• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan golongan senyawa aktif yang memberikan zona hambat pertumbuhan bakteri pada uji KLT-bioautografi dilakukan dengan penyemprotan plat KLT dengan beberapa pereaksi. Kromatogram dan hasil penyemprotan dengan pereaksi semprot dapat dilihat pada Gambar 20. Sebelum dilakukan penyemprotan, hasil elusi tampak 3 bercak (hRf 44, 56, dan 75) yang mengalami peredaman di bawah sinar UV 254 nm dan fluoresensi kuning kehijauan di bawah sinar UV 365 nm, sedangkan di bawah sinar tampak hanya terlihat warna kuning pucat pada bercak hRf 44. Plat silika gel 60 F254 akan berfluorosensi kuning-hijau jika terkena sinar UV 254 nm karena dilapisi oleh senyawa yang dapat berfluoresensi seperti fluorescin. Senyawa yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi dalam struktur molekulnya akan mengabsorbsi sinar UV sehingga bagian plat yang terdapat bercak senyawa tersebut akan terjadi peredaman. Sementara itu, senyawa yang mampu berfluoresensi dibawah sinar UV 366 nm menunjukkan bahwa senyawa tersebut mempunyai gugus kromofor dan auksokrom (Aprisani dan Astuti, 2005).

Berikut hasil yang diperoleh setelah penyemprotan plat KLT.

1. Pereaksi vanilin-H2SO4 digunakan untuk deteksi senyawa terpenoid, steroid, komponen minyak atsiri seperti senyawa alkohol dan fenol (Wagner dan Bladt, 1996; Sutrisno, 1986). Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna bercak menjadi biru, hijau, merah atau coklat di bawah sinar tampak setelah pemanasan 110oC selama 10 menit.

65

Sebelum dilakukan penyemprotan dengan vanilin-H2SO4, ketiga bercak (hRf 44, 56, dan 75) pada plat KLT berupa peredaman di bawah sinar UV 254 nm dan fluoresensi kuning-kehijauan di bawah sinar UV 365 nm sehingga dapat dikatakan senyawa pada ketiga bercak tersebut tidak termasuk golongan terpenoid. Hal ini dikarenakan senyawa terpenoid tidak memberikan peredaman dan fluoresensi di bawah sinar UV.

Setelah penyemprotan dengan vanilin-H2SO4, bercak pada hRf 44 berwarna coklat kehijauan sedangkan bercak dengan hRf 75 berwarna merah di bawah sinar tampak (Gambar 20.1a). Berdasarkan hasil ini, bercak pada hRf 44 dan 75 diduga termasuk golongan senyawa fenolik atau turunan fenil propanoid dengan gugus –OH fenolik. Mekanisme aksi vanilin-H2SO4 adalah mengabstraksi atom H pada ikatan C-C senyawa organik sehingga membentuk ikatan rangkap dua (C=C). Ikatan rangkap terkonjugasi akan menjadi lebih panjang dan dapat menyerap sinar pada panjang gelombang visibel.

2. Pereaksi DNPH digunakan untuk mendeteksi senyawa keton dan aldehida (Wagner dan Bladt, 1996). Senyawa DNPH akan bereaksi dengan menyerang gugus karbonil keton dan aldehida sehingga terbentuk senyawa hidrazon yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang lebih panjang dari sebelumnya dan terlihat di bawah sinar tampak. Senyawa dengan gugus keton dan aldehid akan menghasilkan warna kuning hingga oranye-kuning di bawah sinar tampak (Jork dkk., 1990). Berikut reaksi antara senyawa keton atau aldehid dengan DNPH.

Gambar 17. Reaksi antara senyawa keton dan aldehida terhadap reagen 2,4-DNPH menghasilkan hidrazon yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi lebih panjang

(Jork dkk., 1990)

Sebelum dilakukan penyemprotan, hanya bercak pada hRf 44 yang terlihat kuning pucat samar di bawah sinar tampak, setelah dilakukan penyemprotan dan pemanasan pada 100oC selama 5 menit terhadap plat KLT, bercak pada

hRf 44 berwarna oranye-kuning di bawah sinar tampak dan kedua bercak

lainnya (hRf 56 dan 75) tidak menimbulkan perubahan warna (Gambar 20.1b). Bercak pada hRf 44 dapat memberikan tanggapan positif dengan pereaksi DNPH, hal ini berarti senyawa pada bercak tersebut memiliki gugus keton atau aldehida. Bercak pada hRf 56 dan 75 bukan termasuk golongan senyawa yang memiliki gugus keton atau aldehid karena tidak bereaksi positif dengan pereaksi DNPH.

