• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengujian aktivitas antimikroba, dan pengujian kapasitas antioksidan.

a. Persiapan Bahan Uji Kering

Setiap bahan yang akan diekstrak harus memiliki kadar air yang sangat rendah agar hasil ekstraksi dapat bercampur dengan VCO. Daun suji, daun kunyit, temulawak, serta kunyit masih dalam bentuk segar, sedangkan angkak yang digunakan sudah dalam bentuk kering. Semua bahan sebelum dikeringkan dirajang terlebih dahulu. Daun suji, daun kunyit, temulawak, dan kunyit diiris-iris setebal 5 mm agar pengeringan berlangsung merata di permukaan bahan.

Pengeringan bahan baku ekstraksi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengeringan alami menggunakan sinar matahari dan secara mekanik menggunakan alat pengeringan. Pengeringan secara alami dilakukan dengan penjemuran selama 12 jam di bawah sinar matahari untuk rimpang temulawak dan kunyit yang dilakukan secara bertahap selama 2 hari berturut-turut. Secara mekanik temulawak dan kunyit dikeringkan dengan tray dyer selama 18 jam pada suhu 60oC.

Daun suji dan daun kuyit dikeringkan hanya secara mekanik. Secara mekanik daun kunyit dikeringkan dengan menggunakan flo-coater dengan suhu pengeringan 60oC selama 3 jam dan oven vakum dengan suhu 60oC selama 6 jam. Pengeringan mekanik pada daun suji dilakukan dengan menggunakan flo-coater

dengan suhu pengeringan 60oC selama 3 jam dan oven vakum dengan suhu 60oC selama 20 jam. Setelah itu semua bahan yang telah dikeringkan digiling dengan blender kering sehingga menjadi bentuk bubuk.

Analisa proksimat dilakukan pada bubuk kering yang dihasilkan untuk mengetahui perbedaan kadar nilai gizinya akibat proses pengeringan yang berbeda. Selain itu dilakukan pula proses ekstraksi selama tiga hari untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan pada kadar zat pigmen yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis proksimat dan pengukuran kadar zat pigmen, dipilih bahan dengan metode pengeringan yang paling tepat.

b. Produksi Pengayaan VCO Dengan Zat Pigmen

b.1. Teknik Ekstraksi Zat Pigmen Dengan Cara Perendaman

Proses ekstraksi berlangsung seperti peristiwa osmosis, yaitu VCO sebagai larutan hipertonik akan menerima perpindahan molekul (dalam hal ini zat pigmen) dari bahan yang terendam sampai terjadi kesetimbangan.

Bahan-bahan yang telah dikeringkan dan digiling kasar dimasukan ke dalam botol yang berisi 20 ml VCO. Pada proses ekstraksi disusun seri dengan jumlah dalam VCO bervariasi. Hal ini ditujukan untuk melihat jumlah bahan yang paling maksimal dengan mempertimbangkan jumlah rendemen ekstrak yang diperoleh sehingga dianggap rasio bahan dan pelarut yang paling efektif. Variasi perbandingan bahan yang direndam dengan jumlah VCO yang diujikan yaitu 1:3, 1:4, dan 1:5 sebagai penentu konsentrasi zat warna.

Proses perendaman (ekstraksi) akan dilakukan dalam kurun waktu 1 minggu pada suhu ruang dalam keadaan kedap cahaya mengingat semua zat warna memiliki sifat sensitivitas terhadap cahaya. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan konsentrasi (faktor A) dan waktu perendaman (faktor B).

b.2. Proses Penyaringan

VCO yang telah mengandung zat warna hasil ekstraksi disaring berdasarkan waktu perendamannya. Proses penyaringan menggunakan kertas saring dengan alat saring yang disambungkan dengan pompa vakum agar VCO dengan endapan atau partikel halus zat warna dapat terpisah dengan baik.

b.3. Pembotolan dan Penyimpanan

Setelah proses penyaringan, masing-masing sampel ditempatkan pada tabung vial gelap dan disimpan pada ruang yang tidak terkena cahaya dan panas. Sebelum disimpan tiap sampel diukur kadar pigmen, pH dan intensitas warnanya.

