BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Karakter Spikula Sebagai Dasar Identifikas
Gorgonian dibedakan dengan Alcyonian dikarenakan adanya aksis semi-rigid
scleroproteinous. Gorgonacea merupakan nama ordo gorgonian yang hanya berada pada GenBank-taxonomy NCBI dan UNEP-WCMC database untuk hewan. Ordo ini dihapuskan oleh Bayer (1961), kemudian dimasukkan pada ordo Alcyonacea (Fabricius and Alderslade, 2001; Sanchez et al., 2003). Ordo Alcyonacea terdiri atas satu grup yaitu
Scleraxonia, dan 2 ordo yaitu Holaxonia dan Calcaxonia. Scleraxonia merupakan grup gorgonian yang memiliki aksial dalam seperti lapisan dan aksial luar yang terbentuk dari sklerit. Holaxonia merupakan kelompok yang memiliki ciri aksial bulat, tidak memiliki sklerit aksis tanpa spikula aksial dan saluran melintang berlekuk pada inti tengah. Calcaxonia merupakan kelompok yang memiliki aksis gorgonin sleroproteinous dengan sejumlah non-skleritik CaCO3, internodus terbenam dalam gorgonin, aksis tanpa saluran melintang berlekuk pada inti tengah (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001; Sánchez et al., 2003; McFadden et al., 2006).
Bentuk sklerit seringkali digunakan untuk menentukan spesimen pada tingkat tertentu (Brill and Backhuys, 1983; Gerhart, 1983; Lewis and Wallis, 1991; Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001;. Sánchez et al., 2003; William and López-González, 2005). Grup scleraxonia merupakan salah satu kelompok dari kelas
Alcyonacea. Nama scleraxonia bukan merupakan ordo karena pada kelompok ini terdiri atas alcyonian dan gorgonian. Alcyonian dan gorgonian memiliki kesamaan yaitu bagian luar dan dalam aksis tersusun atas sklerit. Oleh karena alcyonian dan gorgonian yang termasuk pada grup ini memiliki kesamaan komplek, maka scleraxonia bukan merupakan ordo.
Hasil identifikasi berdasarkan karakter spikula memasukkan familia Subergorgiidae dan Melitaheidae dalam grup scleraxonia. Subergorgiidae merupakan anggota scleraxonia dengan aksis yang tidak tergabung (terdiri atas medulla dan korteks). Melitaheidae merupakan scleraxonia yang aksisnya tergabung (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001; Sánchez et al., 2003; McFadden et al., 2006). Hasil identifikasi menempatkan Annella sp.1-4 sebagai anggota Subergorgiidae. Adapun Melithaeidae terdiri atas Wrightella sp. dan Melithae sp.1-2.
Ordo Holaxonia terdiri atas dua familia, Plexauridae dan Achanthogorgiidae. Plexauridae ditandai adanya Paraplexaura sp. Adapun Achanthogorgiidae ditandai adanya Anthogorgia sp. (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001; Sánchez et al., 2003; McFadden et al., 2006). Ordo Calcaxonia terdiri atas familia Ellisellidae, yang ditandai dengan adanya Verucella sp. dan Viminella sp. (Grasshoff, 1999; Grasshoff, 2000; Fabricius and Alderslade, 2001; Sánchez et al., 2003). Pemberian nama spesies pada penelitian ini belum terlalu spesifik karena terkendala ketersediaan halotipe, proses pemberian nama spesies yang sangat rumit dan spesimen yang terbatas.
Hasil identifikasi memperlihatkan hal yang menarik. Pada familia Subergorgiidae mempunyai 4 jenis Annella yang terbagi dalam Annella sp.1, Annella sp.2, Annella sp.3 dan Annella sp.4. Keempat Annella tersebut mempunyai bagian-bagian yang sama yaitu
medulla, kortek dan polip. Namun terdapat perbedaan antara keempat Annella tersebut.
Annella sp.1, Annella sp.2 dan Annella sp.4 mempunyai perbedaan pada bentuk sklerit bagian korteks. Annella sp.1 mempunyai bentuk sklerit spindle. Annella sp.2 mempunyai bentuk sklerit ballons clubs dan cylindris. Annella sp.4 mempunyai sklerit berbentuk
double disk yang memiliki ulir halus dan kasar. Perbedaan ini yang mendasari pembagian
Annella kedalam 4 jenis yang berbeda. Hasil ini menarik karena keempat jenis Annella
tersebut ditemukan dalam satu tempat yaitu perairan Raja Ampat Papua. Hal ini memberikan informasi adanya keragaman dalam satu komunitas yang ada.
Adapun Melithaea dibedakan dibedakan dalam Melithaea sp.1 dan Melithaea
sp.2. Penentuan jenis tersebut didasarkan pada perbedaan yang terdapat pada korteks.
Melithaea sp.1 mempunyai korteks yang berbentuk ballon clubs, sedangkan Melithaea
sp.2 mempunyai korteks yang berbentuk double disk. Adapun anggota satu familia dengan Melithaea yaitu Wrightella sp. dibedakan dengan Melithaea karena memiliki kaliks yang berbentuk Unilateraly foliate spheroid.
Jenis yang lain seperti Viminella sp., Verrucella sp., Anthogorgia sp. dan
Paraplexaura sp. dengan mudah dibedakan dari jenis lain karena mempunyai ciri-ciri yang nyata berbeda. Hasil identifikasi ini memperlihatkan bahwa dalam genus yang sama mempunyai banyak persamaan dalam bentuk sklerit. Hal ini menunjukkan bahwa karakter sklerit merupakan kunci dalam melakukan identifikasi.
