• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap IV Aplikasi Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang dalam Bentuk Minuman Bentuk Minuman

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Kimia Daging Kambing Kacang

Kajian komposisi kimia berkaitan dengan kandungan nutrisi, pemenuhan gizi dan manfaat kesehatan yang diberikan. Komposisi kimia yang dianalisis hanya menggunakan daging bagian paha belakang yang merupakan bahan baku pembuatan hidrolisat protein daging pada penelitian ini.

Kadar Proksimat

Nilai rata-rata kadar proksimat daging kambing kacang jantan menurut kelompok umur ditunjukkan pada Tabel 9. Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa kadar protein, lemak, abu dan air daging kambing kacang jantan pada kelompok umur <1.5 tahun tidak berbeda dengan kelompok umur >1.5 tahun. Hal ini berkaitan dengan sistem pemeliharaan dan pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Kambing yang digunakan berasal dari peternakan rakyat yang mengalami masa istirahat seminggu sebelum dilakukan pemotongan. Ditinjau dari bobot potong, kedua kelompok ternak memiliki kisaran bobot potong yang tidak berbeda (P<0.05). Kelompok umur < 1.5 tahun memiliki kisaran bobot potong 14- 20 kg sedangkan kelompok umur > 1.5 memiliki kisaran bobot potong 13-24 kg. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan umur tidak sejalan dengan peningkatan bobot potong ternak, peningkatan umur tidak menyebabkan perbedaan kadar proksimat daging kambing kacang.

Kecenderungan hasil penelitian ini sama dengan penelitian Jibir et al. (2010), yang menyatakan bahwa faktor umur, jenis kambing dan kondisi puasa sebelum pemotongan tidak mempengaruhi kadar air, protein, lemak dan abu daging kambing Nigeria (Sahel dan Sokoto Red). Penelitian Jibir et al. (2010), menunjukkan bahwa kadar air, protein, lemak dan abu per 100 gram daging kambing secara berturut-turut adalah sebagai berikut : 75.59 g, 19.19 g, 3.67 g dan 1.55 g.

Tabel 9 Kadar proksimat kambing kacang jantan pada dua kelompok umur (nilai rata-rata ± simpangan baku)

Komponen < 1.5 tahun (n=5) >1.5 tahun (n=4) Air (g/100 g) Protein (g/100g) Lemak (g/100g) Abu (g/100g) 74.51 ± 1.65 23.47 ± 1.01 1.56 ± 0.36 1.04 ± 0.03 73.82 ± 2.04 23.23 ± 0.92 1.03 ± 0.20 1.08 ± 0.05 Keterangan : tidak berbeda nyata pada P < 0.05

Sunarlim dan Setiyanto (2005), komposisi kimia kambing kacang umur 1 tahun yang digemukkan dengan pemberian konsentrat selama 4-5 bulan menunjukkan bahwa daging paha kambing kacang memiliki kadar proksimat yang sama dengan kedua kelompok umur ternak pada penelitian ini, dengan kadar air (72.70 g), kadar protein (19.74 g), kadar lemak (1.20 g) dan abu (1.07 g). Kedua kelompok umur pada penelitian ini memiliki kadar protein daging yang sama dengan daging merah pada umumnya. Kadar protein daging merah berkisar antara

41 20-25 g/ 100 g (William 2007). Tingginya kadar protein menunjukkan bahwa daging kambing kacang berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan hidrolisat protein.

Data pada Tabel 9 juga menunjukkan bahwa daging kambing dari kedua kelompok umur memiliki kadar lemak yang rendah dari kadar lemak daging merah secara umum. Menurut William (2007), kadar lemak daging merah berkisar 1.5 – 4.7 g/100 g, sedangkan USDA (2001) melaporkan bahwa kadar lemak daging merah berkisar 2.6 – 8.2 g/80 g. Rendahnya kadar lemak dalam daging kambing disebabkan perlakuan trimming pada proses persiapan daging sehingga daging kambing hanya mengandung lemak intramuskular saja. Studi literatur menunjukkan bahwa daging kambing mengandung lemak intramuskular yang lebih rendah dibandingkan daging domba dan daging merah lainnya (Babiker et al. 1990). Dengan semakin bertambahnya bobot hidup, proporsi lemak subkutan lebih banyak dari lemak intramuscular (Murphy et al. 1994). Daging kambing dianggap lebih lean dibandingkan daging sapi dan domba, hanya sedikit lemak yang menutupi daging dan mengandung sangat sedikit lemak dalam jaringan intramuscular (Van Niekerk dan Casey 1988).

