• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN ANALISA PERHITUNGAN 4.1. Perancangan Poros

4.3. Kapasitas Mesin

Dari hasil pengamatan survey yang dilakukan bahwa kapasitas yang dihasilkan oleh screw konveyor perputaran adalah volume satu ulir daun, dimana ukuran screw adalah : jarak pitch screw adalah 30 mm, diameter luar screw 50 mm, ukuran diameter poros screw 25 mm, tebal daun screw 3 mm. Dari data di atas dapat dicari kapasita keluaran screw dalam satu putaran = satu pitch screw, yaitu :

Volume tabung pada satu pitch screw :

= .1 π . D² .L  D = diameter luar screw 4

= .3 .14 . (50)² .30  L = jarak pitch

= 58875 mm3

Volume poros screw pada satu pitch screw :

= .1 π . d² .L  d = diameter luar poros 4

= .3 .14 . ( 25 )² .30 1 4

= 21195 mm3

Volume poros screw pada satu pitch screw : = .1 π . D² .t  t = tebal daun

4

= .3 .14 . ( 50² - 25² ) .3 1 4

= 3768 mm3

Maka volume pada satu putaran screw adalah :

= volume tabung pada satu pitch screw – (volume poros + volume daun) = 58875 – (21195 + 3768)

= 33912 mm3

Diperkirakan ukuran rata-rata satu butir biji kopi yang akan digiling adalah:

10 mm x 10 mm x 5 mm maka dapat dihitung volume biji kopi adalah sebesar 500 mm3, jadi dapat dihitung kapasita keluaran sati pitch screw yaitu :

= Volume pada satu putaran screw

Volume satu butir biji kopi

= 33912mm3

500mm3

= 67,6

= 68 butir biji kopi

Dengan putaran screw yang direncanakan sebesar 60 rpm dan massa satu butir biji kopi adalah 0,5 gr, maka kapasitas keluaran screw adalah :

= banyaknya biji kopi yang keluar dari screw x rpm screw x massa biji kopi

= 68 x 60 x 0,5

= 1632 gr/menit

Maka untuk satu jam kapasitas screw adalah sebesar :

= . 60 1632 1000

4.4. Pully 4 3 2 1 Rumah Screw Motor

Gambar 4.4. Konstruksi pully dan Sabuk Keterangan :

1. pully pada motor penggerak 0 2,5“ 2. pully pada motor penggerak 0 12“ 3. pully pada motor penggerak 0 2“ 4. pully pada motor penggerak 0 8“

Dengan mengabaikan slip pada sabuk maka jumlah putaran pada masing-masing pully adalah sebagai berikut :

Maka untuk menentukan besar putaran pada pully yang diterima dari putaran motor (Khurmi, 1980) menyatakan :

n1 .d1

n2 =

dimana :

d1 = diameter pully penggerak (mm) n1 = putaran pully penggerak (rpm)

d2 = diameter pully yang digerakkan (mm) n2 = putaran pully yang digerakkan (mm) Pully 1 dengan 2 n2 = n1 .d1 d2 n2 = 1380.2,5” 12” = 287,5 rpm

Maka putaran pully 2 = 594 rpm Pully 3 dengan 4 n2 = n3 .d3 d4 n2 = 287,5.2” 8” = 71,875 rpm 4.5. Sabuk

Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkinkan transmisi langsung ke roda gigi, dalam hal demikian cara transmisi putaran atau daya yang lain dapat digerakkan, dimana sebuah sabuk dibelitkan sekeliling pully pada poros.

Untuk transmisi daya digunakan sabuk V karena mudah penggunaannya. Jenis sabuk V terdiri dari beberapa type dan ukuran penampang maka untuk menentukan type dan ukuran penampang sabuk yang digunakan harus sesuai

Gambar 4.5 b Ukuran penampang dan konstruksi sabuk

Sesuai dengan daya rencana ( Kw ) yang dipergunakan dan putaran (rpm) yang dihasilkan oleh motor pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sabuk V yang dipakai adalah type A.

12,5 b x x β β 9 40

Gambar 4.5 c Ukuran penampang sabuk “V” type A Dimana : 2 β = 40 β = 20 Tg β = x 9 X = tg 20 . 9 = 3,275 mm B = 12,5 – 2x = 12,5 – 2 ( 3,275 ) = 5,95 mm Luas sabuk : A = 9 . b + ( 2. 0,5 . 3,275 . 9 )

= 83,025 mm²

4.5.1 Transmisi dari motor penggerak ke poros reduksi oleh sabuk. 1. Kecepatan linier sabuk

Untuk menentukan kecepatan linier sabuk ( Sularso, 1987 ) menyatakan :

V = π .dp .n1

60.1000

Dimana :

V = kecepatan linier sabuk (m/s) dp = diameter pully penggerak (mm) n1 = putaran pully penggerak (rpm)

