• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Poli( Butilen Itakonat) dan Poli( Butilen Itakonat) dengan DVB

commit to user

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Karakterisasi Poli( Butilen Itakonat) dan Poli( Butilen Itakonat) dengan DVB

C. Karakterisasi Poli( Butilen Itakonat) dan Poli( Butilen Itakonat) dengan DVB

1. Karakterisasi Menggunakan FTIR

Karakterisasi gugus fungsi dari poli(butilen itakonat) dan poli(butilen itakonat) dengan DVB dilakukan dengan uji FTIR. Uji FTIR dilakukan pada sampel poli(butilen itakonat); poli(butilen itakonat) dengan DVB; asam itakonat; 1,4 butanadiol dan DVB.

Spektra asam itakonat ditunjukkan oleh Gambar 15(a), di mana terdapat gugus-gugus spesifik pada 3070 cm-1 (uluran O-H) yang mengarah pada gugus

COOH dengan serapan melebar diakibatkan ikatan hidrogen secara

commit to user

35

serapan (=C-H) . Serapan lemah pada 2951 dan 2932 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2sym dan asym), serapan kuat pada 1703 (uluran C=O) mengindikasikan adanya rantai tak jenuh, adanya gugus tak jenuh juga dikuatkan oleh serapan medium di 1628 cm-1 yang mengarah pada ( uluran C=C), serapan medium pada 1437 cm-1 (CH2 tekuk), serapan lemah pada 1408 cm-1 (CH2 in plane), serapan tajam pada 1307 cm-1 (uluran C-O) mengarah pada gugus karboksilat dan serapan medium pada 725 cm-1 (rocking -CH2-). Gambar 15(b) menunjukkan spekra FTIR 1,4- butanadiol dimana terdapat serapan kuat yang melebar pada 3344 dan 3331 cm-1 (uluran O-H) ikatan hidrogen secara intermolekuler, serapan tajam pada 2939 dan 2872 cm-1 (uluran C-H) yang mengarah (uluran -CH2), serapan medium pada 1444 dan 1435 cm-1 (CH2 tekuk) dan serapan tajam pada 1053 cm-1 (uluran C-O) mengindikasikan alkohol primer.

Gambar 15(c) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 1 jam dimana terdapat serapan medium dan melebar di sekitar 3449 dan 3433 cm-1 (uluran O-H). Ester tidak berikatan hidrogen satu sama lain tetapi bisa berikatan hidrogen dengan molekul air (Wiley, 2006), sehingga serapan di atas muncul bisa diasumsikan karena adanya ikatan hidrogen ester dengan air yang masih tersisa pada produk akhir. Serapan medium pada 2959 dan 2903 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym), serapan tajam pada 1730 cm-1 (uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester. Terbentuknya ester akan menggeser bilangan gelombang karbonil asam ke bilangan gelombang yang lebih besar dan sebaliknya terbentuknya ester akan memperkecil bilangan gelombang dari gugus (C-O) (Silverstein,1991). Serapan medium dan tajam pada 1637 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, serapan ini juga terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar. Serapan medium pada 1437 cm-1 (CH2 tekuk). Pada gugus ( uluran C=O) terlihat lebih tajam dan kuat jika dibandingkan dengan gugus karboksilat pada itakonat murni, serapan kuat pada 1188 dan 1152 cm-1 (uluran C-O) terlihat menggeser kearah bilangan gelombang yang lebih kecil. Serapan lemah pada 738 cm-1 (rocking -CH2-) juga mengalami pergeseran bilangan gelombang.

commit to user

36

Pergeseran bilangan gelombang menunjukkan terjadi reaksi kimia antara kedua monomer dan membentuk poli(butilen itakonat).