Kadar lemak yang rendah menyebabkan daging kambing tergolong kepada daging sehat serta merupakan makanan terapi untuk penderita penyakit jantung. Hasil penelitian menunjukkan 80% pasien yang mengonsumsi daging kambing dapat menurunkan kondisi hiperlipemiknya (Addrizo 2000).

Komposisi Asam Amino

Nilai rata-rata komposisi asam amino daging kambing kacang jantan menurut kelompok umur ditunjukkan pada Tabel 10. Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa komposisi asam amino daging kambing kacang jantan umur <1.5 tahun tidak berbeda dengan umur >1.5 tahun. Hal ini berkaitan dengan kadar protein yang dikandungnya, kedua kelompok umur mengandung protein yang tidak berbeda.

Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa asam glutamat merupakan jenis asam amino utama dalam daging kambing kacang pada kedua kelompok umur. Tiga asam amino dominan lainnya adalah asam aspartat, lisina dan leusina. Hasil penelitian ini hampir sama dengan Sheridan et al. (2003), asam amino yang dominan pada daging anak kambing boer adalah asam glutamat, asam aspartat, glisina, lisina dan leusina.

Semakin tua usia ternak secara signifikan meningkatkan kadar leusina, valina dan threonina serta menurunkan kadar lisina. Perbedaan usia ternak tidak mempengaruhi kadar asam glutamat, glisina, serina, isoleusina, prolina, hidroksiprolina, metionina, asam aspartat, tirosina, fenilalanina, arginina, histidina,triptofan dan sistein (Schonfeldt et al. 2010).

Daging kambing kacang mengandung kadar asam glutamat, asam aspartat, lisina dan leusina yang cukup tinggi. Setiap jenis asam amino memiliki peran fisiologis dalam tubuh. Menurut Vasdev dan Stuckless (2010), sekuen asam amino yang terkandung di dalam daging berhubungan erat dengan fungsi fisiologis bagi tubuh manusia. Dua kelompok sekuen asam amino yang berperan dalam mekanisme penurunan tekanan darah yakni kelompok GSH-glutamat, arginina, sisteina dan kelompok leusina. Kelompok pertama menurunkan tekanan darah

42

dengan cara memperbaiki resistensi insulin, memodulasi sistem renin angiotensin, memperbaiki fungsi ginjal. Kelompok kedua menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan lemak tubuh, memperbaiki resistensi insulin dan memelihara massa otot dengan meningkatkan sintesis protein. Di lihat dari komposisi asam amino tersebut (Tabel 10), daging kambing kacang jantan mengandung kedua kelompok asam amino yang berperan dalam menurunkan tekanan darah.

Tabel 10 Komposisi asam amino kambing kacang jantan pada dua kelompok umur (nilai rata-rata ± simpangan baku)

Asam amino (g/100 g berat basah) <1.5 tahun (n=5) >1.5 tahun (n=4) Kelompok asam Asam Aspartat 1.83 ± 0.07 1.80 ± 0.16 Asam Glutamat 3.34 ± 0.13 3.29 ± 0.26 Kelompok polar Serina 0.79 ± 0.04 0.78 ± 0.06 Tirosina 0.72 ± 0.02 0.71 ± 0.06 Treonina 0.92 ± 0.05 0.89 ± 0.09 Glisina 1.15 ± 0.20 1.13 ± 0.23 Kelompok basa Arginina 1.39 ± 0.08 1.35 ± 0.11 Histidina 0.56 ± 0.07 0.57 ± 0.09 Lisina 1.84 ± 0.23 1.79 ± 0.32 Kelompok hidrofobik Alanina 1.24 ± 0.08 1.22 ± 0.09 Valina 0.98 ± 0.04 0.97 ± 0.07 Fenilalanina 0.83 ± 0.03 0.82 ± 0.06 Isoleusina 0.94 ± 0.03 0.93 ± 0.08 Leusina 1.56 ± 0.06 1.53 ± 0.11 Metionina 0.56 ± 0.02 0.54 ± 0.05

