SKRIPSI
KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL
DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK,
KUNYIT, DAUN SUJI, DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN
APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN
Oleh
YUSMANETTI SARI
F 24103072
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,
DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSMANETTI SARI
F 24103072
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,
DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSMANETTI SARI F 24103072
Dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1984
Di Bogor, Jawa Barat
Menyetujui,
Dr. Ir.Sedarnawati Yasni, M. Agr. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit, serta Angkak dan Aplikasinya dalam Penggorengan Bahan Pangan”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc dan Tjahja Muhandri, STP, MT selaku
dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Tan Chuan Cheng dan ibu Endang Sunaryo yang telah memprakarsai adanya penelitian ini. Terimakasih atas bantuan dana dan ilmunya. 4. Mbak Ari, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, dan Bu Rubiyah selaku
laboran atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
5. Papa, Mama, Kak Putra dan Adi tercinta atas semua kasih sayang, doa, restu dan dukungan yang tiada henti (Kupersembahkan karya ini untuk mereka).
6. Hario Wicaksono, S.Si dan keluarga atas dukungan , doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.
7. Ika Anggie Wiasti as my lovely sista, “ Keep spirit! I trust u have a better future my dear”.
8. Anak-anak lab kimpang…Dian, Ina, Tuti, Andrea, Yeni, Aji,”Thanks a lot to make our lab wonderful”.
9. Teman-teman ITP 40…. Tim Bintang (Iin, Indach, Wati, Steph, Widhi, Acha, Adie), Balleboys (Danang, Denang, Arie, Tatan, dan yang lainnya), Karditz (Rucit, Anis, Ocha, Abdy, dan kawan-kawan), Windies (Tilo, Lilin, Nooy, dan anak Windies yang lain), Mitoel, Anas, Ratna, Agnes, Meiko, Andal, and last but not least Dhea sebagai teman seperjuangan selama ini.
10.Teman-teman ITP 39 dan 41 atas bantuan dan doa kepada penulis. 11.Teman-teman di pondok Malea Putri…Mbak kiki, Enno, Atiek, Hida,
Tessy, Widya, Rina, Yustin dan esp. Martha dan Mbak Icut atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak sempat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, 23 Agustus 2007
Yusmanetti Sari. F24103072. Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Ekstrak Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit serta Angkak dan Aplikasinya pada Penggorengan Bahan Pangan.
Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr. RINGKASAN
Virgin coconut oil (VCO) adalah salah satu produk suplemen kesehatan yang memanfaatkan bahan alami, yaitu kelapa. Khasiat dari VCO telah diketahui oleh masyarakat luas, namun pemanfatan produk ini masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses ekstraksi zat pigmen dari temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak dengan teknik perendaman dalam VCO, dan menguji khasiatnya dengan mengukur kadar zat pigmen masing-masing sampel, serta peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba, pengaruhnya terhadap komposisi asam lemak VCO, dan stabilitas VCO dengan kandungan ekstrak zat pigmen pada salah satu sistem pangan, yaitu penggorengan. Pembuatan produk VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen ini meliputi persiapan bahan baku, proses ekstraksi dalam VCO, penyaringan dengan pompa vakum, dan pengemasan dalam botol gelap.
Selama proses ekstraksi dalam VCO terjadi perubahan pH, intensitas warna, dan kadar pigmen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh besarnya konsentrasi dan waktu ekstraksi yang menghasilkan kadar pigmen maksimum dari temulawak, kunyit dan daun suji diperoleh pada perbandingan 1:5 dengan lama waktu ekstraksi selama 5 hari, untuk angkak pada perbandingan 1:4 dengan lama waktu ekstraksi selama 1 hari, serta pada perbandingan 1:10 dengan lama waktu ekstraksi selama 4 hari untuk daun kunyit.
Secara umum adanya penambahan zat pigmen menyebabkan penurunan komposisi asam lemak dari jumlah awal asam lemak yang terkandung pada VCO. Namun adanya ekstrak zat pigmen yang terkandung dalam VCO menunjukan hasil positif pada peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba. Seluruh sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen kecuali VCO murni memiliki waktu induksi melebihi BHT. Nilai % proteksi tertinggi terdapat pada VCO dengan ekstrak dari temulawak dan kunyit. Aktivitas penghambatan juga hanya terdapat pada sampel dengan ekstrak kunyit dan temulawak terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus, sedangkan sampel VCO yang mengandung ekstrak bahan lain menunjukan hasil yang negatif terhadap seluruh bakteri uji.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
C. Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
... A. Virgin Coconut Oil (VCO) ... 4
B. Temulawak ... 5
C. Kunyit ... 9
D. Daun Suji ... 12
E. Angkak ... 14
F. Antioksidan ... 17
G. Antimikroba ... 18
H. Proses Penggorengan dan Kerusakan Minyak ... 20
III. METODOLOGI ... 22
A. Waktu dan Tempat ... 22
B. Alat dan Bahan ... 22
C. Metode Penelitian ... 22
D. Prosedur Analisis ... 27
... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Penelitian Tahap I... 38
... B. Penelitian Tahap II ... 71
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 86
DAFTAR TABEL Tabel 1.Standar mutu VCO ... 4
Tabel 2. Komposisi asam lemak VCO ... 5
Tabel 3. Komposisi temulawak ... 7
Tabel 4. Kandungan minyak atsiri rimpang temulawak ... 7
Tabel 5. Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit pada ketinggian daerah yang berbeda ... 11
Tabel 6. Komposisi suplemen angkak ... 17
Tabel 7. Syarat mutu minyak goreng ... 20
Tabel 8. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi ... 40
Tabel 9. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi ... 39
Tabel 10. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak kunyit dan temulawak 64 Tabel 11. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak daun suji dan daun kunyit ... 65
Tabel 12. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak angkak ... 66
Tabel 13. Diameter penghambatan sampel terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus ... 67
Tabel 14. Waktu induksi yang dibutuhkan sampel dengan metode AOM ... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman temulawak ... 6
Gambar 2. Rimpang temulawak ... 6
Gambar 3. Struktur kurkuminoid ... 8
Gambar 4. Tanaman kunyit ... 9
Gambar 5. Rimpang kunyit ... 10
Gambar 6. Daun kunyit ... 11
Gambar 7. Daun suji ... 12
Gambar 8. Rumus bangun klorofil a dan klorofil b ... 14
Gambar 9. Angkak ... 15
Gambar 10. Rumus molekul pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh Monascus 15 Gambar 11. Diagram alir prosedur kerja penelitian pendahuluan ... 25
Gambar 12. Diagram alir prosedur kerja penelitian lanjutan ... 26
Gambar 13. Grafik hubungan konduktivitas dan waktu induksi ... 32
Gambar 14. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi temulawak . 43 Gambar 15. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 44
... Gambar 16. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi temulawak 45 Gambar 17. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 18. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 19. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi kunyit ... 47
Gambar 20. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 48
... Gambar 21. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi kunyit .... 49
Gambar 22. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi kunyit ... 49
Gambar 24. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun suji ... 51
Gambar 25. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 52
...
Gambar 26. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun suji 53
Gambar 27. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi daun suji . 53
Gambar 28. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi daun suji 54
Gambar 29. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun kunyit .. 55
Gambar 30. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun kunyit ... 56
...
Gambar 31. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 57
Gambar 32. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 58
Gambar 33. Perubahan tingkat kebiruan selama proses ekstraksi daun kunyit 58
Gambar 34. Hasil pemindaian (scanning) panjang gelombang zat pigmen hasil ekstraksi angkak ... 60
Gambar 35. Perubahan kadar pigmen selama proses ekstraksi angkak ... 61
Gambar 36. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak ... 61
...
