• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Fisika LIPI Kawasan Puspiptek Serpong.

3. 2. Bahan Dan Peralatan

Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan panel beton ringan :

1. Semen type I (Portland cement) 3. Perlit

2. Pasir Bangka 4. Air

Sedangkan peralatan yang dipergunakan untuk penelitian ini antara lain :

1. Timbangan 5. X-Ray Diffractometer

2. Gelas Ukur 6. Ayakan screen 8 mm

3. Cetakan beton ( mould steel) 7. Autoclave 4. UTM (Universal Testing Machine)

3. 3. Variabel Dan Parameter

Varibel-variabel penelitian ini antara lain:

1. Variasi pencampuran bahan baku Beton I (semen dan agregat), agregat berupa 100% perlit,dengan ratio berat antara Perlit: Semen = 4 : 1, 6 : 1, 8 : 1, dan 10: 1 2. Variasi pencampuran bahan baku beton II ( semen dan agregat ) dimana

ratio berat agregat : semen = 4 : 1, 6 : 1, 8 : 1, dan 10 : 1.

3. Variasi waktu pengerasan beton (aging time): 7, 14, 21, dan 28 hari.

4. Variasi waktu pengerasan beton (aging time) dengan menggunakan autoclave pada tekanan 1,5 bar, dengan waktu: 20, 30, 60 dan 90 menit.

Parameter-parameter yang dilakukan meliputi pengujian: Densitas, Penyerapan air, Penyusutan, Kuat tekan, Kuat patah, Kuat Tarik, konduktivitas panas, firing resistance, dan struktur kristalnya dengan XRD

3. 4. Preparasi Sampel Beton Ringan

Preparasi pembuatan sampel beton ringan seperti diagram alir pada gambar 3. 1. Komposisi dari masing-masing beton I dan II pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. 1 Komposisi Beton Perlit I

Kode Sampel Semen, (% Volum) Perlit, (% Volum) Ratio Volum (Perlit / semen) I. 1 20 80,00 4 : 1 I. 2 14.28 85,72 6:1 I. 3 11.11 88,89 8:1 I. 4 9.09 90,91 10:1

Untuk pembuatan beton perlit, pertama diukur dan ditimbang masing-masing bahan baku sesuai dengan komposisi seperti pada variabel (tabel 3. 1 dan 3. 2). Setelah diukur dan ditimbang, kemudian ketiga bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah plastik, dengan diaduk menggunakan sendok semen, kemudian tambahkan air, dimana jumlah air yang digunakan sesuai dengan perbandingan berat air : semen = 0,8.

Tabel 3. 2 Komposisi Beton Perlit II Kode Sampel Semen, (% Volum) Agregat (% Volum) Ratio Volum (Perlit / semen) Keterangan II. 1 20 80,00 4 : 1 II. 2 14.28 85,72 6:1 II. 3 11.11 88,89 8:1 II. 4 9.09 90,91 10:1 Agregat = 50% volum pasir + 50 % volum perlit

Gambar 3. 1 Diagram Alir Preparasi Beton Perlit

Misalkan semen yang digunakan sebanyak 50 gram, maka air yang di perlukan = 0,8 x 50 = 40 gram. Kemudian adonan diaduk hingga merata dan homogen.

PENIMBANGAN PASIR BANGKA PERLIT SEMEN PENCAMPURAN Air (air : semen = 0,8 ) PENCETAKAN

PENGERASAN Dibiarkan diudara terbuka selama 7, 14, 21, dan 28 hari dan atau dengan autoclave selama :

20, 30, 60, dan 90 menit.

Selanjutnya adonan yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi dengan ukuran: 16 x 4 x 4 cm. Setelah adonan dicetak kemudian dikeringkan diudara terbuka atau direbus dalam autoclave agar terjadi proses pengerasan. Dari masing-masing komposisi, dibuat waktu pengeringan diudara terbuka selama 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari, sedangkan di dalam autoclave dibuat selama 20,30, 60, dan 90 menit. Setelah benda uji mengalami proses pengeringan baru dilakukan pengujian yang meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas panas, firing resistance, dan struktur kristalnya dengan XRD.

3. 5. Karakterisasi 3. 5. 1. Densitas

Pengukuran densitas (bulk density) dari masing-masing komposisi beton yang telah dibuat, dilakukan sebagai berikut :

1. Sampel yang telah mengalami pengerasan (ageing) 28 hari, dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu 100oC, selama 1 jam.

2. Kemudian timbang massa sampel kering (beton), m dengan menggunakan neraca digital.

3. Sampel yang telah ditimbang, kemudian diukur volumenya, V dengan cara mengukur diameter dan tinggi benda uji.

4. Sampel yang telah diukur masa dan volume, dilakukan penghitungan densitasnya.

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai densitas beton dapat ditentukan dengan persamaan (2. 1).

3. 5. 2. Kuat Tekan (Compressive strength)

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari beton, dilakukan pengujian sebagai berikut :

1. Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang

dapat dihitung, A =  (d2/4).

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. 3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian

gaya, dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. 4. Apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OFF maka motor

penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut rusak.