Total Asam amino 18.65 ± 1.15 18.32 ± 1.84 Keterangan : tidak berbeda nyata pada P < 0.05

Dari Tabel 10, ditinjau dari kelompok asam amino, asam amino asam dan basa, terdapat dalam jumlah yang cukup tinggi. Kelompok hidrofobik memiliki kandungan yang lebih tinggi dari polar. Profil asam amino ini tidak berbeda di antara dua kelompok umur. Studi literatur menunjukkan bahwa keberadaan residu asam amino hidrofobik berkaitan dengan aktivitas inhibitor ACE (Chinq-Mars 2006 ; Ryan et al. 2011). Profil ini menunjukkan bahwa keberadaan asam amino hidrofobik dalam daging kambing dapat berperan sebagai sekuen inhibitor ACE.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa komposisi kimia daging kambing kacang yang tidak berbeda dari kedua kelompok umur potong memberikan arti bahwa daging kambing kacang yang berusia >1.5 tahun (kambing tua) berpotensi dijadikan bahan baku hidrolisat sehingga produktivitas kambing tetap meningkat karena tidak memanfaatkan kambing muda sebagai bahan baku dalam pengolahan hasil ternak kambing.

43

Produksi dan Karakterisasi Fraksi Larut Air Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang

Pembuatan Hidrolisat Protein

Pembuatan hidrolisat protein daging kambing kacang pada penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan hidrolisat yang memiliki aktivitas inhibitor ACE. Sumber protein yang digunakan adalah daging kambing yang sudah dihilangkan bagian lemak subkutan dan intermuskularnya. Untuk memudahkan proses hidrolisis, daging kambing digiling hingga lima kali dengan menggunakan penggiling daging yang bertujuan untuk mendapat ukuran yang seragam dan memperluas permukaan substrat.

Pemilihan kombinasi enzim endoprotease Protamex dan protease kompleks Flavourzyme pada penelitian ini adalah berdasarkan sifat food-grade yang dimilikinya, juga bertujuan menghasilkan hidrolisat yang dihasilkan tidak berasa pahit. Sifat ini diinginkan karena aplikasi akhir dari penelitian ini adalah pembuatan minuman dari hidrolisat. Rasa pahit merupakan permasalahan utama dalam penggunaan hidrolisat pada berbagai aplikasi, khususnya pada produk minuman (Kamara et al. 2011).

Kombinasi endoprotease yang dilanjutkan dengan eksopeptidase dilaporkan dapat memperbaiki profil flavor peptida. Asam amino bebas lebih tidak pahit dibandingkan dalam bentuk peptida. Rasa pahit peptida meningkat jika residu hidrofobik menempati non-terminal, sehingga karboksipeptidase atau aminopeptidase berguna dalam debittering campuran hidrolisat (Adler-Nissen 1986). Endoprotease dalam penelitian ini digunakan dalam satu jam pertama hidrolisis yang berguna dalam memotong ikatan peptida bagian dalam protein, selanjutnya dilakukan penambahan protease kompleks yang memiliki aktivitas endo dan eksopeptidase untuk melengkapi proses hidrolisis sesuai dengan waktu yang ditentukan, proses hidrolisis ini dikenal dengan metode sequentially hydrolysis (Adler-Nissen 1986). Kedua enzim ini memiliki pH optimum pada pH 7 dan kisaran suhu 50-60 oC (Chinq-Mars 2007), sehingga memudahkan proses hidrolisis dengan metode sequentially hydrolysis.