Gambar 37. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi angkak ... 62
Gambar 38. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi angkak .. 63
Gambar 39. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi angkak . 63
Gambar 40. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-
buhi B. cereus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 41. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-
buhi S. aureus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 42. Warna bahan hasil penggorengan dengan menggunakan Barco,
VCO murni, VCO dengan ekstrak angkak, kunyit, temulawak, daun suji dan daun kunyit... 74
VCO dengan ekstrak daun suji, VCO dengan ekstrak angkak,
dan VCO dengan ekstrak daun kunyit... 75
Gambar 44. Reaksi-reaksi kimia pada minyak selama proses penggorengan... 76
Gambar 45.Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan... 77
Gambar 46.Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan 79
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil proksimat temulawak dan kunyit kering ... 86
Lampiran 2. Hasil proksimat daun suji dan daun kunyit kering ... 86
Lampiran 3. Hasil proksimat angkak kering ... 86
Lampiran 4. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi temulawak ... 87
Lampiran 5. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak temulawak ... 88
Lampiran 6. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 89
Lampiran 7. Perubahan intensitas warna temulawak selama proses ekstraksi 90 Lampiran 8. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi kunyit ... 91
Lampiran 9. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak kunyit ... 92
Lampiran 10. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 93
Lampiran 11. Perubahan intensitas warna kunyit selama proses ekstraksi... 94
Lampiran 12. Rendemen dan kadar klorofil hasil ekstraksi daun suji ... 95
Lampiran 13. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar klorofil ekstrak daun suji ... 96
Lampiran 14. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 97
SKRIPSI
KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL
DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK,
KUNYIT, DAUN SUJI, DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN
APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN
Oleh
YUSMANETTI SARI
F 24103072
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,
DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSMANETTI SARI
F 24103072
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,
DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSMANETTI SARI F 24103072
Dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1984
Di Bogor, Jawa Barat
Menyetujui,
Dr. Ir.Sedarnawati Yasni, M. Agr. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit, serta Angkak dan Aplikasinya dalam Penggorengan Bahan Pangan”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc dan Tjahja Muhandri, STP, MT selaku
dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Tan Chuan Cheng dan ibu Endang Sunaryo yang telah memprakarsai adanya penelitian ini. Terimakasih atas bantuan dana dan ilmunya. 4. Mbak Ari, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, dan Bu Rubiyah selaku
laboran atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
5. Papa, Mama, Kak Putra dan Adi tercinta atas semua kasih sayang, doa, restu dan dukungan yang tiada henti (Kupersembahkan karya ini untuk mereka).
6. Hario Wicaksono, S.Si dan keluarga atas dukungan , doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.
7. Ika Anggie Wiasti as my lovely sista, “ Keep spirit! I trust u have a better future my dear”.
8. Anak-anak lab kimpang…Dian, Ina, Tuti, Andrea, Yeni, Aji,”Thanks a lot to make our lab wonderful”.
9. Teman-teman ITP 40…. Tim Bintang (Iin, Indach, Wati, Steph, Widhi, Acha, Adie), Balleboys (Danang, Denang, Arie, Tatan, dan yang lainnya), Karditz (Rucit, Anis, Ocha, Abdy, dan kawan-kawan), Windies (Tilo, Lilin, Nooy, dan anak Windies yang lain), Mitoel, Anas, Ratna, Agnes, Meiko, Andal, and last but not least Dhea sebagai teman seperjuangan selama ini.
10.Teman-teman ITP 39 dan 41 atas bantuan dan doa kepada penulis. 11.Teman-teman di pondok Malea Putri…Mbak kiki, Enno, Atiek, Hida,
Tessy, Widya, Rina, Yustin dan esp. Martha dan Mbak Icut atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak sempat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, 23 Agustus 2007
Yusmanetti Sari. F24103072. Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Ekstrak Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit serta Angkak dan Aplikasinya pada Penggorengan Bahan Pangan.
Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr. RINGKASAN
Virgin coconut oil (VCO) adalah salah satu produk suplemen kesehatan yang memanfaatkan bahan alami, yaitu kelapa. Khasiat dari VCO telah diketahui oleh masyarakat luas, namun pemanfatan produk ini masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses ekstraksi zat pigmen dari temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak dengan teknik perendaman dalam VCO, dan menguji khasiatnya dengan mengukur kadar zat pigmen masing-masing sampel, serta peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba, pengaruhnya terhadap komposisi asam lemak VCO, dan stabilitas VCO dengan kandungan ekstrak zat pigmen pada salah satu sistem pangan, yaitu penggorengan. Pembuatan produk VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen ini meliputi persiapan bahan baku, proses ekstraksi dalam VCO, penyaringan dengan pompa vakum, dan pengemasan dalam botol gelap.
Selama proses ekstraksi dalam VCO terjadi perubahan pH, intensitas warna, dan kadar pigmen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh besarnya konsentrasi dan waktu ekstraksi yang menghasilkan kadar pigmen maksimum dari temulawak, kunyit dan daun suji diperoleh pada perbandingan 1:5 dengan lama waktu ekstraksi selama 5 hari, untuk angkak pada perbandingan 1:4 dengan lama waktu ekstraksi selama 1 hari, serta pada perbandingan 1:10 dengan lama waktu ekstraksi selama 4 hari untuk daun kunyit.
Secara umum adanya penambahan zat pigmen menyebabkan penurunan komposisi asam lemak dari jumlah awal asam lemak yang terkandung pada VCO. Namun adanya ekstrak zat pigmen yang terkandung dalam VCO menunjukan hasil positif pada peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba. Seluruh sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen kecuali VCO murni memiliki waktu induksi melebihi BHT. Nilai % proteksi tertinggi terdapat pada VCO dengan ekstrak dari temulawak dan kunyit. Aktivitas penghambatan juga hanya terdapat pada sampel dengan ekstrak kunyit dan temulawak terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus, sedangkan sampel VCO yang mengandung ekstrak bahan lain menunjukan hasil yang negatif terhadap seluruh bakteri uji.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
C. Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
... A. Virgin Coconut Oil (VCO) ... 4
B. Temulawak ... 5
C. Kunyit ... 9
D. Daun Suji ... 12
E. Angkak ... 14
F. Antioksidan ... 17
G. Antimikroba ... 18
H. Proses Penggorengan dan Kerusakan Minyak ... 20
III. METODOLOGI ... 22
A. Waktu dan Tempat ... 22
B. Alat dan Bahan ... 22
C. Metode Penelitian ... 22
D. Prosedur Analisis ... 27
... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Penelitian Tahap I... 38
... B. Penelitian Tahap II ... 71
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 86
DAFTAR TABEL Tabel 1.Standar mutu VCO ... 4
Tabel 2. Komposisi asam lemak VCO ... 5
Tabel 3. Komposisi temulawak ... 7
Tabel 4. Kandungan minyak atsiri rimpang temulawak ... 7
Tabel 5. Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit pada ketinggian daerah yang berbeda ... 11
Tabel 6. Komposisi suplemen angkak ... 17
Tabel 7. Syarat mutu minyak goreng ... 20
Tabel 8. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi ... 40
Tabel 9. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi ... 39
Tabel 10. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak kunyit dan temulawak 64 Tabel 11. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak daun suji dan daun kunyit ... 65
Tabel 12. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak angkak ... 66
Tabel 13. Diameter penghambatan sampel terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus ... 67
Tabel 14. Waktu induksi yang dibutuhkan sampel dengan metode AOM ... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman temulawak ... 6
Gambar 2. Rimpang temulawak ... 6
Gambar 3. Struktur kurkuminoid ... 8
Gambar 4. Tanaman kunyit ... 9
Gambar 5. Rimpang kunyit ... 10
Gambar 6. Daun kunyit ... 11
Gambar 7. Daun suji ... 12
Gambar 8. Rumus bangun klorofil a dan klorofil b ... 14
Gambar 9. Angkak ... 15
Gambar 10. Rumus molekul pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh Monascus 15 Gambar 11. Diagram alir prosedur kerja penelitian pendahuluan ... 25
Gambar 12. Diagram alir prosedur kerja penelitian lanjutan ... 26
Gambar 13. Grafik hubungan konduktivitas dan waktu induksi ... 32
Gambar 14. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi temulawak . 43 Gambar 15. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 44
... Gambar 16. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi temulawak 45 Gambar 17. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 18. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 19. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi kunyit ... 47
Gambar 20. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 48
... Gambar 21. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi kunyit .... 49
Gambar 22. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi kunyit ... 49
Gambar 24. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun suji ... 51
Gambar 25. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 52
...
