• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Kondisi arus lalu lintas

4.1.2 Kapasitas dan derajat kejenuhan

07.00-08.00 1550 875 852 499 2046 1162 830 511 5278 3047 08.00-09.00 1289 732 654 376 1562 897 709 410 4214 2415 12.00-13.00 955 540 665 387 1819 1063 503 304 3942 2294 13.00-14.00 1706 1002 1113 644 2200 1297 1176 679 6195 3621 16.30-17.30 1143 640 630 369 1593 933 709 420 4075 2362 17.30-18.30 1027 590 716 399 1594 945 716 406 4053 2340 Total 7670 4378 4630 2672 10814 6298 4643 2731 27757 16079 Jum'at 15 Sept 2012 07.00-08.00 1189 644 546 317 1729 954 576 345 4040 2261 08.00-09.00 1134 648 765 421 1991 1138 681 397 4571 2604 11.00-12.00 1521 838 1075 618 2219 1288 882 517 5697 3261 16.30-17.30 895 513 831 476 1522 886 657 382 3905 2257 17.30-18.30 808 459 642 383 1315 835 357 244 3122 1921 Total 5547 3102 3859 2216 8776 5101 3153 1884 21335 12304 Sabtu 16 Sept 2012 07.00-08.00 787 426 538 296 859 477 519 301 2703 1500 08.00-09.00 907 523 485 277 1149 662 408 251 2949 1713 12.00-13.00 926 548 1359 772 838 517 479 305 3602 2142 13.00-14.00 1077 613 738 446 1376 872 893 553 4084 2485 16.30-17.30 729 412 587 346 807 496 676 408 2799 1661 17.30-18.30 759 452 614 367 893 543 630 383 2896 1745 Total 5185 2974 4321 2504 5922 3567 3605 2201 19033 11246

Berdasarkan data pengamatan volume dan komposisi lalu lintas pada tabel diatas terlihat bahwa volume lalu lintas tertinggi diantara ketiga hari pengamatan yaitu pada hari Senin tanggal 12 September 2012, sedangkan jam puncak tertinggi untuk masing-masing periode jam puncak pada ke tiga hari pengamatan, untuk periode pagi pada hari Senin tanggal 12 September 2012 yaitu pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan volume total simpang adalah 3047 smp/jam, periode siang pada hari Senin tanggal 12 September 2012 yaitu pada pukul 13.00-14.00 WIB dengan volume total simpang adalah 3621 smp/jam sedangkan untuk periode sore pada hari Senin tanggal 12 September 2012 yaitu pukul 17.30-18.30 WIB dengan volume total simpang adalah 2340 smp/jam.

4.1.2 Kapasitas dan derajat kejenuhan

Dalam menentukan kapasitas dan derajat kejenuhan harus ditentukan terlebih dahulu volume lalu lintas (Q), tipe pendekatnya apakah terlawan (O) atau terlindung (P), setelah ditentukan lebar efektif (We), nilai arus jenuh dasar (So),

faktor-fakror penyesuaian, nilai jenuh yang disesuaikan (S), rasio arus (FR), rasio fase (PR), waktu siklus pra penyesuian (cua). Waktu siklus disesuaikan (c) dan waktu hijau (g) sehingga kemudian dapat dihitung kapasitas (C) dan derajat kejenuhan (DS). Untuk nilai kapasitas dan derajat kejenuhan pada Simpang Kisaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2 : Nilai Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Kondisi Eksisting)

Penggunaan Fase

Indikator

Penilaian Satuan

Nama Lengan Simpang

SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol

Utara Selatan Timur Barat

4 Fase Q smp/jam 578 361 752 378 FR 0.232 0.131 0.229 0.258 PR detik 0.273 0.154 0.269 0.304 g smp/jam 60 34 59 67 C smp/jam 621 388 808 406 DS 0.930 0.930 0.930 0.930 c detik 240 240 240 240

Tabel 4.3 : Nilai Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Kondisi Perubahan Eksisting)

Penggunaan Fase

Indikator

Penilaian Satuan

Nama Lengan Simpang

SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol

Utara Selatan Timur Barat

3 Fase Q smp/jam 578 361 729 270 FR 0.173 0.116 0.217 0.082 PR detik 0.342 0.229 0.429 0.162 g smp/jam 15 10 19 7 C smp/jam 828 517 1045 387 DS 0.698 0.698 0.698 0.698 c detik 61 61 61 61

Berdasarkan menentukan kapasitas dan derajat kejenuhan di atas diketahui bahwa nilai kapasitas tertinggi terdapat pada Simpang Kisaran yang telah di ubah geometriknya dengan pelebaran lengan-lengan simpangnya dan perubahan dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal yaitu sebesar 828 smp/jam untuk ruas Jalan Sisingamangaraja, 514 smp/jam untuk ruas Jalan Manek Roo, 1045 smp/jam untuk ruas Jalan Gajah Mada dan 387 smp/jam untuk ruas Jalan Iman Bonjol. Sedangkan nilai derajat kejenuhan terendah juga pada Simpang Kisaran yang telah di ubah geometriknya dan di tambah pelebaran lengan-lengan simpang yaitu sebesar 0.698 untuk setiap lengan-lengan simpang. Untuk perhitungan selengkapnya dapat lihat pada Lampiran Tabel B.4.9 Halaman 52.