V = 3,14 .63,5 .2850 60.1000 = 9,47 ( m/s ) 2. Jarak sumbu kedua poros

Untuk menentukan jarak sumbu kedua poros ( Sularso, 1987 ) menyatakan:

V = 2 x Dp

Dimana :

C = jarak sumbu kedua poros (mm) Dp = diameter pully yang digerakkan (mm) C = 2 x 304,8 (mm)

= 609,6 (mm)

a = sudut kontak antara sabuk dengan pully penggerak

θ = 180 - 57 ( Dp – dp )

c

θ = 180 - 57 ( 304,8 63,5 ) 609,6

θ = 180 - 22,56 θ = 157,44 π 180 θ = 180 x θ = 2,75 (rad) 3. Tegangan sabuk

Untuk menentukan Tegangan sabuk ( Sularso, 1980 ) menyatakan:

T1 = e μ.θ

T2

Dimana :

T1 = tegangan sisi kencang sabuk ( kg )

T2 = tegangan sisi kendur sabuk ( kg )

Untuk menentukan bilangan alam ( Hartono, 1982), menyatakan: e = bilangan alam = 2,7182

μ = koefisien gesek antara sabuk dan puli ( 0,45 – 0,60 )

T1 = 2,718 0,5 . 2,75

T2

Maka ( khurmi, 1980) menyatakan T1 = σ .b .t

Dimana :

σ = tegangan tarik bahan sabuk

Maka ( Jac.Stolk and C.Kross, 1981), menyatakan : Bahan karet σ = 0,4 – 0,5 (kg/mm²)

b = lebar sabuk (mm) t = tebal sabuk (mm) T = 0,45 . 5,96 .9

= 21,4 (kg) T1 = 3,95 T2 21,4 3,95 T2 = T2 = 5,41 ( kg )

4. Daya yang ditransmisikan

Untuk menentukan Daya yang ditransmisikan (Hanoto, 1981) menyatakan: Po = ( T1 - T2 ) v

Dimana :

Po = Daya yang ditransmisikan (watt) V = kecepatan linier sabuk (m/s) Po = ( 21,4 – 5,41 ) 9,74

Po = 151,42 (watt)

Po = 0,151 (Kw)

5. Panjang keliling sabuk ( L )

L = 2 c + ( dp + Dp ) + ( Dp – dp )² π 2 1 4c = 2. 609,6 + ( 304,8 + 63,5 ) + ( 304,8 – 63,5 )² 3,14 2 1 4.609,6 L = 1219,2 + 578,231 + 23,87 L = 1821,301 (mm)

Berdasarkan sabuk V standart dengan nomor nominal 72 inchi atau 1829 mm (table sularso, 1987 hal 168)

Maka L = 1829 ( mm )

Dalam perdagangan terdapat bermacam – macam sabuk, namun mednapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya sukar, maka jarak sumbu poros sebenarnya dapat dinyatakan sebagai :

Maka (salarso, 1987), manyatakan : C = b + - 8 (Dp – dp 8 Dimana : b = 2L – 3,14 ( 304,8 – 63,5 ) = 2 x 1829 – 3,14 ( 304,8 – 63,5 ) = 3658 – 757,68 = 2900 ( mm ) C = 2900 + 2900² - 8(304,8 – 63,5)² 8 C = 724,95 (mm) 6. Besar sudut α

Untuk menentukan Besar sudut α (Khurmi, 1980), menyatakan :

Sin α = r1 r2 C = 152,4 – 31,75 724,95 Sin α = 0,166 α = 9,55

r1 = jari-jari pully yang digerakkan (mm) r2 = jari – jari pully penggerak (mm)

4.5.2 Transmisi dari motor reduksi keporos batu gilas. 1. Kecepatan linier sabuk

V = π .dp .n1

60.1000

V = 3,14 .50,8 .594 60.1000 V = 1,58 (mm)

2. Jarak sumbu kedua poros c = 2 x Dp

c = 2 x 203,2 c = 406,4 (mm)

3. Sudut kontak antara sabuk dengan pully

θ = 180 - 57 ( Dp – dp ) c θ = 180 - 57 ( 203,2 50,8) 406,4 θ = 180 - 21,37 θ = 2,77 (rad) 4. Tegangan sabuk

Untuk menentukan Tegangan sabuk ( Sularso, 1980 ) menyatakan:

T1 = e μ.θ

T2

T1 = 2,718 0,5 . 2,75

T1 = σ .b .t T1 = 0,4 . 5,96 .9 = 21,4 (kg) T1 = 3,95 T2 21,4 3,99 T2 = T2 = 5,36 ( kg )

5. Daya yang ditransmisikan Po = ( T1 - T2 ) v Po = ( 21,4 – 5,36 ) 1,58 Po = 25,339 (watt) Po = 0,025339 (Kw) 6. Panjang sabuk ( L ) L = 2 c + ( dp + Dp ) + ( Dp – dp )² π 2 1 4c L = 2. 406,4 + ( 50,8 + 203,2 ) + ( 203,2 – 50,8 )² 3,14 2 1 4.406,4 L = 1230,86 (mm)