Gambar 12. Spektra FTIR (a) asam itakonat (b) 1,4 butanadiol, poli(butilen itakonat) (c) 1 jam; (d) 1,5 jam; (e) 2 jam; (f) 2,5 jam dan (g) 3 jam Gambar 12(d) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 1,5 jam dimana terdapat serapan medium dan melebar di sekitar 3437 cm-1 (uluran O-H), serapan medium pada 2959 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym), serapan tajam pada 1728 cm-1 ( uluran

commit to user

37

C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester yang diperkuat dengan adanya serapan pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O), serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh dan serapan medium pada 1437 cm-1 (CH2 tekuk). Terjadi pergeseran bilangan gelombang( uluran C=O) ke arah yang lebih kecil dimungkinkan karena adanya efek sterik gugus tak jenuh yang bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih besar. Serapan lemah pada 738 cm-1 (rocking -CH2-).

Gambar 12(e) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 2 jam dimana terdapat serapan medium tetapi melebar di sekitar 3530 dan 3454 cm-1 (uluran O-H) terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar tetapi intensitas dari gugus tersebut berkurang jika dibandingkan dengan poli(butilen itakonat) 1 dan 1,5 jam hal itu menunjukkan berkurangnya ikatan hidrogen dengan air yang merupakan hasil samping dari reaksi. Serapan medium pada 2959 dan 2901 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) bilangan gelombang tidak mengalami pergeseran tetapi intensitas dari gugus meningkat. Serapan tajam pada 1732 cm-1 ( uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester yang diperkuat dengan adanya serapan medium pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O), serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, tidak terjadi pergeseran bilangan gelombang tetapi intensitas dari gugus meningkat dan serapan medium pada 1465,1450 dan 1421 cm-1 (CH2 tekuk). Serapan lemah pada 741 cm-1 (rocking -CH2-) terlihat adanya peningkatan intensitas ketajaman jika dibandingkan dengan poliester sebelumnya.

Gambar 12(f) menunjukkan spektra FT-IR poli(butilen itakonat) 2,5 jam dimana terdapat serapan lemah dan melebar pada daerah sekitar 3530, 3508 dan 3452 cm-1 (uluran O-H) terlihat adanya penurunan intensitas gugus dibandingkan dengan poliester sebelumnya menunjukkan air semakin berkurang dalam produk. Serapan medium pada 2959 dan 2901 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) bilangan gelombang tidak mengalami pergeseran tetapi intensitas dari gugus meningkat. Serapan tajam pada 1728 dan 1717 cm-1 ( uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester, serapan

commit to user

38

medium pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O), serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, tidak terjadi pergeseran bilangan gelombang tetapi intensitas dari gugus lebih meningkat dibandingkan dengan poliester sebelumnya, serapan medium pada 1467,1450 dan 1421 cm-1 (CH2 tekuk) dan serapan lemah pada 741 cm-1 (rocking -CH2-).

Gambar 12(g) menunjukkan spektra FT-IR poli(butilen itakonat) 3 jam dimana terdapat serapan lemah dan melebar pada daerah sekitar 3539, 3522 dan 3458 cm-1. Serapan medium pada 2959, 2901 dan 2858 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) bilangan gelombang tidak mengalami pergeseran tetapi intensitas dari gugus meningkat. Serapan tajam pada 1728 dan 1717 cm-1 ( uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester, serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, serapan medium pada 1467,1450 dan 1421 cm-1 (CH2 tekuk), serapan medium pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O) terlihat adanya peningkatan intensitas ketajaman gugus dibandingkan dengan poliester sebelumnya dan serapan lemah pada 742 cm-1 (rocking -CH2-).

Gambar 13(a) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 3 jam yang sudah dibahas sebelumnya. Gambar 13(b) menunjukkan spektra FTIR DVB dimana terdapat serapan tajam di sekitar 3087 cm-1 (C-H aromatik), serapan lemah dan tajam pada 3008 cm-1 (C-H vinil), serapan tajam pada 1627 cm-1 ( uluran C=C), serapan tajam di sekitar 995-619 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatik dan serapan tajam pada 1597 cm-1 (C=C aromatik terkonjugasi). Gambar 13(c) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) dengan DVB 10% dimana terdapat serapan medium dan melebar pada 3445 cm-1 (Uluran O-H) terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan poli(butilen itakonat) 3 jam. Adapun serapan gugus OH pada kopolimer dihasilkan oleh gugus OH pada ujung rantai, dimana pada setiap rantai kopolimer terdapat dua gugus OH (Hasan, 2005), serapan lemah pada 3109 cm-1 (C-H aromatik), serapan medium pada 2961 cm-1 (uluran C-H) yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) dari senyawa alifatik terjadi kenaikan bilangan gelombang, serapan tajam pada 1734 cm-1 (uluran C=O) terlihat mengalami

commit to user

39

pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar, serapan medium tetapi tajam pada 1637 cm-1 (C=C) terlihat mengalami penurunan intensitas ketajaman yang menunjukkan ikatan rangkap (C=C) berkurang karena telah bereaksi dengan gugus vinil dari DVB, adanya serapan overlap gugus (C=C) pada poli(butilen itakonat) dengan gugus (C=C) pada DVB (Scott, 2002). Serapan lemah pada 1508 cm-1 ( C=C ulur pada rantai benzena), serapan medium pada 1186 dan 1153 cm-1 (uluran C-O) terlihat mengalami pergeseran bilangan gelombang dan serapan lemah pada 742 cm-1 (C-H aromatik bending) (Tawfik, 2002).

Gambar 13. Spektra FTIR (a) poli(butilen itakonat) 3 jam; (b) DVB; poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB (c) 10%; (d) 15%; (e) 20% ; (f) 25%.

commit to user

40

Gambar 13(d), 13(e) dan 13(f) terdapat serapan medium dan melebar yang menunjukkan (uluran O-H) terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang dan penurunan intensitas, spektra terlihat semakin melebar yang menunjukkan ikatan hidrogennya berkurang. Perubahan spektra diatas tidak terlihat jelas yang menunjukkan terjadinya proses blending secara fisika.

2. Viskositas Intrinsik

Viskositas intrinsik dari poli(butilen itakonat) dicari dengan cara spesifik/[ poli(butilen itakonat)] sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x. Viskositas intrinsik paling bermanfaat dan mudah dipakai karena bisa dihubungkan ke berat molekul. Viskositas intrinsik diperoleh dari nilai intercept yang ditunjukkan Gambar 14. Viskositas intrinsik poli(butilen itakonat) 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam dan 3 jam masing-masing sebesar 0,102 dL/g; 0,118 dL/g; 0,081 dL/g; 0,057 dL/g dan 0,147 dL/g. Gambar 14 menunjukkan bahwa semakin lama waktu polimerisasi maka semakin tinggi nilai viskositas intrinsik tetapi ada penyimpangan pada data 2 jam dan 2,5 jam yang mengalami penurunan. Penurunan viskositas intrinsik ini disebabkan salah satunya oleh faktor percabangan. Suatu polimer yang lebih bercabang, volume hidrodinamiknya akan menjadi lebih rendah dan tingkat pembelitannya lebih rendah pada suatu berat molekul tertentu. Oleh karena itu, bisa dibuat observasi umum bahwa viskositas lebih tinggi pada polimer-polimer linier daripada polimer-polimer bercabang pada suatu laju geser dan berat molekul tertentu. Faktor yang mempengarui aliran selain percabangan yaitu solvasi molekul-molekul polimer dan hadirnya rangkaian alternasi atau blok dalam rangka polimer (Sopyan, 2001). Proses pengadukan yang kurang sempurna selama polimerisasi juga dapat mempengaruhi penurunan laju dan bobot molekul hal itu disebabkan adanya pengurangan mobilitas ujung-ujung rantai yang reaktif akibatnya pengeluaran produk samping menjadi sulit (Lukmana, 2007). Data waktu alir dan perhitungan ada pada Lampiran 3.

commit to user

41

Gambar 14. Grafik viskositas intrinsik poli(butilen itakonat)

3. Bilangan Asam

Bilangan asam merupakan sebuah ukuran jumlah asam yang ada pada polimer yang ditentukan melalui metode titrimetri yang dapat diketahui dari milligram KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 g sampel menggunakan indikator fenoftalein (Mohammadnia, 2012). Bilangan asam adalah konsentrasi total kelompok karboksilat. Penurunan bilangan asam berhubungan dengan hilangnya kelompok karboksilat dari sisa asam itakonat. Kemungkinan interaksi intramolekuler ketika monomer tergabung dalam pertumbuhan rantai polimer (Larez, 2002). Tujuan umum dari resin poliester tak jenuh adalah dikondensasi untuk mendapatkan bilangan asam sekitar 50 mg/ g resin ( Fink, 2005). Data bilangan asam dapat dilihat pada Lampiran 4.

commit to user

42

Gambar 15. Grafik t sintesis vs Bilangan Asam

Gambar 15 menunjukkan bilangan asam yang semakin lama waktu sintesisnya semakin terjadi penurunan. Hal ini menandakan bahwa semakin lama waktu sintesis reaksinya menjadi semakin sempurna. Bilangan asam berpengaruh terhadap produk akhir dari poliester, polimer yang mengandung bilangan asam tinggi akan berpengaruh terhadap sifat fisiknya yaitu akan menjadikan polimer tersebut rapuh. Pengukuran bilangan asam hanya dilakukan pada poliester awal yaitu poliester asam itakonat dengan 1,4 butanadiol. Hal ini disebabkan karena penentuan bilangan asam menurut Marengo et al. (2004) sampel dilarutkan pada campuran n-butanol/toluen dengan perbandingan 1:1, tetapi dalam penelitian ini memakai etanol/toluen 1:1. Sampel poliester dengan DVB sudah tidak bisa larut pada pelarut tersebut yang disebabkan sudah terbentuk ikatan silang dengan DVB, sehingga tidak dilakukan uji penentuan bilangan asam.

4. Analisis Termal Menggunakan TG-DTA

Uji termal dengan menggunakan TG-DTA dilakukan pada sampel poli(butilen itakonat) 1 jam, 2 jam, 3 jam dan poli(butilen itakonat) dengan DVB (10, 15, 20 dan 25% b/b). Sampel dipanaskan dari suhu 30 0C sampai suhu 600 oC pada atmosfer nitrogen dengan aliran gas 50 ml/menit.

commit to user

43 a. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 1 jam

Berdasarkan termogram TG-DTA (Gambar 16), secara umum diperoleh 3 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu antara 30-205 ºC (kurva miring I), suhu antara 205-420 ºC (kurva miring II) dan suhu antara 420-600 ºC (kurva miring III).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 3 % secara endotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi pelelehan. Pada kurva miring II menunjukkan gugus ester dari poli(butilen itakonat) mengalami degradasi melalui dekomposisi rantai polimer secara endotermis. Pada tahap ini poliester mengalami transisi pelelehan. Gambar 17. Menggambarkan terjadinya pemutusan rantai ester melalui transfer (+H) ke atom oksigen, yang merupakan hasil dari esterifikasi dengan 1,4 butanadiol dan menghasilkan asam karboksilat serta alkena (Brioude, 2007). Pada kurva III menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 9 % melalui degradasi rantai secara menyeluruh .

commit to user

44 C O C CH2 H2 C C O O C C C C H H H H H H H H O C O C CH2 H2 C C O OH O + C C C C H H H H H H H

Gambar 17. Mekanisme dekomposisi poli(butilen itakonat)

b. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 2 jam

Berdasarkan termogram TG-DTA (Gambar 18), secara umum diperoleh 3 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu antara 30-197 ºC (kurva miring I), suhu antara 197-394 ºC (kurva miring II) dan suhu antara 394-600 ºC (kurva miring III).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 4 % secara endotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi pelelehan. Kurva miring II menunjukkan terjadi degradasi rantai poli(butilen itakonat) melalui dekomposisi secara eksotermis. Kurva miring III menunjukkan penurunan berat sebesar 13 % melalui degradasi rantai poli(butilen itakonat) secara menyeluruh.

commit to user

45

Gambar 18. Kurva TG-DTA poli(butilen itakonat) 2 jam

c. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam

Berdasarkan termogram TG-DTA (Gambar 19), secara umum diperoleh 3 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu antara 30-238 0C (kurva miring I), suhu antara 238-423 ºC (kurva miring II) dan suhu antara 423-600 ºC (kurva miring III).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 3 % secara endotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi pelelehan. Kurva miring II menunjukkan terjadi degradasi gugus ester pada rantai poli(butilen itakonat) melalui dekomposisi secara eksotermis. Kurva miring III menunjukkan penurunan berat sebesar 9 % melalui degradasi rantai poli(butilen itakonat) secara menyeluruh.

commit to user

46

Gambar 19. Kurva TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam

Sifat termal poli(butilen itakonat) ditunjukkan pada tabel 2 dan kurva gabungan TG pada Gambar 20. Pada kurva dan tabel terlihat adanya perbedaan stabilitas panas, waktu polimerisasi 3 jam menunjukkan stabilitas panas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang lain. Namun pada waktu polimerisasi 2 jam menunjukkan stabilitas panas yang sedikit rendah hal ini menunjukkan adanya efek panjang rantai dan pola polimer. Semakin panjang dan rigid rantai polimer maka stabilitas panasnya semakin tinggi (Worzakowska, 2012; Worzakowska, 2009).

Degradasi poli(butilen itakonat) 1, 2 dan 3 jam paling tinggi masing-masing terjadi pada suhu 208-415 0C; 206-394 0C; 227-417 0C, pada tahap ini terjadi penurunan berat masing-masing sebesar 76 %; 70 % dan 75 %. Penurunan berat ini menunjukkan bahwa perbedaan waktu polimerisasi berpengaruh sedikit terhadap stabilitas panas poli(butilen itakonat).

commit to user

47 Tabel 2. Sifat termal poli(butilen itakonat)

t polimerisasi/ jam T5 %/ 0 C T10%/ 0 C T50 %/ 0 C Tmaks 1 / 0 C Tmaks 2 / 0 C 1 205 272 383 208 415 2 212 238 355 206 394 3 238 294 386 227 417

Gambar 20. Kurva TG poli(butilen itakonat) (a) 1 jam; (b) 2 jam; (c) 3 jam.

d. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 10%

Berdasarkan termogram TGA dan DTA (Gambar 21), secara umum diperoleh 4 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu 30-213 ºC (kurva miring I), suhu antara 213-331 ºC (kurva miring II), suhu antara 331-431 ºC (kurva miring III) dan suhu antara 431 ºC-600 o C (IV).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 4 % secara eksotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi kristal. Kurva miring II menunjukkan terjadi

commit to user

48

degradasi rantai poli(butilen itakonat) melalui dekomposisi karboksil secara eksotermis. Kurva miring III menunjukkan degradasi gugus ester pada rantai poli(butilen itakonat) dengan DVB. Kurva miring IV menunjukkan penurunan berat sebesar 11 % melalui degradasi kopolimer DVB secara menyeluruh.

Gambar 21. Kurva TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 10%

e. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 15%

Berdasarkan termogram TGA dan DTA (Gambar 22), secara umum diperoleh 4 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu 30-201 ºC (kurva miring I), suhu antara 201-327 ºC (kurva miring II), suhu antara 327-413 ºC (kurva miring III) dan suhu di atas 413- 600 oC (IV).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 3 % secara eksotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi kristal. Kurva miring II menunjukkan terjadi degradasi rantai poli(butilen itakonat) melalui dekomposisi karboksil secara eksotermis. Kurva miring III menunjukkan degradasi gugus ester pada rantai

commit to user

49

poli(butilen itakonat) dengan DVB. Kurva miring IV menunjukkan penurunan berat sebesar 11 % melalui degradasi kopolimer DVB secara menyeluruh.

Gambar 22. Kurva TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 15%

f. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 20%

Berdasarkan termogram TGA dan DTA (Gambar 23), secara umum diperoleh 4 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu 30-212 ºC (kurva miring I), suhu antara 212-380 ºC (kurva miring II), suhu antara 380-447 ºC (kurva miring III) dan suhu di atas 447- 600 oC (IV).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 4 % secara eksotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi kristal. Kurva miring II menunjukkan terjadi degradasi karboksil pada rantai poli(butilen itakonat) melalui dekomposisi secara eksotermis. Kurva miring III menunjukkan degradasi gugus ester pada rantai

commit to user

50

poli(butilen itakonat) dengan DVB. Kurva miring IV menunjukkan penurunan berat sebesar 7 % melalui degradasi kopolimer DVB secara menyeluruh.

Gambar 23. Kurva TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 20%

g. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 25%

Berdasarkan termogram TGA dan DTA (Gambar 24), secara umum diperoleh 3 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu 30-232 ºC (kurva miring I), suhu antara 233-424 ºC (kurva miring II) dan suhu antara 424-600 ºC (kurva miring III).

Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 3 % secara eksotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi kristal. Kurva miring II menunjukkan terjadi degradasi melalui dekomposisi rantai poli(butilen itakonat). Kurva miring III menunjukkan degradasi gugus ester pada rantai poli(butilen itakonat) dengan DVB secara eksotermis.

commit to user

51

Gambar 24. Kurva TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 25%

Sifat termal poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB ditunjukkan pada tabel 3 dan kurva gabungan TG pada Gambar 25. Pada kurva dan tabel terlihat adanya sedikit perbedaan stabilitas panas, DVB 25 % menunjukkan stabilitas panas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang lain. Meningkatnya % DVB mengakibatkan meningkatnya nilai Tmaks 1 dan Tmaks 2 (Worzakowska, 2012; Worzakowska, 2009). Penambahan DVB juga mengakibatkan perbedaan nilai T5 %, T10 % dan T50 % yang lebih meningkat jika dibandingkan dengan poli(butilen itakonat) 3 jam. Stabilitas panas lebih tinggi bisa disebabkan oleh struktur rantai polimer yang lebih rigid, derajat sambung silang yang tinggi dan rantai semakin panjang (Worzakowska, 2012; Worzakowska, 2009).

commit to user

52 DVB % T5 %/ 0 C T10%/ 0 C T50 %/ 0 C Tmaks 1 / 0 C Tmaks 2 / 0 C 10 232 262 396 223 431 15 233 269 384 210 413 20 229 264 384 216 447 25 254 295 391 244 423

Gambar 25. Kurva TG (a) poli(butilen itakonat) 3 jam; poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB (b) 10 % ; (c) 15 % ; (d) 20; (e) 25 %

Kemiripan kurva TG-DTA diatas bisa disebabkan oleh proses ikat silang menggunakan metode ruah (bulk) yang memiliki kekurangan dalam hal distribusi senyawa yang kurang merata dan proses yang terlalu eksotermis serta proses yang secara radikal sehingga distribusi DVB akan acak dan sulit terkontrol, tetapi proses ini memberikan keuntungan yaitu proses yang lebih ramah lingkungan karena tanpa menggunakan pelarut dan didapat produk yang relatif murni.

commit to user

53

BAB V

Dokumen terkait