4.1.3 Tundaan simpang

Penentuan tundaan lalu lintas meliputi penentuan jumlah kendaraan antri(QN), panjang antrian (QL) rasio kendaraan stop/smp (NS), jumlah kendaraan terhenti (Nsv), kendaraan tehenti rata-rata stop/smp, tundaan lalu lintas rata-rata (DT), tundaan geometri rata-rata (DG), tundaan total. Sehingga baru dapat di hitung nilai tundaan simpang rata. Untuk nilai tundaan simpang rata-rata pada Simpang Kisaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4 : Nilai Tundaan Simpang (Kondisi Eksisting)

Penggunaan Fase

Indikator

Penilaian Satuan

Nama Lengan Simpang

SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol

Utara Selatan Timur Barat

4 Fase QL meter 75 42 77 80 NS kend/smp 0.996 1.061 0.973 1.065 NSV smp/jam 575 383 731 403 DT det/smp 117.2 144.7 111.7 161.3 DG det/smp 4.0 4.2 4.0 3.9 D det/smp 121.2 148.9 115.7 165.1

Tabel 4.5 : Nilai Tundaan Simpang (Kondisi Perubahan Eksisting)

Penggunaan Fase

Indikator

Penilaian Satuan

Nama Lengan Simpang

SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol

Utara Selatan Timur Barat

3 Fase QL meter 75 42 77 80 NS kend/smp 0.879 0.945 0.840 0.994 NSV smp/jam 507 341 612 268 DT det/smp 23.6 28.4 20.6 31.8 DG det/smp 4 4 4 4 D det/smp 27 32 25 36

Kendaraan terhenti rata-rata stop/smp/det : 25.77

Dari perhitungan tundaan simpang diatas dapat di ketahui bahwa nilai tundaan simpang terendah terdapat pada Simpang Kisaran yang telah diubah geometriknya dengan pelebaran lengan-lengan simpangnya dan perubahan dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal dengan nilai sebesar 25.77 det/smp. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.4.10 Halaman 53.

4.2 Pembahasan

Dari hasil perhitungan kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan simpangan untuk setiap pendekat dan simpang secara keseluruhan pada jam puncak yang ditinjau menunjukan derajat kejenuhan lebih tinggi dari 0.930 untuk masing-masing kondisi eksisting pada Simpang Kisaran, volume lalu lintas pada Jalan Sisingamangaraja (Utara) sebesar 578 smp/jam, pada Jalan Manek Roo (Selatan) sebesar 361 smp/jam, pada Jalan Gajah Mada (Timur) sebesar 752 dan pada Jalan Imam Bonjol (Barat) sebesar 378 smp/jam. Nilai kapasitas pada Jalan Sisingamangaraja (Utara) 621 smp/jam, pada Jalan Manek Roo (Selatan) sebesar 388 smp/jam, pada Jalan Gajah Mada (Timur) sebesar 808 smp/jam dan pada

Jalan Imam Bonjol (Barat) sebesar 406 smp/jam. Waktu siklus yang disesuaikan sebesar 240 detik. Ini berati bahwa simpang tersebut sudah lewat jenuh, yang ditandai dengan tingginya nilai tundaan.

Dengan melakukan perubahan geometrik dengan pelebaran lengan-lengan simpangnya dan perubahan dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal didapati hasil yang lebih bagus, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tipe pendekat pada Lampiran Tabel B.4.11 Halaman 50, nilai kapasitas pada Jalan Sisingamangaraja (Utara) 828 smp/jam, pada Jalan Manek Roo (Selatan) sebesar 517 smp/jam, pada Jalan Gajah Mada (Timur) sebesar 1045 smp/jam dan pada Jalan Imam Bonjol (Barat) sebesar 387 smp/jam. Nilai derajat kejenuhan pada Jalan Sisingamangaraja (Utara), pada Jalan Manek Roo (Selatan), pada Jalan Gajah Mada (Timur) dan pada Jalan Imam Bonjol (Barat) masing-masing sebesar 0.698, waktu siklus yang disesuaikan sebesar 61 detik, dan kinerja jalan semakin bagus.

Untuk menaikkan kapasitas dari pendekat maupun persimpangan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Pada pendekat-pendekat dengan nilai FR kritis tertinggi, jika mungkin dilakukan penambahan lebar pendekat, pada Simpang Kisaran pelebaran dimungkinkan dilakukan pada setiap pendekat, dikarenakan arus kendaraan sudah melewati kapasitasnya.

2. Merubah waktu siklus serta lampu nyala hijau untuk semua pendekat dengan memperhatikan arus kapasitasnya, akan tetapi dalam kasus ini perubahan waktu siklus tidak akan berpengaruh besar dalam mengurangi panjang antrian dan nilai tundaan pada simpang dikarenakan arus lalu lintas yang tinggi.

