• Tidak ada hasil yang ditemukan

LD 50 , Indeks Resistensi, dan GR 50

2. Karakter Fisiologis

Pengukuran klorofil relatif SPAD daun biotip E. indica resisten-IPA glifosat dari masing-masing perlakuan herbisida purna tumbuh dilakukan pada 3 jam, 1, 3, 5, dan 7 hari setelah aplikasi. Pengukuran klorofil dilakukan pada daun ke-2 dari pucuk (Chen et al., 2015) menggunakan klorofil meter SPAD 502 plus.

Analisis Data

Semua parameter dianalisis menggunakan ANOVA dan rataan dilajutkan dengan uji DMRT taraf 5% menggunakan software IBM SPSS Statistik v.20.

Persentase pengendalian semua parameter dikategorikan menjadi 11 kategori menurut Mohamad et al., (2010) pada Tabel 5.

Roadmap pengujian pengelolaan resistensi

Gambar 38. Roadmap penelitian pengelolaan biotip Eleusine indica resisten-IPA glifosat dengan herbisida pra dan purna tumbuh.

Pengamatan dan olah data

Agronomi : (Bertahan hidup, jumlah anakan, tingkat kerusakan gulma, bobot kering, dan reduksi pertumbuhan)

Fisiologi : (Klorofil relatif SPAD)

E. indica resisten-IPA glifosat dari Tahap II

 Kabupaten Langkat ESU1.1

 Kabupaten Labuhanbatu ESU2.139

 Kabupaten Labuhanbatu Utara ESU2.135

 Kabupaten Labuhanbatu Selatan ESU2.130

ESU2.122 dipindahkan ke pot (sesuai tahap I)

Aplikasi herbisida pra tumbuh Indaziflam (500 g b.a./ha)

Hasil dan Pembahasan Bertahan Hidup

Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan bahwa herbisida pra-tumbuh signifikan dapat menekan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif bertahan hidup pada 1-2 minggu setelah aplikasi (MSA), namun tidak signifikan pada 3 MSA (Tabel 20).

Hasil menunjukkan bahwa herbisida pra-tumbuh dapat menekan 2 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-11 dan EIR-29) serta populasi E. indica sensitif (EIS) pada 1 MSA. Selain itu dapat juga menekan EIR-29 pada 2 MSA.

Hal ini membuktikan herbisida pra-tumbuh sudah efektif pada 1-2 minggu.

Herbisida indaziflam dan oksifluofren efektif menekan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat sampai 100% dibandingkan herbisida pendimetalin memiliki efektitifitas sebesar 98,58% pada 3 MSA. Sedangkan kemampuan herbisida pendimetalin hanya mampu mengendalikan 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-02, EIR-11, EIR-12, EIR-23, EIR-25, dan EIR-26). Hal ini membuktikan bahwa pengendalian E. indica resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit masih dapat dikendalikan dengan pergantian mode of action herbisida yaitu menggunakan ketiga jenis herbisida pra-tumbuh (indaziflam, oksifluofren, dan pendimetalin).

Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan bahwa herbisida purna-tumbuh signifikan dapat menekan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif yang bertahan hidup pada 1-3 MSA (Tabel 21). Hasil menunjukkan bahwa herbisida purna-tumbuh hanya mampu menekan E. indica sensitif-IPA glifosat (EIS) pada 1-3 MSA. Herbisida propaquizop lebih efektif menekan 6 dari 15

biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-20, EIR-22, EIR-23, EIR-26, EIR-27, dan EIR-28) sampai 100% dibandingkan herbisida kalium glifosat dan mesotrion pada 3 MSA. Kemampuan herbisida propaquizop lebih efektif menekan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat sebesar 78,13% dan diikuti herbisida kalium glifosat sebesar 27,19% dan mesotrion sebesar 18,75% sampai 3 MSA. Hal ini membuktikan bahwa pengendalian E. indica resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit masih dapat dikendalikan menggunakan herbisida propaquizop, namun kurang efektif jika menggunakan kalium glifosat dan mesotrion.

Jumlah Anakan

Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan bahwa herbisida pra- dan purna-tumbuh signifikan dapat menekan jumlah anakan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada 3 MSA (Tabel 22).