Berdasarkan sabuk V standart dengan nomor nominal 43 inchi atau 1092 mm

Maka :

L = 1245 ( mm )

C = b + - 8 (Dp – dp 8

b = 2L – 3,14 ( 203,2 – 50,8 ) = 2 x 1245 – 3,14 .152,4 = 2490 – 478,54 = 2011,46 ( mm ) C = 2011,46 + (2011,46)² - 8(203,2 – 508)² 8 C = 2011,46 + 1964,73 8 C = 497,023 (mm) 7. Besar sudut α Sin α = r1 C r2 = Sin α = 0,087 88,9 – 50,4 441,74 α = 4,99 4.6. Pasak

Dalam perencanaan ini dipilih pasak benam dengan penampang segi empat. Pemilihan ini dipilih berdasarkan mudahnya pembuatan jenis pasak ini sendiri. Pembuatan pasak digambarkan mudahnya pembuatan pasak ini sendiri, pembuatan pasak digambarkan pada gambar berikut ini :

Gambar 4.6 gaya geser pada pasak

Disini pasak yang akan dibahas adalah pasak pada poros penggilingan. Torsi yang terjadi pada poros roll sama dengan torsi pada pully yaitu : 13104 (kg/mm), diameter poros adalah 25 (mm), dari lampiran 6 dimensi pasak didapatkan :

Lebar pasak (b) = 8 (mm) Tinggi pasak (h) = 7 (mm) Panjang pasak = 62 (mm)

Keadaan alur pasak pada poros (t1) = 4 (mm) Keadaan alur pasak pada pully (t2) = 3,3 (mm)

Bahan pasak yang direncanakan dengan bahan St 37, yaitu dengan tegangan tarik masimum ( σb max ) = 37 (kg/mm²)

Dengan mengambil nilai Sf 1 = 6 dan Sf 2 = 2 maka tegangan geser izin ( a izin) adalah :

a = b max = = 3,08 (kg.mm²) 37

Sf 1 . Sf 2 6.2

Tegangan geser yang terjadi g adalah :

Untuk menentukan Tegangan geser yang terjadi g (sularso, 1987), menyatakan:

F = T. 2

d

= F

b . l

Dimana :

T = Torsi yang terjadi pada poros = 13104 (kg.mm) B = lebar pasak = 8 (mm)

L = panjang pasak = 62 (mm) d = diameter poros = 25 (mm) Sehingga :

= = 2,11 (kg/mm²)

Tegangan geser yang terjadi pada pasak lebih kecil dari tegangan izin bahan pasak. { 2,11 (kg/mm²) < 3,08 (kg/mm²) }, maka pasak aman terhadap tegangan geser.

13104.2 8.62.25

Dari tegangan geser bahan pasak dapat ditentukan tekanan bidang izin bahan pasak.

σa = 2. x izin = 2 . 2,08 = 6,16 (kg/mm²)

Tekanan bidang yang dialami oleh pasak ( Pc ) adalah :

Untuk menentukan Tekanan bidang yang dialami oleh pasak (sularso, 1987), menyatakan :

Fc = F

t2.l

F = T.2d

Dimana :

T = torsi yang terjadi = 13104 (kg/mm)

t2 = kedalaman alur pasak pada pully = 3,3 (mm) l = panjang pasak = 62 (mm) d = diameter = 25 (mm) sehingga : Fc = T.2 b.l.d F = 13104,2 3,3.62.25 = 5,12 (kg/mm²)

Tekanan bidang yang dialami pasak lebih kecil dari tekanan izin bahan pasak { 5,12 (kg/mm²) < 6,16 (kg/mm²)}, maka aman terhadap tekanan bidang, maka bahan pasak ditetapkan St 37 dengan ukuran pasak 8 x 7 x 62 (mm)

4.7. Baut

Perhitungan diameter baut yang digunakan untuk pengikat batu gilas. Pada tiap-tiap kasus kita harus menghitung luas yang menahan geseran/tarikan dengan membandingkan luas ini dalam atrikan P. Kita peroleh tegangan geser satuan rata-rata.

Dengan demikian :

P As

Tegangan geser g =

P = gaya pecah biji kopi x jumlah biji kopi dibatu gilas. = 7 x 117

= 819 (kg)

As = jumlah baut x luas baut = 4 x .d² = 4 x (10,106)² π 4 3,14 4 = 320,69 (mm²)

Maka tegangan geser :

P As g = = 819 320,69 = 2,55 (kg/mm²)

Tegangan geser izin > tegangan geser rencana 3 (kg/mm²) > 2,55 (kg/mm²) maka baut yang direncanakan aman digunakan.

Dokumen terkait