• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Material Penyusun Beton

6. Kandungan udara dalam mortar % volume maks.12

b. Agregat

Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam menentukan besarnya kekuatan beton. Menurut SNI 2847-2013 agregat adalah bahan berbutir, seperti pasir, kerikil, batu pecah dan slag tanur (blast-furnace slag), yang digunakan dengan media perekat untuk menghasilkan

beton atau mortar semen hidrolis. Pada beton biasanya terdapat sekitar 60%

sampai sebesar 80% volume agregat (Nawy, Edward G., 2010). Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga mempengaruhi ketahanan (durability, daya tahan terhadap kemunduran mutu akibat siklus dari pembekuan-pencairan). Oleh karena itu, agregat lebih murah dari semen maka secara logis agregat lebih tinggi presentasenya. Dengan demikian agregat biasa diatur tingkatannya berdasarkan ukuran yang dimiliki oleh agregat dan suatu campuran yang layak terhadap presentase agregat kasar dan agregat halus serta persentase semen yang tergabung dalam mix design atau rancangan campuran beton (Wang, Chu-Kia, 1993).

Berdasarkan SNI 03-2847-2013, agregat merupakan material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton atau adukan semen hidrolik. Agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kekuatan beton. Pada beton konvensional, agregat menempati 70% sampai 75% dari total volume beton.

1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alami dari batuan-batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan atau diperoleh dari industri pemecah batu (stone crusher) dan mempunyai ukuran butir yaitu berada di antara 5 mm sampai dengan sebesar 40 mm (SNI 03-2847-2013).

Ukuran maksimum nominal agregat kasar menurut SNI 03-2847-2013 harus tidak melebihi :

a. 1/5 jarak terkecil antara sisi cetakan, ataupun b. 1/3 ketebalan slab, ataupun

c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan atau kawat, bundel tulangan, atau tendon prategang, atau selongsong.

Syarat-syarat gradasi agregat kasar yang diperoleh dari buku concrete technology, A. M. Neville dan J. J. Brooks, 1981 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat - syarat gradasi agregat kasar (Concrete Technology, A. M.

Nevile & J.J Brooks, 1981)

Ukuran Saringan (mm) Presentasi Lolos Saringan (%) 50

38 19 9,5 4,75

100 95 - 100

35 - 70 10 - 30 0 - 5

2. Agregat Halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil dari disintegrasi alami batuan atau pasir yang dapat dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5 mm (SNI 03-2847-2013).

Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03-6821-2002 adalah :

a. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.

b. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang hancur adalah 10% berat.

c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus dicuci.

Gradasi agregat halus adalah distribusi ukuran butiran dari agregat halus yang digunakan dalam salah satu bahan utama pencampuran beton.

Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama atau biasa dikenal dengan ukuran seragam maka volume pori akan semakin besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi atau gradasinya tidak seragam akan terjadi volume pori yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena butiran yang kecil akan mengisi pori yang terletak diantara butiran yang besar pada campuran beton, sehingga pori-porinya akan semakin sedikit, dengan kata lain kemampatan beton semakin tinggi. Pada agregat untuk pembuatan beton sedapat mungkin diinginkan suatu butiran yang memiliki kemampatan yang tinggi, karena volume porinya sedikit maka bahan pengikat yang dibutuhkan juga sedikit dalam campuran beton. Oleh karena, bahan pengikat yang

dibutuhkan sedikit maka biaya juga yang dibutuhkan semakin kecil. Syarat-syarat gradasi agregat halus dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat-syarat gradasi agregat halus (Concrete Technology, A. M.

Nevile & J.J. Brooks, 1981)

Ukuran Saringan (mm) Presentasi Lolos Saringan (%) 9,5

4,75 2,36 1,18 0,60 0,30 0,15

100 95 - 100 80 - 100 55 - 85 25 - 60 10 - 30 2 – 10

Pasir laut sebagai salah satu alternatif material agregat halus memiliki ketersediaan dalam jumlah yang besar, walaupun kualitas dari penggunaannya masih perlu dikaji lebih lanjut. Pada umumnya, pasir laut merupakan gradasi yang halus, bulat dan seragam yang dapat mengurangi daya lekat antarbutiran sehingga dapat mempengaruhi kekuatan dan durabilitas beton. Selain itu, pasir laut juga banyak mengandung garam-garam klorida (Cl-) dan sulfat (SO4-2) yang dapat memicu terjadinya karat pada baja tulangan dalam beton. Garam sulfat, seperti magnesium sulfat (MgSO4) secara agresif dapat bereaksi dengan semen yang akan

menghasilkan senyawa-senyawa yang volumenya akan mendesak ke luar dan pada akhirnya akan merusak beton.