Hasil menunjukkan bahwa herbisida pra-tumbuh efektif menekan pertumbuhan anakan 3 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (12, EIR-23, dan EIR-26) serta populasi sensitif (EIS) pada 3 MSA. Herbisida indaziflam dan oksifluofren efektif menekan jumlah anakan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat dibandingkan herbisida pendimetalin. Sedangkan kemampuan herbisida pendimetalin hanya mampu mengendalikan 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-02, EIR-11, EIR-12, EIR-23, EIR-25 dan EIR-26).

Persentase penekanan jumlah anakan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat pada paparan herbisida indaziflam dan oksifluofren lebih efektif sebesar 100%

sedangkan herbisida pendimentalin berkisar 65-100% (χ = 88,75%) pada 3 MSA.

Tabel 20. Eleusine indica sensitif- dan resisten-IPA glifosat yang tumbuh pada paparan herbisida pra-tumbuh pada 1-3 Minggu Setelah Aplikasi (MSA).

Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT level 5%. tn= berpengaruh tidak nyata.

Tabel 21. Eleusine indica sensitif- dan resisten-IPA glifosat yang bertahan hidup pada paparan herbisida purna-tumbuh pada 1-3 Minggu Setelah Aplikasi (MSA).

Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT level 5%.

Perlakuan

Tabel 22. Jumlah anakan biotip E. indica pada paparan herbisida pra-tumbuh dan purna-tumbuh pada 3 Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT level 5%.

Herbisida purna-tumbuh hanya efektif menekan pertumbuhan anakan E.

indica sensitif-glifosat (EIS) pada 3 MSA. Herbisida propaquizop lebih efektif menekan anakan 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-20, EIR-22, EIR-23, EIR-26, EIR-27, dan EIR-28) sampai 0 anakan dibandingkan herbisida kalium glifosat dan mesotrion pada 3 MSA. Persentase penekanan jumlah anakan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat pada paparan herbisida propaquizop lebih efektif berkisar 36-100% diikuti mesotrion 23-98% dan kalium glifosat 9-94%. Hal ini dapat disebabkan persentase kerusakan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang terpapar herbisida propaquizop dan mesotrion mengalami peningkatan dari 1-3 MSA, namun berbeda pada herbisida kalium glifosat, persentase kerusakan mengalami peningkatan dari 1-2 MSA dan terjadi penurunan pada 3 MSA (Tabel 24). Hal ini mengakibatkan jumlah anakan biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang terpapar herbisida propaquizop dan mesotrion pada 3 MSA lebih rendah dibandingkan herbisida kalium glifosat.

Bobot Kering dan Reduksi Pertumbuhan

Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan bahwa herbisida pra- dan purna-tumbuh signifikan dapat menekan bobot kering biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada 6 MSA (Tabel 23) sedangkan reduksi pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 39.

Tabel 23. Bobot kering biotip E. indica pada paparan herbisida pra-tumbuh dan purna-tumbuh pada 6 Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT level 5%.

Gambar 39. Reduksi pertumbuhan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada paparan herbisida pra-tumbuh (A) dan purna-tumbuh (B) pada 6 minggu setelah aplikasi.

Hasil menunjukkan bahwa herbisida pra-tumbuh efektif menekan bobot kering biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-02) pada 6 MSA. Herbisida indaziflam dan oksifluofren efektif menekan bobot kering semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat dibandingkan herbisida pendimetalin. Sedangkan kemampuan herbisida pendimetalin hanya mampu mengendalikan bobot kering 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-02, EIR-11, EIR-12, EIR-23, EIR-25 dan EIR-26). Reduksi pertumbuhan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat pada paparan herbisida indaziflam dan oksifluofren lebih efektif sebesar 100% sedangkan herbisida pendimentalin berkisar 61-100% pada 6 MSA (Gambar 39A).

Herbisida purna-tumbuh hanya efektif menekan bobot kering populasi E.

indica sensitif-IPA glifosat (EIS) pada 6 MSA. Herbisida propaquizop lebih efektif menekan bobot kering 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-20, EIR-22, EIR-23, EIR-26, EIR-27, dan EIR-28) sampai 0 g dibandingkan herbisida kalium glifosat dan mesotrion. Reduksi pertumbuhan semua biotip E.

indica resisten-IPA glifosat pada paparan herbisida propaquizop lebih efektif berkisar 52-100% diikuti herbisida kalium glifosat 47-90% dan mesotrion 45-94%

(Gambar 39B).