Data dari hasil pengukuran yang diperoleh, kemudian diplotkan ke dalam kurva yang menghubungkan kadar masing-masing zat warna dengan lamanya waktu ekstraksi. Konsentrasi zat warna dan waktu ekstraksi yang maksimum ditentukan berdasarkan kadar zat warna tertinggi yang dikandung dalam VCO. Pengaruh hubungan antara konsentrasi dengan waktu ekstraksi terhadap kadar pigmen terekstrak dan parameter lainnya dilihat dengan pengolahan data menggunakan SPSS dengan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan.

c. Pengukuran Komposisi Asam Lemak

Tiap sampel VCO dengan kandungan zat pigmen maksimum diukur kandungan asam lemaknya dan dibandingkan dengan komposisi asam lemak awal sebelum diberi tambahan zat pigmen. Hal ini ditujukan untuk melihat pengaruh penambahan zat pigmen terhadap komposisi asam lemak yang terkandung.

d. Pengujian Aktivitas Antimikroba

Selain dilakukan pengukuran terhadap kandungan asam lemaknya, tiap sampel VCO dengan kandungan zat pigmen maksimum diuji aktivitas antimikrobanya. Bakteri uji yang digunakan yaitu B. cereus,S. aureus, E.coli,P. aeruginosa, dan Salmonella typhimurium. Hal ini ditujukan untuk melihat pengaruh penambahan zat pigmen terhadap aktivitas antimikroba.

e. Pengukuran Kapasitas Antioksidan

Pengukuran kapasitas antioksidan juga dilakukan pada tiap sampel. Hal ini juga dilakukan untuk melihat pengaruh adanya tambahan ekstrak zat pigmen pada kapasitas antioksidan yang dimiliki dan dibandingkan dengan VCO murni sebelum diberi tambahan zat lain.

Diris-diiris dan dikeringkan Dihaluskan

Dilakukan analisis proksimat

(kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat)

Bubuk daun kunyit Bubuk angkak, daun suji, direndam kunyit, & temulawak dalam 20 ml VCO direndam dalam 20 ml VCO dengan perbandingan dengan perbandingan 1 : 10, 1 : 15, dan 1: 20 b/b 1 : 3, 1 : 4, dan 1: 5 b/b

Didiamkan selama 1 minggu pada inkubator bergoyang

Diukur kadar zat warna dan intensitas warnanya tiap hari Dipilih konsentrasi dan waktu ekstraksi maksimum

Dilakukan analisis kapasitas antioksidan, aktivitas antimikroba dan kandungan asam lemak serta dibandingkan dengan VCO murni sebagai kontrol

Gambar 11. Diagram alir prosedur kerja penelitian pendahuluan

2. Penelitian tahap II

Pada penelitian tahap II dilakukan beberapa pengukuran antara lain :

a. Nilai TBA, yaitu tingkat kadar peroksida pada sampel yang merupakan indikator kerusakan minyak.

b. Kadar FFA, yaitu tingkat asam lemak bebas yang dihasilkan selama proses penggorengan bahan pangan dan merupakan indikator lainnya pada kerusakan minyak.

Sampel diperoleh setiap 15 menit proses penggorengan bahan selama 1 jam dengan suhu kumulatif 100oC – 120oC. Sebagai pembanding perlakuan yang sama

Temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak

juga diterapkan pada minyak kelapa yang telah dijual secara komersial, yaitu Barco dan VCO murni itu sendiri tanpa penambahan bahan apapun sebagai kontrol.

Diproduksi kembali VCO dengan ekstrak kunyit, temulawak, daun suji, daun kunyit, dan angkak pada konsentrasi dan waktu ekstraksi terpilih

Digunakan untuk menggoreng kentang selama 1 jam

Diambil sampel minyak bekas setiap 15 menit

Dianalisis nilai TBA dan kadar asamnya

Gambar 12. Diagram alir prosedur kerja penelitian lanjutan

D. PROSEDUR ANALISIS

Parameter mutu yang diukur selama penelitian meliputi sifat fisik, kimia dan mikrobiologi dari sampel VCO yang diperoleh dengan penambahan ekstrak zat pigmen.