Gambar 26. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun suji 53
Gambar 27. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi daun suji . 53
Gambar 28. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi daun suji 54
Gambar 29. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun kunyit .. 55
Gambar 30. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun kunyit ... 56
...
Gambar 31. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 57
Gambar 32. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 58
Gambar 33. Perubahan tingkat kebiruan selama proses ekstraksi daun kunyit 58
Gambar 34. Hasil pemindaian (scanning) panjang gelombang zat pigmen hasil ekstraksi angkak ... 60
Gambar 35. Perubahan kadar pigmen selama proses ekstraksi angkak ... 61
Gambar 36. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak ... 61
...
Gambar 37. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi angkak ... 62
Gambar 38. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi angkak .. 63
Gambar 39. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi angkak . 63
Gambar 40. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-
buhi B. cereus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 41. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-
buhi S. aureus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 42. Warna bahan hasil penggorengan dengan menggunakan Barco,
VCO murni, VCO dengan ekstrak angkak, kunyit, temulawak, daun suji dan daun kunyit... 74
VCO dengan ekstrak daun suji, VCO dengan ekstrak angkak,
dan VCO dengan ekstrak daun kunyit... 75
Gambar 44. Reaksi-reaksi kimia pada minyak selama proses penggorengan... 76
Gambar 45.Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan... 77
Gambar 46.Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan 79
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil proksimat temulawak dan kunyit kering ... 86
Lampiran 2. Hasil proksimat daun suji dan daun kunyit kering ... 86
Lampiran 3. Hasil proksimat angkak kering ... 86
Lampiran 4. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi temulawak ... 87
Lampiran 5. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak temulawak ... 88
Lampiran 6. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 89
Lampiran 7. Perubahan intensitas warna temulawak selama proses ekstraksi 90 Lampiran 8. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi kunyit ... 91
Lampiran 9. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak kunyit ... 92
Lampiran 10. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 93
Lampiran 11. Perubahan intensitas warna kunyit selama proses ekstraksi... 94
Lampiran 12. Rendemen dan kadar klorofil hasil ekstraksi daun suji ... 95
Lampiran 13. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar klorofil ekstrak daun suji ... 96
Lampiran 14. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 97
Lampiran 16. Rendemen dan kadar klorofil hasil ekstraksi daun kunyit ... 99
Lampiran 17. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar klorofil ekstrak daun kunyit ... 100
Lampiran 18. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun kunyit ... 101
Lampiran 19. Perubahan intensitas warna daun suji selama proses ekstraksi 102
Lampiran 20. Rendemen dan kadar pigmen hasil ekstraksi angkak ... 103
Lampiran 21. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar pigmen ekstrak angkak ... 104
Lampiran 22. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak dalam VCO .... 105
Lampiran 23. Perubahan intensitas warna angkak selama proses ekstraksi... 106
Lampiran 24. Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan .. 107
Lampiran 25. Perubahan kadar asam lemak bebas selama penggorengan ... 108
Lampiran 26. Foto produk hasil ekstraksi temulawak dalam VCO ... 109
Lampiran 27. Foto produk hasil ekstraksi kunyit dalam VCO ... 109
Lampiran 28. Foto produk hasil ekstraksi daun suji dalam VCO ... 109
Lampiran 29. Foto produk hasil ekstraksi daun kunyit dalam VCO ... 109
Lampiran 30. Foto produk hasil ekstraksi angkak dalam VCO ... 109
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fakta yang menunjukan berbagai manfaat minyak kelapa saat ini telah
menghapus mitos yang menyebutkan bahwa minyak kelapa mengandung asam
lemak jenuh, sehingga berdampak buruk bagi kesehatan. Kandungan asam lemak
jenuh dianggap dapat menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, terutama
Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Syah, 2005). Munculnya temuan manfaat
tersebut telah menyebabkan masyarakat berlomba-lomba untuk memproduksi
minyak kelapa tanpa melalui proses panas yang dikenal dengan Virgin Coconut Oil.
Virgin Oil sendiri memiliki arti minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak, yang diperoleh dengan perlakuan
mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia
kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini dimurnikan
dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan
sentrifugasi (Codex Allymentarius, 1999).
Dilihat dari komponen yang terkandung pada Virgin Coconut Oil (VCO) yang sebagian besar terdiri dari Medium Chain Fatty Acid (MCFA), maka VCO dapat memberikan beberapa manfaat bagi kesehatan tubuh. Asam-asam lemak
yang tergolong Medium Chain Fatty Acid (MCFA) dapat merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA juga
bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi. Selain itu zat ini
dapat berfungsi sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa (Fife, 2004). Dan
yang paling penting VCO dapat memerangi penyakit jantung dan menurunkan
kolesterol darah (Price, 2005).
Saat ini produksi VCO yang diperdagangkan sebagai suplemen pangan
dalam bentuk larutan semakin banyak, terutama karena kegunaan VCO yang
beragam. Namun jenis-jenis produk tersebut belum dikembangkan secara luas.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
VCO dengan menambahkan zat pigmen dari bahan-bahan alami seperti
meningkatkan penampilan produk agar lebih menarik, zat pigmen yang
ditambahkan juga memiliki nilai fungsional, sehingga dapat meningkatkan
manfaat dari produk VCO itu sendiri. Contohnya klorofil hasil ekstraksi dari daun
suji dan daun kunyit memiliki manfaat sebagai antioksidan yang dapat memerangi
radikal bebas pada tubuh (Ferruzi, 2002), zat pigmen merah dari angkak yang
dapat meningkatkan trombosit darah sangat cocok untuk penderita demam
berdarah (Nurhidayat, 2004), dan lain-lain. Adanya penambahan zat pewarna
alami itu juga dapat meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam VCO,
misalnya kandungan mineral, asam lemak, dan minyak esensial yang terkandung
pada temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit serta angkak yang ikut terekstrak
bersama zat pigmen.
Selain sebagai suplemen, VCO dapat digunakan sebagai minyak untuk
menggoreng. Namun sejauh ini belum ada penelitian yang mengkaji kualitasnya
selama digunakan dalam proses penggorengan, termasuk setelah ditambahkan
dengan ekstrak zat pigmen dari bahan-bahan alami yang salah satu fungsinya
sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas penyebab oksidasi pada
minyak. Oleh karena itu pengujian kualitas VCO dalam aplikasinya pada salah
satu sistem pangan, yaitu proses penggorengan, menjadi salah satu tujuan lain dari
penelitian ini.
