• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian tahp II dilakukan untuk mengetahui stabilitas sifat fisiko-kimia produk terhadap sistem penggorengan. Seperti yang telah dijelaskan selain sebagai suplemen, VCO dapat digunakan sebagai minyak goreng. Selain itu adanya penambahan zat pigmen dari kunyit, temulawak, angkak, daun suji, serta daun kunyit yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi

diharapkan dapat mencegah terjadinya oksidasi pada VCO sebagai minyak selama proses penggorengan.

Pada pengujian ini setiap produk yang dihasilkan akan digunakan untuk menggoreng kentang selama 1 jam. Setiap 15 menit kentang yang digoreng diangkat dan ditukar dengan yang baru. Pada menit tersebut juga dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisis kadar malonaldehid dan bilangan asamnya dari minyak bekas menggoreng. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal yang mengakibatkan kerusakan asam lemak tidak jenuh yang ditandai dengan kenaikan bilangan penyabunan, kenaikan asam lemak bebas, kenaikan kandungan karbonil oksigen dan kenaikan kekentalan minyak (Perkins, 1967 dalam Priatno 1991).

Sebagai pembanding proses penggorengan juga dilakukan pada minyak kelapa yang telah dijual secara komersial yaitu minyak Barco, yang diketahui telah mengandung antioksidan yang tergolong non-gizi, seperti BHT, BHA dan TBHQ. Pengujian yang sama juga dilakukan pada VCO murni itu sendiri tanpa penambahan bahan apapun sebagai kontrol, sehingga adanya pengaruh penambahan ekstrak zat pigmen terhadap kerusakan minyak karena pemanasan dapat diketahui.

Proses penggorengan dilakukan pada suhu 100oC-120oC dengan pemanasan secara kontinyu selama 1 jam tanpa terputus. Pemanasan minyak yang dilakukan secara terputus (dipanaskan sehari, didinginkan semalam dan dipanaskan lagi) selama beberapa hari mengakibatkan destruksi minyak semakin cepat. Hal ini disebabkan karena terjadinya penambahan hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti dengan dekomposisi minyak jika dipanaskan berulang kali (Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991).

Selama proses penggorengan baik bahan yang digoreng maupun setiap sampel yang digunakan sebagai minyak goreng mengalami perubahan warna (Gambar 42 dan 43). Perubahan warna bahan yang digoreng (dalam hal ini kentang), diakibatkan oleh penyerapan zat warna hasil ekstraksi yang terkandung dalam VCO. Pemilihan kentang sebagai bahan yang digoreng, dikarenakan kadar air yang terkandung dalam kentang cukup tinggi sehingga faktor kerusakan bahan uji sebagai minyak dapat lebih diketahui. Selama proses penggorengan, minyak

akan mengalami kerusakan karena dipanaskan terus-menerus pada suhu tinggi dan kontak dengan oksigen atau kandungan air dalam bahan makanan yang digoreng (Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991). Selain itu, adanya air dalam bahan pangan menyebabkan terjadinya peristiwa hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas, mono dan digliserida serta gliserin (Stevenson et al., 1984 dalam Priatno, 1991).

Hasil penggorengan menggunakan VCO murni menunjukan warna bahan normal, sama dengan hasil penggorengan menggunakan minyak Barco. Hasil penggorengan dengan menggunakan VCO yang mengandung ekstrak kurkuminoid dari kunyit menunjukan warna bahan sedikit lebih terang dibandingkan hasil penggorengan menggunakan VCO dan minyak Barco. Pada penggunaan VCO dengan ekstrak kurkuminoid dari temulawak sebagai minyak goreng menunjukan warna yang lebih gelap.