1. Analisis Sifat Kimia

Analisis sifat kimia meliputi uji proksimat (analisis kadar air, abu, lemak dan protein), analisis kadar zat pigmen, derajat keasaman (pH), kapasitas antioksidan, komposisi asam lemak, kadar malonaldehida (TBA) dan kadar asam lemak bebas (FFA).

a. Kadar Air (AOAC, 1995)

Sampel yang sudah homogen ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah diketahui beratnya, yang sebelumnya cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 ºC selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (wet basis) = 100% 1 2 1 x W W W − Keterangan:

W1 = berat sampel awal (gram)

W2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan dinaikkan secara bertahap sampai suhu mencapai 650ºC dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200°C, cawan yang berisi abu tersebut didinginkan di dalam

desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Perlakuan ini diulang sampai mencapai berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu total = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g)

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dibungkus kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstruksi soxhlet. Pelarut lemak dituangkan secukupnya ke dalam labu lemak. Refluks dilakukan selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi dan labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC selama 60 menit atau sampai beratnya tetap. Labu lemak yang telah didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Berat lemak dapat dihitung dengan rumus:

Kadar lemak = berat lemak (g) x 100 % berat sampel (g)

d. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi,

ditambahkan kjeltab dan 10 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi sampai terbentuk larutan hijau bening. Larutan dibiarkan sampai dingin lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dicuci menggunakan akuades kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 20 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Destilat ditampung ke dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 10 ml H3BO3 4% dan 2 tetes indikator campuran metilen merah dan metilen biru sampai berwarna hijau kebiruan. Destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCL 0,02 N sampai berwarna merah muda. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

25 , 6 N % protein Kadar % 100 sampel mg 14,007 HCl N blanko ml - HCl ml N % × = × × × =

e. Karbohidrat Metode by difference

Penentuan karbohidrat dilakukan dengan mengurangi jumlah kandungan secara keseluruhan (100%) dengan kadar air, protein, lemak, dan abu.

f. Kadar Kurkumin (Codex, 1979)

Pertama standar kurkumin ditimbang sebanyak 250 mg (W). Setelah itu dilarutkan dalam aseton 100 ml dengan tujuan untuk mengekstrak kurkumin dari bahan. Kemudian dilakukan pengenceran dengan mengambil sebanyak 1ml larutan kurkumin yang sudah diekstrak dan ditepatkan pada labu takar 100 ml. Lalu diencerkan kembali dengan mengambil 5 ml larutan yang sudah diencerkan dan ditepatkan pada labu takar 100 ml. Lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 nm (A std). Untuk pengukuran absorbansi sampel dilakukan dengan prosedur yang sama pada larutan standar kurkumin. Kadar kurkumin pada sampel dihitung menggunakan rumus di bawah ini.

Kadar karbohidrat = 100% - (%air + %protein + %lemak + % abu)

Kadar kurkumin (%) = W x A spl x 100% Berat sampel x A std

g. Kadar Klorofil (Yoshida et al., 1976)

Sampel sebanyak 0.5 gram dihomogenisasi dengan aseton hingga mencapai konsentrasi 80%. Kemudian didiamkan di ruang gelap selama 2 malam untuk memperoleh kelarutan komponen klorofil yang lebih baik. Supernatan diambil melalui kertas saring ke dalam labu takar 30 ml, lalu ditepatkan dengan aseton. Ekstrak klorofil diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm. Setelah itu kadar klorofil diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

Ca = Kadar klorofil a Cb = Kadar klorofil b C = Kadar klorofil

D663= Absorbansi pada panjang gelombang 663 nm D645= Absorbansi pada panjang gelombang 645 nm Vs = Volume sampel (ml)

Fp = Faktor pengenceran

h. Zat Pigmen Angkak

Analisa kadar pigmen dilakukan terhadap kadar pigmen merah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer (spectronic) tipe 20D merek Bausch dan Lomb.