Gejala dan Persentase Kerusakan E. indica

Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan bahwa herbisida purna-tumbuh signifikan menunjukkan kerusakan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada 1-3 MSA (Tabel 24).

Tabel 24. Tingkat kerusakan biotip E. indica pada paparan herbisida purna-tumbuh pada 1-3 minggu setelah aplikasi (MSA). Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT level 5%.

Hasil menunjukkan bahwa herbisida purna-tumbuh hanya efektif menyebabkan kerusakan 1 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-29) dan populasi sensitif (EIS) pada 1 MSA, sedangkan pada 2-3 MSA hanya EIS yang menunjukkan kerusakan akibat paparan herbisida purna-tumbuh. Kemampuan herbisida propaquizop dapat menyebabkan kerusakan biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang lebih tinggi dibandingkan herbisida kalium glifosat dan mesotrion. Hal ini terlihat dari jumlah biotip yang dikendalikan pada 1 MSA terdapat 2 biotip 23 dan EIR-26) dan pada 2-3 MSA terdapat 6 biotip (EIR-20, EIR-22, EIR-23, EIR-26, EIR-27, dan EIR-28).

Persentase kerusakan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang disebabkan paparan herbisida propaquizop mengalami peningkatan dari 1 sampai 3 MSA masing-masing sebesar 62,96%; 75,35%; dan 76,85%. Pola peningkatan persentase kerusakan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat terjadi juga pada paparan herbisida mesotrion masing-masing sebesar 5,04%; 11,33%; dan 13,63%. Namun berbeda pola pada paparan herbisida kalium glifosat dimana terjadi peningkatan persentase kerusakan sebesar 19,04-22,83% dari 1-2 MSA kemudian mengalami penurunan menjadi 22,50% pada 3 MSA.

Klorofil Relatif Daun (nilai SPAD)

Berdasarkan hasil ANOVA menunjukkan bahwa herbisida purna-tumbuh signifikan menekan klorofil relatif daun (nilai SPAD) biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada 3 jam-7 hari setelah aplikasi (Tabel 25).

Tabel 25. Klorofil relatif daun (nilai SPAD) biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada paparan herbisida purna-tumbuh pada 3 jam - 7 hari setelah aplikasi.

Herbisida EIS

Lanjutan Tabel 25. Klorofil relatif daun (nilai SPAD) biotip E. indica resisten-IPA glifosat dan populasi sensitif pada paparan herbisida purna-tumbuh pada 3 jam - 7 hari setelah aplikasi.

Herbisida EIS

Keterangan : nilai rataan yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT level 5%.

Herbisida purna-tumbuh hanya mampu menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) biotip EIR-06 pada 3 jam setelah aplikasi (JSA), 1 dan 5 HSA.

Kemampuan herbisida propaquizop lebih efektif menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat dibandingkan herbisida kalium glifosat dan mesotrion pada 3 JSA-7 HSA. Kemampuan herbisida propaquizop signifikan menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat pada 3 JSA, dan 5-7 HSA. Herbisida propaquizop dapat menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) biotip E. indica resisten-IPA glifosat berkisar 7,50-76,92% dibandingkan tanpa perlakuan. Selain itu herbisida propaquizop dapat menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) sampai 0 pada 4 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-23, EIR-26, EIR-28 dan EIR-29) yang berasal dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara pada 7 HSA.

Kemampuan herbisida kalium glifosat signifikan menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat pada 3 JSA berkisar 7,91-51,29% dibandingkan tanpa herbisida. Kemampuan herbisida mesotrion signifikan menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat pada 3 JSA–3 HSA. Herbisida mesotrion dapat menurunkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) biotip E. indica resisten-IPA glifosat berkisar 8,21-36,70% setelah itu kemampuannya berkurang menjadi 31,84% pada 7 HSA. Herbisida kalium glifosat dan mesotrin kurang efektif mengendalikan biotip resisten dikarenakan tidak ditemukan klorofil relatif daun (nilai SPAD) sampai 0 pada semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat.

