• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN BESI YANG TERKOROSI (FLEXURAL BEHAVIOR OF REINFORCED CONCRETE BEAMS WITH CORRODED STEEL BARS) DISERTASI AKSA H. MARDANI P0800311030 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN BESI YANG TERKOROSI (FLEXURAL BEHAVIOR OF REINFORCED CONCRETE BEAMS WITH CORRODED STEEL BARS) DISERTASI AKSA H. MARDANI P0800311030 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

BEAMS WITH CORRODED STEEL BARS)

DISERTASI

AKSA H. MARDANI P0800311030

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa yang atas izinnya sehingga penelitian dan penulisan ini yakni “Perilaku Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Besi Yang Terkorosi” dapat

terselesaikan. Dalam melaksanakan penelitian ini upaya dan perjuangan keras kami lakukan dalam menyelesaikannnya.

Kami menyampaikan penghargaan yang sangat tinggi dan amat mendalam kepada bapak Prof. Dr. H. M. Wihardi Tjaronge, ST., M.Eng, atas bimbingan, arahan dan petunjuknya sehingga penelitian dan penyusunan disertasi ini dapat kami laksanakan dengan baik. Ucapan dan penghargaan yang sama kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Victor Sampebulu, M.Eng dan Prof. Dr. Rudy Djamaluddin, ST., M.Eng selaku Co-Promotor yang banyak memberikan waktu, arahan dan bimbingannya kepada kami. Kepada bapak kami mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang setingi-tingginya atas bimbingan yang begitu tulus danikhlas.

Ucapan dan penghargaan kami sampaikan kepada Prof. Ir. Priyo Subprobo, MS., Ph.D, selaku penguji eksternal dari Institut Sepuluh Novemver Surabaya (ITS) dan Prof. Dr-Ing Ir. Herman Parung, Ir. H.

Achmad Bakri Muhiddin, M.Sc., Ph.D, Dr. Eng. Hj. Rita Irmawaty, ST., MT dan Dr. Eng. A. Arwin Amiruddin, ST., MT selaku tim penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan kepada kami. Kepada

(4)

bapak/ibu kami mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang setingi-tingginya atas masukan dan arahan demi kelengkapan disertasi ini.

Penghargaan yang setinggitingginya kepada ; Rektor Universitas Hasanuddin (Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA), bapak Prof. Dr.

Muhammad Ali, SE, MS. (Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin), bapak Dr-lng. Ir. Wahyu Haryadi Piarah, MS.ME. (Dekan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin), bapak Dr. Ir. H. Muh. Arsyad Thaha, MT (Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin), bapak Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, ST. M.Eng (Ketua Program Studi S3 Teknik Sipil Universitas Hasanuddin) dan bapak/ibu dosen Pascasarjana Universitas Hasanuddin yang telah mengarahkan dan membimbing dalam proses perkuliahan. Bapak/ibu staf Pascasarjana Unhas dan staf Prodi S3 Teknik Sipil yang sangat membantu dalam proses administrasi, kami sampaikan banyak terima kasih.

Ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada Dr. M. Akbar Caronge, ST. M.Eng., Miswar Tumpu, ST., Awad Akbar ST, dan Mahasiswa S1 dan S2 serta kepada bapak/ibu yang telah membantu dalam semua aktivitas, sehingga disertasi ini dapat selesai. Atas segala keikhlasan, pikiran dan tenaganya yang tidak ternilai.

Terima kasih saya haturkan kepada keluarga Saya, Bapak Saya Latjutjeng H. Mardani (alm), Ibu Saya Hj. Haripa MS (almh) Bapak Mertua Ir. Naufal Ellong (alm) Ibu Mertua Soraya Ambarak, dan Ipar saya Bapak H. Helmy D. Yambas, SE. MH, Drs. Mubin Abidin, MA, Bustamil Balla SE,

(5)

Gazali Salampaga, Rosni Damang dan Kakak saya Dra. Hj. Nurfa L. H.

Mardani, SH, Dra. Idha L. H. Mardani, MA dan adik saya Mas’ulung L. H.

Mardani, SH., Royani L. H. Mardani, SE., Mawarni L. H. Mardani, SE serta istri saya Nidya Zwayza, anak saya Muhammad Raihan Putra Mardani, Khalishah Afifah Putri Mardani dan Amirah Maumun Putri Mardani yang telah memberikan dukungan dan sabar menunggu sampai selesainya studi ini. Hanya dengan doa semoga Allah SWT, dapat membalasnya.

Akhirnya kami ucapkan salam sejahtera buat kita semua.

Makassar, 22 November 2017 Salam

Aksa H. Mardani

(6)

ABSTRAK

AKSA H. MARDANI. Perilaku Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Besi Yang Terkorosi (dibimbing oleh H. M. Wihardi Tjaronge, Victor Sampebulu dan Rudy Djamaluddin).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh yang timbul akibat korosi yang terjadi dan efektifitas penggunaan tulangan yang di coating terhadap perilaku lentur balok beton bertulang.

Ada empat jenis benda uji dan tiga diantara jenis benda uji tersebut dilakukan percepatan korosi yaitu balok beton normal dengan tulangan biasa (N), balok beton normal dengan tulangan biasa yang diberikan percepatan korosi (N acc), balok beton air laut dengan tulangan biasa yang diberikan percepatan korosi (SW acc) dan balok beton air laut dengan tulangan di coating yang diberikan percepatan korosi (SW acc C).

Percepatan korosi baja yang di induksi pada arus listrik 1,45 A selama 21 hari berdasarkan persamaan faraday dan akselerasi korosi dilakukan dengan menggunakan air laut. Pengujian kuat lentur dilakukan dengan two point load. Pembebanan bersifat monotonic dengan kecepatan ramp actuator konstan sebesar 0.05 mm/dt sampai benda uji gagal.

Hasil dari penelitian menunjukkan terjadi penurunan kuat lentur beton bertulang akibat korosi pada tulangan yaitu pada benda uji N acc, SW acc dan SW acc C sebesar 7,95%, 14,57% dan 8,87% terhadap beton normal (N). Penggunaan besi coating pada beton bertulang yang menggunakan air laut dan pasir laut memiliki kapasitas lentur yang hampir sama dengan beton normal yang diakselerasi korosi (N acc). Sehingga besi coating dapat digunakan sebagai alternatif pada beton yang menggunakan air laut dan pasir laut.

Kata kunci : Beton bertulang, Akselerasi korosi, Perilaku lentur

(7)

ABSTRACT

AKSA H. MARDANI. Flexural Behavior of Reinforced Concrete Beams With Corroded Steel Bar(supervised by H. M. WihardiTjaronge, Victor Sampebulu and Rudy Djamaluddin).

This study aims to determine the effect of corrosion and the effectiveness of coating steel bar to flexural behavior of reinforced concrete beams.

There were four types of test specimens and three of them has treat by corrosion acceleration. The speciment are normal reinforced concrete beams with normal reinforcement (N), normal reinforced concrete beams with normal reinforcement given accelerated corrosion (N acc), seawater concrete beams reinforced with normal reinforcement given accelerated corrosion (SW Acc) and seawater concrete beams reinforced with coating reinforcement given accelerated corrosion (acc SW C) with steel induced by the electric current of 1.45 A for 21 days based of equality and accelerated corrosion faraday done using seawater.Flexuralof tests were performed with two point load. The loading is monotonic with a constant ramp actuator speed of 0.05 mm/second until the tested beams failed.

Results from the study showed a decrease in the flexural strength of reinforced concrete reinforcement due to corrosion at specimen Nacc, SWacc and SW acc C are 7.95%, 14.57% and 8.87% of the normal concrete (N). At the mean time the application of coatingiron on reinforced concrete using sea water and sea sand has a flexural capacity similar with normal concrete accelerated corrosion (N acc). Therefore the coating iron can be applied as an alternative to the concrete using sea water and sea sand.