Dengan menggunakan persamaan (2. 2) maka nilai kuat tekan dari beton dapat ditentukan.

3. 5. 3. Kuat Patah (Flexural Strength)

Untuk mengetahui besarnya kuat patah dari beton, dilakukan pengujian berikut : 1. Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga

kali pengulangan, kemudian atur jarak titik tumpu (span) sebesar 10 cm sebagai dudukan sampel.

penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat gambar), dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah patah, arahkan switch kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut patah.

Dengan menggunakan persamaan (2. 3) maka nilai kuat patah dari beton dapat diperoleh.

3. 5. 4. Kuat Tarik (Tensile Strength)

Untuk mengetahui besarnya kuat tarik dari beton, dilakukan pengujian berikut : 1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya (d), minimal dilakukan tiga

kali pengulangan, kemudian pasang tali penggantung yang telah tersedia sebagai dudukan sampel.

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. 3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian

gaya, dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah putus, arahkan switch kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut putus.

Dengan menggunakan persamaan (2. 4) maka nilai kuat tarik dari beton dapat ditentukan.

3. 5. 5. Penyerapan Air (Water absorption)

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari beton yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 20 – 00.

Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang telah dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu 100oC selama 1 jam, ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital, disebut massa sampel kering.

2. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh dan catat massanya.

Dengan menggunakan persamaan (2. 5) maka nilai penyerapan air dari beton dapat ditentukan.

3. 5. 6. Penyusutan

Pengukuran penyusutan dari beton dilakukan berdasrkan perubahan dimensi. Mula-mula ukur panjang sampel yang baru dikeluarkan dari cetakan, disebut panjang awal (Lo). Setelah sampel mengalami proses pengerasan atau pengeringan selama 7, 14, 21 dan 28 hari, kemudian diukur panjangnya disebut sebagai panjang akhir (Lt). Dengan menggunakan persamaan 2.6. Maka nilai penyusutan dari beton dapat ditentukan.

3. 5. 7 Uji Ketahanan Api

Uji ketahanan api dilakukan dari masing – masing komposisi sampel yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan mengamati berapa lama sampel beton dapat terbakar langsung dengan api sehingga kekuatan mekanik / kuat tekannya masih kondisi baik atau tidak terjadi degradasi (Ongah R, 2008)

3. 5. 8. Konduktivitas Termal (Thermal Conductivity)

Untuk mengetahui besarnya konduktivitas termal dari beton, dilakukan pengujian sebagai berikut :

1. Sampel beton dibuat berbentuk selinder (koin) dengan diameter 10 cm, dan tebal 3 - 5 mm, untuk memastikan dimensinya gunakan mikrometer dan jangka sorong dan diukur dimensinya minimal tiga kali pengulangan.

2. Timbang pelat alas kuningan, C dan catat massanya (m), kemudian gantungkan dengan tali penggantung, X pada statip penggantung.

3. Letakkan benda uji, B (beton ringan perlit) di atas pelat alas tersebut, dan olesin permukaan benda uji tersebut dengan bahan pelumas agar kontak panasnya menjadi lebih baik

4. Ketel uap, S diletakkan diatas benda uji dan hubungkan dengan ketel air panas dengan menggunakan selang.

5. Masukkan termometer T1 pada lubang ketel uap dan termometer T2 pada pelat alas kuningan.

6. Catat kenaikan temperatur T1 dan T2 setiap dua menit sampai kondisi kesetimbangan (stady state) tercapai. Keadaan setimbang dinyatakan apabila kenaikan temperatur  0,1 oC selama 10 menit.

7. Apabila T1 dan T2 sudah mencapai setimbang angkat ketel uap dan panaskan pelat alas beserta benda uji dengan alat pemanas, hingga temperatur T2 naik sekitar 10 oC.

8. Setelah temperaturnya tercapai, matikan alat pemanas dan catat penurunan temperatur T2 setiap dua menit, sehingga selisih suhunya sekitar 20 oC.

9. Kemudian plot kurva kenaikan temperatur selama pemanasan dan penurunan temperatur sewaktu pendinginan terhadap waktu.

Dengan menggunakan persamaan (2. 8) maka nilai konduktivitas termal dari beton ringan perlit dapat ditentukan.

3. 5. 9 Analisa Mikrostruktur dengan Difraksi Sinar –X (XRD)

Struktur kristal atau fasa yang terbentuk dari beton ringan perlit dapat diidentifikasikan berdasarkan data yang diperoleh dari alat X-ray Diffraction (XRD). Hasil yang diperoleh adalah berupa pola difraksi yang menyatakan hubungan antara intensitas (I) terhadap sudut difraksi (2), kemudian pola ini dicocokkan nilai jarak kisi (d) dengan data dari JCPDS card untuk mengetahui fasa yang terbentuk. Dengan menggunakan persamaan 2. 9, maka besarnya jarak kisi (d) dapat ditentukan, kemudian nilai ini (d yang telah dihitung) dicocokan dengan nilai d dari JCPDS card.

BAB IV

Dokumen terkait