B. TUJUAN
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi ekstrak dan
lamanya waktu ekstraksi yang paling maksimal dari jumlah temulawak, kunyit,
daun kunyit, daun suji, dan angkak yang ditambahkan dalam VCO serta
mengetahui stabilitas sifat fisiko-kimia VCO yang telah ditambahkan ekstrak zat
pigmen pada aplikasinya dalam penggorengan bahan pangan. Secara rinci
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh cara pengeringan sampel
terhadap kadar air dan kadar kurkumin produk yang dihasilkan; (2) kapasitas
antioksidan dan aktivitas antimikroba VCO yang ditambahkan dengan zat pigmen;
(3) komposisi asam lemak yang terkandung dalam VCO yang mengandung zat
pigmen; dan (4) pengaruh kerusakan VCO yang ditambah zat pigmen pada proses
C. MANFAAT
Dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan berbagai jenis produk VCO
(Virgin Coconut Oil), dengan merendam bahan-bahan alami dalam VCO serta diketahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologis yang bermanfaat dalam aplikasinya
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
Virgin Oil adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak yang diperoleh dengan hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi (Codex Allimentarius, 1999). Standar mutu VCO dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Standar Mutu VCO
Karakteristik Kandungan
Kadar air (%) 0.1-0.5
Bilangan Peroksida (mg oksigen/100 mg contoh) Maks 3.0
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g contoh) 250-260
Bilangan Asam (mg KOH/g contoh) Maks 13
Kadar Asam Lemak Bebas (% asam laurat) Maks 0.5
Warna Jernih kristal
Sumber : Codex Stan 19-1981 (rev. 2 -1999)
Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan asam
lemak tak jenuh (10%). Kandungan asam lemak jenuh pada VCO tergolong
Medium Chain Fatty Acid (MCFA). MCFA merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, antara lain
merangsang produksi inulin, sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan
normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi.
Komposisi asam lemak VCO lainnya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain MCFA
yang terkandung dalam VCO, asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek
lainnya seperti asam kaprat, kaplirat dan miristat dapat berperan positif dalam
pembakaran nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain dari zat ini adalah
sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa (Fife, 2004).
Asam lemak jenuh
Asam miristat 17.0
Asam palmitat 9.0
Asam stearat 2.0
Asam arakhidat 0.1
Asam dodekanoat 0.0
Total asam lemak jenuh 91.6
Asam lemak tak jenuh
Asam lemak Jumlah (%)
Asam palmitoleat 0.1
Asam oleat 6.0
Asam linoleat 0.1
Asam α – linoleat 0
Total asam lemak tak jenuh 6.2
Sumber : Riset Muhammad Ahkam Subroto (Duryanto dalam Trubus, Oktober 2005)
B. TEMULAWAK (Curcuma xanthorhiza Roxb.)
Temulawak adalah salah satu tanaman rempah yang banyak ditemukan di
Indonesia. Di daerah Jawa Barat dikenal dengan sebutan Koneng Gede, sedangkan di Madura dikenal dengan nama Temolobak. Temulawak termasuk dalam famili
Zingiberaceae, genus Curcuma dan spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan
terlindung sinar matahari. Namun tanaman ini masih dapat tumbuh di tempat yang
terik matahari, seperti di tanah tegalan. Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang
tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah iklim tropis. Suhu udara yang baik
adalah 19-30oC. Tanaman ini membutuhkan curah hujan tahunan antara
1000-4000 mm/tahun. Temulawak dapat beradaptasi dengan baik di segala jenis tanah,
baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir, maupun tanah liat. Temulawak dapat
tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 0-1500 meter
di atas permukaan laut. Namun berdasarkan penelitian, temulawak yang tumbuh
di dataran rendah sampai sedang antara 240-450 m dari permukaan laut dapat
Gambar 1. Tanaman temulawak
Rimpang temulawak adalah bagian utama yang sering dimanfaatkan.
Rimpang ini dibagi menjadi rimpang induk dan rimpang cabang. Rimpang induk
berbentuk silindris, bulat, berbuku-buku, berdiameter sekitar 5 cm atau lebih dan
panjang sekitar 10 cm, sedangkan rimpang cabang berbentuk silindris berwarna
kekuningan kelabu dan mengkilat. Rimpang-rimpang ini berbau harum dan tajam,
serta memiliki rasa pahit agak pedas.
Gambar 2. Rimpang temulawak
Rimpang temulawak dipanen pada saat masa tanaman berumur 9-12 bulan,
yaitu setelah bagian tanaman yang berada di atas tanah mulai mengering dan mati.
Setiap rimpang dapat menghasilkan 1.0-1.2 Kg rimpang induk dan rimpang
cabang. Tanaman temulawak menghasilkan rimpang induk berbentuk bulat
dengan jumlah rimpang cabang 3-7 buah. Bila dibiarkan tumbuh lebih dari
Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati,
protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Kadar protein temulawak cukup tinggi, yaitu sebesar 1.5 %, yang melebihi kandungan protein pada pati jagung
(0.8%), pati gandum (0.6%), dan pati kentang (0.4%). Komposisi selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Komposisi temulawak
No. Komponen Besaran
1. Abu 0.37 %
2. Protein 1.52 %
3. Lemak 1.35 %
4. Serat Kasar 0.80 %
5. Karbohidrat 79.96 %
6. Kurkumin 15.00 ppm
7. Karbon 11.45 ppm
8. Natrium 6.38 ppm
9. Calsium 19.07 ppm
10. Magneium 12.72 ppm
11. Ferrum 6.68 ppm
12. Mangan 0.82 ppm
13. Cadmium 0.02 ppm
Kandungan minyak atsiri temulawak dipengaruhi pula oleh umur rimpang.
Kandungan tertinggi pada saat umur rimpang 8-12 bulan (Sukardi, 1993).
Rimpang dengan umur 12 bulan mempunyai kandungan minyak atsiri terbesar,
dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Minyak Atsiri Rimpang Temulawak
Umur rimpang (bulan) Persentase
8 4.6 10 5.2 12 5.3 15 5.1
Sumber : Sirait et al. (1985)
Komponen kurkuminoid merupakan senyawa penciri yang berwarna kuning
terdiri dari senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin
(Gambar 3). Disamping tiga senyawa utama tersebut terdapat senyawa lain yang
digolongkan ke dalam senyawa kurkuminoid, yaitu monometoksi-kurkumin,
ortohidrokurkumin, dihidrokurkumin, heksahidrokurkumin dan senyawa turunan
kurkumin.
Gambar 3. Struktur kurkuminoid
Kurkuminoid pada temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksi
kurkumin. Kurkuminoid memiliki aroma yang khas, tidak bersifat toksik (tidak
beracun), dan berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit.
Kurkumin memiliki rumus molekul C21H20O6 (BM 368). Dalam suasana
asam, kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga dan dalam suasana basa
berwarna merah. Hal tersebut disebabkan sistem tautometri pada molekulnya.
Pada pH di atas 7 kurkumin mengalami disosiasi dan degradasi membentuk asam
ferulat dan feruloilmetan. Sifat kurkumin yang penting adalah sensitifitasnya
terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur
berupa siklisasi kurkumin (Tonensen dan Karlsen, 1985 dalam Yusnira, 2005).
Pada minyak atsiri terkandung isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren,
germakren dan xanthorrhizol yang merupakan komponen khas temulawak
(Pursglove et al., 1981). Xanthorrhizol biasanya bergabung dengan kurkumin (Konchedorfer dan Ketaren, 1988 dalam Yusnira, 2005).
