• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Material Komposit Al-SiC

TINJAUAN PUSTAKA

II. 5. Karakterisasi Material Komposit Al-SiC

Karakterisasi yang dilakukan material komposit Al-SiC yaitu meliputi: densitas, porositas, koefesien ekspansi termal, kuat tekan, kuat tarik, kekerasan,

analisa struktur mikro dengan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscope (SEM).

II. 5. 1. Densitas

Densitas merupakan besaran fisis yaitu perbandingan massa (m) dengan volume benda (V). Pengukuran densitas yang bebentuk padatan atau bulk digunakan metoda Archimedes. Untuk menghitung nilai densitas material komposit Al-SiC dipergunakan persamaan ( Birkeland,P.W.,1984).

ms

= --- x H2O... (II. 4) ms – (mg – mk)

dimana:

= Densitas bulk (gram/cm3)

ms = Massa sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram)

mg = Massa sampel yang digantung di dalam air (gram) mk = Massa kawat penggantung sampel (gram)

H2O = Massa jenis air = 1 gram/cm3

II. 5. 2. Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari volume zat padat itu sendiri. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai

porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan ( Birkeland,P.W.,1984). mb - ms = --- x 100 % ... (II. 5) mb – (mg – mk) dimana:

= Densitas bulk (gram/cm3)

ms = Massa sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram) mb = Massa sampel setelah direndam didalam air / jenuh (gram) mg = Massa sampel yang digantung di dalam air (gram)

mk = Massa kawat penggantung sampel (gram)

II. 5. 3. Koefesien Ekspansi Termal

Pada umumnya material apabila dipanaskan atau didinginkan akan mengalami perubahan panjang dan volume secara bolak-balik (reversible), sepanjang material tersebut tidak mengalami kerusakan (distorsi) yang permanen. Sifat ekspansi termal suatu bahan material komposit sangat penting karena ada kaitannya dengan aplikasi komposit tersebut.

Perubahan panjang relatif terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan suhu (T) disebut sebagai koefesien ekspansi thermal. Koefesien ekspansi termal dapat ditentukan melalui persamaan berikut (Tipler, P.A.,1998).

[

(L2 L1)/L0(T2 T1)

]

m = − − α ; 1 2 0) / ( T T L L m − Δ = α ... (II. 6) dimana:

L/Lo = Perubahan panjang terhadap panjang awal (%) T2 – T1 = Temperatur akhir – Temperatur awal (oC)

II. 5. 4. Kuat Tekan

Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kerusakan (failure). Pengujian kuat tekan dapat dilihat pada gambar II.9. Bentuk sampel uji biasanya berbentuk silinder dengan perbandingan panjang dan diameter, (L/d) adalah 1 banding 3.

Sumber : (Dowling, E.N., 1999)

Gambar II. 9. Pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing Machine-UTM

Kuat Tekan A F = ) (τ ……… (II. 7) dimana : F = Beban maksimum (Lb)

A = Luas penampang sampel uji = πd2/4 (mm2)

τ = Kuat Tekan (Lb/mm2)

II. 5. 5. Kuat Tarik

Untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan, maka dilakukan pengujian beban tarik dengan kecepatan konstan. Beban (P) dan perpanjangan ( l) dihasilkan langsung dari pengujian. Sedangkan tegangannya ( ) adalah beban (P) dibagi dengan luas penampang (A), sehingga rumusnya adalah : (Surdia,T.,dan Shinroku,1995).

Tegangan, = P/A (kgf / mm2) ... (II. 8) dimana:

P = Beban (kgf)

A = Luas penampang (mm2)

σ = Tegangan (kgf/mm2)

Gambar II. 10. Model spesimen uji tarik

II. 5. 6. Kuat Patah (Bending Strength)

Kekuatan Patah sering juga disebut dengan Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan material terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal Stress). Kekuatan patah ini berkaitan dengan komposisi, struktur material, pori-pori, dan ukuran butiran. Ada dua cara pengujian untuk menentukan kekuatan bahan yang berdasarkan tumpuan, yaitu tiga titik tumpu (three point bending) dan empat titik tumpu (four point bending). Kuat patah dari sampel material komposit Al-SiC dapat diukur dengan menggunakan alat uji Universal Testing Machine (UTM). Pada pengujian sampel material komposit Al-SiC ini dilakukan dengan sistem tiga titik tumpu, seperti pada gambar II. 11.