Keywords :Reinforced concrete, Accelerated corrosion, Flexural behavior

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Batasan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya ... 12

B. Material Penyusun Beton ... 17

C. Karakteristik Beton ... . 27

D. Tulangan Coating………. ... .. 32

E. Peranan Hidrasi Semen Dalam Pengikatan Klorida .. .. 33

(9)

F. Kekuatan Lentur Pada Balok Beton Bertulang ... 38

G. Korosi Pada Baja Tulangan... 47

H. Percepatan Korosi Tulangan ... 51

I. Kerangka Pikir Penelian ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Prosedur Penelitian ... 56

B. Rancangan Penelitian ... 58

C. Benda Uji ... 59

D. Pembuatan Benda Uji ... 60

E. Metode Akselerasi Korosi ... 66

F. Pengujian Benda Uji ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Fisik dan Mekanik Material ... 75

B. Akselerasi Korosi Pada Beton Bertulang ... 81

C. Pengujian Lentur Balok Beton Bertulang ... 87

D. Studi Komparasi Penelitian Terdahulu ... 114

E. Temuan Empirik ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat Fisika Semen Portland Komposit ... 20

2. Syarat – Syarat Gradasi Agregat Kasar ... 22

3. Syarat – Syarat Gradasi Agregat Halus ... 24

4. Ambang Batas Klorida Dengan Berbagai Kondisi (Ann, K. Y. dan Song, H. W. 2007) ... 37

5. Lebar Retak Maksimum Yang Diizinkan... 46

6. Karakteristik Fisik Agregat ... 75

7. Karakteristik Kimia Air Laut ... 76

8. Komposisi Campuran Beton Untuk (kg/m3) ... 77

9. Hasil Pengujian Nilai Slump ... 77

10. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton 28 hari ... 78

11. Nilai Modulus Elastisitas Secara Teori ... 80

12. Lebar Retak Yang Dapat di Toleransi ... 84

13. Tabel Rekapitulasi Pengujian Kuat Lentur ... 93

14. Pengujian Kuat Lentur Secara Teori (kondisi elastis) ... 94

15. Pengujian Kuat Lentur Secara Teori (kondisi ultimit) ... 94

16. Rekapitulasi Pola Retak Akibat Pembebanan ... 102

17. Tabel Rekapitulasi Hasil Pengujian Kuat Tarik Tulangan ... 111

18. Tabel Rekapitulasi Penurunan Massa Dan Luas Tulangan... 112

19. Tabel Rekapitulasi Seluruh Parameter Pengujian ... 113

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Korosi PadaBeton Bertulang ... 4

2. Mekanisme Terjadinya Korosi Pada Baja Tulangan ... . 5

3. Hubungan Antara Tingkat Korosi (2𝑅𝑇 𝐷 × 100%) Dan Kekuatan Lentur Balok ... 16

4. Pengaruh Laju Korosi Pada Kekuatan Lentur Balok ... . 17

5. Hubungan Tegangan dan Regangan Benda uji Beton ... . 28

6. Hubungan Tegangan dan Regangan Liniear ... 31

7. Hubungan Tegangan dan Regangan Non Liniear ... 31

8. Pola Pembebanan Pada Pengujian Kuat Liniear... 39

9. Perilaku Lentur Pada Beton ... 40

10. Perilaku Lentur Dekat Beban Ultimit ... 41

11. Balok Tegangan Ekivalen Whitney ... 42

12. Retak Pada Balok ... 45

13. Deskripsi Singkat Dari Fenomena Korosi ... 49

14. Konsekuensi Akibat Korosi Pada Baja Tulangan ... 51

15. Skema Kolam Perendaman ... 53

16. Kerangka PikIr Penelitian ... 55

17. Bagan Alir Penelitian ... 57

18. Dimensi Balok Beton Bertulang ... 60

19. Sketsa Pembebanan Balok Beton Bertulang... 60

(12)

20. Cetakan Benda Uji Silinder... 61

21. Bahan Adukan Benda Uji ... 61

22. Potongan Memanjang Dan Melintang Balok Beton Bertulang Normal ... 62

23. Potongan Memanjang Dan Melintang Balok Beton Bertulang Air Laut ... 63

24. Beton Setelah Diratakan Dengan Sendok Semen ... 65

25. Benda Uji Silinder ... 68

26. Uji Balok Beton Bertulang Dengan Indikator Pengukuran ... 70

27. Positioning Dial Indicator Lendutan ... 71

28. Skema Benda Uji Pada Pengujian Half – Cell Potential ... 72

29. Set Up Benda Uji Kuat Tarik Baja ……….. 73

30. Grafik Hubungan Tegangan Dan Regangan Beton Umur 28 Hari ... 79

31. Pola Retak Balok Normal Akselerasi Akibat Korosi (N acc) ... 83

32. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Akibat Korosi (SW acc) .. 83

33. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Coating Akibat Korosi (SW acc C) ... 84

34. Uji Half Cell Potential ... 86

35. Histogram Beban Maksimum ... 87

36. Histogram Persentase Penurunan Kapasitas Beban Balok ... 88

37. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Normal Tanpa Akselerasi Korosi (N) ... 89

(13)

38. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Normal Akselerasi

(N acc) ... 90

39. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Air Laut Akselerasi (SW acc)... 91

40. Hubungan Beban Lendutan Benda Uji Balok Air Laut Akselerasi Coating (SW acc C) ... 92

41. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Normal (N) ... 95

42. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Normal Akselerasi (N acc) ... 96

43. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Air Laut Akselerasi (SW acc)... 96

44. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Air Laut Akselerasi Coating (SW acc C) ... 97

45. Hubungan Beban Dan Regangan Beton Untuk Seluruh Benda Uji ... 98

46. Histogram Regangan Beton Maksimum ... 99

47. Pola Retak Balok Normal Akibat Pembebanan ... 100

48. Pola Retak Balok Normal Akselerasi Akibat Pembebanan ... 100

49. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Akibat Pembebanan ... 100

50. Pola Retak Balok Air Laut Akselerasi Coating Akibat Pembebanan ... 100

51. Tulangan N 1 ... 104

52. Tulangan N 2 ... 105

(14)

53. Tulangan Nacc ... 105

54. Tulangan SW acc 1 ... 105

55. Tulangan SW acc 2 ... 105

56. Tulangan SW acc 3 ... 106

57. Tulangan SW acc C 1 ... 106

58. Tulangan SW acc C 2 ... 106

59. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan N ... 108

60. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan N acc ... 109

61. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan SW acc ... 110

62. Hubungan Tegangan Regangan Tulangan SW acc C ... 111

63. Set up Pengujian Dengan Dua Pembebanan ... 115

(15)

DAFTAR NOTASI

Cl- = Ion Clorida MPa = Mega Pascal f’c = Kuat Tekan

P = BebanTekan

A = Luas Penampang Benda Uji SNI = Standar Nasional Indonesia PCC = Portland Composite Cement UTM = Universal Testing Machine

P = Beban

∆ = Lendutan

σ = Tegangan Beton (MPa)

Ɛ = Regangan

Kg = Kilogram kN = Kilonewton

kNmm = Kilonewton milimeter mm = Milimeter

K = Kekakuan

N = Benda uji balok normal

N acc = Benda uji balok normal akselerasi SW acc = Benda uji balok air laut akselerasi

SW acc C = Benda uji balok air laut akselerasi tulangan coating

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi khususnya beton pada saat ini, membuat beton semakin banyak dipilih sebagai suatu bahan konstruksi. Konstruksi beton banyak memiliki keuntungan selain bahannya mudah diperoleh, juga harganya relatif lebih murah, mempunyai kekuatan tekan tinggi, mudah dalam pengangkutan dan pembentukannya, serta mudah dalam hal perawatannya. Hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi menggunakan beton yang pada umumnya dipadukan dengan baja (composite) atau dengan jenis lainnya, seperti pada pembuatan gedung- gedung, jalan (rigid pavement), bendung, dermaga, saluran dan lain-lain (Mulyono, 2003).

Namun, beton mempunyai perilaku yang spesifik yaitu memiliki kuat tarik yang jauh lebih kecil dari kuat tekannya. Oleh karena itu material beton umumnya digabungkan dengan material lain yang mempunyai kuat tarik yang besar, seperti baja tulangan sehingga merupakan satu kesatuan struktur komposit yang disebut beton bertulang.