Penggunaan kurkuminoid telah diketahui sebagai bahan aditif dan bahan
pewarna alam. Manfaat lain dari kurkuminoid adalah dapat menetralkan racun,
2005), antiinflamasi (Ozaki, 1990 dalam Yusnira, 2005) antitumor (Itokawa et al., 1990 dalam Yusnira, 2005), dan sebagai antioksidan penangkal senyawa radikal
penyebab arteriosklerosis, penyakit jantung koroner serta kanker (Subarnas dan
Sidik, 1997). Menurut Darwis et al. (1991), kurkuminoid temulawak dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya
pencernaan lebih sempurna. Karena kurkuminoid rimpang temulawak tidak
mengandung bisdesmetoksikurkumin, rimpang temulawak lebih efektif untuk
sekresi empedu. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kerja bisdesmetoksikurkumin
untuk sekresi empedu berlawanan atau antagonis dengan aktivitas kerja kurkumin
dan desmetoksikurkumin (Afifah, 2005).
C. KUNYIT (Curcuma domestica VAL)
Tanaman kunyit termasuk ke dalam famili Zingiberaceae, genus Curcuma, dan spesies Curcuma domestica VALET. Di berbagai daerah kunyit dikenal dengan nama yang beragam, misalnya kunyir, koneng, koneng temen (sunda),
kuning (Gayo, Batak), temu koneng (Madura), dan lain-lain.
Kunyit termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Susunan tubuh
tanaman terdiri atas akar, rimpang, batang semu, pelepah daun, daun, tangkai
bunga dan kuntum bunga.
Gambar 4. Tanaman Kunyit
Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis, baik di
dataran rendah dan dataran tinggi sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan
laut. Kondisi optimum suhu udara untuk pertumbuhan kunyit yang baik berkisar
penelitian Otih Rostiana et al. (1990) dalam Rukmana (1994), ketinggian tempat berpengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun, bobot rimpang basah maupun
kering, kadar kurkumin, pati dan minyak atsiri. Tanaman yang tumbuh di dataran
tinggi memiliki kadar pati dan minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan zat yang sama dari tanaman yang tumbuh di dataran rendah. Namun
produksi rimpang kunyit lebih banyak dihasilkan dari tanaman di dataran rendah
dibandingkan dengan tanaman di dataran tinggi. Kunyit dapat beradaptasi dengan
baik di segala jenis tanah, dan tanah yang paling baik adalah tanah liat berpasir
yang gembur, subur, dan memiliki pengairan air yang baik.
Rimpang kunyit bercabang-cabang dan secara keseluruhan membentuk
rumpun. Kedalaman rimpang dalam tanah sekitar 16 cm, panjang akar sekitar
22.50 cm, tebal rimpang muda 1.61 cm dan rimpang tua 4 cm. Bentuk rimpang
bervariasi, tetapi umumnya berbentuk bulat panjang. Kulit rimpang muda
berwarna kuning-muda dan dagingnya berwarna kuning. Kulit rimpang tua
berwarna jingga-kecoklatan dan dagingnya jingga-cerah agak kuning. Rasa
rimpang enak, berbau khas aromatik, sedikit agak pahit, dan pedas.
Gambar 5. Rimpang kunyit
Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama. Bentuk umbi utama bervariasi
antara bulat-panjang, pendek dan tebal, lurus atau melengkung. Batang tanaman
kunyit relatif pendek membentuk batang semu dari pelepah-pelepah daun yang
saling menutup satu sama lain.
Menurut Purseglove et al. (1981), saat pemanenan rimpang kunyit paling baik adalah saat tanaman berumur 9 bulan atau ketika batang dan daunnya telah
warnanya lebih tua dan lebih baik dibandingkan dengan rimpang muda. Demikian
juga daya tahannya lebih lama dan lebih kuat (Darwis et al., 1991).
Gambar 6. Daun kunyit
Daun tumbuh berjumbai dengan ukuran panjang sekitar 35 cm, lebar 14 cm,
berwarna hijau, dan tiap tanaman terdiri atas 9-10 daun. Bunga keluar dari ujung
batang semu dengan panjang karangan (inflorecentia) bunga 10-15 cm serta berwarna merah. Kuntum bunga tumbuh tunggal berwarna putih-pucat atau
kuning, dan mekarnya bersamaan. Daun-daun pelindung bunga berwarna putih
atau putih bergaris hijau dan ujungnya merah jambu, sedangkan yang terletak di
bagian bawah berwarna hijau muda.
Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit tua adalah minyak atsiri, pati, zat
pahit, resin, protein, selulosa, dan beberapa mineral lain (Rukmana, 1994).
Rimpang kunyit yang dihasilkan dari dataran rendah kandungan kimianya lebih
tinggi daripada rimpang kunyit dari dataran tinggi (Tabel 5).
Tabel 5. Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit pada ketinggian daerah yang berbeda
Kadar minyak atsiri (%) 1.8100 1.4600
Kadar pati (%) 55.0300 47.8100
Kadar serat (%) 3.4400 2.8700
Kadar abu (%) 6.4700 7.5200
Indeks bias 1.5030 1.5086
Bobot jenis 0.9300 0.9465
Warna minyak kuning Kuning
Sumber: Taryono, dkk (1988)
Komponen utama yang terpenting dalam rimpang kunyit adalah
kurkuminoid dan minyak atsiri. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman
kunyit rata-rata 10.92%. Berbeda dengan temulawak, kurkuminoid yang
terkandung pada kunyit terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin, dan
bisdesmetoksikurkumin. Kurkuminoid merupakan komponen zat pigmen yang
memberikan warna kuning tua (oranye) pada kunyit. Warna ini sangat dipengaruhi
oleh pH. Warna kuning cerah diperoleh pada pH asam. Kandungan kurkuminoid
yang terdapat dalam kunyit telah diketahui memiliki banyak manfaat dan
memiliki aktivitas biologis dengan spektrum luas, diantaranya memiliki aktivitas
antibakteri, antioksidan dan antihepatoksik (Rukmana, 1994).
D. DAUN SUJI ( Pleomele angustifolia, N.E. Brown)
Suji (Pleomele angustifolia, N.E. Brown) adalah tanaman perdu yang banyak tumbuh liar di pulau Jawa hingga ketinggian 1200 m. Tingginya 2-7
meter, bila hanya sendiri dapat tumbuh sebagai pohon kecil yang banyak
cabangnya. Daunnya agak kaku, berbentuk lancet-garis, berwarna hijau gelap,
meruncing atau sangat runcing dengan panjang pada umumnya 10 – 25 cm dan
lebar 0.9 – 1.5 cm (Ochse dan Bachizen, 1977 dalam Hakim, 2005).
Gambar 7. Daun suji
Menurut klasifikasi botani, tanaman suji termasuk ordo Liliflorae, sub ordo
Lilineae, famili Liliaceae, genus Pleomele dan spesies Pleomele angustifolia. Daun suji terdapat dalam bentuk yang berbeda dan yang paling banyak ditemukan
di Pulau Jawa adalah jenis Typica dan Minor.
Jenis Typica daunnya panjang sampai kira-kira 60 cm, mahkota bunga besar,
hidup pada ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut di Pulau Jawa
bagian barat. Jenis Minor memiliki daun yang pendek dan tidak besar, mahkota
ditanam untuk pagar atau di sekitar sumur. Di Sulawesi terdapat jenis yang
merupakan peralihan dari kedua jenis tanaman suji ini, yaitu dengan mahkota
bunga besar tapi berdaun pendek dan sempit. Cara propagasi (perbanyakan)
tanaman suji mudah sekali yaitu dengan stek atau dengan biji.
Selain untuk pewarna alami, daun suji juga sering dimanfaatkan sebagai
obat. Air rebusan akar tanaman suji dapat digunakan untuk obat kencing nanah
jika dicampur dengan Aspidium repandum wild yang diminum dalam keadaan perut kosong. Daun suji juga dapat menyuburkan rambut. Pada beberapa orang
tertentu daun suji digunakan sebagai pewarna hijau minyak kelapa dan minyak
jarak (Heyne, 1987 dalam Hakim, 2005).