Hasil identifikasi memberikan wawasan tentang aspek biologi dari gorgonian. Gorgonian merupakan anggota karang yang sangat indah, namun belum banyak yang memahami. Sering kali gorgonian dianggap sebagai karang lunak “soft corals”, padahal istilah ini lebih tepat jika digunakan untuk menyebut alcyonian. Adapun untuk melihat
spesifik perbedaan antar spesies yang ada dapat ditunjang dengan data-data kimiawi dan molekuler. Pendalaman tentang aspek biologis gorgonian ini, merupakan peletak dasar dalam mempelajari aspek yang lainya.
C. Ekstraksi
Kegiatan ekstraksi yang dilakukan memperoleh hasil berupa ekstrak metanol dan etil asetat dari karang gorgonian. Kuantitas sampel dan ekstrak yang diperoleh terdapat dalam lampiran 1. Karakteristik fisik dari ekstrak cair disampaikan dalam Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Hasil maserasi dengan metanol dan etil asetat
No. Nama Spesies Warna ekstrak
metanol
Warna ekstrak etil asetat 1. Annella sp1. Jingga tua Jingga tua
2. Annella sp2. Jingga tua Jingga tua
3. Annella sp3. Hijau lumut Hijau kekuningan
4. Annella sp4. Jingga Jingga
5. Verucella sp. Kehijauan Kehijauan
6. Anthogorgia sp. Jingga Jingga
7. Viminella sp. Kekuningan Kekuningan
8. Wrightella sp. Hijau kecoklatan Hijau lumut
9. Paraplexaura sp. Keemasan Kekuningan
10. Melithea sp1. Kuning Kekuningan
11. Melithea sp2. Kuning Kekuningan
Ekstraksi merupakan metode untuk memperoleh suatu senyawa dari organisme dengan pelarut tertentu (Markham, 1988). Ekstrasi merupakan metode pemisahan campuran senyawa organik sehingga diperoleh komponen kimia tertentu. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi klasik. Maserasi merupakan pelarutan zat terlarut dalam suatu massa dengan pelarut disertai pengadukan (Rydberg et al., 2004; Waksmundzka-Hajnos et al., 2008; Meireles, 2009).
yang ingin diperoleh, waktu, volume pelarut, pelarut yang terbuang dari ekstrak, daur ulang pelarut dan biaya (Meireles, 2009). Keuntungan proses ekstraksi dengan cara maserasi sebagai berikut; 1) baik untuk analisis kualitatif, 2) prosesnya cepat, dan 3) efektik untuk jumlah sampel yang kecil (Waksmundzka-Hajnos et al., 2008).
Kegiatan ekstraksi terhadap gorgonian digunakan metode maserasi. Pemilihan metode mempertimbangkan efektifitas kegiatan dan jumlah sampel yang ada. Metode ini sesuai untuk analisis kualitatif dengan jumlah sampel yang sedikit seperti yang terungkap dalam Waksmundzka-Hajnos et al. (2008) dan Meireles (2009). Pelarut yang digunakan berupa metanol dan etil asetat. Pemilihan pelarut didasarkan pada sifat selektifitas. Metanol merupakan pelarut polar dan etil asetat merupakan pelarut semi-polar. Hasil ekstraksi diharapkan memperoleh senyawa bersifat polar dan semi-polar (Adnan, 1997; Rydberg et al., 2004). Oleh karena itu sesuai dengan tujuan penelitian diharapkan diperoleh senyawa golongan terpenoid, alkaloid dan flavonoid.
Lama waktu ekstraksi selama 24 jam. Bahan yang akan diekstrak terlebih dahulu diserbukan. Menurut Sembiring dkk (2006) disampaikan bahwa lama waktu ekstraksi dan kehalusan bahan berpengaruh terhadap hasil rendemen yang dihasilkan. Semakin lama waktu ekstraksi semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Kehalusan bahan berpengaruh terhadap rendemen yang diperoleh. Hal ini dimungkinkan karena luas permukaan bahan yang semakin luas sehingga memperbesar kontak antara bahan dengan pelarut yang digunakan. Pembuatan sampel dalam bentuk serbuk karena sampel merupakan hewan yang strukturnya keras. Pembuatan serbuk memberikan kemudahan proses ekstraksi. Bentuk serbuk meningkatkan interaksi antara pelarut dengan bahan sehingga ekstraksi berjalan optimal.
Hasil maserasi diperoleh rendemen yang berupa cairan dengan ciri-ciri fisik berupa warna yang terdapat pada Tabel 2. Rendemen yang berupa cairan difiltrasi dengan kertas whatman guna memisahkan padatan dengan cairan. Filtrat dievaporasi dengan metode rotary evaporator. Metode ini memiliki beberapa keuntungan yaitu 1) suhu dapat diatur dan dikendalikan, 2) senyawa tidak mengalami kerusakan, 3) proses evaporasi relatif lebih cepat dan 4) pelarut yang menguap dapat ditampung dan dimurnikan kembali. (Tringali, 2001; Iwamaru et al., 2007). Tujuan evaporasi adalah menguapkan pelarut yang digunakan. Suhu dan kondisi vakum sangat berpengaruh pada kecepatan proses evaporasi dengan metode rotary evaporator. Hasil kegiatan evaporasi berupa ekstrak kering yang siap digunakan untuk pengujian dan analisis pada tahap berikutnya. Besarnya jumlah ekstrak kering yang diperoleh tercantum dalam Lampiran 1.