Di sisi lain, peningkatan penduduk yang semakin pesat berdampak pada ketersediaan sumber daya alam di seluruh dunia. Salah satunya penggunaan air bersih. Dikatakan bahwa pada tahun 2025 setengah dari umat manusia akan tinggal di daerah di mana air tawar tidak lagi

(17)

mencukupi. (Otsuki. N, dkk., 2011). Berdasarkan laporan yang diterbitkan Badan Meteorologi Dunia (WMO) memaparkan bahwa pemenuhan kebutuhan air bersih di seluruh dunia akan semakin memburuk. Menurut Ban Ki-Moon selaku Sekjen PBB, pada tahun 2030 hampir separuh dari populasi kita akan menghadapi krisis air dimana tingkat permintaan melonjak 40% lebih tinggi dari persediaan yang ada.

Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah perairan laut.

Penggunaan air laut dan pasir laut sebagai material penyusun beton memberikan pengaruh terhadap kekuatan dan terjadinya proses karbonasi pada beton.

Penggunaan air laut dan pasir laut saat ini menjadi salah satu pembahasan yang ramai sebagai solusi alternatif dalam bidang konstruksi beton. Dalam dunia teknik sipil, hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan inovasi dalam teknologi pembuatan beton. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam penggunaan air laut sebagai material pencampuran beton, baik untuk beton struktural maupun beton non struktural.

Dalam beberapa penelitian terdahulu, diperoleh data bahwa beton dengan menggunakan air laut sebagai bahan pencampuran memiliki kekuatan awal yang sedikit lebih tinggi (Anisa Junaid, dkk., 2009 dan Ristinah Syamsuddin., dkk., 2011). Meskipun demikian, masih perlu dilakukan beberapa penelitian lanjutan untuk mengklarifikasikan dengan jelas.

(18)

Dari sudut pandang penghematan penggunaan air tawar, maka kemungkinan menggunakan air laut sebagai pencampuran air dalam beton harus diselidiki. Dalam beberapa literatur ditemukan bahwa penggunaan air laut sangat memungkinkan penggunaan pencampuran mortar beton, namun untuk kondisi tertentu diperlukan perlakuan khusus utamanya dalam mencegah korosi. Jika penggunaan air laut sebagai bahan beton diizinkan, maka akan sangat mudah dan ekonomis dalam pembangunan khususnya konstruksi beton, terutama pada kawasan pesisir pantai dan lingkungan yang rentan terhadap terjadinya korosi.

Dalam standar beton bertulang memberikan batasan tingkat klorida (Cl-) yang diizinkan. Penggunaan air laut karena resiko terjadinya korosi awal yang lebih besar, disebabkan oleh unsur klorida (Cl-) dalam senyawa air laut. Air laut dihindari untuk digunakan sebagai pencampuran air untuk beton bertulang, karena meningkatkan resiko korosi batang baja pada beton.

Penggunaan air laut sebagai bahan pencampur pada beton dan untuk perawatan beton telah dilakukan pada beberapa penelitian sebelumnya. Efek dari pencampuran air laut akan di uji dan dijadikan acuan dalam pencampuran beton. Selanjutnya dalam pengembangan penggunaan air laut pada mortar beton kemudian akan di teliti dalam penggunaannya dalam beton bertulang. Namun karena terjadinya korosi dapat tercapai dalam waktu yang relatif lama, maka penelitian ini digunakan tulangan beton yang mendapat perlakuan percepatan korosi.

(19)

Gambar 1 memperlihatkan fenomena kerusakan beton akibat korosi yang terjadi pada tulangan.

Gambar 1. Korosi pada beton bertulang

Gambar 1 memperlihatkan terjadinya korosi pada baja tulangan yang merupakan reaksi kimia antara baja tulangan dengan lingkungannya.

Proses korosi baja tulangan di dalam beton berlangsung secara karbonasi, degradasi oleh sulfat, klorida dan leaching pada tulangan baja yang terkorosi merupakan awal kerusakan beton, yang secara keseluruhan akan memperpendek usia konstruksi.

Proses korosi untuk bahan bersifat baja senantiasa terjadi akibat adanya pengaruh klorida. Proses ini dapat berlangsung secara cepat atau

(20)

lama tergantung perlakuan pada baja. Untuk beton bertulang, korosi pada baja tulangan dapat terjadi karena adanya retak pada beton, celah rongga beton dan sifat air yang terkandung dalam beton.

Banyak ditemukan kerusakan beton bertulang yang disebabkan oleh korosi. Penyebab kerusakan tersebut meliputi masuknya garam atau ion klorida (Cl-) di dalam beton dan proses karbonasi pada beton. Salah satu kondisi yang rentan sekali terhadap serangan korosi tersebut terjadi pada struktur beton yang terekspos di daerah pantai. Proses korosi pada tulangan baja dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme terjadinya korosi pada baja tulangan

Beberapa dekade terakhir, penelitian tentang pengaruh korosi tulangan pada sifat mekanik beton bertulang menjadi fokus dalam dunia konstruksi. Untuk mempercepat laju korosi pada tulangan, beberapa penelitian menggunakan metode korosi buatan yang dipercepat di

(21)

Laboratorium (accelerated corrosion test). Beberapa diantaranya adalah Yingang, Du, dkk (2007) meneliti pengaruh korosi tulangan pada sifat mekanik beton bertulang. Pengujian dilakukan pada balok beton bertulang ukuran 150 x 200 x 2100 mm dengan tingkat korosi tulangan 10% pada daerah tekan dan tarik benda uji. Nilai lekatan besi-tulangan dan daktalitas mengalami penurunan akibat korosi tulangan serta pola keruntuhan tergantung dari lokasi dan tingkat korosi tulangan.

Selain itu, J, Rodriguez, dkk (1996) meneliti pengaruh korosi tulangan terhadap kapasitas lentur beton bertulang. Dari hasil penelitian kapasitas lentur balok mengalami penurunan sebesar 23% dengan tingkat korosi 14%.

C. A. Juarez, dkk (2011) meneliti pengaruh korosi tulangan geser pada kapasitas geser balok beton bertulang dengan parameter penelitian meliputi jarak sengkang dan tingkat korosi. Hasil penelitian menunjukkan nilai kapasitas geser balok beton bertulang mengalami penurunan sebesar 30% dengan tingkat korosi 10%-14%. Selain itu, nilai daktalitas mengalami penurunan akibat korosi pada tulangan geser yang ditunjukkan terjadinya pola keruntuhan langsung pada benda uji.

Peneltian oleh Shanhua, Xu dkk (2017), menunjukkan bahwa nilai kuat geser dipengaruhi oleh span-depth ratio dan tingkat korosi tulangan geser. Korosi tulangan geser mengurangi kapasitas ikatan antara agregat beton, daktalitas dan kapasitas lentur benda uji.

(22)

Berdasarkan penelitian sebelumnya maka fokus penelitian ini mencoba mensimulasikan di laboratorium tentang perilaku lentur balok beton bertulang dengan besi yang terkorosi dalam hal ini diberikan perlakuan percepatan korosi besi beton. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui perilaku lentur balok beton dalam waktu yang singkat akibat adanya korosi yang dipercepat.

Untuk mencegah terjadinya korosi pada tulangan beton maka perlu pemakaian bahan yang baik, mempertebal selimut beton, dan penambahan dimensi struktur serta pemampatan beton, atau penggunaan tulangan non korosif seperti stainless steel, galvanis, FRP rebars dan tulangan coating.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana perilaku lentur yang timbul pada balok beton bertulang dalam kondisi normal dan beton air laut yang diberikan perlakuan percepatan korosi.

2. Bagaimana efektivitas penggunaan beton air laut terhadap kapasitas lentur beton bertulang.

3. Bagaimana dampak penggunaan tulangan beton yang mengalami korosi terhadap kapasitas lentur balok beton bertulang.

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini tentang penggunaan air laut untuk bahan campuran beton dengan percepatan korosi pada tulangan baja adalah :

1. Menganalisis perilaku lentur yang timbul pada balok beton bertulang dalam kondisi normal dan beton yang mengalami percepatan korosi.

2. Mengetahui efektifitas penggunaan beton air laut terhadap kapasitas lentur beton bertulang.

3. Mengetahui dampak penggunaan tulangan beton yang mengalami percepatan korosi terhadap kapasitas lentur balok beton bertulang.

D. Batasan Masalah

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan maka penelitian ini dibatasi terhadap hal-hal yaitu :

1. Pengujian ini menggunakan 4 tipe balok beton dimana type 1 beton normal akan digunakan sebagai acuan terhadap beton yang mengalami akselesari korosi. Sementara 3 tipe beton lainnya diberikan perlakuan percepatan korosi.