Sebanyak 1 ml larutan VCO yang telah mengandung ekstrak zat pigmen dilarutkan dalam 10 ml aseton, lalu disentrifuse. Pengukuran dilakukan dengan panjang gelombang 385 nm, dengan aseton sebagai blanko. Hasil pengukuran dibaca sebagai persen tranmisi. Pembacaan harus berada pada kisaran 20-80 %. Untuk memperoleh kadar pigmen dalam absorbansi, maka nilai persen tranmisi

Ca = { (12.7 x D663) – (2.69 x D645) } x Vs/1000 x Fp Cb = { (22.9 x D645) – (4.68 x D663) } x Vs/1000 x Fp C = Ca + Cb

(T) perlu diubah menjadi nilai absorbansi (A) dan dikalikan dengan faktor pengencer (FP). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

i. Nilai pH (AOAC, 1995)

Analisis derajat keasaman (pH) ditentukan menggunakan alat pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu. Alat pH meter dinyalakan dan dibiarkan stabil selama 15-20 menit, kemudian elektroda dibilas dengan larutan buffer atau akuades. Bila menggunakan akuades, elektroda dikeringkan dengan kertas tissue. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan buffer dan didiamkan beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil. Angka pH meter disesuaikan dengan pH buffer, yaitu buffer pH 4 dan buffer pH 7. pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan buffer pH 7 dan pH 4. Pengukuran pH sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda dalam 20 ml sampel yang ditempatkan dalam pot plastik. Besarnya nilai pH adalah pembacaan setelah stabil dalam 1 menit. Elektroda diangkat lalu dibilas dengan air destilata dan selanjutnya dapat digunakan untuk pengukuran pH sampel berikutnya.

j. Aktivitas Antioksidan Metode Active Oxygen Methode (AOM) dengan Menggunakan RancimatTM

Metode penentuan aktivitas antioksidan dalam aplikasinya pada minyak goreng dilakukan dengan menggunakan metode Active Oxygen Methode (AOM). Pengujian ini menggunakan alat RancimatTM .

Prinsip dari metode AOM ini adalah minyak yang dipanaskan dengan selalu dialirkan udara akan terbentuk peroksida yang tidak stabil, komponen ini akan mengalami dekomposisi dan membentuk asam volatil. Hasil yang diperoleh diplotkan dalam suatu grafik kenaikan konduktivitas larutan sebagai fungsi waktu (Gambar 12). Titik akhir ditentukan berdasarkan pencatatan konduktivitas larutan penampung zat volatil yang keluar dari tempat sampel. Banyaknya sampel yang digunakan yaitu 3 gram yang merupakan campuran dari minyak kedelai dan VCO yang telah mengandung hasil ekstrak zat pigmen dengan perbandingan 1 : 3. Sebagai pembanding digunakan 3 gram sampel yang merupakan campuran dari minyak kedelai dan VCO dengan perbandingan 1 : 3 serta minyak kedelai yang telah ditambahkan dengan 200 ppm BHT dan tokoferol (vitamin E).

Gambar 13. Grafik hubungan konduktivitas dan waktu induksi

Besarnya aktivitas antioksidan ditentukan oleh nilai faktor protektif. Makin kuat aktivitas antioksidan, maka nilai faktor protektif yang dimilikinya juga semakin besar. Nilai faktor protektif ditentukan dengan persamaan di bawah ini.

Penentuan nilai rasio (R) merupakan perbandingan antara nilai faktor protektif sampel dengan nilai faktor protektif BHT.

k. Kadar Asam Lemak Bebas

Sebelum dilakukan analisa asam lemak dengan kromatografi gas, sampel minyak terlebih dahulu dimetilasi. Sejumlah sampel minyak (20-30 mg) yang telah bebas pelarut dimasukan dalam tabung reaksi bertutup kering 20-30 ml. Ke dalamnya ditambahkan 1 ml standar internal (asam margarat) dan pelarutnya diuapkan dengan N2. Kemudian ditambahkan larutan NaOH-metanol 2% dan dipanaskan 100oC selama 10 menit. Selanjutnya didinginkan, ditambahkan BF3- metanol, dipanaskan selama 1 menit, didinginkan, ditambah heksan dan dipanaskan kembali 1 menit, lalu didinginkan, ditambah NaCl jenuh dan dikocok

waktu oksidasi pada emulsi dengan penambahan antioksidan/sampel (menit) Faktor protektif=

waktu oksidasi pada emulsi tanpa penambahan antioksidan/sampel (menit)

Faktor protektif sampel Rasio (R) =

selama beberapa menit. Setelah itu campuran didiamkan sampai terpisah dan diambil bagian atasnya (larutan heksan). Dengan melewati Na2SO4 anhidrat, metil ester yang diperoleh dimasukan ke dalam botol vial kering dan dihembuskan gas N2 lalu disimpan dalam freezer sampai saat dianalisa. Metil ester ini siap disuntikan ke dalam kolom kromatografi.