Gambar II. 11. Teknik pengujian kuat patah dengan menggunakan tiga titik tumpu (three point bending).

Kuat patah (Bending Strength = BS) dari sampel material komposit Al-SiC berbentuk selinder dapat dihitung dengan persamaan berikut: (George,E.,1998).

3 . . 8 d L P Bs π = ……… (II. 9) dengan: Bs = Kuat patah (N/mm2)

L = Jarak antara tumpuan (mm) d = Diameter benda uji (mm)

π = 3,14

II. 5. 7. Kekerasan (Vickers Hardness Test)

Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi atau terhadap deformasi dari permukaan bahan. Ada tiga tipe pengujian terhadap ketahanan, yaitu: cara tekukan, pantulan (rebound), dan goresan (scratch). Untuk pengujian bahan dengan cara tekukan biasanya digunakan adalah Brinell, Rockwell dan Vickers. Pengujian kekerasan dengan menggunakan Vickers hardness, umumnya menggunakan alat micro hardness tester dengan yang terbuat

dari intan (diamond) dan berbentuk pyramid. Sudut antara permukaan pyramid adalah = 136o seperti pada gambar II.12.

Gambar II. 12. Vickers Hardness Indentation

Kedalaman penetrasi adalah h dan d adalah panjang diagonal, sehingga Vickers Hardness Number (VHN) memenuhi persamaan berikut (Dowling, E.N.,1999).

2 sin 2 2 α d P VHN = ; VHN 1,8564 2 d P = ... ... II. 10) dimana:

VHN = Nilai kekerasan Vickers (kgf/mm2) P = Beban penekanan (kgf)

d = Rata-rata panjang diagonal (μm)

= Sudut antara permukaan diamond (136o)

Bentuk pyramid disebabkan oleh penekanan secara geometris yang mirip dengan pyramid. Geometri tersebut sangat tergantung pada besarnya beban yang digunakan dan dapat dikonversi menjadi nilai Vickers hardness yang diperoleh. Besarnya penekanan standar yang digunakan adalah mulai dari 10 gf hingga 1 kgf.

II. 5. 8. X-Ray Diffraction (XRD)

Untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal digunakan difraksi sinar X. Pada gambar II. 13, menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang , jatuh pada sudut pada sekumpulan bidang kristal

berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihamburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedaan kisi, yaitu: sama dengan panjang gelombang n .

Sebagai contoh, berkas kedua yang ditunjukkan pada gambar II. 13, menempuh jarak lebih jauh dari berkas pertama, yaitu: PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan dengan hukum Bragg dan sudut kritis dikenal dengan sudut Bragg ; (Smallman,R.E.,1991 ).

n = PO + OQ = 2ON sin = 2d sin ... (II. 11)

Arah berkas sinar yang dipantulkan sepenuhnya tergantung oleh geometri kisi, di mana sebaliknya geometri kisi diatur oleh orientasi dan jarak antara bidang-bidang kristal. Jika untuk suatu kristal kubus simetri, diberikan ukuran struktur sel a, sudut-sudut di mana berkas sinar didifraksikan oleh bidang-bidang kristal (hkl) dapat dihitung dengan mudah dari rumus jarak antar bidang : (Smallman, R.E.,1991 )

) ( / 2 2 2 ) ( a h k l d hkl = + + ... (II. 12) Untuk memastikan bahwa hukum Bragg dapat terpenuhi dan pemantulan dari berbagai bidang kristal dapat terjadi, maka penting untuk memberikan batas ambang

pada harga atau . Berbagai cara di mana hal tersebut mengawali metode standar difraksi sinar X yang dinamakan dengan metode Laue, metode perputaran kristal dan metode serbuk.

Sumber : (Smallman,R.E.,1991) Gambar II.13. Difraksi bidang kristal

II. 5. 9. Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan untuk analisa permukaan material. SEM juga dapat digunakan untuk menganalisa data kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada gambar II.14, di mana dua sinar elektron digunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah Cathode Ray Tube (CRT) memberi tampilan gambar.

SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini

disebut dengan scanning. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column (B) dan display console (A). Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan display console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaatan arus.

Sumber : (Cahn,R.W.,Haasen.P.,Kramer.E..J.,1993) Gambar II.14. Skema Prinsip Dasar SEM

BAB III METODOLOGI

Dokumen terkait