Zat warna hijau pada daun suji yang akan terekstrak dalam VCO berasal dari
klorofil.Klorofil adalah pigmen utama berwarna hijau pada semua makhluk hidup
yang mampu melakukan fotosintesis. Kandungan klorofil pada beberapa tanaman
sekitar 1% basis kering. Pada semua tanaman hijau, sebagian besar klorofil berada
dalam dua bentuk, yaitu klorofil a dan b dengan perbandingan 3 : 1. Namun besar
perbandingan tersebut masih dapat bervariasi yang dipengaruhi oleh kondisi
pertumbuhan dan faktor lingkungan. Klorofil a bersifat kurang polar dan berwarna
biru hijau, sedangkan klorofil b bersifat polar dan berwarna kuning hijau. Formula
empiris dari klorofil a adalah C55H72O5N4Mg, sedangkan rumus empiris dari
klorofil b adalah C55H70O6N4Mg. Struktur tanpa gugus fitol bersifat hidrofilik
(Gross, 1991).
Salah satu sifat kimia klorofil yang penting adalah ketidakstabilan yang
ekstrim, seperti sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi kimia.
Oleh karena itu pengerjaan klorofil harus dilakukan dalam ruang gelap atau ruang
dengan cahaya yang aman. Demikian pula penyimpanan zat warna harus dalam
ruangan yang sejuk dan gelap. Klorofil dapat diekstrak dengan menggunakan
Gambar 8. Rumus bangun klorofil a (R =CH3) dan klorofil b (R=CHO)
(Gross, 1991).
Manfaat klorofil sebagai pigmen alami selain sebagai zat warna, saat ini juga
telah diketahui memiliki peranan fungsional dalam bidang kesehatan. Klorofil
telah diteliti mempunyai aktivitas antioksidan atau penghancur radikal bebas jika
dikonsumsi pada jumlah tertentu (Ferruzi et al., 2002). Selain itu klorofil dan turunannya juga dapat bertindak sebagai zat antikanker (Reddy et al., 1999). Secara in vitro dan in vivo menunjukan bahwa turunan klorofil termasuk klorofil a, feofitin a, dan feoforbida a merupakan agen kemopreventif yang potensial
(Chemomorsky et al., 1999 yang dikutip oleh Alsuhendra, 2004). Potensi lain dari klorofil adalah sebagai zat antiinflamasi (Okai dan Okai, 1997) serta
antigenotoksik (Harttig dan Bailey, 1998).
E. ANGKAK
Angkak adalah produk hasil fermentasi beras oleh Monascus purpureus
melalui sistem fermentasi padat. Pada beberapa daerah, angkak dipakai sebagai
pewarna minuman alami untuk minuman beralkohol, keju, daging, ikan, serta
untuk kepentingan medis. Zat warna pada angkak merupakan pigmen merah yang
Gambar 9. Angkak
Pigmen yang dihasilkan oleh Monascus sp. bersifat sangat larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam air (Yuan, 1980 dalam Mitrajanty, 1994). Pigmen
ini memiliki daerah penyerapan maksimum antara 490-500 nm untuk warna
merah dan 410-420 nm untuk warna kuning. Puncak penyerapan warna terletak
pada daerah sekitar 390 nm yang menunjukan komponen warna kuning dan 500
nm yang menunjukan komponen warna merah. Pigmen yang dihasilkan oleh
Monascus adalah senyawa kompleks yang paling sedikit terdiri dari enam komponen (Gambar 10).
Gambarr 10. Rumus molekul pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh Monascus
Pigmen utama pada angkak adalah monaskorubrin dan monaskoflavin.
Senyawa ini dapat larut dalam metanol, etanol, kloroform, benzena, asam asetat,
dan aseton, tapi sedikit larut dalam air dan petroleum eter. Monaskorubrin
dibedakan dari monaskoflavin berdasarkan kelarutannya dalam eter (Inouye et al., 1962 dalam Mitrajanty, 1994). Kestabilan zat warna angkak dalam larutan
dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik
(Boelhasrin et al., 1982 dalam Mitrajanty, 1994).
Selain zat pigmennya, angkak juga menghasilkan produk metabolit
sekunder yang bermanfaat bagi kesehatan yaitu lovastatin. Lovastatin (C24H36O5)
atau Mecavor atau Monacolin K termasuk golongan statin yang telah dikenal
sebagai obat antilipid (Worthington, 2000). Hal tersebut disebabkan lovastatin
berperan sebagai inhibitor HMG-KoA reduktase (enzim yang berperan dalam
biosintesis kolesterol). Lovastatin bersifat hidrofilik dan lipofilik, namun
cenderung lipofilik (Dalimartha, 2001). Lovastatin juga memiliki kemampuan
untuk menghambat pelekatan molekul Lymphocyte Function Associated-Antigen I (LFA-I) terhadap molekul pelekat intraseluler (Intracelluler Adhesion Molecul,
ICAM) 1, 2, 3, sehingga akan terdapat lebih banyak molekul LFA-I bebas. LFA-I
memiliki fungsi menginaktivasi sel Antigen Presenting Cell (APC), yaitu makrofag (Kallen, 1999). Aktivasi makrofag yang berpotensi mengaktifkan
makrofag untuk melakukan fagositosis.
Kadar lovastatin pada angkak umumnya sekitar 0.2%. Senyawa ini telah
diuji untuk menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) dengan mengoksidasinya (Kurniawati, 2004). Menurut Nurhidayat (2004), LDL yang teroksidasi ini dapat
merangsang kinetika monosit dan megakaryosit merangsang regenerasi dan
pengumpulan monosit dan megakaryosit ke ruang endotelium dan berubah
masing-masing menjadi makrofag dan trombosit aktif. Jadi dapat disimpulkan
bahwa senyawa ini dapat bersifat aktif pada peningkatan trombosit dalam darah.
Selain itu pigmen angkak juga diduga sebagai pemicu naiknya jumlah trombosit.
Karena darah mengandung hemoglobin, yaitu pigmen merah pada sel darah
merah, sehingga peningkatan produksi sel darah merah berarti sel trombosit juga
meningkat karena produksi kedua sel berbanding lurus. Selain itu kuantitas
Disamping lovastatin dan pigmen, angkak juga megandung sterol (β-sterol,
campesterol, stigmasterol), sapogenin, isoflavon glikosida, dan asam lemak tak
jenuh. Saat ini angkak dapat ditemukan dalam bentuk suplemennya (Heber et al.,
1999 dalam Rachmawati, 2005). Komposisi kimiawi suplemen angkak dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Komposisi suplemen angkak.
Komponen Jumlah (%)
Pati 0.8 Protein 5.8 Air 3.6
Pigmen alami <0.33
Abu <3
Fosfat (fosfat organik 0.02%) 0.44
Inhibitor HMG-KoA total 0.4
Monakolin K (Lovastatin) 0.2
Monakolin K (bentuk asam hidroksi) <0.01
Monakolin I 0.03
Monakolin II (bentuk asam hidroksi) <0.01
Monakolin III 0.02
Monakolin IV 0.02
Monakolin V 0.02
Monakolin VI 0.01
As.lemak jenuh (palmitat dan stearat) <0.5
As.lemak tak jenuh (oleat, linoleat, linolenat, dan lain-lain) <1.5
Ca, Al, Fe, Mn, Mg, Cu, dan Hg Sedikit
Sumber: Heber et al. (1999) dalam Rachmawati (2005)
F. ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah komponen yang dapat menghambat atau mencegah
terjadinya oksidasi. Antioksidan digunakan untuk mencegah atau menghambat
terjadinya reaksi oksidasi di dalam lemak, minyak dan produk-produk pangan
yang mengandung lemak tinggi (Klaui dan Pongracs, 1981 dalam Sumardi, 1992).