2. Beton yang diberikan perlakuan percepatan korosi terbagi dalam 3 tipe yaitu : 1) beton normal akselerasi (Nacc); 2) beton air laur akselerasi (SWacc); 3) beton air laut coating akselesasi (SWacc C).

(24)

3. Dari ke empat tipe benda uji, hal yang akan di teliti adalah perilaku lentur, dengan pengujian tekan beton, half-cell potential dan pengujian lentur.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini :

1. Mendapatkan komposisi dalam suatu campuran beton bertulang yang menggunakan air laut.

2. Pemanfaatan beton bertulang yang menggunakan air laut pada lokasi yang susah mendapatkan air tawar.

3. Menjadi referensi bagi bangunan struktur yang berdekatan dengan daerah pantai yang bersentuhan langsung dengan air laut dan referensi bagi peneliti selanjutnya.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini lingkup penelitian yang dilakukan berdasarkan karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah :

a. Benda uji yang dipakai berupa beton yang berbentuk balok dengan dimensi penampang lebar 15 cm x tinggi 20 cm dan panjang 160 cm.

b. Beton normal yang dipakai adalah dengan mutu K-300.

(25)

c. Beton yang digunakan pada balok menggunakan air laut dengan mutu K-300.

d. Tulangan yang dipakai yaitu :

1. Tulangan pada daerah tekan : 2 Ф 8 2. Tulangan pada daerah tarik : 2D16 3. Tulangan sengkang : 11Ф10-150 4. Tulangan tarik yang di coating : 2D16

Perletakan balok adalah perletakan sederhana (sendi dan rol)

e. Dimensi cetakan silinder yang digunakan dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.

f. Tulangan tarik yang dipakai terdiri dari dua type yaitu : Tulangan biasa dan tulangan coating. Bahan coating yang digunakan adalah cat tipe Zincromate Nippon.

g. Lamanya curing benda uji selama 28 hari.

G. Sistematika Penulisan

Agar lebih terarah tulisan ini, sistematika penulisan disertasi yang akan dilakukan dapat diurutkan yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Pokok-Pokok bahasan dalam BAB ini adalah latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.

(26)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari uraian penelitian sebelumnya yang terkait dengan balok beton yang menggunakan air laut dengan menggunakan tulangan normal maupun menggunakan tulangan coating, dengan mekanisme percepatan korosi (acceleration corrosion).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari uraian tentang persiapan penelitan mencakup prosedur penelitian, rancangan benda uji dan alat, dimulai dari perhitungan dimensi alat, bahan uji, pemasangan alat dan persiapan penyediaan bahan, sampai pengujian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri dari analisa hasil pengujian benda uji meliputi : hasil pengujian kuat tekan, pengujian half cell potential, dan pengujian lentur pada balok beton normal dan balok beton air laut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab yang menyimpulkan hasil dari analisis penelitian dan memberikan saran-saran dan rekomendasi penelitian.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan database yang dikumpulkan oleh Badan Sains dan Teknologi Jepang (JST), tulisan terkait beton campuran air laut mulai dipublikasikan sejak tahun 1974 hingga saat ini.

Taylor, Michael A. dan Kuwairi, Adam (1978) melakukan pengujian terkait pengaruh garam laut terhadap kuat tekan beton polos pada umur 28 hari. Air laut buatan dihasilkan dengan menambahkan garam ke air suling.

Parameter yang diteliti adalah jenis semen, konsentrasi garam dalam air suling. Air suling digunakan untuk membuat air laut dan sebagai bahan referensi dengan hanya menggunakan satu rancang campuran. Kuat tekan nominal yang direncanakan 13 MPa. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kuat tekan hingga 12% pada beton yang menggunakan semen tipe II dengan kadar kalsium klorida 0,1%. Demikian pula besaran kenaikan yang ditunjukkan pada kurva kekuatan terhadap salinitas meningkat pada level 5% hingga 7%. Satu-satunya pengecualian adalah pada penggunaan semen tipe V yang menunjukkan penurunan kekuatan hingga 5%. Pengaruh air garam pada beton disebabkan oleh zat kimia yang terkandung pada semen.

(28)

Menurut Neville dan Brooks (1981) kerusakan beton di air laut disebabkan klorida yang terkandung di air laut, yaitu NaCl dan MgCI2. Senyawa ini bila bertemu senyawa semen menyebabkan gypsum dan kalsium sulpho aluminat terjadinya ettringite dalam semen yang mudah larut.

Air laut umumnya mengandung 35.000 ppm (3,5 %) larutan garam, sekitar 78

% adalah sodium klorida dan 15 % adalah magnesium sulfat.

Mohammed, Tarek Uddin, dkk., (2002, 2004) melakukan penelitian terkait kuat tekan, mineralogi, intrusi klorida dan korosi baja tulangan tertanam pada beton yang dibuat dengan air laut dan air tawar. Penelitian dirangkum berdasarkan beberapa penyelidikan terhadap paparan jangka panjang pada lingkungan pasang surut. Penelitian dilakukan dalam dua seri.

Seri pertama menggunakan semen Portland tipe I, semen terak dan semen fly ash. Dalam seri kedua, menggunakan semen Portland tipe I, semen

Portland dengan kekuatan awal tinggi, semen Portland dengan panas hidrasi sedang dan semen blast furnace slag. Benda uji dibuat dalam bentuk silinder dan prisma. Benda uji silinder terdiri dari beton polos dan beton bertulang dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Tiga batang baja bulat diameter 9 mm ditanam pada 20, 40, dan 70 mm dari selimut benda uji. Pada benda uji prisma (100 x 100 x 600 mm), satu batang baja bulat diameter 9 mm dan panjang 500 mm ditanam ditengah bagian. Sebelum pemaparan, celah lentur dibuat ditengah spesimen prisma. Penyelidikan pada seri pertama dilakukan pada umur 28 hari dan 15 tahun. Sedangkan penyelidikan

(29)

untuk seri kedua dilakukan pada 28 hari, 15 tahun dan 20 tahun dari paparan.

Beton campuran air laut menunjukkan kekuatan awal yang tinggi. Setelah 20 tahun dari paparan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kekuatan tekan beton yang diamati untuk campuran beton dengan air laut dan airkeran.

Jumlah awal klorida (akibat penggunaan air laut) dapat menyebabkan inisiasi korosi pada lokasi dari batang baja yang memiliki rongga/celah pada interface baja-beton segera setelah pengecoran beton. Penggunaan air laut menghasilkan pembentukan lubang korosi yang lebih dalam dibandingkan dengan air keran.

Hartini, dkk., (2014) melakukan pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas pada beton dengan membandingkan antara beton normal dengan beton yang menggunakan air laut dan pasir laut sebagai bahan pencampur.

Berdasarkan studi yang dilakukan diperoleh data bahwa dengan faktor air semen yang sama, beton air laut mencapai kuat tekan dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada beton air tawar dengan persentase kenaikan kuat tekan sebesar 1,02 % dan persentase kenaikan modulus elastisitas sebesar 1,03 %.

Tjaronge, M. W., dkk. (2011) meneliti pengaruh air laut pada kekuatan beton berongga yang menggunakan semen Portland komposit dan serat mikro monofilament polypropylene. Uji kuat tekan dan kuat lentur dilakukan pada 3, 7 dan 28 hari menunjukkan kekuatan meningkat di air laut. Hasil ini

(30)

memperlihatkan proses hidrasi tidak terganggu ketika beton berpori direndam air laut.

Otsuki, Nobuaki (2011) mempelajari air laut sebagai air pencampur menggunakan OPC (Ordinary Portland Cement) dan semen BFS (Blast Furnace Slag) serta dicampur air tawar. Perbedaan daya tahan beton dengan

air tawar dan dengan air laut tidak banyak, tetapi perbedaan beton OPC dan BFS sangat besar. Penggunaan air laut menurunkan jumlah pori - pori, meningkatkan kuat tekan beton BFS dibandingkan menggunakan air tawar.

Penggunaan air laut aman digunakan sebagai air pencampuran dengan ketentuan menggunakan semen BFS, bukan semen OPC, dan menggunakan inhibitor korosi atau diperkuat dengan stainless steel atau penguatan tahan korosi.