Hasil penggorengan dengan menggunakan VCO yang mengandung ekstrak klorofil menunjukan warna bahan yang lebih gelap dibandingkan warna bahan hasil penggorengan dengan VCO yang mengandung ekstrak dari kunyit dan temulawak. Terutama pada hasil penggorengan dengan VCO yang mengandung ekstrak klorofil dari daun suji, warna bahan cenderung lebih gelap dikarenakan bahan telah mengabsorbsi warna ekstrak zat pigmen dari daun suji yaitu hijau gelap. Warna bahan yang digoreng dengan VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari angkak menunjukan warna yang sangat berbeda, yaitu merah terang.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g)

Gambar 42. Warna bahan hasil penggorengan dengan menggunakan (a) Barco; (b) VCO; (c) VCO dengan ekstrak angkak; (d) VCO dengan ekstrak kunyit; (e) VCO dengan ekstrak temulawak; (f) VCO dengan ekstrak daun suji; (g) VCO dengan ekstrak daun kunyit.

Aroma dan rasa bahan yang digoreng juga menunjukan perbedaan antar produk yang digunakan untuk menggoreng. Secara umum hasil organoleptik bahan hasil penggorengan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Perubahan karakteristik sensori pada bahan selama penggorengan

Atribut Sensori

VCO Barco VCO+ Kunyit VCO+ Temulawak VCO+ Daun suji VCO+ Daun kunyit VCO+ Angkak

Aroma Normal Normal Agak menyengat

Agak menyengat

Bau daun Bau daun Normal Rasa Normal Normal Agak pahit Sangat pahit Agak

pahit

Sangat pahit

Agak pahit Tekstur Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Warna Kuning Kuning Kuning

terang Kuning gelap Kuning kehijauan Kuning agak hijau Kuning kemerahan

Produk yang digunakan untuk proses penggorengan juga mengalami perubahan atau degradasi warna dari warna semula. Hal ini mengindikasikan mulai terjadinya kerusakan pada produk yang diuji.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g)

Gambar 43. Perubahan warna sampel selama proses penggorengan dari 15-60 menit dengan intensitas penggorengan 1-4 kali (kiri-kanan); (a) VCO dengan ekstrak kunyit; (b) VCO dengan ekstrak temulawak (warna cenderung stabil); (c) Barco; (d) VCO; (e) VCO dengan ekstrak daun suji; (f) VCO dengan ekstrak angkak; (g) VCO dengan ekstrak daun kunyit.

Warna minyak goreng dan sifat komposisinya mungkin berubah oleh adanya pelarutan senyawa-senyawa pewarna dan lemak yang ada dalam bahan pangan (Stevenson et al., 1984 dalam Priatno, 1991). Reaksi-reaksi kimia selengkapnya yang terjadi pada minyak dapat dilihat pada Gambar 44.

Gambar 44. Reaksi-reaksi kimia pada minyak selama proses penggorengan

Perubahan warna mungkin disebabkan oleh terbentuknya warna kehitaman dari minyak. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal. Oksidasi akan menghasilkan senyawa hidroperoksida yang kemudian mengalami degradasi lebih lanjut menjadi fission yang menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon, senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan flavor dan warna hitam minyak. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi tanpa adanya oksigen akan mengalami polimerisasi termal yang menyebabkan terkonjugasinya asam linoleat membentuk polimer-polimer. Polimer-polimer ini dapat dilihat dari adanya warna kehitaman dari minyak (Stevenson et al., 1984 dalam Priatno, 1991).

Secara umum semakin lama waktu pemanasan atau semakin banyak intensitas penggorengan, intensitas warna pada sampel mengalami penurunan. Bahkan pada sebagian besar sampel mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan. Namun pada VCO yang mengandung ekstrak kurkuminoid dari temulawak dan kunyit tidak menunjukan perubahan warna yang cukup signifikan.

Warna sampel cenderung stabil dengan waktu pemanasan dan intensitas penggorengan yang sama. Perubahan warna pun ditunjukkan oleh minyak Barco, yaitu terjadi perubahan warna dari putih kekuningan menjadi coklat gelap setelah dipanaskan selama 1 jam dan digunakan untuk menggoreng sebanyak 4 kali.

a. Nilai TBA

Salah satu faktor kerusakan pada minyak adalah besarnya bilangan peroksida yang terbentuk akibat proses penggorengan (pemanasan). Menurut Kummerow (1962) yang dikutip dalam Priatno (1991), menyatakan adanya kenaikan bilangan peroksida pada minyak jagung yang mengalami oksidasi termal.