Efektifitas herbisida pra-tumbuh dalam mengendalikan biotip E. indica resisten-IPA glifosat

Herbisida pra-tumbuh signifikan efektif menekan biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang bertahan hidup 1-2 MSA, jumlah anakan 3 MSA, dan bobot kering 6 MSA. Herbisida indaziflam dan oksiflourfen lebih efektif dalam mengendalikan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dibandingkan pendimetalin.

Herbisida indaziflam dengan dosis 500 g b.a./ha dapat mengendalikan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat bertahan hidup, jumlah anakan, dan bobot kering sampai 100% (tingkat pengendalian tergolong sempurna). Tingkat pengendalian E. indica biotip resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit menggunakan herbisida indaziflam tergolong sempurna. Hal ini disebabkan herbisida indaziflam bekerja menghambat biosintesis selulosa dengan mengganggu pertumbuhan akar sehingga biotip E. indica resisten-IPA glifosat tidak mengalami tumbuhnya radikula setelah beberapa hari penyemprotan.

Temuan ini didukung Brabham et al., (2014) bahwa indaziflam menghambat biosintesis selulosa melalui tidak terbentuknya 14C-glukosa menjadi fraksi selulosa yang tidak larut selama 1 jam setelah aplikasi sehingga menghambat pertumbuhan akar. Alonso et al., (2011) melaporkan kinetik serapan herbisida indaziflam pada jenis tanah mollisol dari United States tergolong sangat cepat (>94%) setelah 2 jam penyemprotan. Sebastian et al., (2016) menambahkan kemampuan herbisida indaziflam dalam menurunkan 50% pertumbuhan (GR50) pada 6 gulma berdaun sempit-sensitif indaziflam (Bromus tectorum, Secale cereale, Bromus japonicus, Aegilops cylindrica, Taeniatherum caput-medusae, Ventenata dubia) masing-masing dosis sebesar 0,23; 0,56; 0,19; 7,37; 0,36 dan 0,44 g b.a./ha. McCullough et al., (2013) menemukan dosis 0,07 kg b.a./ha

indaziflam efektif mengendalikan E. indica resisten-dinitroaniline sebesar 100%

pada 3 bulan setelah perlakuan. Tampubolon et al., (2019c) juga melaporkan indaziflam 75 g b.a./ha signifikan mampu mengendalikan seedbank E. indica dari tanah ultisol, afdeling 4 Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai, Indonesia sebesar 80,67% dibandingkan tanpa penyemprotan indaziflam pada 4 minggu setelah aplikasi.

Herbisida oksifluorfen dengan dosis 240 g b.a./ha dapat mengendalikan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat bertahan hidup, jumlah anakan, dan bobot kering sampai 100% (tingkat pengendalian tergolong sempurna). Tingkat pengendalian biotip E. indica resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit menggunakan herbisida oksifluorfen tergolong sempurna. Hal ini disebabkan herbisida oksifluorfen dapat menghambat enzim protoporphyrinogen oxidase (PROTOX) sehingga menyebabkan kerusakan membran sel dan lipid peroksida biotip E. indica resisten-IPA glifosat.

Temuan ini didukung Monaco et al., (2002) bahwa oksiflourfen dapat menghambat enzim protoporphyrinogen oxidase (PROTOX). Kinerja enzim ini mengubah protoporphyrinogen IX menjadi protoporphyrin IX pada biosintesis klorofil. Protoporphyrin IX tidak dapat dibentuk dan terjadi penumpukan protoporphyrinogen IX. Protoporphyrinogen IX itu terakumulasi kemudian keluar dari kloroplas ke dalam sitoplasma dan terjadi oksidasi menjadi protoporphyrin IX. Protoporphyrin IX kemudian bereaksi dengan oksigen dan cahaya sehingga membentuk oksigen tunggal. Oksigen tunggal cepat bereaksi dengan lipid dalam membran sel, menyebabkan kerusakan membran dan lipid peroksida, yang mengarah pada kematian. Weaver et al., (2004) melaporkan bahwa penggunaan

oksiflourfen dosis 0,33 kg/ha dapat menurunkan bobot kering tajuk (ED50) biotip Conyza canadensis resisten-parakuat dari Ontario, Kanada pada 8 minggu setelah aplikasi. Umiyati, (2016) menambahkan oksiflourfen 1-3 l/ha signifikan dapat menekan bobot kering Echinochloa colona, dan Phyllanthus debilis sebesar 100%

pada 2-6 minggu setelah aplikasi. Widaryanto dan Roviyanti, (2017) menyatakan bahwa penggunaan oksiflourfen 1,5 l/ha signifikan menekan bobot kering gulma total sebesar 98,65% pada 28 hari setelah transplanting tanaman brokoli.

