• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dan Fraksinasi Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang serta Identifikasi Peptida Inhibitor ACE

Penelitian tahap II bertujuan untuk :1) menyeleksi hidrolisat protein daging kambing kacang yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tertinggi, 2) mengarakterisasi hidrolisat protein daging kambing kacang ditinjau dari derajat hidrolisis, kandungan protein terlarut, kadar peptida serta rendemen, 3) mengidentifikasi sekuen asam amino peptida inhibitor ACE.

Pembuatan hidrolisat protein daging kambing kacang menggunakan kombinasi dua protease komersil yakni Protamex (aktivitas 1.5 AU/g solid) dan Flavourzyme (500 U/g) yang digunakan secara berurutan. Protamex dengan nomor enzim 3.4.21.14 merupakan endoprotease yang berasal dari bakteri Bacillus, aktif pada kisaran pH 5.0-11 dengan pH optimum 7.0 dan suhu 50-60 oC. Flavourzyme memiliki nomor enzim EC 3.4.11.1, merupakan protease kapang Aspergillus oryzae yang mengandung endo- dan eksoprotease, kondisi hidrolisis optimum pada kisaran pH 5.0-7.0 dan suhu 50 oC.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan hidrolisat adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi protease komersil dan waktu hidrolisis. Konsentrasi protease terdiri atas 3 level : 0.5%, 1 %, dan 1.5 % b/b dari total substrat. Waktu hidrolisis terdiri dari 2, 4 dan 6 jam. Kombinasi kedua faktor konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis menghasilkan 9 percobaan yang terdiri atas : 0.5% endoprotease +0.5% protease kompleks dan waktu hidrolisis 2 jam, 4 jam dan 6 jam, 1.0% endoprotease + 1.0% protease kompleks waktu hidrolisis 2 jam, 4 jam dan 6 jam, 1.5% endoprotease + 1.5% protease kompleks waktu hidrolisis 2 jam, 4 jam dan 6 jam.

Proses hidrolisis mengacu kepada Cinq-Mars (2006) dengan modifikasi pada rasio substrat dan air serta perlakuan enzim. Konsentrasi enzim yang digunakan dihitung berdasarkan berat daging kambing. Rasio daging kambing yang sudah digiling terhadap air adalah 1 : 3. Larutan daging dibuat dengan mencampurkan 100 g daging giling dan 300 mL air, kemudian dihomogenisasi menggunakan blender (National) selama 30 detik dan dituang ke dalam labu

27 erlenmeyer 500 mL. Larutan yang terbentuk dipanaskan dalam penangas air (GFL) pada suhu 85oC selama 30 menit dan kemudian didinginkan hingga suhu ruang (27 oC). pH larutan awal diukur dengan pH meter (Milwawkee MW 801, Rumania), pH ditepatkan 7 dengan penambahan NaOH 1 N. Hidrolisis dilakukan pada suhu 50oC dengan menggunakan inkubator bergoyang (Infors HT CH-4103 Bottmingen, Swiss). Hidrolisis pertama dilakukan dengan penambahan endoprotease pada konsentrasi 0.5, 1.0, 1.5% (b/b) ke dalam larutan daging yang dilakukan selama 60 menit. pH larutan dijaga konstan dengan penambahan 6 N NaOH selama hidrolisis berlangsung dan dimonitor setiap 30 menit. Hidrolisis selanjutnya adalah dengan menambahkan protease kompleks ke dalam larutan daging dan hidrolisis dilakukan selama 1, 3 dan 5 jam. Kondisi hidrolisis adalah sama dengan hidrolisis pertama. Setelah waktu hidrolisis tercapai, dilakukan inaktivasi kedua protease dengan pemanasan pada suhu 85 oC selama 30 menit dan didinginkan hingga suhu ruang. Hidrolisat yang terbentuk kemudian disentrifus (Himac CR21G) pada kecepatan 11 900 x g, suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan disaring dengan kertas saring dan dikumpulkan dalam erlenmeyer 500 mL. pH supernatan diatur menjadi 7.0 dengan menggunakan 1 N NaOH atau HCl. Kemudian dilakukan pengukuran konduktivitas supernatan (mS/cm) untuk memonitor konsentrasi garam yang terkandung dalam hidrolisat. Supernatan selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan alat pengering beku (Labconco/LYPH LOCK-18, Kansas) untuk mendapatkan bubuk hidrolisat, dikemas dalam plastik yang dilapisi lembaran aluminium dan disimpan pada suhu -20 oC. Alur kerja penelitian tahap II ditunjukkan pada Gambar 11.

Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan hidrolisat terpilih adalah uji aktivitas inhibitor ACE (Arihara et al. 2001). Karakterisasi fraksi larut air hidrolisat dilakukan terhadap derajat hidrolisis (Cinq-Mars 2006), kandungan protein terlarut dan peptida (Cheng et al. 2008) serta rendemen hidrolisat kering.

Tahapan fraksinasi dan identifikasi peptida inhibitor ACE dari hidrolisat protein daging kambing dilakukan menurut metode Jang dan Lee (2005), Arihara et al. (2001), dengan beberapa modifikasi. Tahapan terdiri atas homogenisasi dan ultrafiltrasi, kromatografi permeasi gel, dan fraksinasi bertahap dengan kromatografi cair bertekanan tinggi model reversed phase.

1. Homogenisasi dan Ultrafiltrasi

Sebanyak 2 g hidrolisat dilarutkan dalam 20 mL air destilata, diaduk selama 30 menit. Kemudian disentrifus pada kecepatan 9391 x g (10 000 rpm) selama 30 menit, suhu 4 oC, menggunakan tabung yang berisi membran ultrafiltrasi ukuran 3 kDa (centrifugal filter unit molecular weight cut-off (MWCO) (Amicon®, Millipore Corp. Bedford, USA). Supernatan yang melewati membran kemudian disaring dengan membran filter 0.45 µm dan dilakukan analisis aktivitas inhibitor ACE. Volume supernatan hasil ultrafiltrasi ditepatkan hingga 10 mL dengan air destilata dan dipersiapkan untuk fraksinasi menggunakan kromatografi permeasi gel.

28

2. Fraksinasi dengan Kromatografi Permeasi Gel

Sebanyak 2.5 mL larutan sampel dari tahap ultrafiltrasi dituang ke dalam kolom kaca berukuran panjang 27 cm, diameter 2 cm yang berisi Sephadex G-10. Air destilata digunakan sebagai fase gerak dengan laju alir berkisar 4.2 - 4.3 mL/menit pada suhu ruang (26-27 oC). Absorbansi eluen diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 215 nm. Fraksinasi dilakukan hingga empat kali. Eluen hasil fraksinasi dikumpulkan menurut nomor fraksi dan kemudian dianalisis aktivitas inhibitor ACE setiap fraksi. Fraksi aktif dengan aktivitas inhibitor ACE tertinggi selanjutnya dikeringbekukan.