Menurut Ranney (1979) yang dikutip dalam Sumardi (1992), antioksidan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian atas dasar prinsip kerjanya. Pertama
adalah antioksidan yang memiliki gugus fenol dan amina aromatik, contohnya
BHT, BHA, metilen bisfenol, dan difenilamin yang bekerja dengan radikal bebas
suatu radikal fenoksi atau fenimino melalui pemberian atom H yang dimiliki
antioksidan terhadap radikal subtrat.
Kedua, antioksidan yang berfungsi dengan cara yang sama untuk
menghilangkan molekul-molekul hidroperoksida dari sistem, contohnya dilauril
tiodipropionat (DLTDP). Caranya adalah melalui satu mekanisme yang tidak
melibatkan radikal-radikal bebas. Molekul-molekul hidroperoksida ROOH diikat
antioksidan melalui ikatan H dan susunan sterik sehingga terjadi suatu migrasi
ikatan untuk menghasilkan suatu alkohol dan suatu bentuk teroksidasidasi tioeter.
Ketiga adalah antioksidan yang dapat menginaktivasi logam dan mencegah
terjadinya oksidasi. Inisiasi oksidasi dapat dihasilkan oleh reaksi pertukaran
elektron antara substrat dan ion logam bervalensi banyak. Ion logam direduksi dan
dihasilkan suatu radikal bebas. Kemudian ion logam dapat dioksidasi kembali
oleh oksigen dari udara atau melalui mekanisme lain untuk mengahsilkan katalis
oksidasi.
Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat dikategorikan
menjadi dua golongan, yaitu golongan zat gizi dan non gizi. Beberapa contoh
antioksidan alami yang tergolong zat gizi adalah vitamin A dan karotenoid,
vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn), tembaga (Cu), selenium (Se), dan
protein. Antioksidan alami yang termasuk non gizi adalah biogenik amin,
senyawa fenol misalnya tirosol, hidroksitirosol, vanilin, asam vanilat, timol,
karpakrol, gingerol, zingeron, dan senyawa polifenol misalnya flavonoid, flavon,
flavonol, heterosida flavonoat, kalkon, auron, serta bioflavonoid seperti asam
galat, asam elagat, protoantosianin, dan komponen tetrapirolik misalnya klorofil
dan feofitin (Nabet, 1996). Beberapa fungsi antioksidan alami diantaranya sebagai
(a) senyawa pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c) pengkomplek logam
prooksidan, dan (d) quencher dari bentuk singlet oksigen.
G. ANTIMIKROBA
Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat
menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut fardiaz (1982), khusus
untuk bakteri disebut antibakteri dan untuk kapang disebut antikapang. Zat
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), menghambat germinasi spora bakteri, dan
sebagainya.
Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba adalah fenol
dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna,
deterjen, senyawa amonium kuartener, asam dan basa dan gas kemosterilan
(Pelczar dan Reid, 1972). Ada beberapa cara zat antimikroba dalam membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroba, antara lain (1) merusak dinding sel yang
menyebabkan lisis atau menghambat pembentukan komponen dinding sel pada sel
yang sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma, sehingga
menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel misalnya yang disebabkan oleh
senyawa fenolik, deterjen sintetis, sabun dan senyawa kuartener, (3) menyebabkan
denaturasi protein sel misalnya oleh alkohol, dan (4) menghambat kerja enzim di
dalam sel.
Zat antimikroba umumnya digunakan sebagai aditif makanan untuk
mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak. Beberapa contoh aditif
makanan yang sering digunakan sebagai antimikroba antara lain asam-asam
organik dan garamnya (propionat, benzoat, sorbat, asetat), senyawa nitrit dan
nitrat, sulfur dioksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula,
alkohol, formaldehida, rempah, dan lain-lain. Namun pada
rempah-rempah tidak selamanya bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, kadang
minyak atsiri rempah bersifat lebih menghambat dibandingkan rempahnya sendiri
(Frazier dan Westhoff, 1979).
Efektifitas antimikroba ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain (1)
konsentrasi zat antimikroba, (2) jenis, jumlah, umur dan latar belakang kehidupan
mikroba, (3) suhu, (4) waktu, dan (5) sifat fisika dan kimia substrat (pH, kadar air,
tegangan permukaan, jenis dan jumlah terlarut, koloid yang ada dan
senyawa-senyawa yang lain (Frazier dan Westhoff, 1979).
Menurut Al-delaimy dan Ali (1970) yang dikutip oleh Lukman (1984),
senyawa bakterisidal atau bakteristatik yang terdapat dalam ekstrak rempah
metode dan waktu ekstraksi, waktu dan suhu penyimpanan, serta konsentrasi
ekstrak yang digunakan berpengaruh terhadap efektifitas sifat antibakterinya.
H. PROSES PENGGORENGAN DAN KERUSAKAN MINYAK
Virgin Coconut Oil mengandung 40-50 % asam laurat, sedangkan asam lemak tidak jenuhnya hanya sekitar 8% yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan
linolenat. Seperti layaknya minyak kelapa yang digunakan sebagai minyak goreng
pada umumnya, VCO juga dapat digunakan ada proses penggorengan dan
memenuhi persyaratan mutu sebagai minyak goreng .
Tabel 7.Syarat Mutu Minyak Goreng (SII, 0003-72)
Karakteristik Nilai Maksimum
Air 0.3 persen
Bilangan peroksida 1.0 mg oksigen/100g
FFA (sebagai asam laurat) 0.3 persen
Logam-logam berbahaya Negatif
Minyak pelikan Negatif
Kedaan (bau, warna, rasa) Normal
Menurut Lawson (1985) selama proses penggorengan minyak akan
mengalami reaksi-reaksi kimia secara bertahap, yaitu (1) pembentukan warna, (2)
oksidasi, (3) polimerisasi, dan (4) hidrolisis. Tingkat terjadinya reaksi kimia
tersebut tergantung lamanya waktu pemanasan, suhu, komposisi asam lemak,
posisinya dalam trigliserida, adanya zat-zat pengoksidasi dan produk-produk
pengoksidasi (Kummerow, 1962 dalam Priatno, 1991).
Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat tergantung
komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak. Minyak yang
mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung untuk teroksidasi, sedangkan
yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisa.
Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen
akan mengalami oksidasi termal yang mengakibatkan kerusakan asam lemak tidak
jenuh yang ditandai dengan kenaikan bilangan penyabunan, kenaikan asam lemak
bebas, kenaikan kandungan karbonil oksigen dan kenaikan kekentalan minyak
tanpa adanya oksigen akan mengalami polimerisasi termal yang menyebabkan
terkonjugasinya asam linoleat membentuk polimer-polimer. Pembentukan polimer
akan ditandai dengan meningkatnya indeks bias dan kekentalan minyak (Perkins,
1967 dalam Priatno, 1991).
Oksidasi akan menghasilkan senyawa hidroperoksida yang kemudian
mengalami degradasi lebih lanjut menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) fission
yang menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon, senyawa-senyawa
ini berperan dalam pembentukan flavor dan warna hitam minyak, (2) dehidrasi
yang menghasilkan keton, (3) radikal bebas yang membentuk dimer, trimer, epoksida dan hidrokarbon yang semuanya menyebabkan kenaikan kekentalan
minyak dan fraksi non-urea adduct forming (NAF).
Reaksi hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas, mono dan
digliserida serta gliserin terjadi karena adanya air dalam bahan pangan (Stevenson
etal., 1984 dalam Priatno, 1991). Kerusakan lain pada minyak yang dipanaskan terus-menerus pada suhu tinggi adalah terjadinya destruksi beta-karoten pada
jumlah cukup besar (Mudambi dan Rajagopal, 1977 dalam Priatno 1991).