Herrmann et al., (2017) menemukan herbisida oksiflourfen dosis 0,211 kg/ha efektif mengendalikan gulma Chenopodium album dan Polygonum persicaria sebesar 100% dari Laingsburg, Michigan. Permana et al., (2018) juga melaporkan bahwa oksiflourfen 1,5 l/ha signifikan menekan bobot kering sebesar 82,44%

dibandingkan tanpa herbisida pada 15 hari setelah tanam.

Herbisida pendimetalin dengan dosis 336 g b.a./ha dapat mengendalikan semua biotip E. indica resisten-IPA glifosat bertahan hidup, jumlah anakan, dan bobot kering masing-masing sebesar 98,58% (sempurna); 88,75% (sangat baik);

94,91% (sempurna), dan 90,72% (sempurna). Terdapat 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang dapat dikendalikan herbisida pendimetalin antara lain:

EIR-02, EIR-11, EIR-12, EIR-23, EIR-25, dan EIR-26. Tingkat pengendalian biotip E. indica resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit menggunakan herbisida pendimetalin tergolong sangat baik-sempurna. Hal ini disebabkan herbisida pendimethalin menghambat pertumbuhan sel akar dan tajuk E. indica namun kurang efektif mengendalikan hingga 100%.

Temuan ini didukung Monaco et al., (2002) bahwa pendimetalin dapat menghambat pertumbuhan sel melalui patahnya akar dan terjadi

pembengkakan/pembesaran di ujung akar serta menghambat munculnya daun primer dari koleoptil. Grey et al., (2008) melaporkan bahwa aplikasi pendimetalin dosis 0,84 kg/ha signifikan mengendalikan gulma Urochloa texana sebesar 95%

pada 4 minggu sebelum tanam dan setelah tanam pada pertanaman kapas. Soltani et al., (2012) menambahkan bahwa aplikasi herbisida pendimetalin dosis 1.080 g/ha dapat mengendalikan gulma Amaranthus retroflexus sebesar 73% pada 4 minggu setelah tumbuh. Soltani et al., (2013) menemukan aplikasi herbisida pendimetalin dosis 1.080 g/ha dapat mengendalikan gulma Chenopodium Album berkisar 82-97%, mengurangi kerapatan dan bobot kering masing-masing sebesar 89% dan 97% dibandingkan tanpa perlakuan. Takano et al., (2018) juga melaporkan penggunaan herbisida pendimetalin dosis 1.250 g/ha signifikan efektif mengendalikan E. indica resisten-glifosat dari Campo Mourao, Brazil sebesar 100% pada 20 hari setelah semprot.

Efektifitas herbisida purna-tumbuh dalam mengendalikan biotip E. indica resisten-IPA glifosat

Herbisida purna-tumbuh signifikan efektif menekan biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang bertahan hidup 1-3 MSA, jumlah anakan 3 MSA, gejala kerusakan 1-3 MSA, klorofil relatif daun (nilai SPAD) pada 3 JSA–7 HSA, dan bobot kering 6 MSA. Herbisida propaquizop lebih efektif dalam mengendalikan biotip E. indica resisten-IPA glifosat dibandingkan kalium glifosat dan mesotrion.

Herbisida propaquizop dengan dosis 100 g b.a./ha dapat menekan biotip E.

indica resisten-IPA glifosat bertahan hidup, jumlah anakan, gejala kerusakan, klorofil relatif daun (nilai SPAD), dan bobot kering masing-masing sebesar 78,13% (tergolong kurang memuaskan-baik), 84,25% (sangat baik), 76,85%

(kurang memuaskan-baik), 76,92% (kurang memuaskan-baik), dan 81,24%

(sangat baik). Tingkat pengendalian biotip E. indica resisten-IPA glifosat menggunakan herbisida propaquizop tergolong kurang memuaskan-sangat baik.