Kondisi hidrolisis pada penelitian ini dimonitor setiap 30 menit untuk menjaga agar hidrolisis berlangsung optimum dan dapat memantau derajat hidrolisisnya, sehingga diperlukan pengaturan pH dengan metode pH stat. Selain itu hidrolisis protein pada pH netral (7.0) atau di atasnya akan melepaskan ion hidronium (H3O+) yang menyebabkan pH menjadi turun, dimana jika diikuti dengan penurunan yang konstan akan mempengaruhi sifat ionisasi enzim dan akibatnya kemampuan katalitik berkurang dan menyebabkan denaturasi. Seperti diketahui bahwa kesesuaian substrat terhadap hidrolisis enzim sangat dipengaruhi pH, sehingga diperlukan pengaturan pH dengan metode pH-stat (Adler-Nissen 1986).

Teknik pH stat memantau derajat hidrolisis dengan menambahkan basa (atau asam bergantung pada pH hidrolisis) untuk mempertahankan pH konstan selama hidrolisis. Jumlah basa yang digunakan berbanding lurus dengan derajat hidrolisis (Nielsen et al. 2001).

Penentuan konsentrasi enzim dalam pembuatan hidrolisat adalah berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dengan mempertimbangkan derajat

44

hidrolisis, rendemen fraksi larut air yang dihasilkan serta aktivitas inhibitor ACE, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Kombinasi konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis digunakan untuk mendapatkan hidrolisat yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tertinggi yang dicirikan dengan derajat hidrolisis tertentu. Hal ini sesuai dengan Jang dan Lee (2005); Rui et al. (2012); yang menyatakan bahwa derajat hidrolisis merupakan fungsi dari waktu hidrolisis. Berbeda jenis enzim maupun sumber protein dalam pembuatan hidrolisat akan menghasilkan peptida dengan aktivitas fisiologis yang berbeda pula, termasuk aktivitas inhibitor ACE (Geirsdottir 2009).

Tabel 11 Penelitian pendahuluan optimasi kondisi hidrolisis dengan kombinasi dua protease

Kondisi reaksi 1

Konsentrasi enzim, waktu hidrolisis Derajat hidrolisis (%)

Rendemen (%)

Aktivitas inhibitor ACE (%) 0.01 % P, 1 jam + 0.01 % F 0.5 jam 0.27* 11.88 Tidak diuji 0.01 % P, 1 jam + 0.01 % F 1 jam 0.42* 18.01 Tidak diuji 0.01 % P, 1 jam + 0.02 % F 2 jam 0.86* 21.00 Tidak diuji 0.02 % P, 1 jam + 0.02 % F 2 jam 0.99* 20.68 Tidak diuji 0.02 % P, 1 jam + 0.02 % F 4 jam 1.38* 30.52 Tidak diuji Kondisi reaksi 2

0.01 % P, 1 jam + 0.01% F 4 jam 1.34** 28.59 Tidak diuji 0.01 % P, 1 jam + 0.02% F 4 jam 2.74** 31.03 Tidak diuji Kondisi reaksi 3

0.2 % P, 1 jam + 0.2 % F 4 jam 12.90** 34.72 32.93 ± 8.21 0.5 % P, 1 jam + 0.5 % F 4 jam 13.93** 73.89 37.74 ± 0.39

Captopril*** 55.95 ± 32.0

Keterangan :

Kondisi reaksi 1: hidrolisis I dengan endoproteaseinaktivasihidrolisis II dengan protease kompleks, pH 6.8, suhu 50 oC

Kondisi reaksi 2 : hidrolisis I dengan endoprotease selama 1 jamhidrolisis II dengan protease kompleks, pH 6.8, suhu 50 oC

Kondisi reaksi 3 : hidrolisis I dengan endoprotease selama 1 jamhidrolisis II dengan protease kompleks, pH 7.0, suhu 50 oC

P : endoprotease, F : protease kompleks, * : derajat hidrolisis diukur dengan metode fraksi protein yang larut asam trikloro asetat, ** derajat hidrolisis diukur dengan metode pH stat. Rendemen dihitung berdasarkan berat bubuk hidrolisat yang diperoleh terhadap padatan daging kambing. ***Obat antihipertensi komersil sebagai referensi.