Pengukuran kadar malonaldehida pada sampel yang digunakan pada proses penggorengan menggunakan metode TBA (Tiobarbituric Acid). Hasil pengukuran menunjukan terjadinya peningkatan kadar malonaldehida pada bahan uji seiring bertambahnya waktu dan intensitas penggunaan minyak dalam proses penggorengan (Gambar 45). 0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000 0 menit/0 kali 15 menit/1 kali 30 menit/2 kali 45 menit/3 kali 60 menit/4 kali Lama/intensitas penggorengan K a d a r A sam L e m ak B e b as ( % ) VCO murni Barco VCO+Kunyit VCO+Temulawak VCO+Daun suji VCO+Daun kunyit VCO+Angkak

Gambar 45.Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan Peningkatan kadar MDA yang paling tinggi ditunjukkan pada bahan uji VCO yang mengandung ekstrak daun suji, daun kunyit dan angkak. Bahan uji VCO murni yang digunakan sebagai pembanding, menunjukan peningkatan kadar MDA yang paling rendah bahkan hampir menyamai produk minyak Barco yang dijadikan sebagai kontrol. Jadi dapat disimpulkan dengan adanya penambahan

ekstrak zat pigmen yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan, justru mempercepat proses kerusakan. Hal ini dapat terjadi karena adanya komponen lain yang terkandung pada ekstrak zat pigmen yang dapat mempercepat terjadinya kerusakan bila bahan uji dipanaskan misalnya asam lemak tak jenuh, dan lain-lain atau dapat disebabkan karena sifat dari ekstrak zat pigmen sendiri yang umumnya sangat peka terhadap suhu, cahaya, udara dan degradasi kimia.

b. Kadar asam lemak bebas

Kerusakan pada minyak juga ditandai dengan adanya kenaikan kandungan asam lemak bebas. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal yang mengakibatkan kerusakan asam lemak tidak jenuh yang ditandai dengan asam lemak bebas (Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991).

Pada hasil penggorengan selama satu jam dengan empat kali intensitas penggorengan menunjukan setiap bahan mengalami kenaikan kadar asam lemak bebas. Kenaikan jumlah asam lemak bebas yang paling tinggi ditunjukkan pada produk yang mengandung ekstrak daun suji, daun kunyit dan angkak serta pada minyak Barco sendiri yang dijadikan sebagai kontrol.

Peningkatan kadar asam lemak bebas pada sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari kunyit dan temulawak menunjukan perubahan yang relatif stabil. Namun pada menit ke 60 dari proses penggorengan, kadar asam lemak bebas pada sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari kunyit mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Akan tetapi kenaikan kadar asam lemak bebas ini belum melebihi kadar asam lemak bebas yang dihasilkan dengan sampel yang mengandung ekstrak lain.

Secara keseluruhan sampel VCO yang mengandung ekstrak daun suji, daun kunyit dan angkak menunjukan jumlah asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan kunyit dan temulawak pada tiap menit pengambilan produk selama proses penggorengan. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan asam lemak bebas yang ada dalam VCO dengan ekstrak daun suji, daun kunyit serta angkak lebih tinggi daripada VCO dengan ekstrak kunyit dan temulawak. Secara garis besar VCO tanpa penambahan apapun menunjukan stabilitas mutu yang paling baik

selama proses penggorengan, karena kenaikan kadar asam lemak bebasnya relatif rendah. 0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000 0.3500 0.4000 0.4500 0 menit/0 kali 15 menit/1 kali 30 menit/2 kali 45 menit/3 kali 60 menit/4 kali Lama/intensitas penggorengan K a d a r mmol M D A /g mi ny a k VCO murni Barco VCO+Kunyit VCO+Temulawak VCO+Daun suji VCO+Daun kunyit VCO+Angkak

Gambar 46.Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait