• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (Telecommunication, Information, Media and Edutainment) di kawasan regional. Hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (Telecommunication, Information, Media and Edutainment) di kawasan regional. Hal"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang layanan jaringan dan telekomunikasi (Infocomm) di wilayah Indonesia, perusahaan ini telah memiliki pelanggan terbanyak di Indonesia yakni sebanyak 129,8 juta (data per 31 Desember 2011 diambil dari situs organisasi).

Dengan usia lebih dari satu abad, perusahaan telekomunikasi ini telah menetapkan sejumlah strategi untuk menguatkan kedudukannya sebagai perusahaan Infocomm terdepan. Strategi tersebut tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Visi perusahaan adalah “menjadi perusahaan yang unggul dalam penyelenggaraan TIME (Telecommunication, Information, Media and Edutainment) di kawasan regional”. Hal tersebut berarti perusahaan ini berusaha untuk menjadi perusahaan yang unggul dalam penyelenggaraan TIME di kawasan Asia Tenggara, Asia hingga Asia Pasifik. Sedangkan misinya adalah menyediakan layanan TIME dengan harga yang kompetitif dan menjadi model pengelolaan korporasi terbaik di Indonesia.

Selain menetapkan strategi, perusahaan telekomunikasi ini juga telah memiliki suatu struktur tata kelola perusahaan yang tersusun rapi. Oleh karena statusnya yang dimiliki oleh negara, maka struktur perusahaan diatur secara resmi oleh negara. Peran pemimpin dan pengelola operasional perusahaan dipegang oleh Direksi yang semuanya berjumlah delapan orang. Di bawah direksi terdapat Direktorat-Direktorat yang melaksanakan operasional perusahaan.

(2)

Faktor lain yang dibutuhkan agar unsur-unsur yang saling terkait dalam perusahaan dapat melakukan aktivitas bersama-sama dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan adalah sistem (Jogiyanto, 2005). Seiring dengan visinya menjadi perusahaan yang terdepan, perusahaan telekomunikasi ini selalu mengaplikasikan sistem-sistem yang telah baku dalam menjalankan organisasinya. Sebagai contoh, perusahaan tersebut telah menggunakan sistem Balanced Score-card sebagai salah satu sistem evaluasi kinerja perusahaan (laporan interaktif perusahaan, 2011). Keunggulan sistem-sistem yang dipilih oleh perusahaan tercermin dalam banyaknya penghargaan yang didapatkan oleh perusahaan. Sepanjang tahun 2012 saja sudah ada delapan penghargaan yang diperoleh. Beberapa di antaranya seperti The Best Corporate of The Year 2012, The Best Finance Performance of The Year 2012, The Best Human Capital of The Year 2012, The Best Operation Management of The Year 2012, The Best Corporation for Learning Organization dan beberapa penghargaan lainnya. Banyaknya apresiasi yang diperoleh menggambarkan perusahaan ini telah mengaplikasikan sistem manajemen yang efektif.

Tidak hanya itu, pemimpin juga memiliki peran yang cukup vital dalam kemajuan yang dialami perusahaan. Hal ini tercermin dari beberapa apresiasi yang diperoleh oleh CEO perusahaan dalam beberapa periode yang berbeda. Pada awal tahun 2012 CEO dari perusahaan ini memperoleh penghargaan Man of The Year 2012 atas keberhasilannya membawa perusahaan yang dipimpinnya dengan portofolio bisnis yang baru. Sang CEO dipandang berhasil memimpin perusahaan dalam mengatasi ketatnya persaingan serta tantangan di bidang teknologi Infocomm. Pada tahun yang sama di bulan November, CEO dari perusahaan telekomunikasi ini kembali dianugerahi The Best CEO on Survival Management 2012, karena dipandang berhasil memimpin perusahaan mencapai kinerja yang cukup bagus di tengah ketatnya persaingan dan

(3)

turbulensi dunia bisnis yang luar biasa (Suara Karya, 2012). Beberapa apresiasi yang telah diberikan kepada CEO selaku pimpinan perusahaan memberikan gambaran mengenai peran yang telah dimainkan oleh para CEO sehingga memberikan kontribusi positif kepada kemajuan perusahaan.

Keberhasilan suatu organisasi tentunya tidak terlepas dari peran yang diberikan oleh sumber daya-sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Tinggi rendahnya kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada pada suatu organisasi akan menentukan tinggi rendahnya tingkat keberhasilan organisasi tersebut. Hal ini diakui perusahaan dalam laporan tahunan interaktif untuk periode 2011. Menyadari hal tersebut, perusahaan ini mengubah cara pandangnya terhadap sumber daya manusia yang awalnya sebagai sumber (resource) kini menjadi modal (capital). Hal ini dituangkan dalam penyusunan Human Capital Plan yang berisi perencanaan korporasi jangka panjang maupun tahunan mengenai perencanaan ketenagakerjaan. Sebagai contoh, selama tahun 2011 perusahaan telah mengeluarkan Rp 157,0 Miliar atau setara dengan Rp 7,9 juta per karyawan dalam pelaksanaan program pelatihan dan pendidikan (laporan tahunan interaktif, 2011). Fakta tersebut menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki kepedulian terhadap pengembangan sumber daya manusia yang dimilikinya.

Namun demikian, jika ditinjau dari sisi sumber daya manusia, perusahaan telekomunikasi ini masih memiliki beberapa permasalahan. Salah satunya yakni besarnya jumlah pegawai yang bekerja pada perusahaan ini sehingga timbul istilah “perusahaan gemuk” (Wawancara Informal, Mei 2012). Oleh karenanya semenjak tahun 2005 hingga saat ini telah diberlakukan program multi-exit yang ditujukan untuk efisiensi organisasi (laporan tahunan interaktif, 2011).

(4)

Jika ditinjau dari aspek demografis, usia pegawai yang bekerja di perusahaan ini paling banyak berusia di atas 45 tahun. Pada tabel berikut akan dipaparkan lebih detil mengenai profil pegawai perusahaan yang ditinjau berdasarkan usia.

Tabel 1.1.Profil Pegawai Berdasarkan Usia

Kelompok Usia (tahun) Jumlah Pegawai (orang) Persentase (%) <30 913 10,0 31 – 45 5.089 35,4 >45 13.778 54,6 Total 23.154 100

Sumber : Laporan Tahunan Interaktif 2011

Melalui tabel di atas terlihat bahwa sebesar 54,6 % atau lebih dari setengah persentase pegawai berada pada rentang usia 45 sampai dengan usia pensiun yaitu 56 tahun. Sebanyak 35,4 % jumlah pegawai berada pada rentang usia 31-45 tahun, dan sisanya yaitu sebesar 10,0 % berusia kurang dari 30 tahun.

Oleh karena lebih dari setengah jumlah pegawai berada pada rentang usia 45-56 tahun, maka dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah jumlah pegawai perusahaan berada pada periode dewasa tengah. Hal ini merujuk pada perspektif psikologi perkembangan yang mengatakan bahwa individu yang berusia 45 tahun ke atas dapat digolongkan sebagai individu yang berada dalam periode dewasa tengah. Pada periode ini, isu utama muncul dari adanya degenerasi yang terjadi baik dari aspek kognitif maupun dari aspek fisik. Pada aspek fisik, hal tersebut lebih nyata terjadinya daripada aspek kognitif sehingga lebih dapat dilihat dan dirasakan. Penurunan yang terjadi misalnya pada otot dan punggung yang melemah sehingga dapat mempengaruhi

(5)

kemampuan fisik individu. Tidak hanya itu, kemampuan melihat pun menurun, khususnya untuk obyek-obyek yang berada dalam jarak dekat. Semua pengalaman fisik ini mengakibatkan menurunnya status kesehatan individu (Santrock, 2002).

Dengan kondisi seperti ini, pegawai yang berusia di antara 45 - 56 tahun disimpulkan kurang cocok melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat fisik. Namun, pada kenyataannya ada posisi-posisi yang pekerjaannya bersifat fisik yang diduduki oleh pegawai dengan rentang usia tersebut. Salah satu contohnya terjadi di Divisi Access.

Divisi Access merupakan unit organisasi perusahaan yang diperankan sebagai unit operasi dengan fokus pada fungsi pengelolaan jaringan infrastruktur akses untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan jasa TIME bagi pelanggan berbagai segmen (dokumen organisasi, tidak diterbitkan). Ia berada di bawah Direktorat Network & Solution, yakni direktorat yang memiliki tanggung jawab utama sebagai pengelola operasional dan pengelola infrastruktur dan layanan di sektor jaringan dan solusi. Dengan fungsi utama sebagai pengelola jaringan infrastruktur akses, maka konsekuensi yang muncul yaitu banyak posisi pada Divisi Accessyang dilakukan di luar ruangan dan membutuhkan energi fisik. Salah satu posisi pada Divisi Access yang pekerjaannya bersifat fisik adalah posisi teknisi.

Sebelum bulan Februari 2012 seorang teknisi yang masing-masing bekerja secara per kelompok dipasangkan dengan seorang tenaga lepas musiman atau biasa disingkat dengan TLM. Pemasangan dengan TLM bertujuan untuk mempermudah pegawai dalam bekerja memperbaiki kerusakan/gangguan jaringan. TLM sendiri berusia di bawah 40 tahun sehingga memiliki fisik yang lebih kuat dari para pegawai yang berusia lebih dari 40 tahun. Hal ini dinyatakan sendiri oleh salah seorang supervisor di Divisi Access.

(6)

Hal yang sama juga dikemukakan oleh seorang pegawai dalam sebuah Diskusi Kelompok Terarah (selanjutnya disebut dengan DKT) yang diadakan peneliti. Ia menyatakan bahwa sebelum perubahan terjadi di Divisi Access, sistem kerja yang berlaku adalah seorang teknisi dibantu oleh seorang TLM. Dengan adanya TLM yang usianya lebih muda, pegawai terbantu dalam melakukan pekerjaannya. Dengan demikian, perbaikan kerusakan gangguan tidak melebihi tolok ukur waktu yang ditetapkan.

Pada bulan Februari 2012 terjadi perubahan sistem kerja teknisi yang disebabkan oleh terbitnya nota dinas dari manajemen perusahaan (bersifat rahasia dan tidak boleh disebarluaskan) untuk memberlakukan sistem Pola POJ (Pekerjaan Pengelolaan Operasional Jaringan Akses). Sistem Pola POJ merupakan suatu sistem di mana perusahaan mengadakan perjanjian dengan Badan Usaha yang terikat dengan hukum (disebut dengan Mitra) untuk mengelola pekerjaan pengelolaan infrastruktur yang digunakan oleh perusahaan (dokumen organisasi, tidak diterbitkan).

Melalui wawancara yang dilakukan dengan pihak manajerial diperoleh informasi bahwa dasar yang dijadikan manajemen untuk memberlakukan sistem ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pegawai dari kompetensi kabel multifer menjadi kompetensi Fiber Optic atau FO (Wawancara Informal, September 2012). Namun, terlepas dari tujuan peningkatan kompetensi tersebut, pemberlakuan sistem Pola POJ mendatangkan beberapa konsekuensi. Di antaranya, berubahnya sistem kerja teknisi. TLM yang pada awalnya diperbantukan, ditarik dan dikumpulkan ke dalam site operationyang dikelola Mitra. Sedangkan teknisi berkumpul dalam site operationyang berada di bawah pengelolaan perusahaan. Hal ini mengakibatkan teknisi berpisah dengan TLM yang membantu mereka. Mereka kini berpasangan dengan sesama

(7)

pegawai yang menduduki posisi teknisi. Ini berarti satu kelompok kerja pegawai terdiri dari sepasang pegawai yang sesama berusia lebih dari 40 tahun.

Dengan kondisi fisik serta status kesehatan yang mulai menurun, pegawai menjadi kurang optimal dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini diakui sendiri oleh seorang pegawai dalam DKT yang telah diadakan. Ia menjelaskan bahwa perubahan sistem kerja yang terjadi telah mengakibatkan dirinya mengalami kemunduran dalam bekerja khususnya dari segi waktu. Namun ia mengakui, hal itu bukan sesuatu yang diinginkannya atau disengaja, melainkan disebabkan oleh batas kemampuan fisiknya.

Selain pengakuan yang diberikan pegawai, pihak supervisor sebagai pimpinan dari site operation yang mengawasi perbaikan kerusakan yang masuk ke saluran penerima laporan juga mengakui bahwa seiring dengan diberlakukannya sistem Pola POJ, daya perbaikan pegawai terhadap kerusakan yang ada juga mengalami penurunan. Hal ini terbukti melalui wawancara dan DKT yang telah dilakukan peneliti kepada beberapa supervisor yang menujukkan bahwa telah terjadi perubahan ke arah penurunan dalam hal daya perbaikan kerusakan yang dimiliki oleh pegawai semenjak tidak lagi didampingi oleh TLM. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor usia.

Kinerja yang kurang memuaskan juga tampak dari hasil laporan rekapitulasi gangguan pada tanggal 1-3 Juli 2012 di dua site operation yang diisi oleh pegawai teknisi. Berikut rekap laporan tersebut.

(8)

Tabel. 1.2. Rekap Laporan Gangguan Site OperationSukaramai No Regu Jumlah Kerusakan yang Diselesaikan per Jangka Waktu (dalam Jam)

<1 1-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 12-14 1614- 16-18 18-20 20-22 22-24 24-36 36-48 >48 1 SKI02 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 SKI05 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 SKI04 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 SKI03 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 SKI01 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 8 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(9)

Tabel. 1.3. Rekap Laporan Gangguan Site Operation Simpang Limun No Regu Jumlah Kerusakan yang Diselesaikan per Jangka Waktu (dalam Jam)

<1 1-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 12-14 1614- 16-18 18-20 20-22 22-24 24-36 36-48 >48 1 SPL05 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 SPL04 4 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 SPL03 6 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 SPL01 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 SPL02 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 25 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(10)

Tabel-tabel di atas memperlihatkan jumlah laporan kerusakan yang masuk. Terlihat pada kolom Kerusakan Belum Diselesaikan terdapat angka-angka yang lebih besar dari nol yang artinya masih tersisa beberapa kerusakan yang belum dapat diselesaikan. Padahal, menurut wawancara yang dilakukan dengan pihak manajemen angka yang diharapkan adalah nol yang berarti semua kerusakan dapat diselesaikan.

Adanya perubahan sistem manajemen diakui menimbulkan pengaruh terhadap volume kerja. Hal ini disebabkan oleh adanya pengalihan tanggung jawab maintenance, di mana pengemban tanggung jawab yang baru tidak dapat memenuhi tanggung jawab tersebut sebagaimana mestinya dan berdampak pada bertambahnya volume pekerjaan pegawai. Hal ini diakui oleh salah satu supervisor dalam wawancara yang telah dilakukan. Ia menjelaskan lebih jauh bahwa perubahan sistem yang terjadi memberikan dampak secara tidak langsung kepada bertambahnya angka kerusakan yang terjadi sehingga memperbesar volume kerja pegawai.

Dari beberapa wawancara yang telah dilakukan tampak bahwa terdapat keterbatasan kapasitas pada diri pegawai dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan yang ada. Konsep keterbatasan kapasitas ini dalam dunia ketenagakerjaan dikenal dengan istilah beban kerja. O’Donnell & Eggemeier (1986) mengartikan beban kerja sebagai besarnya kapasitas pekerja yang jumlahnya terbatas, yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan. Gopher & Doncin (1986) menjelaskan bahwa apabila keterbatasan yang dimiliki individu menghambat tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan, berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini berpotensi menyebabkan kegagalan kinerja.

Hasil DKT yang dilakukan peneliti menunjukkan selain merasakan adanya keterbatasan pada aspek fisik, pegawai juga merasakan beban pada beberapa aspek

(11)

lainnya. Misalnya pada aspek kerja sama unit yang dianggap kurang mendukung dalam kelancaran kerja. Hal ini ditunjukkan dari DKT yang telah dilakukan. Pegawai menyatakan di dalam DKT tersebut bahwa mereka menganggap kerja sama yang terjalin antara satu unit dengan unit lainnya kurang lancar. Kekurangan ini dianggap menghambat proses penyelesaian pekerjaan pegawai. Penghambatan ini terjadi karena waktu yang dibutuhkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaannya menjadi lebih panjang. Kondisi ini berpotensi menimbulkan tekanan bagi pegawai.

Keller dan Koenig (1989) telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi dalam suasana kerja dapat memberikan kontribusi bagi meningkatnya tekanan yang dirasakan oleh pegawai. Levin, France, Hemphill, Jones, Chen, Rickard, Mackowsky, dan Aronsky (2006) juga menguatkan hal tersebut dengan menyatakan bahwa kurangnya dukungan dalam hal administrasi dari pihak manajemen dapat menjadi tekanan bagi pihak pekerja.

Peneliti juga melakukan survei terhadap 18 pegawai teknisi mengenai beban kerja yang dirasakan. Hasil survei tersebut ditampilkan dalam tabel berikut ini.

(12)

Tabel. 1.4. Hasil Survei

Aspek Beban Pertanyaan Ya Tidak

Fisik Apakah Anda membutuhkan energi fisik yang besar dalam menyelesaikan pekerjaan?

13 5

Pelanggan Apakah berhadapan dengan pelanggan dapat menimbulkan beban psikologis bagi Anda?

10 8

Waktu Apakah keterbatasan waktu yang Anda miliki dalam menyelesaikan pekerjaan menimbulkan tekanan psikologis bagi Anda?

9 9

Volume Apakah jumlah pekerjaan yang Anda miliki saat ini dapat membuat Anda bekerja dengan optimal?

9 9

Kepuasan

terhadap Kerja Sendiri

Apakah Anda merasa puas dengan hasil kerja Anda saat ini?

9 9

Kerja Sama Unit Apakah kerja sama antar unit yang ada saat ini sudah cukup kooperatif dalam membantu Anda menyelesaikan pekerjaan?

8 10

Psikologis Secara keseluruhan, apakah pekerjaan Anda menyebabkan beban/tekanan psikologis bagi Anda?

6 12

Tabel hasil survei di atas menunjukkan bahwa responden yang menjawab “ya” pada aspek beban fisik adalah sebanyak 13 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah sebanyak 5 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban pelanggan adalah sebanyak 10 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah sebanyak 8 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban waktu adalah 9 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah 9 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban kepuasan terhadap hasil pekerjaan sendiri adalah 9 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah 9 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban kerja sama unit adalah sebanyak 8 orang dan yang menjawab “tidak” adalah 10 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban psikologis adalah sebanyak 6 orang dan yang menjawab “tidak” adalah 12 orang. Urutan pada tabel di atas menunjukkan urutan aspek beban yang paling banyak dijawab responden dengan jawaban “ya” dan semakin ke bawah semakin sedikit.

(13)

Pada tabel di atas terlihat selain pada aspek fisik, pegawai juga merasakan tekanan dari sisi pelanggan. Mengacu pada apa yang dinyatakan oleh Levin, et al. (2006) bahwa interaksi yang bersifat pelayanan dapat menjadi kondisi lingkungan yang menjadi beban bagi pekerja, maka dapat dipahami bahwa pegawai merasa hubungannya dengan pelanggan dapat menimbulkan beban bagi dirinya.

Selain dari sisi pelanggan, pegawai juga mengakui adanya tekanan dari sisi waktu. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Levin, et al. (2006) yang menyatakan tekanan waktu dapat menimbulkan tekanan tersendiri bagi pegawai, di mana pegawai diharuskan menyelesaikan suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Selain waktu, pegawai juga mengakui adanya tekanan dari sisi volume pekerjaan. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dijelaskan oleh Keller dan Koenig (1989) yang mengemukakan bahwa volume kerja yang diterima merupakan salah satu kondisi dalam pekerjaan yang berpotensi membuat pegawai merasakan adanya tekanan.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa pegawai teknisi belum memiliki beban kerja pada tingkat yang optimum sedangkan beban kerja yang diharapkan adalah beban kerja pada tingkat yang optimum. Hal ini ditujukan agar pegawai dapat menampilkan penampilan terbaiknya (Lysaght, Hill, Plamondon, Linton, Wierwille, Zaklad, Bittner dan Wherry, 1989). Selain itu, beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif karena dapat mendorong pegawai mengalami stres yang berujung kepada burnoutdi mana ia merasakan kelelahan yang luar biasa, perasaan sinisme dan terlepas dari pekerjaan serta perasaan akan ketakefektifan dan ketakmampuan menyelesaikan pekerjaan (Maslach, Schaufeli dan Leiter, 2001).

(14)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti beban kerja pegawai teknisi yang diindikasikan belum berada pada tingkat yang optimum sehingga tidak memungkinkan pegawai menampilkan kinerja terbaiknya. Perumusan masalah yang hendak dianalisa dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana gambaran beban kerja pegawai teknisi Divisi Access pada perusahaan yang bergerak di bidang

telekomunikasi?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat beban kerja yang dimiliki oleh pegawai teknisi Divisi Access pada perusahaan yang bergerak di bidang

telekomunikasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

Tesis ini bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak manajemen perusahaan tentang beban kerja pada pegawai teknisi pada Divisi

Access. Apabila dari hasil penelitian terbukti bahwa beban kerja kurang optimal,

(15)

2. Manfaat teoritis

Tesis ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi penelitian tentang beban kerja selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah yang diteliti, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta kerangka konsep permasalahan

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis mengenai teori beban kerja, pengukuran beban kerja, serta deskripsi Divisi Access.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini memuat tentang pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, subjek penelitian dan tahapan penelitian. Bab IV : Analisa Data

Bab ini memuat deskripsi analisa data hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian ini.

Gambar

Tabel 1.1. Profil Pegawai Berdasarkan Usia
Tabel hasil survei di atas menunjukkan bahwa  responden yang menjawab “ya”  pada  aspek  beban  fisik  adalah sebanyak  13  orang,  sedangkan  yang menjawab  “tidak”  adalah sebanyak 5 orang

Referensi

Dokumen terkait

Permata Agro Palma sudah menunjukkan bukti kepedulian perusahaan yang merupakan tanggung jawab mereka, secara khusus dalam bidang pendidikan yaitu dengan

Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar individu badak Sumatera dan spesies badak lain melalui penggunaan analisis perhitungan Pairwie Distance

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Pegadaian (Persero) Cabang Palu Timur, kualitas pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, namun perlu di buatkan loket khusus serta karyawan khusus yang bertugas

Infrastruktur yang ada pada organisasi/perusahaan, telah mencakup lapisan transport yang merupakan lapisan yang menyediakan kemampuan jaringan/networking dan

Kemampuan menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif dalam berbagai situasi (dengan rekan kerja, lingkungan, dan lain-lain) dengan fleksibel dalam mengaplikasikan

Semua responden pada kelompok perla-kuan telah berperilaku menggunakan garam berYodium dan memberikan suplemen gizi sesuai anjuran setelah diberikan konseling sedangkan

Menurut Edhy Sutanta (2011:29) basis data sebagai suatu kumpulan data terhubung (terelated data) yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media, tidak perlu suatu kerangkapan