Mangat, S. Pritpal dan Elgarf, S. Mahmoud (2006) meneliti model untuk memprediksi konsentrasi klorida dalam jangka panjang dari data pemeriksaan rutin konstruksi beton telah dilakukan. Metode lapangan untuk menentukan tingkat korosi pada beton bertulang telah dikembangkan, yang membantu dalam prediksi umur layanan beton. Pengamatan selanjutnya diperlukan dalam prediksi umur layanan akibat korosi pada struktur adalah pengetahuan tentang kekuatan dari elemen beton bertulang yang dipengaruhi oleh tingkat korosi.

Sejumlah peneliti telah berusaha untuk mendefinisikan umur layanan beton bertulang akibat korosi. Telah dikemukakan bahwa 10 sampai 25

(31)

persen pengurangan kekuatan tulangan baja karena korosi sehingga menurunkan umur layanan. Beberapa peneliti telah menetapkan tingkat kerusakan berdasarkan indikasi visual, seperti noda karat dan modifikasi warna. Penelitian dilakukan dengan beberapa benda uji dengan tingkat korosi yang berbeda seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara tingkat korosi ( × 100%) dan kekuatan lentur balok.

Jika dalam struktur beton bertulang periode korosi setelah inisiasi adalah T tahun, maka kehilangan logam setelah T tahun = RT (cm).Oleh karena itu, pengurangan persen pada diameter tulangan dalam T tahun dapatdinyatakan dalam persamaan

(

× 100 %). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kekuatan ikatan antar permukaan pada baja dan

(% Kuat lentur)

(32)

permukaan pada beton merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada beton. Kapasitas lentur balok terkorosi dari penyelidikan ini bukan pengurangan tulangan cross section.

Gambar 4 menggambarkan efek dari laju korosi pada kapasitas beban lentur yang memperlihatkan kerusakan pada balok akibat tingkat korosi yang diberikan. Tingkat korosi atau laju korosi yang diberikanyaitu berbeda-beda : 1, 2, 3, dan 4 mA/cm. Sampai tingkat korosi 3,75 persen ( = 3,75 persen).

Gambar 4. Pengaruh laju korosi pada kekuatan lentur balok

B. Material Penyusun Beton

Material penyusun beton terdiri atas semen portland komposit (PCC), agregat baik berupa agregat kasar maupun agregat halus dan air pencampur yang digunakan untuk membuat adonan beton.

% Kuat Lentur

(33)

a. Semen Portland Komposit (PCC)

Semen merupakan zat berbentuk bubuk dan akan membentuk pasta setelah bercampur dengan air. Pasta semen ini yang akan melekatkan dan mengikat agregat pada campuran beton. SNI-15-7064 pasal 3.1 (2004) mendefinisikan semen portland komposit sebagai bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6%-35 % dari massa semen portland komposit.

Semen portland komposit (Portland Composite Cement) dapat digunakan untuk konstruksi umum seperti pada pekerjaan beton, pekerjaan pasangan bata, pekerjaan selokan, jalan, pekerjaan pagar dinding dan pekerjaan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan ataupun beton prategang, panel-panel beton, bata beton (paving block) dan sebagainya.

Bahan pembentuk semen portland adalah : 1) Kapur (CaO), dari batu kapur

2) Silika (SiO2), dari lempung

3) Aluminium (AL2O3), dari lempung

Sedangkan bahan utama campuran semen portland adalah :

(34)

1) Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) atau C3S 2) Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) atau C2S 3) Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) atau C3A

4) Tetra Alumino Ferrid (4CaO.Al2O3.Fe2O3) atauC4AF 5) Gypsum (CaSO4.2H2O)

Senyawa C3S dan C2S berpengaruh besar terhadap kekuatan semen.

Dimana C3S berpengaruh pada kekuatan awal, sedangkan C2S sangat berpengaruh terhadap kekuatan semen pada tahap selanjutnya. Waktu yang diperlukan oleh semen dari keadaan cair menjadi mengeras disebut waktu pengikatan (setting time). Waktu pengikatan (setting time) sangat dipengaruhi oleh jenis semen dan senyawa C3S dan C2S yang terkandung dalam jenis semen yang digunakan.

Syarat kimia untuk semen portland komposit, yaitu berupa SO3

maksimum dengan persyaratan sebesar 4,0 % dengan syarat fisika semen portland komposit seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Syarat fisika dari semen portland komposit terdiri dari beberapa jenis pengujian yaitu kehalusan dengan alat blaine, kekekalan bentuk dengan autoclave, waktu pengikatan dengan alat vicat berupa pengikatan awal dan pengikatan akhir, kuat tekan pada umur 3 hari, umur 7 hari dan umur 28 hari, pengikatan semu berupa penetrasi akhir yang terjadi dan kandungan udara yang terdapat dalam mortar.

(35)

Tabel 1.Syarat Fisika Semen Portland Komposit

No. U r a i a n Satuan Persyaratan

1. Kehalusan dengan alat blaine m2/kg min. 280 2. Kekekalan bentuk dengan

autoclave:

- pemuaian - penyusutan

%

%

maks. 0,80 maks. 0,20 3. Waktu pengikatan dengan alat

vicat :

- pengikatan awal - pengikatan akhir

menit menit

min. 45 maks. 375 4. Kuat tekan :

- umur 3 hari - umur 7 hari - umur 28 hari

kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2

min. 125 min. 200 min. 250 5. Pengikatan semu:

- penetrasi akhir % min. 50

6. Kandungan udara dalam mortar % volume maks.12

b. Agregat

Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam menentukan besarnya kekuatan beton. Menurut SNI 2847-2013 agregat adalah bahan berbutir, seperti pasir, kerikil, batu pecah dan slag tanur (blast- furnace slag), yang digunakan dengan media perekat untuk menghasilkan

(36)

beton atau mortar semen hidrolis. Pada beton biasanya terdapat sekitar 60%

sampai sebesar 80% volume agregat (Nawy, Edward G., 2010). Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga mempengaruhi ketahanan (durability, daya tahan terhadap kemunduran mutu akibat siklus dari pembekuan-pencairan). Oleh karena itu, agregat lebih murah dari semen maka secara logis agregat lebih tinggi presentasenya. Dengan demikian agregat biasa diatur tingkatannya berdasarkan ukuran yang dimiliki oleh agregat dan suatu campuran yang layak terhadap presentase agregat kasar dan agregat halus serta persentase semen yang tergabung dalam mix design atau rancangan campuran beton (Wang, Chu-Kia, 1993).

Berdasarkan SNI 03-2847-2013, agregat merupakan material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton atau adukan semen hidrolik. Agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kekuatan beton. Pada beton konvensional, agregat menempati 70% sampai 75% dari total volume beton.

1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alami dari batuan-batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan atau diperoleh dari industri pemecah batu (stone crusher) dan mempunyai ukuran butir yaitu berada di antara 5 mm sampai dengan sebesar 40 mm (SNI 03-2847-2013).

(37)

Ukuran maksimum nominal agregat kasar menurut SNI 03-2847-2013 harus tidak melebihi :

a. 1/5 jarak terkecil antara sisi cetakan, ataupun b. 1/3 ketebalan slab, ataupun

c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan atau kawat, bundel tulangan, atau tendon prategang, atau selongsong.

Syarat-syarat gradasi agregat kasar yang diperoleh dari buku concrete technology, A. M. Neville dan J. J. Brooks, 1981 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat - syarat gradasi agregat kasar (Concrete Technology, A. M.

Nevile & J.J Brooks, 1981)

Ukuran Saringan (mm) Presentasi Lolos Saringan (%) 50

38 19 9,5 4,75

100 95 - 100

35 - 70 10 - 30 0 - 5

2. Agregat Halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil dari disintegrasi alami batuan atau pasir yang dapat dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5 mm (SNI 03-2847-2013).

(38)

Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03-6821-2002 adalah :

a. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.

b. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang hancur adalah 10% berat.

c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus dicuci.

Gradasi agregat halus adalah distribusi ukuran butiran dari agregat halus yang digunakan dalam salah satu bahan utama pencampuran beton.

Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama atau biasa dikenal dengan ukuran seragam maka volume pori akan semakin besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi atau gradasinya tidak seragam akan terjadi volume pori yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena butiran yang kecil akan mengisi pori yang terletak diantara butiran yang besar pada campuran beton, sehingga pori-porinya akan semakin sedikit, dengan kata lain kemampatan beton semakin tinggi. Pada agregat untuk pembuatan beton sedapat mungkin diinginkan suatu butiran yang memiliki kemampatan yang tinggi, karena volume porinya sedikit maka bahan pengikat yang dibutuhkan juga sedikit dalam campuran beton. Oleh karena, bahan pengikat yang

(39)

dibutuhkan sedikit maka biaya juga yang dibutuhkan semakin kecil. Syarat- syarat gradasi agregat halus dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat-syarat gradasi agregat halus (Concrete Technology, A. M.

Nevile & J.J. Brooks, 1981)

Ukuran Saringan (mm) Presentasi Lolos Saringan (%) 9,5

4,75 2,36 1,18 0,60 0,30 0,15

100 95 - 100 80 - 100 55 - 85 25 - 60 10 - 30 2 – 10

Pasir laut sebagai salah satu alternatif material agregat halus memiliki ketersediaan dalam jumlah yang besar, walaupun kualitas dari penggunaannya masih perlu dikaji lebih lanjut. Pada umumnya, pasir laut merupakan gradasi yang halus, bulat dan seragam yang dapat mengurangi daya lekat antarbutiran sehingga dapat mempengaruhi kekuatan dan durabilitas beton. Selain itu, pasir laut juga banyak mengandung garam- garam klorida (Cl-) dan sulfat (SO4-2) yang dapat memicu terjadinya karat pada baja tulangan dalam beton. Garam sulfat, seperti magnesium sulfat (MgSO4) secara agresif dapat bereaksi dengan semen yang akan

(40)

menghasilkan senyawa-senyawa yang volumenya akan mendesak ke luar dan pada akhirnya akan merusak beton.

Penggunaan pasir laut pada dasarnya masih memiliki banyak kekurangan, dimana beton yang dihasilkan meskipun memiliki kekuatan awal yang besar dari beton normal, setelah umur 28 hari kekuatannya akan lebih rendah (Nugraha dan Paul Antoni, 2007).

c. Air

Air memegang peranan penting dalam pembuatan beton karena diperlukan dalam proses hidrasi semen. Selain itu, juga digunakan dalam perawatan beton. Umumnya air yang digunakan adalah air yang dapat diminum dan tidak mengandung bahan-bahan lain yang dapat merusakkualitas beton.

Air laut sendiri tidak disarankan dalam penggunaannya pada beton karena mengandung garam yang tinggi yang dapat menggerogoti kekuatan dan keawetan beton. Hal ini disebabkan klorida (Cl-) yang terdapat pada air laut merupakan garam yang bersifat agresif terhadap bahan lain termasuk beton. Menurut A.M. Neville dan J. J. Brooks (1981) kerusakan beton di air laut disebabkan klorida yang terkandung di air laut, yaitu NaCl dan MgCI.

Garam-garam sodium yang terkandung dalam air laut dapat menghasilkan substansi yang bila berkombinasi dengan agregat alkali yang reaktif, sama seperti dengan kombinasi dengan semen alkali. Karena itu air

(41)

laut tidak boleh dipakai untuk beton yang diketahui mempunyai potensi agregat alkali reaktif, bahkan bila kadar alkalinya rendah. (Syamsuddin, Ristinah, dkk., 2011).

Namun bila air bersih tidak tersedia, air laut dapat digunakan meskipun sangat tidak dianjurkan. Meskipun kekuatan awal dengan penggunaan air laut ini lebih tinggi daripada beton biasa, setelah 28 hari, kekuatannya akan lebih rendah. Pengurangan kekuatan ini dapat dihindari dengan mengurangi faktor air semen (Nugraha dan Paul Antoni, 2007).

Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut yaitu mencapai 70,8% (Rompas, R.M. dkk., 2009 dalam Erniati, dkk., 2013). Air laut merupakan campuran dari 96,50 % air murni dan 3,50 % material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel- partikel tak terlarut.

Air yang ada dalam perairan tidak berbentuk murni namun terasosiasi dan terionisasi dengan beberapa garam, para ahli sepakat bahwa ukuran garam-garam yang terlarut dalam air laut menggunakan satuan salinitas (salinity). Salinitas air laut umumnya berkisar antara 23 % hingga 37 % tergantung pada kondisi masing-masing wilayah, yakni yang banyak curah hujan, muara sungai, limpasan es dan salju dan daerah setengah tertutup.Air laut memiliki kadar garam rata-rata sekitar 35.000 ppm atau 35 g/liter.

Kandungan kimia utama dari air laut adalah klorida (Cl-), natrium (Na).

magnesium (Mg), Sulfat (SO4-2). Kebanyakan air laut mempunyai komposisi

(42)

yang serupa, berisi sekitar 3.5% garam larut dengan pH air laut sangat bervariasi yaitu berkisar antara 7,5 hingga 8,4 dengan rata-rata yaitu sekitar 8,2.

C. Karakteristik Beton 1. Kuat tekan

Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimum f’c dengan satuan N/mm atau MPa. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai 10 - 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30 - 45 MPa. Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya, yaitu :

a. Mutu beton dengan f’c kurang dari 10 MPa, digunakan untuk beton non struktur (misalnya kolom praktis, balok praktis).

b. Mutu beton dengan f’c antara 10 MPa sampai 20 MPa, digunakan untuk beton struktur (misalnya balok, kolom, pelat, maupun pondasi).

c. Mutu beton dengan f’c sebesar 20 MPa ke atas, digunakan untuk struktur beton yang direncanakan tahan gempa.

Nilai kuat tekan beton diperoleh melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu dengan benda uji silinder

(43)

(diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi f’c yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian dicatat bahwa tegangan f’c bukanlah tegangan yang timbul saat benda uji hancur, melainkan tegangan maksimum saat regangan beton εc mencapai nilai ± 0,002. Gambar 5 memperlihatkan hubungan tegangan dan regangan benda uji beton.

Gambar 5. Hubungan tegangan dan regangan benda uji beton

2. Kuat Tarik Beton

Kuat tarik beton dilakukan dengan pengujian split cylinder yang hasilnya mendekati kuat tarik yang sebenarnya, dimana diperoleh nilai kuat tarik dari beberapa kali pengujian adalah 0,50-0,60 kali √f’c, sehingga untuk beton normal digunakan 0,57√f’c. Pengujian kuat tarik beton ini juga menggunakan

(44)

benda uji yang sama dengan uji kuat tekan, yaitu silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, yang diletakkan pada arah memanjang diatas alat penguji.

Kemudian silinder akan diberikan beban merata searah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Ketika kuat tariknya terlampaui, maka benda uji akan terbelah menjadi dua bagian, dimana tegangan tarik yang timbul pada saat benda uji tersebut terbelah disebut split cylinder strength, diperhitungkan pada persamaan 1 yaitu :

……….……….………(1)

Dimana :

ft = Kuat tarik belah (N/m2) P = Beban pada waktu belah (N) L = Panjang benda uji silinder (m) D = Diameter benda uji silnder (m)

3. Perilaku Tegangan-Regangan Beton

Tegangan merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja pada beton dengan luas penampang beton. Keadaan ini dapat dinyatakan seperti pada persamaan 2 :

σ =P/ A……….……….(2)

Dimana :

(45)

σ = Tegangan beton (MPa) P = Beban (N)

A = Luas penampang beton (mm²)

Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang yang terjadi (ΔL) terhadap panjang mula-mula (L) benda uji dimana regangan dinotasikan dengan ε dan tidak mempunyai satuan. Regangan yang terjadi pada beton dinyatakan dalam persamaan 3 :

ε = ΔL/L………...……….(3)

Dimana :

ΔL= Perubahan panjang L = Panjang awal

Jika hubungan tegangan dan regangan yang terbentuk dibuat dalam bentuk grafik dimana setiap nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada benda uji dipetakan kedalamnya dalam bentuk titik-titik, maka titik-titik yang terbentuk tersebut terletak dalam suatu garis lurus sehingga terdapat kesebandingan antara hubungan tegangan dan regangan yang terjadi pada hasil pengujian benda uji. Gambar 6 memperlihatkan hubungan tegangan dan regangan linear.