Identifikasi asam lemak menggunakan kromatografi gas dengan kolom kapiler Carbowax 20M (30 m, 0.25 mm i.d.), temperatur terprogram (suhu awal 140oC selama 6 menit, kenaikan suhu 3oC per menit dan suhu akhir 230oC selama 20 menit), detektor FID dan gas pembawa helium. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan pola pemisahan dengan senyawa standar berdasarkan nilai-nilai

Relative Retention Time (RRT).

Penentuan Response Factor (RF) diperoleh dari hasil penyuntikan standar, sedangkan perhitungan konsentrasi asam lemak diperoleh dari hasil penyuntikan sampel yang telah ditambahkan standar internal (SI). Nilai RF dan konsentrasi asam lemak (AL) dihitung dengan rumus berikut :

l. Bilangan TBA (AOCS, 1990)

Sejumlah minyak (50-200 mg) dilarutkan dengan sedikit 1-butanol dan ditepatkan volumenya dalam labu ukur 25 ml. Sebanyak 5 ml dari campuran tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi bertutup kering dan ditambahkan 5 ml larutan TBA (200 mg TBA dalam 100 ml 1-butanol) sambil divorteks. Selanjutnya dipanaskan dalam waterbath 95oC selama 120 menit dan didinginkan

sekitar 10 menit hingga mencapai suhu ruang. Pembacaan absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 532 nm. Konsentrasi malonakdehida ditentukan dengan rumus :

µmol malonaldehida/ g minyak = 0.355 x absorbansi g minyak RF = area SI x mg AL

mg SI area AL

AL (mg/g minyak) = mg SI x RF x area AL g minyak area SI

m. Bilangan Asam (AOAC, 1995)

Bilangan asam digunakan untuk menghitung persentase asam lemak bebas dalam minyak. Minyak ditimbang sebanyak 10 g ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah 50 ml alkohol 95% dan dipanaskan sampai mendidih. Setelah itu dititrasi dengan NaOH 0.1 N dengan indikator phenolphtalein sampai warna merah muda yang persisten selama 10 detik.

2. Analisis Sifat Fisik

Analisis sifat fisik berupa penentuan rendemen dan uji intensitas warna.

a. Rendemen (AOAC, 1995)

Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bahan baku awal dengan bobot produk yang dihasilkan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Intensitas Warna

Analisa warna dilakukan dengan alat photovolt. Sampel diletakan di bawah tabung pembacaan dengan filter masing-masing hijau, biru dan amber secara bergantian. Kemudian nilai reflektan di baca pada alat sesuai dengan jenis filter yang digunakan. Nilai reflektan masing-masing filter A (Amber), G (hijau) dan Biru (biru). Nilai reflektan ini kemudian diubah menjadi nilai L (derajat kemerahan), nilai a (derajat kemerahan dan kehijauan) dan nilai b (derajat kekuningan dan kebiruan), dengan rumus berikut :

X = 0.8 A + 0.18 B L = 10√Y Y = 6/100 a = 17.5 (1.02 X –Y) √Y Z = 1.18 B b = 7 (Y – 0.847 Z) 100 √Y Rendemen = ) ( ) ( gram awal Bobot gram akhir Bobot x 100% Persentase FFA = ml titran x N NaOH x 205

3. Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi yang digunakan berupa penentuan aktivitas antimikroba dan analisa total mikroba untuk mengetahui jumlah mikroba ayang akan digunakan pada pengujian aktivitas antimikroba.

a. Aktivitas Antimikroba

Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan uji sumur. Sebanyak 25 μl mikroba dalam larutan NB dimasukan ke dalam botol-botol yang berisi media NA kurang lebih 20 ml. Kemudian masukan media yang telah diberi mikroba ke dalam cawan-cawan. Setelah didiamkan sampai media agar membeku, lalu dibuat lubang-lubang dengan diameter sekitar 0.25 cm. Tiap lubang diberi sampel yang diuji sebanyak 50 μl. Sebelum dimasukan ke dalam lubang, setiap sampel dilarutkan dalam DMSO, sehingga diperoleh konsentrasi sampel sebanyak 50%. Karena sampel berupa minyak, maka sampel harus dilarutkan ke dalam pelarut organik seperti DMSO agar dapat terabsorbsi ke dalam media agar.