Secara garis besar produk-produk yang terbentuk akibat reaksi-reaksi kimia
selama proses penggorengan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu komponen non
volatil (nonvolatile decomposition products/ NVDP) dan komponen volatil (volatile decomposition products/ VDP). Komponen non-volatil akan tetap terdapat dalam minyak dan dapat diserap oleh bahan pangan yang digoreng,
sedangkan komponen volatil yang dihasilkan akan mempengaruhi flavor dari
bahan pangan namun sebagian besar VDP akan menguap pada waktu minyak
dipanaskan. Menurut Perkins (1967) yang dikutip dalam Priatno (1991), NVDP
terbentuk dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam molekul trigliserida.
Reaksi utama yang mendorong terbentuknya senyawa NVDP adalah autooksidasi,
polimerisasi termal, dan oksidasi termal.
Pemanasan minyak yang dilakukan secara terputus (dipanaskan sehari,
didinginkan semalam dan dipanaskan lagi) selama beberapa hari mengakibatkan
destruksi minyak semakin cepat. Hal ini disebabkan terjadinya penambahan
hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti dengan dekomposisi jika minyak
III. METODOLOGI
A. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juni 2007 di
Pilot Plan PT.Indofood, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Seafast Center, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk
membuat produk dan bahan untuk analisis. Bahan untuk membuat produk antara
lain VCO yang diperoleh dari PT. Bintang Kelapa, rimpang kunyit dan temulawak
segar yang diperoleh dari Balitro (Balai Tanaman Obat dan Aroma) dengan umur
rimpang antara 8-12 bulan, daun suji diperoleh dari Balitro dengan kriteria daun
yang digunakan dari pucuk daun hingga lembar kelima dari tangkai daun, daun
kunyit dengan umur rimpang 3-4 bulan yang diperoleh dari kebun di daerah
Bintaro, Jakarta Selatan serta angkak dari Pasar Tradisional Bogor. Bahan-bahan
untuk analisis adalah alkohol, aseton, HCl, K2SO4, HgO, H2SO4, H2BO3, NaOH,
Na2SO3, dietil eter, NaCO3, PbSO4, NaKTartarat, Folin ciaocalteau, butanol,
TBA, asam margarat, gas N2, metanol, BF3, heksan, Na2SO4 anhidrat, minyak
kedelai, BHT, alkohol, Nutrient Agar (NA), kultur mikroba (E. coli, S.
Thyphimurium, S. aureus, B. cereus, P.aeruginosa),indikator PP, dan Aquades. Peralatan yang akan digunakan meliputi peralatan untuk pembuatan produk
seperti flo-coater, oven vakum, tray dryer, blender, pisau, timbangan, talenan, wadah gelas, tampah, dan penggorengan. Alat-alat untuk analisis yaitu
spektrofometer, alat-alat gelas, neraca analitik, pipet, oven, cawan petri, tanur,
desikator, waterbath, pompa vakum, saringan, inkubator bergoyang, autoklaf, bunsen, penjepit besi, kertas saring dan kromameter.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap I dan penelitian tahap
II. Penelitian tahap I meliputi (1) pengeringan bahan uji dengan cara alami dan
mekanik; (2) ekstraksi zat pigmen dalam VCO dengan cara perendaman; (3)
komposisi asam lemak dari masing-masing bahan uji. Penelitian tahap II meliputi
pengujian kerusakan VCO yang telah ditambahkan ekstrak zat pigmen yang
digunakan untuk menggoreng bahan pangan, yaitu kentang (pengukuran nilai TBA
dan FFA).
1. Penelitian Tahap I
Pada penelitian tahap I dilakukan persiapan bahan uji kering, produksi
pengayaan VCO dengan zat pigmen, pengukuran komposisi asam lemak,
pengujian aktivitas antimikroba, dan pengujian kapasitas antioksidan.
a. Persiapan Bahan Uji Kering
Setiap bahan yang akan diekstrak harus memiliki kadar air yang sangat
rendah agar hasil ekstraksi dapat bercampur dengan VCO. Daun suji, daun kunyit,
temulawak, serta kunyit masih dalam bentuk segar, sedangkan angkak yang
digunakan sudah dalam bentuk kering. Semua bahan sebelum dikeringkan
dirajang terlebih dahulu. Daun suji, daun kunyit, temulawak, dan kunyit diiris-iris
setebal 5 mm agar pengeringan berlangsung merata di permukaan bahan.
Pengeringan bahan baku ekstraksi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
pengeringan alami menggunakan sinar matahari dan secara mekanik
menggunakan alat pengeringan. Pengeringan secara alami dilakukan dengan
penjemuran selama 12 jam di bawah sinar matahari untuk rimpang temulawak dan
kunyit yang dilakukan secara bertahap selama 2 hari berturut-turut. Secara
mekanik temulawak dan kunyit dikeringkan dengan tray dyer selama 18 jam pada suhu 60oC.
Daun suji dan daun kuyit dikeringkan hanya secara mekanik. Secara
mekanik daun kunyit dikeringkan dengan menggunakan flo-coater dengan suhu pengeringan 60oC selama 3 jam dan oven vakum dengan suhu 60oC selama 6 jam.
Pengeringan mekanik pada daun suji dilakukan dengan menggunakan flo-coater
dengan suhu pengeringan 60oC selama 3 jam dan oven vakum dengan suhu 60oC
selama 20 jam. Setelah itu semua bahan yang telah dikeringkan digiling dengan
Analisa proksimat dilakukan pada bubuk kering yang dihasilkan untuk
mengetahui perbedaan kadar nilai gizinya akibat proses pengeringan yang
berbeda. Selain itu dilakukan pula proses ekstraksi selama tiga hari untuk
mengetahui pengaruh proses pengeringan pada kadar zat pigmen yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil analisis proksimat dan pengukuran kadar zat pigmen, dipilih
bahan dengan metode pengeringan yang paling tepat.
b. Produksi Pengayaan VCO Dengan Zat Pigmen
b.1. Teknik Ekstraksi Zat Pigmen Dengan Cara Perendaman
Proses ekstraksi berlangsung seperti peristiwa osmosis, yaitu VCO sebagai
larutan hipertonik akan menerima perpindahan molekul (dalam hal ini zat pigmen)
dari bahan yang terendam sampai terjadi kesetimbangan.
Bahan-bahan yang telah dikeringkan dan digiling kasar dimasukan ke dalam
botol yang berisi 20 ml VCO. Pada proses ekstraksi disusun seri dengan jumlah
dalam VCO bervariasi. Hal ini ditujukan untuk melihat jumlah bahan yang paling
maksimal dengan mempertimbangkan jumlah rendemen ekstrak yang diperoleh
sehingga dianggap rasio bahan dan pelarut yang paling efektif. Variasi
perbandingan bahan yang direndam dengan jumlah VCO yang diujikan yaitu 1:3,
1:4, dan 1:5 sebagai penentu konsentrasi zat warna.
Proses perendaman (ekstraksi) akan dilakukan dalam kurun waktu 1 minggu
pada suhu ruang dalam keadaan kedap cahaya mengingat semua zat warna
memiliki sifat sensitivitas terhadap cahaya. Penelitian ini menggunakan rancangan
acak lengkap faktorial dengan konsentrasi (faktor A) dan waktu perendaman
(faktor B).
b.2. Proses Penyaringan
VCO yang telah mengandung zat warna hasil ekstraksi disaring berdasarkan
waktu perendamannya. Proses penyaringan menggunakan kertas saring dengan
alat saring yang disambungkan dengan pompa vakum agar VCO dengan endapan