Berdasarkan Tabel 11, kondisi reaksi 1 menunjukkan derajat hidrolisis yang masih rendah karena proses hidrolisis oleh kedua protease dilakukan secara terpisah, konsentrasi enzim yang lebih rendah sehingga rendemen yang diperoleh sedikit meskipun waktu hidrolisis diperpanjang hingga 4 jam. Untuk meningkatkan derajat hidrolisis dan rendemen, kondisi reaksi 2 dilakukan dengan penggunaan protease komersil secara berurutan tanpa menginaktivasi salah satu protease selama hidrolisis. Kondisi reaksi 3, menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi protease hingga 10 kali lipat menyebabkan derajat hidrolisis dan rendemen hidrolisat menjadi lebih tinggi. Kondisi reaksi 3 ditetapkan sebagai

45 kondisi hidrolisis untuk tahapan pembuatan hidrolisat. Kondisi reaksi 3 ini dikenal dengan hidrolisis berurutan (sequentially hydrolysis) dengan endoprotease yang dilanjutkan dengan protease kompleks pada pH 7.0. Konsentrasi enzim 0.5% yang dijadikan dasar dalam pembuatan hidrolisat. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis terhadap aktivitas inhibitor ACE, pada penelitian ini menggunakan 3 konsentrasi enzim yakni 0.5%, 1.0% dan 1.5% serta waktu hidrolisis 2, 4 dan 6 jam.

Proses terminasi hidrolisis perlakuan panas pada suhu 85 oC selama 30 menit, yang bertujuan menghentikan reaksi hidrolisis dengan cara mendenaturasi kedua enzim. Enzim yang terdenaturasi ini selanjutnya dipisahkan dari dalam hidrolisat menggunakan teknik sentrifugasi (Aristoy et al. 2013). Sentrifugasi pada kecepatan tinggi (> 10 000 x g) pada suhu 4 oC selama 20 menit selain dapat memisahkan enzim juga bertujuan memisahkan fraksi lemak dari hidrolisat. Fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang dikeringbekukan untuk mengetahui rendemennya berdasarkan berat padatan daging.

Rendemen dan Derajat Hidrolisis

Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis mempengaruhi nilai rendemen dan derajat hidrolisis yang dihasilkan, meskipun tidak terdapat interaksi di antara kedua faktor tersebut. Penggunaan konsentrasi enzim endoprotease dan protease kompleks hingga 1.5% dan waktu hidrolisis 6 jam menghasilkan rendemen dan derajat hidrolisis yang nyata lebih tinggi dari perlakuan lainnya (p< 0.05). Nilai rata-rata rendemen fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Rendemen fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang (nilai rata-rata ± simpangan baku)

Konsentrasi Enzim Rendemen (%) pada Waktu Hidrolisis (% b/b ) (2 jam) (4 jam) (6 jam) 0.5% P + 0.5 % F 49.88±4.71 51.78±2.74 65.10±1.45 1.0 % P + 1.0 % F 51.82±8.33 57.98±1.10 67.17±1.25 1.5 % P + 1.5 % F 68.31±2.17 69.53±6.70 76.01±1.04

Kontrol 22.37±6.12

Keterangan : P : endoprotease, F : protease kompleks, Rendemen dihitung berdasarkan berat padatan daging kambing, Kontrol : fraksi larut air larutan daging kambing kacang setelah

pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan tidak dihidrolisis dengan protease.