(46)

Gambar 6. Hubungan tegangan dan regangan linear

Hubungan tegangan–regangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 adalah hubungan yang linear, dimana regangan berbanding lurus dengan tegangannya. Hukum Hooke berlaku dalam keadaan ini. Akan tetapi dalam kondisi yang sebenarnya, tegangan tidak selalu berbanding lurus dengan regangan, hubungan tersebut apabila dipetakan dalam bentuk titik-titik, maka akan berbentuk seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan tegangan regangan non linear

(47)

D. Tulangan Coating

Zinc chromate adalah salah satu deretan meni besi, zinc chromate mengandung pigment zinc yang mempunyai sifat kharakteristik anti korosi yang sangat baik serta dipadukan dengan resin alkali resin sehingga aplikasi zinc chromate dapat berfungsi sebagai cat anti korosi. Zinc chromate umumnya bercorak warna hijau kekuningan atau hijau kecoklatan.

Zinc chromate diaplikasikan secara umum untuk pengecatan steel structure, steel construction, tangki penyimpanan, kontainer, jalur perpipaan

dan material besi lainnya. Zinc chromate dikategorikan sebagai sistem konvensional dalam dunia coating. karena resin yang dipergunakan adalah teknologi terakhir yaitu alkali resin. Tipe resin yang umum dipakai pada zinc chromate yaitu short alkali resin, medium alkali resin, long oil alkali resin.

Pada penelitian ini menggunakan type medium alkali resin. Tata cara Coating secara konvensional pada tulangan baja dimaksudkan untuk memberikan petunjuk kepada para pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengerjakan pengecatan logam. Cara Coating besi dan baja dilakukan sebagai yaitu :

1) Membersihkan semua debu, kotoran, minyak, gemuk dan sebagainya dengan cara mencuci dengan “white spray” atau solvent lain yang cocok, kemudian dilap dengan kain bersih.


(48)

2) Menghilangkan semua karat dan kerok dengan cara mengeruk atau menggosok dengan sikat kawat bila perlu dengan sand blasting.


3) Memberi cat dasar Coating dan harus dijaga jangan sampai terkotori lapis debu, kotoran, minyak, lemak, dan sebagainya sebelum diberi cat antara dan cat tutup.


4) Bagian-bagian logam harus disikat dengan sikat kawat atau dikerok untuk menghilangkan karat. Kemudian baru di Coating. Jumlah lapisan Coating tergantung jenis struktur.

E. Peranan Hidrasi Semen Dalam Pengikatan Klorida

Dalam proses hidrasi semen yang bercampur dengan air laut akan mempengaruhi ikatan kimia yang terjadi antara semen dan air laut dengan membentuk fase baru dalam mikrostruktur beton sehingga mempengaruhi sifat mekanis beton terutama pada durabilitas beton. Adanya klorida yang terkandung pada campuran beton merupakan penyebab utama dari kerusakan struktur beton yang berpotensi dalam pembentukan mekanisme karat atau korosi yang terjadi pada baja tulangan yang ada dalam struktur beton. Apabila ion klorida yang terkandung dalam air bereaksi dengan semen, maka sebagian produk hidrasi semen akan mengikat ion klorida dalam beton baik melalui pengikatan secara kimiawi maupun pengikatan melalui adsorbsi secara fisik. Ion klorida yang tidak terikat oleh produk hidrasi

(49)

akan menyebar melalui pori-pori yang ada dalam beton dan dapat terpenetrasi kedalam lapisan galvanis baja (Marinescu, M.V.A dan Brouwers, H.J.H., 2010). Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh klorida dalam campuran beton, diantaranya Tjaronge, M.W., dkk., (2014), Mohammed, Tarek Uddin, dkk., (2004(a),(b)), Otsuki, Nobuaki, (2011) dimana klorida sangat berpengaruh besar dalam campuran beton. Tidak menutup kemungkinan bahwa air laut akan digunakan sebagai bahan pencampur beton dimana beberapa penelitian diantaranya telah menyebutkan bahwa pada tahun 2025 umat manusia akan kekurangan air bersih (Otsuki, Nobuaki, 2011). Oleh sebab itu, diperlukan adanya penanganan secara komprehensif untuk mencegah terjadinya kerusakan pada beton dan terjadinya korosi yang terjadi pada tulangan baja yang dapat merusak beton.

Ann, Ki Yong dan Song, Ha-Won (2007), juga telah meneliti tentang ambang batas klorida yang dapat terkandung dalam beton, dimana jumlah klorida yang terikat dalam beton sudah mencapai titik maksimum dalam arti bahwa sudah tidak ada lagi unsur atau senyawa dari semen yang dapat mengikat klorida. Ketika konsentrasi klorida berada pada ambang batas tertentu dan interface kekuatan beton tercapai pada umur puncak dan korosi dari besi beton baja mulai bereaksi. British Standard dalam Corrosion Science memberikan batas klorida untuk beton bertulang yaitu sebesar 0,4%

dari berat semen yang digunakan dalam rancang campuran beton atau mix

(50)

design. Tabel 4 meperlihatkan ambang batas klorida dengan berbagai

kondisi. Kondisi-kondisi yang dimaksud adalah pore solution, specimen dengan internal klorida (Cl-), specimen dengan external klorida (Cl-), dan beton struktural dalam penerapan beton di lapangan sehingga beton struktural yang direncanakan mampu mencapai target yang ada dan memenuhi spesifikasi standar nasional Indonesia. Metode deteksi yang digunakan untuk mengetahui kadar klorida yang terkandung dalam beton bermacam-macam yaitu diantaranya half-cell potential, polarisation, AC, macrocell, current, impedance, mass-loss, polarisation not mentioned, dan

lain-lain.

Ambang batas klorida dalam berbagai kondisi sangat diperlukan untuk mengetahui kadar klorida yang boleh terkandung di dalam beton sehingga pada umumnya korosi yang dapat terjadi pada beton akibat klorida dapat ditangani dan di perbaiki sedini mungkin sehingga tidak dapat merusak beton yang ada.Penelitian yang telah dilakukan oleh Marinescu dkk., 2010, menunjukkan salah satu parameter paling penting yang dapat mempengaruhi kapasitas pengikatan klorida adalah komposisi dari semen tersebut yang ada dipakai dalam pembuatan beton. Kandungan C3A dalam semen sangat menentukan jumlah fase AFm, sementara kandungan dari C3S dan C2S dapat dihubungkan dengan jumlah CSH yang diperoleh pada hidrasi yang ditimbulkan oleh semen.

Hidrat utama dari pasta semen adalah membentuk C-S-H gel

(51)

(torbomorite), Ca(OH)2, Aft (C3A. 3CaSO4.32H2O), dan AFm (C3A.3CaSO4.10H2O). Dari hidrat, Aft dan Ca(OH)2 memiliki kapasitas kecil untuk mengikat klorida, C-S-H memiliki permukaan yang sangat besar dan mampu mengikat berbagai macam ion-ion yang ada dan termasuk ion klorida tersebut. Selanjutnya, kapasitas pengikatan klorida C-S-H yang dapat terjadi tergantung pada komposisi kimia yang ada dan luas permukaan serta jenis larutan klorida dan kondisi eksperimental yang dilakukan (Mien, T. Van dkk., 2008). Berdasarkan kedua fase hidrasi yang dapat mengikat klorida tersebut sehingga yang lebih banyak yaitu CSH dan AFm, memiliki dua mekanisme pengikatan klorida utama yang terjadi yaitu pengikatan melalui adsorpsi secara fisik dan pengikatan melalui reaksi kimia yang terjadi. Fase CSH dapat diketahui mampu mengikat klorida melalui penyerapan, sedangkan AFm mengikat klorida melalui reaksi kimia yang terjadi dan dapat membentuk garam friedel. Proses pengikatan klorida pada beton dapat dijelaskan dengan reaksi kimiayang terjadi. Senyawa NaCl dan senyawa MgCl setelah bereaksi dengan kapur padam (Ca(OH)2) dengan hasil hidrasi semen dari kalsium klorida (CaCl), akan menjadi larut dimana akan menyebabkan kerugian dan pelemahan pada beton sehingga aturan standar nasional Indonesia melalui SNi 03-2847-2013 Perencanaan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung memberikan gambaran tentang batas maksimum kandungan klorida yang dapat terkandung pada beton.