Pada studi kasus ini, penulis menghitung kembali perencanaan geometrik simpang bersinyal dengan membandingkan kondisi eksisting dengan kondisi setelah dilakukan perubahan geometrik dan merubah dari 4 (empat) fase hijau awal pada Simpang Kisaran menjadi 3 (tiga) fase hijau awal dan pelebaran lengan-lengan pendekat. Hasil keseluruhan dari perhitungan dengan menggunakan Metode MKJI 1997 dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.4.4 Halaman 43 sampai dengan Lampiran Tabel B.4.16 Halaman 53.

32

Sesuai dengan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya mengenai kapasitas, tundaan, derajat kejenuhan dari persimpangan untuk masing-masing pendekat maupun untuk simpangan secara keseluruhan, dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

5.1 Kesimpulan

Hasil dari pengamatan di lapangan untuk 3 (tiga) hari pengamatan, didapatkan 3 (tiga) jam puncak tertinggi untuk masing-masing periode pagi, siang, sore. Berdasarkan hasil perhitungan dan pengelohan data dari jam puncak tertinggi yaitu pada jam puncak pagi hari Senin tanggal 12 September 2012 dapat di ambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Kapasitas simpang pada kondisi eksisting sudah lewat jenuh, hal ini ditandai dengan nilai derajat kejenuhan simpang sebesar 9.30 lebih tinggi dari 0,85 menurut MKJI 1997 halaman 2-62, ini diakibatkan tidak simetrisnya pulau-pulau lalu lintas dan volume lalu lintas dan waktu siklus yang tinggi.

2. Perubahan geometrik dengan merubah pelebaran lengan simpang menjadi 12 m untuk ruas Jalan Sisingamangaraja, Jalan Manek Roo, Jalan Gajah Mada dan Jalan Iman Bonjol dan merubah dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal sehingga didapati nilai derajat kejenuhan sebesar 0.698 lebih kecil dari 0,85 dan waktu siklus yang rendah, dan tingkat kinerja jalan semakin bagus.

5.2 Saran-saran

Derajat kejenuhan yang tinggi dari 0,85 ini berati bahwa simpang tersebut mendekati lewat-jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang pada

kondisi lalu lintas puncak. Dengan demikian untuk menaikkan kapasitas maka penulis mengajukan beberapa saran-saran sebagai berikut :

1. Menghitung arus lalu lintas pada setiap jam puncak dan jam tidak puncak sehingga didapati siklus lampu lalu lintas setiap perubahan lalu lintas tersebut. 2. Menghitung faktor-faktor ekonomis dalam perubahan geometrik dan pelebaran

lengan-lengan simpang.

3. Penambahan lebar pendekat, jika mungkin untuk menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan seperti ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai FR kritis tertinggi, menurut MKJI 1997.

4. Perubahan fase sinyal, jika pendekat dengan arus berangkat terlawan (tipe 0) dan rasio belok kanan (PRT) tinggi menunjukan nilai FR kritis yang tinggi (FR > 0,8), suatu rencana fase alternatif dengan fase terpisah untuk lalu lintas belok-kanan mungkin akan sesuai. Penerapan fase terpisah untuk lalu lintas belok kanan mungkin harus disertai dengan tindakan pelebaran juga, menurut MKJI 1997.

5. Perubahan fase sinyal, jika simpang dioperasikan dalam empat fase dengan arus berangkat terpisah dari masing-masing pendekat, karena rencana fase yang hanya dengan tiga fase mungkin memberikan kapasitas lebih tinggi, asalkan gerakan-gerakan belok kanan tidak terlalu tinggi, menurut MKJI 1997. 6. Pelarangan gerakan-gerakan belok kanan, Pelarangan bagi satu atau lebih

gerakan belok-kanan biasanya menaikkan kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang diperlukan. Walaupun demikian perancangan manajemen lalu lintas yang tepat, perlu untuk memastikan agar perjalanan oleh gerakan belok kanan yang akan dilarang tersebut dapat diselesaikan tanpa jalan pengalih yang terlalu panjang dan mengganggu simpang yang berdekatan, menurut MKJI 1997.

34

Anonim, 2013, Tentang Transportasi, http://id.wikipedia.org/wiki/transportasi.

Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI, Jakarta.

Anonim, 1990, Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota, No. 018/T/BNKT/1990, Direktorat Jenderal Bina Marga Dan Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Jakarta.

Abubakar, I, dkk, 1999, Rekayasa Lalu Lintas, Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta.

Bukhari RA, dkk, 1997, Rekayasa Lalu Lintas I, Bidang Studi Teknik Transportasi, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Bukhari RA, dkk, 1997, Rekayasa Lalu Lintas II, Bidang Studi Teknik Transportasi, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Morlok, E.K, 1985, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Terjemahan J.K Hainin, Erlangga, Jakarta.

Oglesby, C.H. and Hicks, R. G., 1982, Editor : Yani Sianipar, 1993, Judul Asli : “Highway Engineering, Fourth Edition, Judul Terjemahan Teknik Jalan Raya, Edisi ke Empat Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dokumen terkait