Rendemen dan derajat hidrolisis meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah ikatan peptida yang terputus akibat jumlah enzim bertambah dan waktu hidrolisis yang lebih lama. Bila dibandingkan dengan kontrol sebagai referensi, hidrolisis dengan kombinasi protease dapat meningkatkan persentase rendemen fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang. Dengan demikian, masing- masing faktor konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis ini dapat menghasilkan kadar asam amino bebas, peptida dan protein berberat molekul rendah dalam jumlah yang lebih banyak. Senyawa yang dihasilkan ini bersifat mudah larut dalam air (Toro dan Garcia-Carreno 2002) dan meningkatkan rendemen fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang. Hal ini sesuai dengan Tavano (2013) yang menyatakan bahwa proteolisis berperan penting dalam pemutusan ikatan

46

peptida, sehingga menurunkan berat molekul protein, namun meningkatkan jumlah asam amino bebas, gugus karboksil dan peptida rantai pendek.

Endoprotease yang digunakan dalam pembuatan hidrolisat protein daging kambing kacang memfasilitasi pemutusan awal ikatan peptida pada bagian dalam protein yang dapat meningkatkan jumlah N-terminal yang memudahkan aksi eksopeptidase (Cinq-Mars 2006). Penggabungan endo dan eksopeptidase umumnya dipilih karena kemampuannya menghasilkan rendemen dan derajat hidrolisis yang lebih tinggi, fenomena tersebut juga ditemukan pada penelitian ini. Nchienzia et al. (2010) menyatakan bahwa kombinasi Alcalase dan Flavorzyme secara berurutan menghasilkan hidrolisat dengan nilai derajat hidrolisis maksimum 11.1 % dan rendemen hidrolisat 58%. Nilai rata-rata derajat hidrolisis hidrolisat protein daging kambing kacang, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13 Derajat hidrolisis hidrolisat protein daging kambing kacang

(nilai rata-rata ± simpangan baku)

Konsentrasi Enzim Derajat hidrolisis (%) pada Waktu Hidrolisis

(% b/b ) (2 jam) (4 jam) (6 jam) 0.5 % P + 0.5 % F 10.41±1.18 18.18±0.54 22.35±0.20 1.0 % P + 1.0 % F 12.53±1.07 21.10±0.16 23.59±1.06 1.5 % P + 1.5 % F 16.14±0.53 22.88±0.00 26.33±0.44

Kontrol 0.00

Keterangan : P : endoprotease, F : protease kompleks, Kontrol : fraksi larut air larutan daging

kambing kacang setelah pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan tidak dihidrolisis dengan

protease.

Bila dibandingkan dengan kontrol sebagai referensi (Tabel 13), hidrolisis dengan kombinasi protease selama 2 – 6 jam dapat meningkatkan derajat hidrolisis sebesar 10-26%. Derajat hidrolisis sangat ditentukan oleh aktivitas kedua enzim yang digunakan. Protamex merupakan endoprotease serin yang memotong ikatan peptida bagian dalam protein secara acak sehingga dihasilkan oligopeptida yang beragam. Flavourzyme merupakan protease kompleks yang juga mengandung aminopeptidase (eksopeptidase), memotong protein atau peptida secara bertahap dari bagian ujung amino (Sumantha et al. 2006). Kombinasi kedua enzim ini pada konsentrasi yang sama dapat meningkatkan derajat hidrolisis dengan bertambahnya waktu hidrolisis.

Derajat hidrolisis merupakan parameter kunci reaksi hidrolisis dan digunakan untuk memantau keberlangsungan hidrolisis. Derajat hidrolisis menggambarkan persentase ikatan peptida yang terputus selama hidrolisis sehingga dihasilkan peptida-peptida pendek (Nielsen et al. 2001). Studi literatur menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara derajat hidrolisis dan aktivitas inhibitor ACE, umumnya aktivitas inhibitor ACE meningkat sejalan dengan meningkatnya derajat hidrolisis (Chen et al. 2012). Jang dan Lee (2005) menyatakan bahwa kombinasi proteinase A dan termolisin menghasilkan peptida inhibitor ACE dari protein daging sapi dengan aktivitas tertinggi pada derajat hidrolisis 70%. Fenomena tersebut berbeda dengan penelitian ini, kombinasi endoprotease dan protease kompleks mampu menghasilkan hidrolisat dengan aktivitas inhibitor ACE tertinggi pada derajat hidrolisis 18%, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Hal ini diduga karena perbedaan jenis enzim yang

47 digunakan dalam menghasilkan hidrolisat. Studi literatur menunjukkan bahwa termolisin dikenal dapat menghasilkan hidrolisat dengan aktivitas inhibitor ACE potensial (Arihara et al. 2001; Ghassem et al. 2011). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi endoprotease dan protease kompleks mampu menghasilkan hidrolisat dengan aktivitas inhibitor ACE yang potensial.