Hal ini terlihat dari kemampuan herbisida propaquizop dapat mengendalikan bertahan hidup, jumlah anakan, bobot kering, dan gejala kerusakan sampai 100%

terdapat pada 6 dari 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (EIR-20, EIR-22, EIR-23, EIR-26, EIR-27, dan EIR-28). Hal ini disebabkan herbisida propaquizafop dapat menghambat enzim asetil-CoA dengan membatasi kadar lipid sehingga beberapa biotip E. indica resisten-IPA glifosat sudah menunjukkan perubahan warna daun dari hijau keseluruhan menjadi kuning kecoklatan bahkan mengering atau terdapat beberapa biotip yang memiliki persentase kerusakan

>80% pada 1 MSA (Tabel 24), dan rataan klorofil relatif daun (nilai SPAD) pada semua biotip juga mengalami penurunan yang drastis dari 3 ke 5 HSA yaitu dari 23,04 menjadi 14,91 serta berkurang terus menjadi 7,77 pada 7 HSA (Tabel 25).

Hasil ini didukung Monaco et al., (2002) bahwa herbisida propaquizafop menghambat asetil-CoA karboksilase (ACCase). ACCase mengubah asetil-CoA ke malonil-CoA dengan penambahan CO2 terhadap asetil CoA. Reaksi awal biosintesis lipid dengan membatasi kadar lipid, sehingga dapat menghentikan pertumbuhan tajuk dan akar serta mengalami perubahan pigmen daun dengan cepat pada 2-4 hari setelah penyemprotan. Haitas et al., (1995) menyatakan bahwa penyemprotan herbisida propaquizafop 0,20 kg/ha dapat mengendalikan gulma Sorghum halepense sebesar 95% pada 15 HSA. Zagonel et al., (1999) melaporkan bahwa aplikasi propaquizafop 100 g/ha dapat mengendalikan gulma Eleusine indica sebesar 90% pada 15 HSA. Panda et al., (2015) menambahkan

propaquizafop 75 g/ha memiliki efisiensi pengendalian gulma sebesar 62,48%

pada 15 HSP. Thakare et al., (2018) menemukan penyemprotan propaquizafop 0,10 kg/ha memiliki efisiensi pengendalian gulma pada pertanaman bawang merah sebesar 63,50% pada 20 HSA.

Herbisida kalium glifosat dengan dosis 660 g b.a./ha dapat menekan biotip E. indica resisten-IPA glifosat bertahan hidup, jumlah anakan, gejala kerusakan, klorofil relatif daun (nilai SPAD), dan bobot kering masing-masing sebesar 27,19% (tergolong lemah-kurang memadai), 55,07% (sedang), 22,50% (lemah-kurang memadai), 51,29% (sedang), dan 66,53% ((lemah-kurang memuaskan). Tingkat pengendalian biotip E. indica resisten-IPA glifosat menggunakan herbisida kalium glifosat tergolong lemah-kurang memuaskan. Hal ini disebabkan biotip E. indica pada penelitian ini sudah resisten isopropilamina (IPA) glifosat sehingga kemampuan herbisida kalium glifosat yang digunakan tergolong kurang memuaskan dalam mengendalikan biotip E. indica resisten-IPA glifosat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan persentase kerusakan biotip E. indica sebesar 19,04 sampai 22,83% pada 1-2 MSA namun mengalami penurunan pada 3 MSA (Tabel 24). Selain itu klorofil relatif daun (nilai SPAD) pada paparan herbisida kalium glifosat mengalami penurunan secara bertahap dari 3 JSA sampai 7 HSA (Tabel 25).

Temuan ini diperkuat Monaco et al., (2002) bahwa glifosat dapat menghambat enzim 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS) yang terjadi di jaringan kloroplas dan mengubah shikimate-3-phosphate (S-3-P) menjadi enolpyruvylshikimate-3-phosphate (EPSP) dan akhirnya mengarah pada produksi asam amino, fenilalanin dan tirosin, serta triptofan.

Shikimate-3-phosphate (S-3-P) tidak dapat dikonversi menjadi EPSP dikarenakan S-3-P tidak stabil, maka dikonversi cepat menjadi shikimat yang lebih stabil dan terakumulasi.

