• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Karakteristik Biskuit

Karakteristik yang diamati adalah biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina hasil kultivasi dan biskuit tanpa penambahan Spirulina (kontrol).

Parameter yang diamati yaitu komposisi kimia, aktivitas antioksidan, kerusakan mikrobiologis, dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) biskuit.

4.3.1 Komposisi kimia biskuit

Komposisi kimia pada biskuit ditentukan berdasarkan analisis proksimat yang meliputi pengukuran kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak. Komposisi kimia biskuit kontrol (tanpa penambahan Spirulina) dan biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina kultivasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).

Gambar 12 Histogram komposisi kimia biskuit ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina). 1) Kadar abu

Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat anorganik. Sekitar 96% bagian pada bahan makanan terdiri bahan organik dan air, sedangkan sisanya yaitu unsur-unsur mineral (Winarno 2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kadar abu pada biskuit kontrol yaitu 2,61% (bk), sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 3,81% (bk). Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar abu biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan kadar abu biskuit kontrol. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu (P<0,05).

Abu biasanya banyak dihubungkan dengan banyaknya mineral yang terdapat pada bahan. Besarnya mineral yang terdapat pada biskuit dapat dipengaruhi dari bahan-bahan pembuat biskuit tersebut. Kadar abu pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan garam,

2.61a 9.36a 7.24a 3.81b 13.28b 7.49a 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Kadar abu Kadar protein Kadar lemak

K a da r ba sis k er ing ( %) Pengujian

sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, garam, dan Spirulina. Kadar abu pada tepung terigu yaitu 1,83% (Suarni 2001), sedangkan kadar abu pada tepung beras yaitu 0,59% (Rustanti et al. 2012). Garam yang digunakan dalam pembuatan biskuit merupakan garam komersial yang memiliki kandungan mineral antara lain natrium, klorida, iodium, besi, kalsium, magnesium, besi, dan kalium.

Spirulina memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar abu pada biskuit Spirulina. Spirulina kultivasi memiliki kadar abu 13,87% (bk). Tingginya kadar abu pada Spirulina tersebut diduga mempengaruhi kadar abu biskuit Spirulina. Biskuit Spirulina memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kadar abu cukup tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaya et al. (2008) yang menunjukkan adanya peningkatan kadar abu biskuit setelah ditambahkan tepung tulang ikan patin yang kaya akan mineral dan penelitian Yanuar et al. (2009) melakukan penambahan tepung cangkang rajungan pada pembuatan crackers sehingga meningkatkan kadar abu crackers.

2) Kadar protein

Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, serta sebagai bahan bakar yang digunakan untuk keperluan energi tubuh (Winarno 2008). Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein pada biskuit Spirulina yaitu 13,28%, sedangkan kadar protein pada biskuit kontrol yaitu 9,36%. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein biskuit (P<0,05).

Protein pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, dan Spirulina. Kadar protein pada tepung terigu yaitu 14,45% (bk) (Suarni 2001), tepung beras 9,59% (bk), dan gula 0,43% (bk) (Rustanti et al. 2012). Spirulina hasil kultivasi memiliki kadar protein yang cukup tinggi, yaitu 56,2% (bk). Tingginya kadar protein pada Spirulina diduga mempengaruhi kadar protein pada biskuit Spirulina. Kadar protein biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kandungan protein 56,2% (bk).

3) Kadar lemak

Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti. Lemak memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten sehingga dihasilkan biskuit yang renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Manley 2000). Kadar lemak pada biskuit kontrol yaitu 7,24% (bk), sedangkan kadar lemak pada biskuit Spirulina yaitu 7,49% (bk). Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar lemak biskuit (P>0,05). Kadar lemak pada biskuit relatif rendah, hal ini diduga karena penambahan lemak (minyak) pada pembuatan biskuit relatif kecil, yaitu 5 ml per adonan. Penelitian Asni (2004) menunjukkan bahwa penambahan lemak (margarin) 17,5 gram dan kuning telur 5 gram menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 24,24%.

4.3.2 Aktivitas antioksidan biskuit

Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam IC50, yaitu banyaknya konsentrasi yang digunakan untuk mereduksi senyawa oksidan sebanyak 50%. Aktivitas antioksidan pada biskuit disajikan pada Gambar 13.

Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).

Gambar 13 Aktivitas antioksidan biskuit kontrol biskuit Spirulina ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina).

Nilai IC50 pada biskuit kontrol yaitu 9283 ppm, sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 8017 ppm. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas antioksidan biskuit (P>0,05). Spirulina platensis mengandung beberapa vitamin serta pigmen yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan

9283a 8017a 0 2000 4000 6000 8000 10000

biskuit kontrol biskuit Spirulina

IC5 0 ( pp m ) Jenis biskuit

oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan antara lain oleh Reactive Oxygen Species (ROS) seperti radikal superoksida, radikal nitrat hidroksida, radikal lipid peroksil, dan radikal hidroksil. Wang et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat beberapa senyawa dari S. platensis yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan. Komponen tersebut diantaranya flavonoid 85,1±7,γ g/kg, -karoten 77,8±6,8 g/kg, vitamin A 113,2±2,7 g//kg, dan α-tokoferol 3,4±0,3 g/kg dari S. platensis bobot kering.