Kadar Protein Terlarut dan Peptida

Kadar protein terlarut dan peptida fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang ditunjukkan pada Tabel 14 dan 15. Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis tidak mempengaruhi kadar protein terlarut fraksi larut air hidrolisat kering. Bila dibandingkan dengan kontrol, hidrolisis dengan kombinasi protease dapat meningkatkan kadar protein terlarut dan kadar peptida fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang. Tabel 14 Kadar protein terlarut fraksi larut air hidrolisat protein daging

kambing kacang (nilai rata-rata ± simpangan baku)

Konsentrasi Enzim Kadar Protein Terlarut (mg/g) pada Waktu Hidrolisis

(% b/b) (2 jam) (4 jam) (6 jam)

0.5 % P + 0.5 % F 534.71±7.20 550.69±0.66 559.02±32.92

1.0 % P + 1.0 % F 544.36±31.27 554.79±43.94 575.11±26.05

1.5 % P + 1.5 % F 562.11±34.00 565.40±27.75 579.89±2.41

Kontrol 427.45±16.19

Keterangan : P : endoprotease, F : protease kompleks, Kontrol : fraksi larut air larutan daging

kambing kacang setelah pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan tidak dihidrolisis dengan

protease.

Tabel 15 Kadar peptida fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang (nilai rata-rata ± simpangan baku)

Konsentrasi Enzim Kadar Peptida (mg/g) pada Waktu hidrolisis (% b/b) (2 jam) (4 jam) (6 jam)

0.5 % P + 0.5 % F 400.44±42.86 406.61±22.59 435.22±8.73

1.0 % P + 1.0 % F 402.00±37.32 431.15±12.55 476.96±3.10

1.5 % P + 1.5 % F 452.81±32.58 491.24±15.06 520.77±4.94

Kontrol 387.54±16.78

Keterangan : P : endoprotease, F : protease kompleks, Kontrol : fraksi larut air larutan daging

kambing kacang setelah pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan tidak dihidrolisis dengan

protease.

Kadar protein terlarut dan peptida berkaitan dengan aktivititas inhibitor ACE dari hidrolisat. Meskipun tidak selalu kadar protein terlarut dan peptida yang tertinggi akan menghasilkan hidrolisat dengan aktivitas inhibitor ACE tertinggi pula. Ghassem et al. (2011) menyatakan bahwa hidrolisat dengan kadar protein terlarut dan peptida yang tinggi tidak menghasilkan aktivitas inhibitor ACE yang tertinggi. Kadar peptida hidrolisat berguna sebagai variabel penentu dalam menentukan rasio efisiensi penghambatan.

48

Aktivitas Inhibitor ACE Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang

Seleksi awal dilakukan untuk mendapatkan hidrolisat yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tertinggi. Hidrolisat diuji pada dua konsentrasi yakni 0.5 mg/mL dan 1.0 mg/mL. Pada konsentrasi rendah yakni 0.5 mg/mL, semua fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang menunjukkan aktivitas inhibitor ACE, namun aktivitas tertinggi berasal dari hidrolisat yang dibuat dengan penambahan 0.5% b/b endoprotease dan eksopeptidase secara berurutan yang dihidrolisis selama 4 jam. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, yakni 1.0 mg/mL, semua fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang memiliki aktivitas inhibitor ACE yang cukup tinggi yakni berkisar antara 48%-58%, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Aktivitas inhibitor ACE hidrolisat protein daging kambing kacang. Analisis dilakukan dua kali ulangan. () konsentrasi hidrolisat 0.5 mg/mL, (฀) konsentrasi hidrolisat 1 mg/mL.