(52)

Tabel 4. Ambang batas klorida dengan berbagai kondisi (Ann, Ki Yong dan Song, Ha-Won (2007))

kondisi

Ambang batas

Metode Deteksi Total klorida

(%)

Bebas klorida

(%) [Cl]/[OH]

Pore Solution 0,6

0,3

Half-cell potential Polarisation

Spesimen + internal Cl-

0,5-2,0 0,079-0,19

0,78-0,93 0,45 (SRPC)

0,90 (15%

PFA) 0,68 (30%

PFA) 0.97 (30%

GGBS) 0,35-1,00

0,11-0,12 0,10 0,11 0,07 0,03 0,14-0,22

8-63

0,16- 0,26 0,27 0,19 0,21 0,23

Polarisation Macrocell

current AC impedance

Massloss Half-cell potential

Cl-/OH- = 0,3

Spesimen + external Cl-

0,227 0,5-1,5 0,70 (OPC)

0,65 (15%

PFA) 0,50 (30%

PFA) 0,20 (50%

PFA) 1,8-2,9 0,5-1,4 0,6-1,4

0,364 1,5

Polarisation Half-cell potential Massloss

Polarisation Not mentioned

Structure 0,2-1,5 Mass loss

Catatan : SRPC :Sulphate resistant portland cement, PFA : pulverized fly ash, GGBS : ground granulated blast furnace slag, OPC : ordinary Portland

cement

(53)

Persamaan 4, 5 dan 6 memperlihatkan persamaan reaksi yang menunjukkan peranan hidrasi semen dalam pengikatan klorida.

Ca(OH)2 + 2NaCl CaCl2 + 2NaOH (4) CaCl2 + (3CaO).Al2O3 + 10H2O (3CaO)Al2O3.CaCl2.10H2O (5)

Ca(OH)2 + MgCl2 CaCl2 + Mg(OH)2 (6)

F. Kekuatan Lentur Pada Balok Beton Bertulang

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan dapat direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya (SNI03-2847–2002, Pasal 3.13). Baja tulangan memiliki sifat kuat terhadap gaya tarik, sedangkan beton memiliki sifat kuat terhadap gaya tekan, namun lemah terhadap tarik.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan kedua material tersebut, maka lahirlah beton bertulang menjadi satu kesatuan yang komposit dalam menerima beban tekan maupun beban tarik.

Beton bertulang mempunyai sifat yang sangat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan yang diberikan. Beban tarik pada beton bertulang dapat ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton itu sendiri. Beton

(54)

juga dapat melindungi baja dari kebakaran dankarat atau korosi yang terjadi dengan tujuan beton agar tetapawet.

Lenturan murni adalah lenturan yang terjadi pada balok dengan mengkondisikan gaya lintangnya sama dengan nol, yaitu dengan meletakkan balok beton pada tumpuan sederhana yang dibebani secara simetris sejauh a dari tumpuan seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pola pembebanan pada pengujian kuat lentur

1. Analisa Balok Beton Bertulang

Ketika suatu gelagar balok diberi beban sehingga menimbulkan momen lentur, maka akan terjadi deformasi (regangan) lentur dalam balok tersebut.

Pada kejadian momen lentur positif, maka bagian atas akan mengalami regangan tekan dan bagian bawah mengalami regangan tarik. Regangan- regangan tersebut akan menimbulkan tegangan-tegangan yang harus dipikul

(55)

oleh balok, dimana tegangan tekan akan terjadi dibagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah.

Pada saat beban kecil, belum terjadi retak pada beton, dalam kondisi ini beton dan baja tulangan bersama-sama akan menahan tegangan yang terjadi. Distribusi tegangan akan tampak linear, bernilai nol pada garis netral dan sebanding dengan regangan yang terjadi. Gambar 9 memperlihatkan perilaku lentur pada beton.

Gambar 9. Perilaku lentur pada beton

Ketika beban diperbesar lagi, nilai regangan dan tegangan tekan akan semakin meningkat, dan cenderung untuk tidak sebanding lagi, dimana tegangan beton akan membentuk kurva non linear. Bentuk tegangan beton tekan pada penampangnya akan berupa garis lengkung dimulai dari garis netral sampai ke serat atas balok, seperti yang terlihat pada Gambar 10.

(56)

Gambar 10. Perilaku lentur dekat beban ultimit

Nd adalah resultan gaya tekan dalam sedangkan Nt adalah resultan gaya tarik dalam. Kedua gaya ini memiliki garis kerja sejajar, sama besar, tetapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk kopel momen tahanan dalam, dimana nilai maksimumnya disebut kuat lentur atau momen tahanan penampang komponen struktur terlentur.

a. Analisa Balok Lentur Tulangan Tarik

Untuk merencanakan balok pada kondisi pembebanan tertentu maka harus diketahui komposisi dimensi balok beton seperti lebar balok (b), tinggi balok (h), dan jumlah serta luas tulangan baja (As), f’c dan fy sehingga dapat menimbulkan momen tahanan dalam sama dengan momen lentur maksimum yang ditimbulkan oleh beban.

Namun menentukan momen tahanan dalam bukanlah hal yang mudah karena hubungan dengan bentuk diagram tegangan tekan diatas garis netral

(57)

dapat berbentuk garis lengkung. Untuk mempermudah perhitungan, maka Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen dan juga telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar SKSNI 03-2847-2002 pada pasal 12.2.7.1 juga menetapkan bentuk tersebut sebagai ketentuan. Selain itu, menurut SK SNI T-15-1991-03 kuat lentur nominal untuk balok penampang persegi dapat diturunkan dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen. Gambar 11 memperlihatkan balok tegangan ekivalen Whitney.

Gambar 11. Balok tegangan ekivalen Whitney

Persamaan 7 sampai persamaan 15 memperlihatkan persamaan yang digunakan untuk membuat balok tegangan ekivalen Whitney.

……….(7)

……….. (8)

(58)

…….……… (9)

………..………. (10)

……….(11)

………..…(12)

………..(13)

……….………..(14)

………...(15)

Keterangan :

Nd = Resultan seluruh gaya tekan diatas garis netral Nt = Resultan seluruh gaya tarik di bawah garis netral Mr = Momen tahanan

Z = Jarak antara resultan gaya tekan dan tarik c = Jarakserat tekan terluar ke garis netral fy = Tegangan luluh tulangan baja

f’c = Kuat tekan beton Asb = Luas tulangan balok ρ = Rasio penulangan

(59)

d = Tinggi efektif balok b = Lebar balok

β₁ = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

b. Retak Pada Balok Bertulang

Ada 3 jenis retak yang terjadi pada balok beton bertulang, yaitu:

1. Retak lentur

Retak lentur adalah retak vertikal yang memanjang dari sisi tarik balok dan mengarah ke atas sampai daerah sumbu netralnya serta terjadi pada daerah momen lentur yang besar. Jika balok memiliki web yang sangat tinggi, jarak retak akan sangat dekat, dengan sebagian retak terjadi bersamaan sampai di atas tulangan, dan sebagian lagi tidak sampai ke tulangan. Retak ini akan lebih lebar di pertengahan balok daripada di bagian dasarnya. Pada penelitian ini, jenis retak inilah yang akan diidentifikasi.

2. Retak miring

Retak miring dapat disebabkan karena gaya geser yang dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas atau perpanjangan dari retak lentur. Retak geser web kadang-kadang dapat terjadi pada web-web penampang prategang, terutama dapat terjadi pada penampang dengan flens yang besar dan web yang tipis. Jenis retak geser

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Joko Susilo yang berjudul “Meningkatkan Hasil belajar IPA Dengan KIT IPA Pada

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

SPBU merupakan salah satu tempat terjadinya pencemaran dan terjadi pembuangan gas atau limbah dari kendaraan yang mengandung logam berat seperti misalnya Pb, yang mana Pb

This study concludes that the promotion of Hidangan Ekonomi Kecil (HEK) kampongs for the prevention and control of tuberculosis, and the improvement of social

Sistem kerja dari kolektor ini yaitu sinar matahari akan melewati kaca transparan pada kolektor dan langsung menuju lempengan konduktor penyerap panas (plat

the experiment, Ire used three features .for plant identification i.e. morphology, shape and texture. A lso, we have conducted some research to classify the plant. There are

Syarat formil hukum pidana merupakan asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP “tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan aturan pidana dalam

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat pendidikan dan tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan seumur hidup sejak manusia lahir sampai dewasa, baik itu pendidikan