3. Fraksinasi dengan Kromatografi Cair Bertekanan Tinggi Model Reversed Phase Fraksinasi pertama : fraksi aktif dari hasil pemisahan kromatografi permeasi gel dilarutkan dalam 1.5 mL air destilata, kemudian difraksinasi dengan kromatografi cair bertekanan tinggi fase terbalik menggunakan kolom CAPCELL PAK C18, MG II 4.6 mm ID x 150 mm (Shiseido, Tokyo, Japan). Elusi mengunakan gradien linier yang terdiri atas pelarut A (0.05 % asam format dalam air destilata (Millipore) dan pelarut B (0.05 % asam format dalam asetonitril) pada laju alir 1 mL/menit, dan absorbansi dibaca pada panjang gelombang 215 nm. Volume satu fraksi yang dikumpulkan adalah 2.5 mL. Setiap fraksi diukur aktivitas inhibitor ACE. Fraksinasi kedua : fraksi yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tertinggi dari fraksinasi pertama selanjutnya difraksinasi dengan kondisi kromatografi yang sama, kemudian setiap fraksi diukur aktivitas inhibitor ACE. Fraksi yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tertinggi selanjutnya dikeringbekukan. Fraksinasi ketiga : fraksi aktif yang terpilih dari fraksinasi kedua selanjutnya dilarutkan dalam air destilata dan difraksinasi menggunakan kolom X BridgeTM BEH 130 C18 3.5 µm, ukuran 2.1 x 100 mm (Waters, Irlandia). Elusi menggunakan gradien linier dengan pelarut A : 0.08 % NH4HCO3 dalam air destilata (Millipore), pelarut B : 0.08 % NH4HCO3 dalam asetonitril, pada laju alir 1 mL/menit. Setiap fraksi yang diperoleh dianalisis aktivitas inhibitor ACE. Fraksinasi keempat : fraksi paling aktif dari fraksinasi ketiga selanjutnya difraksinasi kembali dengan kondisi kromatografi yang sama dengan fraksinasi ketiga, dan dianalisis aktivitas inhibitor ACE. Fraksi tunggal yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi bobot molekul dengan menggunakan kromatografi cair bertekanan tinggi yang dilengkapi dengan spektrum massa, HPLC-MS, serial QP8000 Shimadzu-Biotech, Jepang. Fraksi ini selanjutnya dikumpulkan dan dikeringbekukan untuk diidentifikasi sekuen asam amino penyusunnya.

4. Identifikasi Sekuen Asam Amino

Peptida inhibitor ACE yang diperoleh dari fraksinasi bertahap dengan kromatografi cair bertekanan tinggi model reversed phase selanjutnya dianalisis sekuen asam amino penyusunnya dengan metode degradasi Edman. Alat yang digunakan adalah protein sequencer otomatis (model PPSQ-31A, Shimadzu- Biotech, Jepang) yang dilengkapi dengan sistem pendeteksi PTH-asam amino. Sampel dilarutkan dalam larutan asetonitril 40% (v/v) dan selanjutnya

29 dipindahkan ke atas membran yang sudah diaktivasi dengan polyvinylidene fluoride. Sekuen asam amino dideteksi setelah penempelan dengan polybrene.

Gambar 11 Tahapan kerja penelitian tahap II

Daging kambing giling

Pencampuran daging dalam akuades (daging kambing 100g: akuades 300 mL) akuades)

Homogenisasi dengan blender selama 20 detik, pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit, dinginkan hingga 50 oC,

pengaturan pH 7 dengan NaOH 6N

Hidrolisis II dengan enzim protease kompleks (Flavourzyme, 500 U/g), konsentrasi 0.5%, 1.0 %, 1.5% waktu hidrolisis : 1, 3, 5 jam.

Pengaturan pH setiap 30 menit dengan NaOH 6N

Pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit untuk inaktivasi kedua enzim, kemudian didinginkan hingga suhu kamar

Sentrifugasi 11 900 x g suhu 4 oC, 20 menit, supernatan disaring, pengaturan ke pH 7.0dikeringbekukan

Homogenisasi dan ultrafiltrasi dengan MWCO 3 kDa

aktivitas inhibitor ACE, derajat hidrolisis, kadar protein terlarut, kadar peptida, rendemen

Fraksinasi bertahap dengan HPLC-RP :

tahap 1-2 : kolom MG II (4.6 x150mm), C18

tahap 3-4 : kolom X BridgeTM BEH (2.1 x 100 mm), C18

Peptida inhibitor ACE Identifikasi sekuen asam amino Hidrolisat dengan aktivitas inhibitor ACE tertinggi

Hidrolisis I dengan endoprotease (Protamex, 1.5 AU/g solid), konsentrasi 0.5%, 1.0%, 1.5% selama 60 menit, pH 7, suhu 50 oC.

Pengaturan pH setiap 30 menit

Fraksinasi dengan kromatografi permeasi gel Sephadex G-10 Hidrolisat kasar

30

Dokumen terkait