3. FeCl3 merupakan pereaksi khas untuk deteksi senyawa fenolik. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna bercak menjadi merah, hijau, ungu, biru atau hitam kuat di bawah sinar tampak (Harborne, 1987). Perubahan warna yang terjadi merupakan akibat dari terbentuknya kompleks ion Fe3+ dengan gugus –OH dari senyawa fenol.

Setelah penyemprotan, bercak pada hRf 44 mengalami perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah bata di bawah sinar tampak, sedangkan kedua bercak lainnya (hRf 56 dan 75) tidak mengalami perubahan warna (Gambar 20.1c). Hal ini menunjukkan bercak pada hRf 44 termasuk senyawa

67

dengan gugus fenol. Senyawa fenol merupakan golongan besar senyawa alam yang dapat bereaksi secara khas dengan FeCl3.

4. Komponen utama reagen sitroborat adalah H3BO3 yang dapat membentuk kompleks khelat dengan gugus orto dihidroksi dan orto hidroksi karbonil seperti pada senyawa kumarin, flavonoid dan kuinon (benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon). Hasil positif ditandai dengan terbentuknya fluoresensi bercak di bawah sinar UV 365 nm. Sebagai contoh adalah reaksi yang terjadi pada gugus orto dihidroksi flavonoid di bawah ini.

Gambar 18. Reaksi antara asam borat dengan gugus orto dihidroksi pada flavonoid (Markham dkk., 1988)

Setelah penyemprotan, bercak pada hRf 44 menghasilkan pendaran kuning kehijauan di bawah sinar UV 365 nm yang lebih intens dari sebelumnya (Gambar 20.3d). Hal ini menunjukkan terbentuknya kompleks antara gugus orto dihidroksi atau orto hidroksi karbonil dengan ion borat sehingga intensitas fluoresensi bercak di bawah sinar UV 365 nm menjadi lebih jelas. Berdasarkan hasil ini, bercak pada pada hRf 44 diduga senyawa dengan gugus orto dihidroksi atau orto hidroksi karbonil yang terikat pada cincin aromatik. Senyawa kumarin, flavonoid dan kuinon memiliki cincin aromatik dengan gugus orto dihidroksi atau orto hidroksi karbonil. Senyawa kumarin

merupakan turunan fenil propanoid yang disintesis melalui jalur sikimat (shikimate pathway) (Dewick, 2009), sedangkan senyawa kuinon merupakan turunan dari poliketida yang disintesis melaui jalur biosintesis asam asetat-malonat (Luckner, 1984). Kedua golongan senyawa ini banyak dijumpai sebagai metabolit sekunder pada fungi, sedangkan senyawa flavonoid termasuk jarang diproduksi oleh fungi (Mousa dan Raizada, 2013). Oleh karena itu, bercak pada hRf 44 mungkin termasuk senyawa turunan kumarin atau kuinon dengan gugus orto dihidroksi atau orto hidroksi karbonil.

5. Pereaksi Dragendorff digunakan untuk deteksi senyawa alkaloid dan senyawa nitrogen heterosiklik. Hasil positif ditunjukkan dengan bercak berwarna merah jingga atau coklat jingga dengan latar belakang kelabu pucat atau kuning berdasarkan pembentukan kompleks alkaloid dengan bismuth metalik yang merupakan komponen dari pereaksi (Wagner dan Bladt, 1996).

Sebelum penyemprotan, terlihat bercak kuning pucat pada hRf 44 di bawah sinar tampak, sedangkan di bawah sinar UV 254 nm terlihat pemadaman pada

hRf 44, 56, dan 75, dan di bawah sinar UV 365 nm ketiga bercak terlihat

fluoresensi kuning kehijauan. Setelah penyemprotan, tidak terlihat perubahan warna bercak menjadi merah jingga atau coklat (Gambar 20.1e). Oleh karena itu, dapat disimpulkan metabolit DJ2 tidak termasuk senyawa alkaloid atau nitrogen heterosiklik.

6. Pereaksi serium-asam sulfat digunakan untuk mendeteksi senyawa alkaloid indol (Harborne, 1987), fenolik, steroid alkaloid, steroid sapogenin, dan senyawa organik yang mengandung iodin (Stahl, 1969). Hasil positif

69

ditunjukkan dengan perubahan warna bercak menjadi ungu di bawah sinar tampak setelah plat dipanaskan 100oC selama 5 menit.