Cawan-cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah masa inkubasi selesai, dilakukan pengamatan. Adanya aktivitas antimikroba pada sampel ditunjukkan dengan terbentuknya areal bening di sekitar lubang. Besarnya daya hambat mikroba ditentukan oleh diameter areal bening yang terbentuk. Semakin besar diameter areal bening pada sumur menunjukkan daya hambat semakin besar.

b. Total Mikroba (Fardiaz, 1989)

Sebanyak 1 ml sampel dimasukan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Sampel tersebut adalah sampel dengan pengenceran 10-1, Cara yang sama dilakukan untuk pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4. Tiap pengenceran diambil sebanyak 1 ml secara duplo dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang kemudian ditambah media PCA 15-20 ml. Setelah media beku, cawan-cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2 hari. Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan metode Harrigan, dengan rumus :

N = C/ [(1 x n1) + (0.1 x n2)] x d N = jumlah koloni per gram

n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d = tingkat pengenceran pertama

E. RANCANGAN PERCOBAAN (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan percobaan yang dipergunakan pada penelitian tahap I yaitu proses ekstraksi zat pigmen dengan menggunakan VCO sebagai pelarut adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan uji lanjut Duncan yang menentukan beda nyata tiap perlakuan yang diberikan. Pengolahan data ini menggunakan SPSS 11.

a. Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel dan Torrie 1993) dengan dua kali ulangan

Rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah rancangan acak lengkap faktorial. Model rancangan acak lengkap faktorial :

Yij = μ + Ai + Bj + ABij + ∈l ij(k)

Yij = variabel respon terhadap efek konsentrasi ke-i dan efek lama ekstraksi ke-j

μ = rata-rata sebenarnya

Ai = efek konsentrasi ke-i dengan tiga taraf perlakuan yaitu 1 : 3, 1 : 4 dan 1 : 5 pada temulawak, kunyit, daun suji serta angkak, dan 1 : 10, 1 : 15 dan 1 : 20 pada daun kunyit.

Bj = efek lama ekstraksi ke-j pada tujuh taraf perlakuan yaitu 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari dan 7 hari.

ABij = efek interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke ke-j faktor B

∈l ij(k) = efek unit eksperimen dalam blok ke-i dikarenakan kombinasi perlakuan ij

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP I

Pada penelitian tahap I dilakukan persiapan bahan uji kering, produksi pengayaan VCO dengan zat pigmen, pengukuran komposisi asam lemak, pengujian aktivitas antimikroba, dan pengujian kapasitas antioksidan dari produk VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari daun suji, daun kunyit, temulawak, kunyit, dan angkak.

1. Pengeringan Bahan Uji

Semua bahan yang akan diuji dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami atau pengeringan dengan sinar matahari, dan pengeringan menggunakan alat pengeringan. Perbedaan cara pengeringan ini ditujukan untuk mencari cara yang paling efektif dalam menghasilkan bahan kering dengan mutu yang baik. Namun pada daun suji dan daun kunyit hanya dilakukan dengan menggunakan alat pengering flo-coater dan oven vakum, karena hasil daun suji dan daun kunyit yang dikeringkan secara alami tidak baik. Tingginya intensitas cahaya dan suhu udara yang tidak terkendali menjadikan komponen klorofil pada daun rusak, sehingga warna daun menjadi kecoklatan. Terbentuknya warna coklat dapat disebabkan oleh salah satu sifat kimia klorofil yang penting yaitu ketidakstabilan yang ekstrim, seperti sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi kimia (Gross, 1991). Pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan kerusakan klorofil. Klorofil yang terdapat dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein diduga menstabilkan molekul klorofil dengan cara memberikan ligan tambahan.

Dokumen terkait