1: 12-16.
Barnwell P, Blanchard AN, Bryant JA, Smirnoff N, Weir AF. 1998. Isolation of DNA from the highly mucilaginous succulent plant Sedum telephium.
Plant Mol. Biol. Rep 16: 133-138.
Becker EW, Baddiley SJ, Carey NH, Higgins IJ, Potter WG. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. New York: Cambridge University Press. Berard A, Dorigo U, Humbert JF, Martin-Laurent F. 2005. Microalgae
community structure analysis based on 18S rDNA amplification extracted directly from soil as a potential soil bioindicator. Agronomie 25: 1-7. Bligh EG, Dyer WJ. 1959. A rapid method for total lipid extraction and
purification. J Biochem Physiol 37: 911-917.
Bold HC, Alexopoulus CJ,Delevoryas T. 1980. Morphology of Plants and Fungi.Fourth edition. New York : Harper & Row, Publ.
Bold HC, Wynne MJ. 1985. Introduction to the Algae Structure and Reproduction. Second edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Borowitzka MA, Borowitzka LJ. 1988. Microalgal Biotechnology. New York: Cambridge University Press.
Brown LM, Sprague S, Jarviss EE, Roessler PG, Zeiler KG. 1994. Biodiesel from aquatic species. Project report: FY 1993.Colorado: NREL TP-422-5726. UC category: 244. DE94000275.http://www.nrel.gov/docs/legosti/old/ 5726.pdf [1 November 2011].
Chrismadha T, Panggabean LM, Mardiyati Y. 2006. Pengaruh konsentrasi nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan, kandungan protein, karbohidrat dan fikosianin pada kultur Spirulina fusiformis. Berita Bio. 8: 163-169. Cooksey KE, Gukert JB, Williams SA, Collis PR. 1987. Fluorometric determinant
of the neutral lipid content of microalgal cells using nile red. J. Microbiol Methods 6: 333-345.
El-Sarraf WM, El-Shaarawy G. 1994. Chemichal composition of some marine algae from the mediterranean sea of Alexandria Egypt. Bull. H.I.P.H 24: 523-534.
Elumalai S, Baskaran S, Prakasam V, KumarNS. 2011. Ultra structural analysis and lipid staining of biodiesel producing microalgae Chlorella vulgaris
collected from various ponds in Tamil Nadu, India. J. Ecobiotech. 3: 05-07.
Ferrao-Filho AS, Fileto C, Lopez NP, Arcifa NS. 2003. Effects of essensial fatty acids and N and P-limited algae on the growth rate of tropical Cladocerans. FreshwaterBiol. 48: 759-767.
Griffiths MJ, Harrison STL. 2009. Lipid productivity as a key characteristic for choosing algal species for biodesel production. J. Appl. Phycol. 21: 493-507.
Goni I, Garcia-Alonzo A, Saura-Calixto F. 1997. A starch hydrolisys procedure to estimate glycemic index. Nutri. Research 3: 423-433.
Gunawan. 2010. Keragaman dan karakterisasi mikroalga dari sumber air panas di Jawa Barat yang berpotensi sebagai sumber biodiesel [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hamim. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Handoko, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. Bogor : SEAMEO BIOTROP.
Harada A, Ohtsuka S, Horiguchi T. 2007. Species of the Parasitic Genus
Duboscquella are Members of the Enigmatic Marine Alveolate GroupI.
Protist 158: 337-347
Hidayat S. 2008. Exploration of Indonesia’s Biodiesel Producting Microalgae as Sustainable Energy Source. Bogor: Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB).
Hoek C van Den, Mann DG, Johns HM. 1997. Algae: An Introduction to Phycology. United Kingdom: Cambridge University Press.
Isnansetyo A, Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplnkton dan ZooplanktonYogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kortikov I,Romanenko PO, Demchenko EM, Darienko TM, Mikhayljuk TI, Rybchnnskiy OV, Solonenko AM. 2001. Soil Algae of Ukraine. Kyviv: Phythosotsiologichniy Center.
Kumar NJI, Kumar RN, Amb MK, Bora A, Chakraborty S. 2010. Variation of biochemical composition of eighteen marine macroalgae collected from