Penggunaan pasir laut pada dasarnya masih memiliki banyak kekurangan, dimana beton yang dihasilkan meskipun memiliki kekuatan awal yang besar dari beton normal, setelah umur 28 hari kekuatannya akan lebih rendah (Nugraha dan Paul Antoni, 2007).

c. Air

Air memegang peranan penting dalam pembuatan beton karena diperlukan dalam proses hidrasi semen. Selain itu, juga digunakan dalam perawatan beton. Umumnya air yang digunakan adalah air yang dapat diminum dan tidak mengandung bahan-bahan lain yang dapat merusakkualitas beton.

Air laut sendiri tidak disarankan dalam penggunaannya pada beton karena mengandung garam yang tinggi yang dapat menggerogoti kekuatan dan keawetan beton. Hal ini disebabkan klorida (Cl-) yang terdapat pada air laut merupakan garam yang bersifat agresif terhadap bahan lain termasuk beton. Menurut A.M. Neville dan J. J. Brooks (1981) kerusakan beton di air laut disebabkan klorida yang terkandung di air laut, yaitu NaCl dan MgCI.

Garam-garam sodium yang terkandung dalam air laut dapat menghasilkan substansi yang bila berkombinasi dengan agregat alkali yang reaktif, sama seperti dengan kombinasi dengan semen alkali. Karena itu air

laut tidak boleh dipakai untuk beton yang diketahui mempunyai potensi agregat alkali reaktif, bahkan bila kadar alkalinya rendah. (Syamsuddin, Ristinah, dkk., 2011).

Namun bila air bersih tidak tersedia, air laut dapat digunakan meskipun sangat tidak dianjurkan. Meskipun kekuatan awal dengan penggunaan air laut ini lebih tinggi daripada beton biasa, setelah 28 hari, kekuatannya akan lebih rendah. Pengurangan kekuatan ini dapat dihindari dengan mengurangi faktor air semen (Nugraha dan Paul Antoni, 2007).

Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut yaitu mencapai 70,8% (Rompas, R.M. dkk., 2009 dalam Erniati, dkk., 2013). Air laut merupakan campuran dari 96,50 % air murni dan 3,50 % material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut.

Air yang ada dalam perairan tidak berbentuk murni namun terasosiasi dan terionisasi dengan beberapa garam, para ahli sepakat bahwa ukuran garam-garam yang terlarut dalam air laut menggunakan satuan salinitas (salinity). Salinitas air laut umumnya berkisar antara 23 % hingga 37 % tergantung pada kondisi masing-masing wilayah, yakni yang banyak curah hujan, muara sungai, limpasan es dan salju dan daerah setengah tertutup.Air laut memiliki kadar garam rata-rata sekitar 35.000 ppm atau 35 g/liter.

Kandungan kimia utama dari air laut adalah klorida (Cl-), natrium (Na).

magnesium (Mg), Sulfat (SO4-2). Kebanyakan air laut mempunyai komposisi

yang serupa, berisi sekitar 3.5% garam larut dengan pH air laut sangat bervariasi yaitu berkisar antara 7,5 hingga 8,4 dengan rata-rata yaitu sekitar 8,2.

C. Karakteristik Beton 1. Kuat tekan

Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimum f’c dengan satuan N/mm atau MPa. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai 10 - 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30 - 45 MPa. Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya, yaitu :

a. Mutu beton dengan f’c kurang dari 10 MPa, digunakan untuk beton non struktur (misalnya kolom praktis, balok praktis).

b. Mutu beton dengan f’c antara 10 MPa sampai 20 MPa, digunakan untuk beton struktur (misalnya balok, kolom, pelat, maupun pondasi).

c. Mutu beton dengan f’c sebesar 20 MPa ke atas, digunakan untuk struktur beton yang direncanakan tahan gempa.

Nilai kuat tekan beton diperoleh melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu dengan benda uji silinder

(diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi f’c yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian dicatat bahwa tegangan f’c bukanlah tegangan yang timbul saat benda uji hancur, melainkan tegangan maksimum saat regangan beton εc mencapai nilai ± 0,002. Gambar 5 memperlihatkan hubungan tegangan dan regangan benda uji beton.

Gambar 5. Hubungan tegangan dan regangan benda uji beton

Dokumen terkait