Golob et al., (2008) menyatakan bahwa kalium glifosat signifikan mengendalikan gulma berdaun lebar dan sempit sebesar 83,8% dan lebih tinggi dibandingkan IPA glifosat (77.5%) pada 14 HSA. Bentivegna et al., (2017) menambahkan bahwa penyemprotan kalium glifosat dosis 1,08 kg/ha dapat mengendalikan bobot kering gulma Cynara cardunculus dengan tahap vegetatif jumlah daun > 6 sebesar 94,52% dibandingkan tanpa disemprot pada 30 HSA. Kurniadie et al., (2019) juga melaporkan kalium glifosat 660 g/l menyebabkan kerusakan gulma Imperata cylindrica (100%), Borreria alata (90-100%), Paspalum conjugatum (51,5-100%), Ageratum conyzoides ((51,5-100%), dan Setaria plicata (100%) secara efektif walaupun tercuci air hujan antara 2–4 jam setelah aplikasi.

Herbisida mesotrion dengan dosis 50 g b.a./ha dapat menekan biotip E.

indica resisten-IPA glifosat bertahan hidup, jumlah anakan, gejala kerusakan, klorofil relatif daun (nilai SPAD), dan bobot kering masing-masing sebesar 18,75% (tergolong lemah), 77,21% (kurang memuaskan-baik), 13,63% (lemah), 31,84% (kurang memadai), dan 61,30% (kurang memuaskan). Tingkat pengendalian biotip E. indica resisten-IPA glifosat menggunakan herbisida mesotrion tergolong lemah-baik. Tingkat pengendalian ini disebabkan herbisida mesotrion kurang efektif menghambat pigmen klorofil biotip E. indica resisten-IPA glifosat didalam kloroplas sehingga menyebabkan klorofil relatif daun (nilai SPAD) mengalami peningkatan pada 7 HSA (Tabel 25) dan persentase tingkat kerusakan yang ditimbulkan tergolong rendah setiap minggunya atau berkisar 5,04-13,63% (Tabel 24).

Temuan ini didukung Pallet et al., (1997) bahwa mesotrion dapat menghambat enzim 4-hydroxyphenyl-pyruvate dioxygenase (HPPD), yang mengubah 4-hydroxyphenylpyruvate menjadi homogen. Efek dari penghambatan enzim ini menghasilkan penipisan plastoquinon (senyawa yang berperan penting dalam reduksi fotosintesis), yang dibutuhkan enzim phytoene desaturase agar berfungsi dengan baik, sehingga mengarah penghambatan produksi pigmen.

Armel et al., (2003) melaporkan aplikasi herbisida mesotrion dosis 70 g/ha hanya dapat mengendalikan gulma Ambrosia artemisiifolia sebesar 41% pada tahun 2000. Takano et al., (2018) menambahkan bahwa penyemprotan herbisida mesotrion dosis 120 g/ha hanya dapat mengendalikan Eleusine indica sebesar 57,5% pada 14 HSA dan 17,5% pada 28 HSA.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan herbisida pra-tumbuh lebih tinggi dibandingkan herbisida purna-pra-tumbuh dalam mengendalikan 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (bertahan hidup >60%) dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa rotasi mode of action (MoA) herbisida sangat dianjurkan dalam memutus siklus biotip E. indica resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit. Implementasi penelitian ini menyarankan rotasi mode of action herbisida pada biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang dewasa menggunakan herbisida propaquizafop (purna-tumbuh) pada bulan pertama kemudian disemprot kembali menggunakan herbisida pra-tumbuh (indaziflam atau oksiflourfen) pada 2 bulan berikutnya dengan tujuan mengurangi seedbank yang resisten. Temuan ini diperkuat Monaco

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan herbisida pra-tumbuh lebih tinggi dibandingkan herbisida purna-pra-tumbuh dalam mengendalikan 15 biotip E. indica resisten-IPA glifosat (bertahan hidup >60%) dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa rotasi mode of action (MoA) herbisida sangat dianjurkan dalam memutus siklus biotip E. indica resisten-IPA glifosat dari perkebunan kelapa sawit. Implementasi penelitian ini menyarankan rotasi mode of action herbisida pada biotip E. indica resisten-IPA glifosat yang dewasa menggunakan herbisida propaquizafop (purna-tumbuh) pada bulan pertama kemudian disemprot kembali menggunakan herbisida pra-tumbuh (indaziflam atau oksiflourfen) pada 2 bulan berikutnya dengan tujuan mengurangi seedbank yang resisten. Temuan ini diperkuat Monaco