Aktivitas antioksidan pada produk pangan tidak hanya bergantung pada aktivitas kimia dari antioksidan tersebut, tetapi juga pada beberapa faktor seperti interaksi dengan komponen bahan dan kondisi lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan antioksidan mampu menangkap radikal bebas pada pangan adalah kebiasaan berpisah pada lemak dan air. Kecenderungan antioksidan yang bersifat lipofilik adalah bekerja pada kandungan air yang tinggi, sebaliknya antioksidan yang bersifat polar efektif pada minyak dalam jumlah besar yang biasa disebut dengan antioxidant paradox (Miron et al. 2010). Mau et al. (2002) menyatakan bahwa secara alamiah semua organisme memiliki mekanisme untuk mengatasi radikal bebas, misalnya dengan enzim superoksida dismutase dan katalase, atau dengan senyawa asam askorbat, tokoferol, dan glutation.

4.3.3 Kerusakan mikrobiologis

Kerusakan mikrobiologis dapat diketahui diantaranya dengan menghitung total mikroba dan aktivitas air. Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Aktivitas air (aw) diukur dengan menggunakan alat aw meter Novasina ms1.

1) Total mikroba

Daya simpan suatu produk pangan erat kaitannya dengan keadaan sanitasi pada waktu produk tersebut diproduksi dan ditangani. Hal ini terkait dengan kontaminasi mikroba yang dapat mempengaruhinya. Pengamatan yang dilakukan terhadap total mikroba pada penyimpanan hari pertama yaitu pada biskuit kontrol berjumlah 1,5x103 cfu/g (3,18 log) dan pada biskuit Spirulina yaitu 1,1x103 cfu/g (3,04 log), sedangkan total mikroba pada akhir masa simpan pada biskuit kontrol yaitu 4,8x103 cfu/g (3,68 log) dan pada biskuit Spirulina yaitu 6,8x103

cfu/g (3,83 log). Grafik hubungan antara total mikroba dengan lama penyimpanan biskuit disajikan pada Gambar 14.

Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit (P<0,05) Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan

Gambar 14 Perubahan nilai total mikroba selama penyimpanan ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina).

Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang sama terhadap total mikroba biskuit (P>0,05). Terdapat mikroba dari awal penyimpanan, namun masih memenuhi standar biskuit karena masih dibawah nilai batas maksimum total mikroba biskuit, yaitu 1,0x104 cfu/g (4 log) (BSN 2011a). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nagi et al. (2012) yang menyebutkan bahwa biskuit yang dikemas dengan menggunakan kemasan plastik jenis HDPE dan disimpan selama tiga bulan pada suhu ruang memiliki total mikroba yang masih berada dibawah standar maksimum.

Terdapat adanya mikroba pada biskuit kontrol dan biskuit Spirulina. Adanya mikroba tersebut diduga terjadi rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit. Menurut Damongilala (2009), nilai TPC dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan dan cara penanganan dan penyimpanan produk. Cara penanganan, pengolahan, dan penyimpanan yang tidak higiene terhadap bahan mentah maupun produk olahan, dapat menyebabkan kontaminasi bahan mentah/produk olahan dengan mikroba yang berasal dari lingkungan pengolahan dan penyimpanan.

3,18ax 3,23ax 3,68ax 3,04ax 3,66ax 3,83 ax 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 1 16 31 L o g T P C Hari ke-

2) Aktivitas air (aw)

Aktivitas air (water activity) merupakan jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Nilai aktivitas air selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.

Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit (P<0,05) Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan

Gambar 15 Perubahan aktivitas air biskuit selama penyimpanan ( : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina).

Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas air biskuit pada hari ke-1 (P<0,05). Pengukuran pada hari ke-1, nilai aw pada biskuit kontrol yaitu 0,433 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,125. Perbedaan nilai aktivitas air ini diduga karena bentuk biskuit yang diukur kurang seragam. Pencetakan dilakukan manual menggunakan roller, sehingga memungkinkan terjadinya ketidakseragaman bentuk biskuit. Pengukuran pada hari ke-16, nilai aw pada biskuit kontrol yaitu 0,535 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,557. Pengukuran pada hari ke-31, nilai aw pada biskuit kontrol yaitu 0,558 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,607. Penambahan Spirulina dan waktu pengamatan memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas air biskuit pada pengamatan hari ke-16 dan hari ke-31 (P<0,05). Hal tersebut diduga karena biskuit telah mengalami absorbsi air dari udara selama penyimpanan.

Kerusakan produk biskuit sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kerenyahan merupakan tekstur penting pada biskuit. Kerenyahan produk kering

akan menurun dengan meningkatnya aw produk. Arimi et al. (2010) menyatakan bahwa kerenyahan produk akan berkurang jika aw berkisar 0,5±0,2. Selain itu, bahan dasar tepung terigu juga dapat menyebabkan peningkatan aw selama penyimpanan. Hal ini diduga karena adanya tepung (pati). Pati yang telah tergelatenisasi dan dikeringkan masih mampu menyerap air dalam jumlah besar (Winarno 2008).

Aktivitas air dapat diturunkan dengan cara pengeringan atau penambahan senyawa yang larut dalam air seperti gula dan garam. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aktivitas air tertentu. Kisaran aw untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9, khamir 0,8–0,9, dan kapang 0,6-0,7 (Winarno 2008). Bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70% sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan (Saenab et al. 2010). Hubungan aktivitas air (aw) dengan laju reaksi relatif disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Hubungan aw dengan laju reaksi relatif (Labuza 1971 dalam Winarno 2008).

Gambar 16 menunjukkan bahwa pada aktivitas air 0-0,2 (Daerah I) tidak ada reaksi yang terjadi pada produk, sedangkan pada selang aw 0,25-0,8 (Daerah II) reaksi yang dapat terjadi yaitu browning nonenzimatis, oksidasi lemak, aktivitas enzim, dan reaksi hidrolisis. Biskuit Spirulina dan biskuit kontrol memiliki nilai aw 0,125-0,607, sehingga nilai aw tersebut termasuk dalam Daerah II. Reaksi yang terjadi pada biskuit yang dipengaruhi oleh nilai aw diduga adalah reaksi oksidasi lemak. Kandungan lemak pada biskuit kontrol 7,24% dan biskuit Spirulina 7,49%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arpah (2007) yang

menyebutkan bahwa oksidasi lemak dapat terjadi pada produk yang mengandung lemak. Reaksi oksidasi merupakan reaksi suatu senyawa lemak yang tidak (atau belum) mengandung radikal peroksida dan hidroperoksida mengalami serangan senyawa oksigen reaktif yang mampu melepaskan satu atom hidrogen dari asam lemak membentuk radikal.

Aktivitas air pada selang 0,7-0,9 adalah nilai aktivitas yang memungkinkan bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh. Biskuit kontrol dan biskuit Spirulina memiliki aw 0,125-0,607, sehingga mikroba tidak dapat tumbuh. Adanya mikroba pada hari ke-1 yaitu 1,5x103 cfu/g dan 1,1x103 cfu/g, diduga karena adanya rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit.

4.3.4 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Biskuit Spirulina

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Angka kecukupan gizi digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Kebutuhan gizi per hari mengacu pada kebutuhan perhari untuk konsumen umum dari BPOM (2005) yaitu karbohidrat 300 g (1200 kkal), protein 60 g (240 kkal), dan lemak 62 g (560 kkal). Informasi gizi mengenai Angka Kecukupan Gizi biskuit Spirulina disajikan pada Tabel 5, sedangkan pada biskuit kontrol disajikan pada Tabel 6.

Penentuan takaran saji merujuk pada takaran saji biskuit komersial yang terdapat di pasaran. Biskuit Spirulina per takaran saji dapat menyumbangkan energi 70,21 kkal, sedangkan pada biskuit kontrol dapat menyumbangkan energi total yang lebih besar yaitu 73,34 kkal. Namun, biskuit Spirulina mampu memenuhi kebutuhan protein 3,68% per hari, lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein dari biskuit kontrol. Wanita dan pria pada usia 20–59 tahun memerlukan protein masing-masing 50 mg dan 60 mg (Permenkes 2005). Biskuit Spirulina per serving size mengandung protein 2,21 gram. Hal ini berarti dengan mengkonsumsi biskuit sebanyak 18 gram, maka kebutuhan terhadap protein akan

terpenuhi. Food and Agriculture Organization (FAO) (2008) menyatakan bahwa Spirulina merupakan pangan yang GRAS (Generally recognized as safe) atau yang sudah dinyatakan aman. Spirulina yang digunakan sebagai pangan, konsumsi per sajinya diperbolehkan pada kisaran 2,0 sampai 8,0 gram, yang berarti mengandung 60% protein berkisar 1,2–4,8 gram.

Tabel 5 Informasi nilai gizi biskuit Spirulina Takaran saji

Per sajian kemasan

18 g

Energi total 70,21 kkal

Nutrisi Jumlah per sajian (g) *AKG

Karbohidrat (by different) 12,54 4,18

Protein 2,21 3,68

Lemak 1,24 2,00

*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal

Tabel 6 Informasi nilai gizi biskuit kontrol Takaran saji

Per sajian kemasan

18 g

Energi total 73,34 kkal

Nutrisi Jumlah per sajian (g) *AKG

Karbohidrat (by different) 13,85 4,62

Protein 1,60 2,68

Lemak 1,27 2,05

*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal

Angka kecukupan untuk protein dan zat-zat gizi lain dinyatakan sebagai taraf suapan terjamin (safe level of intake), yaitu rata-rata kebutuhan ditambah 2,5% dari kebutuhan tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi atau melebihi hampir semua individu. Apabila seseorang mengkonsumsi protein atau zat gizi lain pada nilai yang sama atau sedikit lebih besar dari konsumsi yang dianggap aman, jumlah yang sedikit lebih besar ini tidak akan menimbulkan akibat merugikan (Almatsier 2006).

Dokumen terkait