Sebelum dilakukan penyemprotan, terlihat bercak kuning pucat pada hRf 44 di bawah sinar tampak. Pengamatan plat di bawah sinar UV 254 nm memperlihatkan pemadaman pada hRf 44, 56, dan 75, sedangkan di bawah sinar UV 365 nm ketiga bercak terlihat fluoresensi kuning kehijauan. Bercak pada hRf 44 menghasilkan pendaran hijau cerah di bawah sinar UV 365 nm setelah penyemprotan dengan serium-asam sulfat (Gambar 20.3f), sedangkan di bawah sinar tampak terjadi perubahan warna yaitu dari kuning pucat menjadi kecoklatan (Gambar 20.1f). Berdasarkan hasil ini, senyawa pada hRf 44 diduga termasuk golongan fenolik.

7. Pereaksi SbCl3 digunakan untuk deteksi senyawa triterpen yaitu saponin dan glikosida jantung (Wagner dan Bladt, 1996), flavonoid, vitamin A, D, karotenoid, steroid, dan derivat terpen (Stahl, 1969). Hasil positif untuk senyawa triterpen, saponin dan glikosida jantung ditunjukkan dengan bercak berwarna merah muda dan ungu di bawah sinar tampak serta merah-ungu, hijau, atau biru di bawah sinar UV 365 nm (Waksmundzka-Hajnos dkk., 2008). Fluoresensi yang muncul disebabkan oleh terbentuknya senyawa kompleks π dengan sistem ikatan rangkap 2 yang ditunjukkan pada gambar

Gambar 19. Reaksi pembentukan kompleks π dengan sistem ikatan rangkap 2 antara SbCl3 dengan ikatan rangkap 2 dalam senyawa (Jork dkk., 1990)

Bercak pada hRf 44, 56 dan 75 mengalami pendaran kuning kehijauan di bawah sinar UV 365 nm sebelum penyemprotan. Setelah dilakukan penyemprotan dengan SbCl3, ketiga bercak tersebut berpendar merah-ungu di bawah sinar UV 365 nm (Gambar 20.3g) dengan bercak hRf 44 yang paling intens. Hal ini menunjukkan kemungkinan senyawa pada bercak pada hRf 44, 56, dan 75 termasuk golongan senyawa yang memiliki ikatan C=C. Bercak pada hRf 32 menghasilkan warna ungu tipis di bawah sinar tampak setelah penyemprotan dengan SbCl3 diikuti pemanasan. Hal ini menunjukkan bercak pada hRf 32 memiliki ikatan rangkap C=C dan termasuk golongan steroid triterpen. Steroid triterpen tidak nampak pada sinar UV 254 dan 365 nm namun dapat bereaksi dengan pereaksi SbCl3 dan menghasilkan warna ungu. Bercak dengan hRf 32, 44 dan 75 memiliki aktivitas sebagai antimikroba pada uji bioautografi.

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu senyawa aktif antibakteri yang terdapat dalam ekstrak larut etil asetat metabolit fungi DJ2 diduga termasuk golongan senyawa fenolik yang memiliki gugus keton dan gugus orto dihidroksi atau orto hidroksi karbonil serta senyawa steroid triterpen.

71 Ar ah pe ng embanga n Ar ah pe ng embanga n

1. Plat KLT di bawah sinar tampak sebelum (kiri) dan setelah (kanan) penyemprotan

2. Plat KLT di bawah sinar UV 254 nm sebelum (kiri) dan setelah (kanan) penyemprotan

Gambar 20. Kromatogram ekstrak larut etil asetat metabolit fungi DJ2 Ket.: urutan pereaksi semprot dari kiri ke kanan: a = vanilin-H2SO4; b = 2,4-DNPH;

c = FeCl3; d = sitroborat; e = Dragendorff; f = serium(IV) sulfat; g = SbCl3; Fase diam = silika gel 60 F254; Fase gerak = n-heksana:etil asetat:metanol (2:6:1 v/v/v)

dengan penambahan 1 tetes asam asetat glasial; Jarak pengembangan = 8 cm

a b c d e f g a b c d e f g a b c d e f g a b c d e f g hRf hRf

Ar ah pe ng embanga n

3. Plat KLT di bawah sinar UV 365 nm sebelum (kiri) dan setelah (kanan) penyemprotan

Gambar 20 (lanjutan). Kromatogram ekstrak larut etil asetat metabolit fungi DJ2 Ket.: urutan pereaksi semprot dari kiri ke kanan: a = vanilin-H2SO4; b = 2,4-DNPH;

c = FeCl3; d = sitroborat; e = Dragendorff; f = serium(IV) sulfat; g = SbCl3; Fase diam = silika gel 60 F254; Fase gerak = n-heksana:etil asetat:metanol (2:6:1 v/v/v)

dengan penambahan 1 tetes asam asetat glasial; Jarak pengembangan = 8 cm

a b c d e f g

73

Tabel IV. Profil kromatogram ekstrak larut etil asetat metabolit fungi endofit DJ2 hasil deteksi dengan sinar UV dan pereaksi semprot