Analisis keragaman menunjukkan bahwa hanya faktor waktu hidrolisis yang mempengaruhi aktivitas inhibitor ACE hidrolisat. Pada konsentrasi hidrolisat 0.5 mg/mL, menunjukkan bahwa aktivitas inhibitor ACE hidrolisat yang dihidrolisis selama 4 dan 6 jam nyata lebih tinggi dari hidrolisat yang dibuat selama 2 dan 6 jam (p<0.05). Namun, pada konsentrasi hidrolisat 1 mg/mL, aktivitas inhibitor ACE tertinggi berasal dari hidrolisat yang dihidrolisis selama 4 jam (p<0.05). Oleh sebab itu perlakuan yang dipilih adalah hidrolisat yang berasal dari 4 jam hidrolisis dengan konsentrasi enzim yang digunakan 0.5%. Hidrolisat inilah yang digunakan untuk tahap fraksinasi, uji in vivo serta aplikasi pembuatan minuman.

Aktivitas inhibitor ACE yang lebih tinggi pada hidrolisat yang berasal dari 4 jam waktu hidrolisis dibandingkan dengan hidrolisat yang berasal dari 2 dan 6 jam waktu hidrolisis berkaitan dengan derajat hidrolisis. Bila ditinjau dari waktu hidrolisis, aktivitas inhibitor ACE tertinggi dari semua perlakuan berasal dari 4 jam waktu hidrolisis dengan derajat hidrolisis berkisar antara 18-22% (Tabel 13).

0 10 20 30 40 50 60 70 2 j 4 j 6 j 2 j 4 j 6 j 2 j 4 j 6 j A k ti v it a s In h ib it o r A C E ( % )

Hidrolisat protein daging kambing kacang [konsentrasi enzim: waktu hidrolisis (jam)]

49 Nilai derajat hidrolisis berbeda untuk setiap hidrolisis menggunakan protease dalam menghasilkan aktivitas inhibitor ACE yang tinggi (Jang dan Lee, 2005; Chen et al. 2012).

Aktivitas tertinggi ini berasal dari peptida-peptida yang dihasilkan selama hidrolisis memiliki afinitas yang kuat dengan sisi aktif enzim ACE dan dapat mengganggu aktivitas katalitiknya sehingga menghambat aktivitas ACE dalam menghidrolisis substrat hippuril-histidil-leusin pada uji secara in vitro (Ryan et al. 2011). Pada derajat hidrolisis yang lebih rendah atau yang lebih tinggi dari 18%, kemampuan interaksi dengan menjadi ACE berkurang. Hal ini berkaitan dengan ukuran dan struktur peptida yang dihasilkan dari proses hidrolisis. Pada derajat hidrolisis yang lebih rendah, peptida yang terkandung dalam hidrolisat berukuran lebih besar sehingga afinitasnya terhadap sisi aktif ACE menjadi lemah. Sebaliknya pada derajat hidrolisis yang lebih tinggi, hidrolisat mengandung sejumlah peptida berukuran kecil dan asam amino bebas, namun memiliki afinitas lemah terhadap sisi aktif ACE yang menyebabkan aktivitas penghambatan menjadi berkurang. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14 dan Tabel 15, kadar protein terlarut dan peptida yang lebih tinggi pada perlakuan 6 jam hidrolisis tidak menyebabkan aktivitas inhibitor ACE menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan hidrolisat lainnya. Studi literatur menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat mengenai ukuran dan struktur asam amino peptida dengan aktivitas inhibitor ACE. Peptida yang memiliki aktivitas bioaktif biasanya berupa peptida kecil dengan kisaran bobot molekul <5 kDa atau tersusun atas 2 – 5 residu asam amino (Geirsdottir 2009). Peptida inhibitor ACE potensial umumnya berupa

Dokumen terkait