No. hRf Vis UV 254 UV 365

Pereaksi Semprot Bakteri uji Prediksi

Golongan senyawa VAS DNPH FeCl3 Sitro DD Serium

sulfat SbCl3 PA BS SA ST 1 19 - - - - - - - - - - -- + -- -- - 2 32 - - - - - - - - - Ungu tipis -- -- + -- Steroid triterpen 3 44 Kuning pucat Peredaman Fluoresensi kuning kehijauan Coklat kehijauan Oranye-kuning Merah bata Pendaran hijau cerah (lebih intens dari sebelum disemprot) - Pendaran hijau cerah (UV365) coklat (visibel) Pendaran merah-ungu + + + + Senyawa dengan gugus keton dan orto dihidroksi atau orto hidroksi karbonil 4 56 - Peredaman Fluoresensi kuning kehijauan - - - - - Pendaran hijau tipis Pendaran merah-ungu -- -- -- -- - 5 62 - - - - - - - - - - -- + -- -- - 6 75 - Peredaman Fluoresensi kuning-hijau tipis Merah - - - - - Pendaran merah-ungu -- + -- -- -

Ket.: Vis= sinar visibel; VAS= vanilin-H2SO4; DNPH= 2,4-dinitrophenylhydrazin; FeCl3= besi (III) klorida; Sitro= sitroborat; DD= Dragendorff; SbCl3= antimon (III) klorida PA= Pseudomonas aeruginosa; BS= Bacillus subtilis; SA= Staphylococcus aureus; ST= Salmonella thypi

Tanda (+) = ada zona hambat pada uji bioautografi Tanda (--) = tidak ada zona hambat pada uji bioautografi

I. Deteksi Senyawa Antibakteri pada Tanaman Asal

Pembuatan ekstrak larut etil asetat daun jinten dilakukan dengan metode maserasi. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara cairan di dalam dan luar sel, maka larutan dalam sel akan berdifusi keluar membawa zat aktif. Peristiwa ini terjadi secara berulang-ulang sampai tercapai keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan luar sel. Filtrat hasil maserasi diuapkan sampai diperoleh 1 mL ekstrak cair.

Ekstrak larut etil asetat daun dan batang jinten dielusi dengan sistem KLT yang sama seperti pada pengujian metabolit fungi DJ2. Penggunaan fase gerak dan fase diam yang sama diharapkan dapat mendeteksi senyawa pada tanaman asal yang memiliki polaritas yang sama dengan metabolit DJ2.

Hasil KLT menunjukkan tidak ada kemiripan kandungan senyawa antara ekstrak larut etil asetat fungi DJ2 dengan ekstrak larut etil asetat daun dan batang tanaman jinten dalam hal nilai hRf bercak dan warna yang muncul di bawah sinar tampak dan UV. Hal ini dapat diamati pada pola kromatogram yang terdeteksi di bawah sinar tampak, UV 254 nm dan 365 nm. Ekstrak metabolit fungi DJ2 menghasilkan 3 bercak (hRf 44, 56, dan 75) yang masing-masing mengalami peredaman di bawah sinar UV 254 nm dan fluoresensi kuning kehijauan di bawah UV 365 nm. Hasil elusi dari ekstrak larut etil asetat daun dan batang jinten tidak muncul bercak yang serupa dengan ketiga bercak pada ekstrak DJ2 (Gambar 21). Oleh karena itu, dapat disimpulkan senyawa yang dihasilkan oleh fungi endofit DJ2 tidak terdeteksi dalam ekstrak larut etil asetat tanaman asalnya.

75 Ar ah pe ng embanga n Sinar tampak UV 254 nm UV 365 nm

Gambar 21. Kromatogram ekstrak larut etil asetat metabolit fungi DJ2, ekstrak larut etil asetat batang dan daun tanaman jinten.

Ket.: A= ekstrak larut etil asetat metabolit fungi DJ2; B= ekstrak larut etil asetat batang jinten; C= ekstrak larut etil asetat daun jinten.

Fase diam = silika gel 60 F254; Fase gerak = n-heksana:etil asetat:metanol (2:6:1 v/v/v) dengan penambahan 1 tetes asam asetat glasial; Jarak pengembangan = 8 cm.

A B C A B C A B C

76

BAB IV

Dokumen terkait